Epilog — Pengakuan Cinta
Waktu pun terus berlalu
melewati pertengahan Agustus, dan puncak kesibukan di toko sudah lama lewat.
Sekarang saat di mana Liburan Obon berakhir dan orang-orang kembali ke
rutinitas normal mereka. Ichigo dan yang lainnya tidak terkecuali dalam hal
ini.
Luna menghabiskan kesehariannya
dengan penuh kegembiraan, bolak-balik antara rumah dan kantor, bekerja keras
dalam pekerjaannya di toko, termasuk mengajar di kursus kerajinan tangan.
Pada kunjungan baru-baru ini ke
rumah orang tuanya, ayah Sakura, atau dengan kata lain kakek Luna, telah memperingatkannya tentang
nilainya. Pada akhirnya, beliau juga memahami kehidupan Luna saat ini dan
keinginannya, dan bersedia menurutinya.
Namun, Luna juga tampaknya
telah memikirkan masalah ini. Selain tugas-tugas PR yang diberikan sekolah, dia
juga meningkatkan jam belajarnya supaya nilainya tidak turun terlalu banyak.
Ichigo bahkan dibuat khawatir karena berpikir dia seharusnya tidak terlalu
memaksakan diri.
Di sisi lain, bagi Ichigo,
musim panas yang menyibukkan telah berlalu, dan mulai sekarang, sudah memasuki
periode penurunan penjualan. Itu adalah musim bagi pihak toko untuk memangkas
beban tenaga kerja, menyesuaikan jumlah persediaan mereka, dan mengurangi biaya
untuk mengatasinya. Saat bekerja sama dengan Wakana, Ia memberikan instruksi ke
setiap departemen dan fokus pada pengoperasian toko.
Sementara hari-hari damai
semacam itu berlanjut, tidak ada banyak perubahan dalam hubungan antara Ichigo
dan Luna. Di tempat kerja, mereka berinteraksi sebagai bos dan bawahan, dan
setelah bekerja, Ichigo kadang-kadang mengunjungi rumahnya untuk mengajarinya
tentang operasi toko atau memantau belajar Luna.
Begitulah cara mereka
menghabiskan keseharian. Dalam banyak artian, keseharian mereka tampak
damai, tanpa insiden atau gangguan besar.
...Mungkin
kita membangun hubungan yang stabil dan relatif sehat dengan jarak tertentu, pikir
Ichigo dengan santai.
Kemudian, pada suatu hari.
“Ah, pak manajer.”
Di ruang istirahat di tempat
kerjanya, Ichigo datang untuk beristirahat dan kebetulan bertemu Luna.
“Ah, Luna-san… Ada apa?”
Pada saat itu, ketika dia baru
saja bertemu dengan Ichigo, Luna berlarian kesana kemari. Setelah memastikan
kalau tidak ada orang di sekelilingnya, dia mencondongkan tubuh lebih dekat ke
Ichigo.
Ichigo bingung dengan
tindakannya yang mendadak itu.
“Malam ini, aku akan menunggu
Ichi dengan hidangan kesukaanmu, jadi datanglah lebih cepat, oke?” Pipi Luna
langsung tersipu merah saat dia berbisik dengan suara manis.
Luna meninggalkan ruang istirahat
dengan cepat, membiarkan Ichigo untuk berhenti bergerak setelah tertangkap
basah oleh tindakan tiba-tiba dan misterius.
“…Di sebelah mananya hubungan
sehat yang kita bangun itu?”
Ichigo terkejut pada dirinya
sendiri karena berpikir begitu. Bila dipikir-pikir lagi, Ia semakin sering
mengunjungi kamar apartemen Luna akhir-akhir ini, atau lebih tepatnya, itu
hampir menjadi rutinitas. Tujuannya hanya untuk mengajar dan membimbingnya
dalam pekerjaannya, Itu juga merupakan cara untuk membebaskannya dari stres
yang tidak semestinya, tapi…
Mungkinkah, dirinya menjadi
agak mati rasa dengan situasi ini?
Mungkin dirinya hampir terlena dalam
hari-hari seperti itu.
...Aku
tidak bisa membiarkan itu terjadi, Sekali lagi, Ichigo
mengingatkan dirinya sendiri.
※※※※※
“Yahoo! Lama tidak ketemu ya, Wakanana.”
“Lama tidak bertemu, bagaimana
kabarmu?”
Di tengah rutinitas harian ini
– Di tempat dan orang yang berbeda.
Pada malam hari di Izakaya,
Wakana, asisten manajer department store besar tempat Ichigo bekerja sebagai
manajer, datang berkunjung. Mengenakan pakaian kasualnya, dia melambaikan
tangannya saat berjalan menuju kursi tempat rekan pertemuannya duduk.
“Aku sehat-sehat saja~. Jadi,
kamu mau minum apa? Ah maaf, aku mulai duluan.”
“Ya, aku bisa melihatnya.”
Orang yang dia temui adalah
teman Wakana dari masa kuliahnya bernama Hosoe. Dia memiliki rambut cokelat pendek
dan wajah yang energik serta tampak kuat. Mereka masih berteman bahkan setelah
lulus dari universitas, dan meski sama-sama sibuk dengan pekerjaan, mereka
terkadang minum bersama seperti ini.
Hari ini, mereka sudah janjian untuk
bertemu lagi untuk minum setelah sekian lama sejak musim sibuk berakhir.
Ngomong-ngomong, 'Wakanana' adalah
nama panggilannya. Nama tersebut terinspirasi dari nama aslinya, Wakana Nanao.
“Kalau begitu, aku akan minum
bir juga. Permisi, aku mau memesan sesuatu” Dia menghentikan pelayan dan
memesan.
Setelah beberapa saat, bir
diantar ke mejanya. Wakana mengambil gelasnya dan Hosoe mengambil gelasnya,
lalu bersama-sama, mereka berbagi minuman dengan ““Bersulang!””.
“Yah, dengerin deh, Wakanana.
Tempo hari, di kantorku…” Hosoe yang sudah selesai menengguk minumnya, mulai
menggerutu pada Wakana.
Wakana tersenyum dan
mendengarkan semua keluhannya. Mereka berdua menikmati reuni mereka setelah
sekian lama, mengobrol tentang pekerjaan terbaru mereka dan mengenang masa
lalu.
Dan pada akhirnya….
“…Jadi, Wakanana, bagaimana
dengan manajer pria itu?” Setelah banyak minum, Hosoe tiba-tiba bertanya. Dia
tahu bahwa Wakana jatuh cinta dengan bosnya di tempat kerja, Ichigo Kugiyama.
“Y-Yah, itu sih...”
Saat pertanyaannya tiba-tiba
mengulik kehidupannya, bibir Wakana tanpa sadar terangkat dari gelasnya,
menunjukkan kegembiraannya.
“Bagaimana, apanya ...”
“Apa kamu membuat kemajuan
sejak saat itu? Maksudku, apakah kamu sudah berusaha PDKT dengannya?”
“Te-Tentu sajalah.”
Hosoe bertanya, yang dibalas
Wakana dengan mata berkaca-kaca.
“Heh~ jadi, bagaimana
hasilnya?”
“Eh, i-itu…”
Mungkin karena efek samping
alkohol, wajah Wakana terlihat memerah, dan sambil mengipas-ngipas tangan di
depan dadanya, dia berbicara dengan jujur, meskipun sedikit malu.
“Yah, aku bertanya padanya apa
dia ingin aku membuatkannya makan siang, dan menyarankan agar aku merawatnya
ketika dia sakit.”
“Hahh!? Memangnya kamu ini gadis
SMA?!!” Hosoe, dengan wajah lurus, berseru tak percaya.
“Astaga…!”
“Apa yang kamu lakukan terlalu
polos. Terlalu muda buatmu.”
“Mustahil ... padahal aku
mengerahkan semua keberanianku buat bertanya padanya ...”
Melihat wajah kecewa Wakana,
Hosoe menghela nafas.
Masih
Wakana yang biasanya, pikirnya.
“Tapi, tapi, kamu tahu, aku
mencoba mengungkapkan perasaanku padanya tempo hari.”
“Hee, aku tidak tahu kamu
melakukan itu.”
“Ya. Jadi sekarang, aku sudah
membuat beberapa kemajuan.”
Hosoe hanya membalas dengan “heh~” pada ucapan sombong Wakana.
Kemudian, setelah mengosongkan cangkir di tangannya, dia terkikik dan menarik
wajah.
“Lalu, ceritakan detailnya
padaku tentang itu.”
“Jadi…”
Wakana mulai memberitahu Hosoe
tentang hari perjalanan bisnisnya. Di rest-area di malam hari sambil melihat
pemandangan malam, dia mengungkapkan pikirannya, meskipun tidak secara
langsung, kepada Ichigo. Dan apa yang dia katakan padanya sebagai tanggapan–
“Jadi kupikir aku akan
melakukan apa yang aku bisa untuknya. Aku mengendarai mobil untuknya dan memberinya
tidur yang nyaman. Ah, dan pada hari festival musim panas, aku berinisiatif
untuk mengurus pekerja paruh waktu yang mabuk… Ada apa?” Wakana kemudian
menyadari bahwa Hosoe memiliki ekspresi tercengang di wajahnya.
“Bukan apa-apa, yah...” kata
Hosoe. “Ia bahkan tidak tahu tentang perasaanmu, kan? Bahkan tidak menyadari kode darimu.”
“Eh, ya-yah… aku juga tahu
itu.”
“Kamu tahu itu? Maka itu cuma
kepuasan diri. Kamu tidak membuat kemajuan sama sekali, tau!!? Manajer itu
menganggapmu tidak lebih dari bawahan yang dapat diandalkan.”
“Ughhh…”
Jika dia diberitahu itu, dia
tidak bisa membantahnya. Tubuh Wakana menyusut. Melihatnya seperti itu, Hosoe
tersenyum.
“Wakanana benar-benar masih amatiran dalam hal ini, bukan?”
“Karena, aku hampir tidak
pernah menjalin hubungan, dan aku tidak tahu harus berbuat apa…”
“Hmm, sejujurnya, kamu terlihat
seperti wanita baik-baik dengan proporsi sempurna, jadi kamu harus memamerkan
daya tarik pesona dewasamu dan mendekatinya dengan berani.” Sambil mengayunkan
tusuk sate yakitori, Hosoe memberikan beberapa saran.
“Dengan berani…”
“Ya, seperti, kau tahu, tiba-tiba
menerobos masuk ke rumahnya.”
“I-Itu mustahil.”
"Kamu ini bicara apa? Jika kamu
terus-terusan begini, kamu takkan bisa mendapat kemajuan, kan?”
“… Tidak dapat kemajuan.”
“Kamu tidak keberatan begitu terus? Selain itu.” Ketika Wakana terdiam, Hosoe terus menekannya. “Usiamu sudah
hampir mendekati awal tiga puluhan. Kamu tidak bisa terus berkutat pada cinta
pertamamu selamanya. Kamu perlu bertindak tegas dan membuat keputusan. Ah, permisi,
aku pesan bir ukuran besarnya lagi, tolong. ”
“……”
Aku
harus berani dan berubah, pikir Wakana sambil mengepalkan tangannya
di bawah meja secara diam-diam.
※※※※※
“Kita sudah sampai.”
“Ya, terima kasih, Ichi.”
Pada suatu malam, setelah
bekerja.
Laju kendaraan perlahan
berhenti, lalu Ichigo dan Luna keluar dari dalam. Tempat ini adalah perumahan
perusahaan Ichigo. Hari ini, Luna sedang tumben-tumbennya mengunjungi rumah Ichigo.
“Terima kasih, Ichi. Karena sudah
mendengarkan keegoisanku.”
“Tidak, itu sama sekali bukan
egois, jadi jangan khawatir tentang itu.”
Hingga kini, setiap kali Luna
datang ke rumahnya, kenangan pahit itu selalu muncul. Jadi hari ini, Ia ingin
menghilangkan kenangan itu.
Membuat makan malam dan makan
bersama di rumah Ichigo. Inilah yang disarankan Luna padanya dan Ichigo sedikit
enggan, tetapi tentu saja, tidak sulit untuk memahami bagaimana perasaannya,
jadi Ia dengan berat hati setuju, sebagian karena Ia merasa bertanggung jawab dari
beberapa kenangan pahit.
“Apa kamu yakin tidak ingin
minum-minum hari ini?”
“Ya, Aku takkan minum alkohol.”
Setelah makan malam, Ichigo
harus mengantarnya pulang. Selain itu, di masa lalu, ada banyak kejadian yang
tidak pernah berakhir baik setiap kali minum alkohol ketika Luna bersamanya.
Oleh karena itu, minum-minum alkohol sangat dilarang malam ini. Segera, Ichigo
dan Luna pergi ke rumah dan mulai menyiapkan makan malam.
"Apa yang kamu rencanakan
untuk dimasak hari ini?"
Ketika Ichigo bertanya, Luna
menjawab sambil menyebarkan bahan-bahan yang telah dia siapkan.
“Ya, yah, pertama kali Ichi dan
aku bertemu–“
Dan kemudian. Suara lonceng
bergema di ruang tamu. Sepertinya ada yang datang berkunjung.
“Ada tamu?”
“Sepertinya begitu. Kira-kira
siapa, pada jam segini?” Ichigo pergi ke pintu masuk ruang tamu dan melihat
monitor yang terpasang di sana. Di layar, ada video tamu yang tertangkap
kamera. Tamu yang berkunjung ternyata adalah Wakana. “Eh, Wakana-san?”
“Asisten Manajer?” Mendengar
suara Ichigo, Luna juga ikut terkejut.
Kamera menunjukkan Wakana
memainkan rambutnya dengan tidak sabar.
“Ah, mungkin ini masalah
mendesak…?”
Kemudian, Ichigo menyadarinya.
Tidak baik Luna ada di sini sekarang. Tak perlu dikatakan lagi, kehadiran
seorang gadis SMA di bawah umur di rumah seorang pria yang tinggal sendirian,
dan mereka berada dalam hubungan bos dan bawahan di tempat kerja, keadaannya
bisa dibilang dalam situasi yang berbahaya. Ini adalah sesuatu yang Ichigo juga
khawatirkan berkali-kali. Ia tidak ingin menunjukkan ini pada Wakana, tapi Ia
juga harus waspada demi jaga-jaga.
“Luna-san, pergi bersembunyi di
ruang belakang, untuk jaga-jaga.”
“Y-Ya. Ah, Ichi, sepatuku masih
ada di depan pintu.”
“Oke, terima kasih, aku akan
menyembunyikannya.”
Ichigo menginstruksikan Luna untuk
pergi ke ruangan lain dan bersembunyi. Ia kemudian pergi ke pintu depan dan
menyembunyikan sepatunya di kotak sepatu. Kemudian....
“Ada apa, Wakana-san?” Ichigo
membuka pintu depan dan berhadapan dengan Wakana yang berdiri di sana.
“Ah, pak manajer, terima kasih
atas kerja keras anda, um…”
Dia tampak gelisah dan gugup.
“Apa ini urusan mendesak? Ada
masalah dengan pekerjaan?”
“Umm, yah, ini bukan mengenai
hal itu, tapi…” Kata Wakana sambil grogi.
Mendengar kata-katanya, eksprei
Ichigo dipenuhi tanda tanya di wajahnya.
“Lalu, kenapa kamu datang ke rumahku?”
“Be-Benar juga, aneh sekali, bukan?!
maafkan aku, maafkan aku!”
Dia panik. Tidak dapat memahami
maksud dari tindakannya, Ichigo hanya bisa diam.
“Uh, um… Ah, itu benar, kira-kira
apa anda berkenan untuk bergabung dengan saya untuk makan malam?”
Kemudian, Wakana menyarankan itu.
“Ah, um, aku sedang memasak,
jadi makan di luar sedikit...” Ichigo bingung, tapi Ia menolak dengan sopan.
“Begitukah… Ah, ka-kalau begitu,
saya bisa membantu anda dengan itu.”
“Eh?”
“Jika anda tidak keberatan,
saya juga bisa menyiapkan makan malam untuk anda.”
“Tidak, kumohon, aku tidak mau merepotkan
Wakana-san …”
“Tidak apa-apa. Saya ingin
membantu pak Manajer. ”
Entah kenapa, dia bertingkah
aneh pada malam ini. Dan saat mereka mengobrol bolak-balik seperti itu…..
“Hmm?”
Bau gosong tercium dari bagian
belakang rumah.
“Apa ada yang salah, Pak
manajer?.”
“…Gawat, aku membiarkan apinya
menyala!”
Ichigo menyadarinya. Ia baru
saja meletakkan panci di atas api ketika Wakana tiba. Dan karena terburu-buru menyuruh
Luna bersembunyi, Ia lupa mematikan api. Ichigo bergegas ke ruang tamu dan
dapur yang terhubung, Ia lalu melihat gulungan kertas dapur terbakar ketika
jatuh di atas kompor yang Ia nyalakan untuk merebus air.
“Pak manajer, api! Apinya!”
“Ini berbahaya, Wakana-san,
tolong mundur!”
Melihat kertas dapur yang terbakar,
Ichigo menyuruh Wakana di belakangnya untuk menjauh.
“Pak manajer, ambil ini!”
Wakana kemudian menyerahkan selembar
pemadam api dapur yang telah ditinggalkan di dekat kulkas. Ichigo kemudian mengambilnya,
membuka lipatannya, dan meletakkannya di atas kertas dapur di mana api telah
menyebar.
…Beberapa detik kemudian,
ketika lembaran itu diangkat, api telah padam dengan aman. Rupanya, tidak ada
yang kerusakan serius yang terjadi. Ichigo lalu menghembuskan napas karena
merasa lega
“…Fuyuhh, tadi itu hampir saja.
Untung saja aku berhasil memadamkannya sebelum alarm kebakaran berbunyi.”
“Sungguh melegakan.”
“Eh… Apa?” Kemudian, di tengah
kekacauan, Ichigo mulai menyadari bahwa Wakana juga telah masuk ke dalam rumah.
“Kapan kamu sampai di sini, Wakana-san?”
“Ah, maaf, aku tidak bermaksud
mengganggu!”
Ichigo kemudian berkata dengan
nada suara pelan, mencoba menenangkan Wakana yang bingung,
“Tidak, tolong jangan khawatir
tentang itu, kamu sangat membantuku tadi. Terima kasih banyak.”
Ia berterima kasih padanya,
tetapi, dengan nada yang sama sekali berbeda, Wakana sedikit terganggu.
“Ada apa, Wakana-san? Ada
sesuatu yang aneh denganmu. Kamu tidak terlihat tenang seperti biasanya. ”
“……”
Saat Ichigo memberitahunya
begitu. Wakana, sambil menggigit bibirnya erat-erat…..
“Pak manajer! Tidak,
Kugiyama-san!”
“Ya?”
“A-Aku menyukaimu! Jika kamu
tidak keberatan, apa kamu mau menjalin hubungan pacaran denganku ?! ”
“…Hah?”
Wajah Wakana memerah saat dia
berseru, dan Ichigo benar-benar terdiam.
Untuk sesaat, waktu seakan-akan
terhenti.
Tetapi setelah beberapa saat,
Wakana yang sadar, tiba-tiba menunjukkan ekspresi yang mengatakan, 'Aku ini ngomong apaan tadi?'
Namun, kebingungan tampaknya
masih berlangsung.
“Ah, ma-maafkan aku, temanku menyuruhku
untuk bersikap berani, jadi…”
“……”
Pada pengakuan tiba-tiba yang
keluar dari mulut Wakana, Ichigo hanya bisa berdiri mematung. Di depannya
adalah sosok Wakana, tertelungkup dan diam. Meski itu adalah tindakannya
sendiri, dia mungkin tidak memahaminya sendiri. Oleh karena itu, dia sama
kakunya dengan Ichigo. Kemudian......
Pada saat itu, Ichigo
mengalihkan pandangannya dan menyadarinya. Luna berdiri di pintu masuk ruang
tamu. Di tangannya ada handuk basah dengan air. Mungkin dia menyadari bau
gosong yang menyebar dan bersiap-siap untuk memadamkannya juga. Lalu saat itu,
dia sepertinya mendengar apa yang dikatakan Wakana.
Dengan wajah tertunduk, Wakana
masih tidak menyadari kehadiran Luna. Namun, Luna juga tercengang oleh komentar
Wakana yang begitu mendadak dan tidak
terduga, Ichigo juga lupa memberitahu Luna untuk segera bersembunyi.
Keheningan memenuhi ruangan
tamu kediaman apartemen Ichigo Kugiyama, di mana seakan-akan waktu telah berhenti.
Pada saat ini, mereka semua tidak dapat memahami situasi dan saling berdiri mematung.
Satu-satunya hal yang Ichigo bisa katakan dengan pasti ialah, masa depan yang kacau
pasti akan terjadi.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya