Kimi wa Hatsukoi no Hito, no Musume Vol.3 Prolog Bahasa Indonesia

Prolog — Dinding Penghalang Baru

 

Bagian dalam ruang tamu apartemen Kugiayama Ichigo Kugiyama diselimuti keheningan, seolah-olah aliran waktu telah berhenti.

--Aku menyukaimu!

Pengakuan tak terduga Wakana yang tiba-tiba menerobos masuk ke dalam rumah. Dia adalah bawahan Ichigo dan asisten manajer yang andal.

Ichigo tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya atas perilaku mendadak wanita serius yang selalu mendukungnya.

Pikirannya melayang dan jantungnya berdebar kencang. Ichigo berada dalam keadaan linglung sehingga Ia tidak bisa memahami apa yang terjadi padanya saat ini.

“Um, itu...” Pelan-pelan, tatapan mata Ichigo mengarah ke berbagai tempat.

Mencoba mengendalikan pandangannya yang berkeliaran, Ia menoleh ke arah yang berbeda dari Wakana, yang sedang menunduk ke bawah di depannya, untuk menyelesaikan situasi. Pandangannya lalu tertuju pada pintu masuk ke ruang tamu.

Ichigo mengenali sosok gadis yang berdiri di sana.

Ini gawat, pikirnya, menyadari kalau dirinya terjebak dalam krisis terbesar dari situasi ini.

Nama gadis tersebu adalah Hoshigami Luna, dan sama seperti Ichigo, dia berdiri di sana seolah-olah jiwanya telah terkuras.

Dia adalah putri dari cinta pertamanya.

...Kenapa?

Kenapa malah jadi seperti ini?

Ichigo mencoba untuk mendapatkan kembali ketenangannya dan mulai menilai situasi.

Waktunya sudah malam. Luna datang berkunjung ke apartemennya karena dia menyarankan agar mereka makan bersama di apartemen dinas Ichigo setelah bekerja.

Setiap kali Luna mengunjungi rumah Ichigo, biasanya akan terjadi sesuatu, misalnya... Sebuah insiden yang tidak menyenangkan akan terjadi, yang tidak baik untuk hubungan keduanya. Ini terjadi pertama kali, dan juga kedua kalinya. Dia datang ke sini hari ini untuk menyingkirkan kenangan itu, sebagian untuk tujuan balas dendam.

...Itulah yang seharusnya terjadi, tapi kemudian hal yang tak terduga lagi-lagi kembali terjadi.

Ichigo menatap tajam ke arah Luna yang berdiri di sana.

Luna sekarang dalam keadaan tercengang dan kebingungan. Dia mengalami kemalangan karena menyaksikan pengakuan Wakana kepada Ichigo. Tidak heran kalau dia akan berada dalam kondisi seperti itu.

Namun, setidaknya untuk saat ini, sosok Luna harus segera disembunyikan. Jika Wakana mengetahui kalau dia ada di rumah Ichigo... Itu akan menimbulkan banyak masalah.

Ichigo menatap lurus ke mata Luna, yang telah berhenti menatap ke dalam kehampaan, dan melambaikan tangannya dalam lingkaran lebar, menjaga matanya tetap fokus pada sudut yang tidak bisa dilihat Wakana.

Ia berhasil menggunakan gerakannya untuk menyuruhnya bersembunyi. Ichigo memberi isyarat supaya Luna mengalihkan perhatiannya padanya, namun, dia tidak bergerak.

Luna tampaknya benar-benar tidak dapat melihat isyarat gerakan Ichigo.

...Tolong, kumohon.

Hati Luna sangatlah sensitif dan rapuh. Ketergantungannya yang kuat pada Ichigo sangat dipahami dengan baik oleh Ichigo sendiri. Tapi hanya untuk saat ini, bahkan hanya untuk satu saat ini……

Namun, keinginan Ichigo seperti itu dengan cepat hancur.

“Pak manajer?”

Ia menyadari kalau Wakana sedang menatapnya. Sepertinya dialah yang memulihkan pikirannya terlebih dahulu. Kemudian, dia melihat ekspresi dan gerak tubuh Ichigo yang frustrasi.

Gawat, gawat, pikirnya, tapi sudah terlambat.

“Apa ada yang salah...”

Dari perilaku Ichigo dan cara dia memandangnya, Wakana tahu bahwa penyebab masalahnya berada di pintu masuk ke ruang tamu. Sebelum Ichigo bisa mengucapkan sepatah kata pun, Wakana sudah membalikkan badannya.

“...Eh?” Kemudian, dia mengenali keberadaan Luna yang berdiri di sana.

“Ah...” Pada saat ini, Luna yang telah melakukan kontak mata dengan Wakana, tampaknya telah sadar kembali.

Ketika dia melihat Wakana dan Ichigo, yang meletakkan tangannya di dahinya dan ekspresi menderita, di sisi lain ruangan, wajahnya menjadi pucat karena desahan. Luna menyadari kalau dirinya telah melakukan kesalahan besar.

“Hoshigami, san...?” Di sisi lain, Wakana sekali lagi dipaksa untuk menjauh dari pikirannya.

Dia sepertinya tidak dapat memahami arti dari pemandangan di depannya. Namun, dia secara bertahap menelan kenyataan bahwa Luna ada di sana dan mulai dibuat kebingungan lagi.

“Kenapa Hoshigami-san ada di sini?”

Semuanya jadi kacau-- Pikirkan, pikirkan, pikirkan.

Sel-sel otak Ichigo berputar dengan kecepatan penuh.

Wakana sekarang mengetahui kalau Luna ada di rumah Ichigo. Dia bukannya melihat secara sekilas, tapi dia menatap lurus ke arahnya. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa itu adalah mimpi atau halusinasi sekarang.

Seorang gadis muda, seorang gadis SMA di bawah umur, yang bekerja paruh waktu untuk perusahaan, datang mengunjungi apartemen dinas tempat seorang pekerja tinggal sendirian. Dari sudut pandang sosial dan akal sehat, ini adalah situasi yang tidak boleh dibiarkan terjadi.

Ichigo lalu sampai pada suatu kesimpulan. Pertama-tama, Ia harus mengelabuinya dengan segala cara.

“Kebetulan sekali.” Jadi Ichigo berbicara dengan nada suaranya yang normal, sambil menjaga wajahnya tetap tenang sepertia yang biasa.

“Eh?” Wakana kembali menatap Ichigo.

“Aku tidak menyangka kalau tidak hanya Hoshigami-san, tapi juga Wakana-san yang datang ke rumahku. Kurasa hari ini aku punya banyak pengunjung.”

“Um... Dia...”

“Hoshigami-san 'juga' datang untuk mengantarkan sesuatu yang lupa kubawa di toko.”

Ketika Wakana tampak bingung, Ichigo berbicara dengan sikap dan nada suara yang tegas sehingga orang akan berpikir kalau Ia masih memiliki sesuatu untuk dikatakan.

Ichigo tidak menunjukkan sedikit pun rasa bersalah saat berbohong, dan jika Ia mengatakannya secara langsung, orang lain tidak punya pilihan selain mempercayainya juga.

Selain itu, Ichigo juga memasukkan kata-kata yang menipu kepada Luna tentang alasan Wakana mengunjungi rumahnya. Ucapannya tadi seharusnya membuat pernyataan ini tampak seperti Ichigo berdiri di sisi Wakana dan mengikutinya, atau begitulah yang akan membuatnya percaya.

“Hoshigami-san sudah repot-repot membawakan sesuatu yang aku tinggalkan di toko sampai rumahku. Dia benar-benar orang yang sangat disiplin, bukan?”

“Ah, benarkah?”

Wakana tampaknya sangat percaya dengan penjelasan Ichigo.

Luna juga berkeringat dingin, tapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi dan menyerahkan situasi sepenuhnya di tangan Ichigo.

“Ya, aku baru saja akan memintanya untuk minum teh sebagai ucapan terima kasih atas kebaikannya. Lalu di saat yang bersamaan, Wakana-san datang mengunjungiku.”

“He-Heh~..." Wakana yakin.

Atau mungkin, dia belum sepenuhnya mempercayai alasannya. .

Dia mungkin lebih mencemaskan tentang Luna yang mungkin telah mendengar pengakuannya kepada Ichigo.

“Hoshigami-san, apa kamu tadi mendengarkan apa yang kukatakan?” Pada saat itu, Ichigo mengajukan pertanyaan kepada Luna. Ia berani berterus terang.

Pertanyaan itu membuat bahu Wakana bergetar ketakutan.

“Um...” Pada titik ini, Luna mengalihkan pandangannya ke Ichigo dengan wajah gelisah.

Ichigo membalas tatapan Luna dan menggelengkan sedikit kepalanya.

“.. Percakapan, ‘kan?”

Luna adalah gadis yang cerdas. Dia tampaknya telah memahami maksud di balik perkataan dan perilaku Ichigo pada saat itu.

“Ada kebakaran yang terjadi di dapur, jadi aku segera membasahi handuk dengan air dan bergegas untuk memadamkannya. Saat aku kembali, aku terkejut saat melihat asisten manajer sudah di sini...”

Bisa dibilang, Luna menyampaikan seolah-olah dia tidak memahami situasi dengan baik. Itu adalah akting yang hebat. Dia tidak mendengar pengakuan Wakana, dan sebelum itu, dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Itu adalah representasi yang baik dari kepanikan yang disebabkan oleh kebakaran yang terjadi.

Usai mendengar perkataan Luna, Wakana tampak sedikit lega.

Fyuuh~, dia menepuk dadanya.

“Wakana-san.”  Melihat kesempatan di sini, Ichigo memanggilnya. “Y-Ya!”

Ia berjalan mendekati Wakana, yang wajahnya tampak terkejut, dan berbicara kepadanya dengan suara yang hanya bisa didengarnya.

“Aku juga dalam kondisi tidak bisa melakukan percakapan yang tenang sekarang. Untuk saat ini, mari kita sudahi percakapan kita sekarang.” Ichigo menyarankan.

Terus terang, dia mencoba membuat Wakana pergi.

“Y-Ya, t-tapi, um...” Namun, meskipun dalam keadaan binung, Wakana tidak mundur dengan mudah.

Yah, tentu saja. Dia menerobos masuk ke rumahnya dan mendadak menyatakan cintanya... Tentunya, itu adalah tindakan egois.

Jika seseorang mendapat balasan 'Biarkan aku memikirkannya dulu.' dari orang yang mereka tembak - masuk akal untuk mundur diam-diam.

Namun, masih dipahami kalau sulit baginya untuk menerima permintaan Ichigo untuk mundur, karena tampaknya mendorongnya kembali.

“Aku harus mengantar pulang Hoshigami-san setelah ini.” Jadi Ichigo beralasan, untuk meyakinkan Wakana.

“Hoshigami-san... Apa perlu aku sajayang mengantar pulang Hoshigami-san?” Namun, sebaliknya, Wakana menyarankan demikian.

Ini buruk, pikir Ichigo.

Jika Wakana memutuskan untuk mengantar Luna pulang, mereka mungkin akan mengobrol di dalam mobil. Di sinilah kemungkinan kalau cerita sebenarnya akan terkuak.

“Tidak, kamu tidak perlu berbuat sejauh itu ...”

“Jangan khawatir. Kamu bisa mengandalkanku, pak Manajer.”

Bagaimanapun juga, Ichigo sudah berusaha membuat Wakana mundur, tetapi Wakana tidak mau mengalah. Dia sepertinya ingin diandalkan oleh Ichigo sejak kemarin.

...Apa boleh buat... Aku harus melanjutkan ini sedikit lebih jauh... Ichigo laluberbisik pada Wakana yang tidak mau mundur.

“Wakana-san.”

“Y-Ya.”

Suara Ichigo mengecil dan nadanya menjadi lebih serius. Wakana merasa panik, bertanya-tanya apa yang sedang terjadi.

“Sebelumnya, Hoshigami-san mungkin mengatakan itu... Tapi mungkin dia mendengar apa yang dikatakan Wakana-san.”

“!!!”

“Mungkin besok rumor itu akan menyebar ke seluruh toko. Aku tidak berpikir kalau Hoshigami-san adalah tipe orang yang akan melakukan hal seperti itu, tapi…... Kita tidak bisa mengesampingkan kemungkinan itu terjadi. .Aku akan melakukan yang terbaik untuk menutupinya, jadi tolong bekerja sama denganku.”

“Ba-Baiklah, aku mengerti.”

Pernyataan Ichigo tampaknya telah meyakinkan Wakana. Dia setuju dan siap pergi dari apartemennya.

“Kalau begitu... aku minta maaf telah menerobos masuk seperti ini.”

“Tidak apa-apa, jangan terlalu dipikirkan. Serahkan Hoshigami-san padaku.”

Dengan begitu, Wakana meninggalkan rumah Ichigo. Dia membuka pintu depan dan mengawasinya pergi dengan cepat.

“...Fiuh. Sekarang.” Sambil bergumam, Ichigo kembali menyusuri lorong dan ke ruang tamu.

Di sana, Luna masih berdiri dan menunggunya. “...Selamat datang kembali, Ichi.”

“...Ya.”

“......”

“......”

Keduanya berdiri di sana dalam diam.

Luna pasti merasa terguncang juga. Dia sepertinya berusaha mengatakan seseuatu dan menggerakkan matanya dari ke sana kemari.

“Untuk makan malam... Apa yang harus kita lakukan?” Kemudian, dia akhirnya berhasil mengeluarkan suaranya.

“...Ah.”

Tidak ada yang bisa mereka lakukan mengenai hal itu. Berkat suasana canggung saat ini. Sekarang, mereka berdua berada dalam keadaan di mana mereka dipenuhi banyak pikiran, dan makan bersama dengan senyum di wajah mereka tidak akan berjalan sebaik yang mereka harapkan. Sejujurnya, Ichigo bahkan kehilangan nafsu makan karena ketegangan dan kelelahan mental.

“... Luna-san.” Sambil berhati-hati, Ichigo memutuskan untuk angkat bicara.

“Mungkin sebaiknya kamu juga harus pulang hari ini.”

“...Ya.” Luna tidak menyangkalnya.

Mungkin dia merasakan hal yang sama dengan Ichigo, dan sampai pada kesimpulan yang sama.

Dia lalu memasukkan makanan yang mereka bawa kembali ke dalam tas pendingin dan bersiap untuk pergi. Melihatnya beres-beres dalam diam itu menyakitkan dan menyayat hati Ichigo.

“Apa perlu aku menganarmu pulang?” Di pintu masuk, Ichigo bertanya pada Luna sambil memakai sepatunya. “Hm, tidak perlu, aku baik-baiks saja.” Luna membalas dengan senyum di wajahnya yang tertunduk, dan pergi.

...Aku ingin tahu apakah ini baik-baik saja.

Setelah melihat Luna pergi, Ichigo merasakan kegelisahan yang baru. Di masa lalu, ketika mentalnya menjadi tidak stabil, dia akan kehilangan kendali dirinya dan menghilang—lalu ditemukan di pegunungan yang jauh dari rumahnya.

Namun, sekitar satu jam kemudian, Ichigo yang merasa khawatir mulai menghubunginya melalui aplikasi perpesanan, dan Luna menjawab kalau dia sudah sampai di rumahnya tanpa masalah.

“...Hah~.” Duduk di sofa di ruang tamu, Ichigo menghela nafas sambil menatap langit-langit.

Untuk saat ini, Ia merasa lega setelah mengetahui bahwa Luna sudah kembali ke rumah. Dan segera, penderitaan baru memenuhi pikirannya.

Pernyataan cinta dari Wakana.

Bukan lelucon atau candaan, tapi sesuatu yang datang dari lubuk hatinya... Apa aku harus menganggapnya begitu? Tidak, kalau tidak begitu, mana mungkin dia datang jauh-jauh ke rumahnya seperti ini.

“...Apa yang harus kulakukan?”

Meskipun hubungannya dengan Luna masih rumit --- Sekarang, Ichigo dihadapkan pada masalah yang lebih sulit.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama