Prolog — Dinding Penghalang Baru
Bagian dalam ruang tamu
apartemen Kugiayama Ichigo Kugiyama diselimuti keheningan, seolah-olah aliran
waktu telah berhenti.
--Aku
menyukaimu!
Pengakuan tak terduga Wakana
yang tiba-tiba menerobos masuk ke dalam rumah. Dia adalah bawahan Ichigo dan asisten
manajer yang andal.
Ichigo tidak bisa
menyembunyikan keterkejutannya atas perilaku mendadak wanita serius yang selalu
mendukungnya.
Pikirannya melayang dan
jantungnya berdebar kencang. Ichigo berada dalam keadaan linglung sehingga Ia
tidak bisa memahami apa yang terjadi padanya saat ini.
“Um, itu...” Pelan-pelan, tatapan
mata Ichigo mengarah ke berbagai tempat.
Mencoba mengendalikan pandangannya
yang berkeliaran, Ia menoleh ke arah yang berbeda dari Wakana, yang sedang
menunduk ke bawah di depannya, untuk menyelesaikan situasi. Pandangannya lalu
tertuju pada pintu masuk ke ruang tamu.
Ichigo mengenali sosok gadis
yang berdiri di sana.
Ini
gawat, pikirnya, menyadari kalau dirinya terjebak dalam krisis
terbesar dari situasi ini.
Nama gadis tersebu adalah Hoshigami
Luna, dan sama seperti Ichigo, dia berdiri di sana seolah-olah jiwanya telah
terkuras.
Dia adalah putri dari cinta
pertamanya.
...Kenapa?
Kenapa
malah jadi seperti ini?
Ichigo mencoba untuk
mendapatkan kembali ketenangannya dan mulai menilai situasi.
Waktunya sudah malam. Luna
datang berkunjung ke apartemennya karena dia menyarankan agar mereka makan
bersama di apartemen dinas Ichigo setelah bekerja.
Setiap kali Luna mengunjungi
rumah Ichigo, biasanya akan terjadi sesuatu, misalnya... Sebuah insiden yang
tidak menyenangkan akan terjadi, yang tidak baik untuk hubungan keduanya. Ini
terjadi pertama kali, dan juga kedua kalinya. Dia datang ke sini hari ini untuk
menyingkirkan kenangan itu, sebagian untuk tujuan balas dendam.
...Itulah yang seharusnya
terjadi, tapi kemudian hal yang tak terduga lagi-lagi kembali terjadi.
Ichigo menatap tajam ke arah
Luna yang berdiri di sana.
Luna sekarang dalam keadaan
tercengang dan kebingungan. Dia mengalami kemalangan karena menyaksikan
pengakuan Wakana kepada Ichigo. Tidak heran kalau dia akan berada dalam kondisi
seperti itu.
Namun, setidaknya untuk saat
ini, sosok Luna harus segera disembunyikan. Jika Wakana mengetahui kalau dia
ada di rumah Ichigo... Itu akan menimbulkan banyak masalah.
Ichigo menatap lurus ke mata
Luna, yang telah berhenti menatap ke dalam kehampaan, dan melambaikan tangannya
dalam lingkaran lebar, menjaga matanya tetap fokus pada sudut yang tidak bisa
dilihat Wakana.
Ia berhasil menggunakan
gerakannya untuk menyuruhnya bersembunyi. Ichigo memberi isyarat supaya Luna
mengalihkan perhatiannya padanya, namun, dia tidak bergerak.
Luna tampaknya benar-benar tidak
dapat melihat isyarat gerakan Ichigo.
...Tolong,
kumohon.
Hati Luna sangatlah sensitif
dan rapuh. Ketergantungannya yang kuat pada Ichigo sangat dipahami dengan baik
oleh Ichigo sendiri. Tapi hanya untuk saat ini, bahkan hanya untuk satu saat
ini……
Namun, keinginan Ichigo seperti
itu dengan cepat hancur.
“Pak manajer?”
Ia menyadari kalau Wakana
sedang menatapnya. Sepertinya dialah yang memulihkan pikirannya terlebih
dahulu. Kemudian, dia melihat ekspresi dan gerak tubuh Ichigo yang frustrasi.
Gawat,
gawat, pikirnya, tapi sudah terlambat.
“Apa ada yang salah...”
Dari perilaku Ichigo dan cara
dia memandangnya, Wakana tahu bahwa penyebab masalahnya berada di pintu masuk
ke ruang tamu. Sebelum Ichigo bisa mengucapkan sepatah kata pun, Wakana sudah
membalikkan badannya.
“...Eh?” Kemudian, dia
mengenali keberadaan Luna yang berdiri di sana.
“Ah...” Pada saat ini, Luna
yang telah melakukan kontak mata dengan Wakana, tampaknya telah sadar kembali.
Ketika dia melihat Wakana dan
Ichigo, yang meletakkan tangannya di dahinya dan ekspresi menderita, di sisi
lain ruangan, wajahnya menjadi pucat karena desahan. Luna menyadari kalau
dirinya telah melakukan kesalahan besar.
“Hoshigami, san...?” Di sisi
lain, Wakana sekali lagi dipaksa untuk menjauh dari pikirannya.
Dia sepertinya tidak dapat
memahami arti dari pemandangan di depannya. Namun, dia secara bertahap menelan
kenyataan bahwa Luna ada di sana dan mulai dibuat kebingungan lagi.
“Kenapa Hoshigami-san ada di
sini?”
Semuanya
jadi kacau-- Pikirkan, pikirkan, pikirkan.
Sel-sel otak Ichigo berputar
dengan kecepatan penuh.
Wakana sekarang mengetahui
kalau Luna ada di rumah Ichigo. Dia bukannya melihat secara sekilas, tapi dia
menatap lurus ke arahnya. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa itu adalah mimpi
atau halusinasi sekarang.
Seorang gadis muda, seorang
gadis SMA di bawah umur, yang bekerja paruh waktu untuk perusahaan, datang
mengunjungi apartemen dinas tempat seorang pekerja tinggal sendirian. Dari
sudut pandang sosial dan akal sehat, ini adalah situasi yang tidak boleh
dibiarkan terjadi.
Ichigo lalu sampai pada suatu
kesimpulan. Pertama-tama, Ia harus mengelabuinya dengan segala cara.
“Kebetulan sekali.” Jadi Ichigo
berbicara dengan nada suaranya yang normal, sambil menjaga wajahnya tetap
tenang sepertia yang biasa.
“Eh?” Wakana kembali menatap
Ichigo.
“Aku tidak menyangka kalau
tidak hanya Hoshigami-san, tapi juga Wakana-san yang datang ke rumahku. Kurasa
hari ini aku punya banyak pengunjung.”
“Um... Dia...”
“Hoshigami-san 'juga' datang untuk mengantarkan sesuatu
yang lupa kubawa di toko.”
Ketika Wakana tampak bingung,
Ichigo berbicara dengan sikap dan nada suara yang tegas sehingga orang akan
berpikir kalau Ia masih memiliki sesuatu untuk dikatakan.
Ichigo tidak menunjukkan sedikit
pun rasa bersalah saat berbohong, dan jika Ia mengatakannya secara langsung,
orang lain tidak punya pilihan selain mempercayainya juga.
Selain itu, Ichigo juga
memasukkan kata-kata yang menipu kepada Luna tentang alasan Wakana mengunjungi
rumahnya. Ucapannya tadi seharusnya membuat pernyataan ini tampak seperti
Ichigo berdiri di sisi Wakana dan mengikutinya, atau begitulah yang akan
membuatnya percaya.
“Hoshigami-san sudah
repot-repot membawakan sesuatu yang aku tinggalkan di toko sampai rumahku. Dia
benar-benar orang yang sangat disiplin, bukan?”
“Ah, benarkah?”
Wakana tampaknya sangat percaya
dengan penjelasan Ichigo.
Luna juga berkeringat dingin,
tapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi dan menyerahkan situasi sepenuhnya di
tangan Ichigo.
“Ya, aku baru saja akan
memintanya untuk minum teh sebagai ucapan terima kasih atas kebaikannya. Lalu
di saat yang bersamaan, Wakana-san datang mengunjungiku.”
“He-Heh~..." Wakana yakin.
Atau mungkin, dia belum
sepenuhnya mempercayai alasannya. .
Dia mungkin lebih mencemaskan
tentang Luna yang mungkin telah mendengar pengakuannya kepada Ichigo.
“Hoshigami-san, apa kamu tadi mendengarkan
apa yang kukatakan?” Pada saat itu, Ichigo mengajukan pertanyaan kepada Luna.
Ia berani berterus terang.
Pertanyaan itu membuat bahu
Wakana bergetar ketakutan.
“Um...” Pada titik ini, Luna
mengalihkan pandangannya ke Ichigo dengan wajah gelisah.
Ichigo membalas tatapan Luna
dan menggelengkan sedikit kepalanya.
“.. Percakapan, ‘kan?”
Luna adalah gadis yang cerdas.
Dia tampaknya telah memahami maksud di balik perkataan dan perilaku Ichigo pada
saat itu.
“Ada kebakaran yang terjadi di
dapur, jadi aku segera membasahi handuk dengan air dan bergegas untuk
memadamkannya. Saat aku kembali, aku terkejut saat melihat asisten manajer sudah
di sini...”
Bisa dibilang, Luna
menyampaikan seolah-olah dia tidak memahami situasi dengan baik. Itu adalah
akting yang hebat. Dia tidak mendengar pengakuan Wakana, dan sebelum itu, dia
tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Itu adalah representasi yang baik dari
kepanikan yang disebabkan oleh kebakaran yang terjadi.
Usai mendengar perkataan Luna,
Wakana tampak sedikit lega.
Fyuuh~,
dia
menepuk dadanya.
“Wakana-san.” Melihat kesempatan di sini, Ichigo
memanggilnya. “Y-Ya!”
Ia berjalan mendekati Wakana,
yang wajahnya tampak terkejut, dan berbicara kepadanya dengan suara yang hanya
bisa didengarnya.
“Aku juga dalam kondisi tidak
bisa melakukan percakapan yang tenang sekarang. Untuk saat ini, mari kita
sudahi percakapan kita sekarang.” Ichigo menyarankan.
Terus terang, dia mencoba
membuat Wakana pergi.
“Y-Ya, t-tapi, um...” Namun, meskipun
dalam keadaan binung, Wakana tidak mundur dengan mudah.
Yah, tentu saja. Dia menerobos
masuk ke rumahnya dan mendadak menyatakan cintanya... Tentunya, itu adalah
tindakan egois.
Jika seseorang mendapat balasan
'Biarkan aku memikirkannya dulu.' dari
orang yang mereka tembak - masuk akal untuk mundur diam-diam.
Namun, masih dipahami kalau
sulit baginya untuk menerima permintaan Ichigo untuk mundur, karena tampaknya
mendorongnya kembali.
“Aku harus mengantar pulang
Hoshigami-san setelah ini.” Jadi Ichigo beralasan, untuk meyakinkan Wakana.
“Hoshigami-san... Apa perlu aku
sajayang mengantar pulang Hoshigami-san?” Namun, sebaliknya, Wakana menyarankan
demikian.
Ini
buruk, pikir Ichigo.
Jika Wakana memutuskan untuk
mengantar Luna pulang, mereka mungkin akan mengobrol di dalam mobil. Di sinilah
kemungkinan kalau cerita sebenarnya akan terkuak.
“Tidak, kamu tidak perlu
berbuat sejauh itu ...”
“Jangan khawatir. Kamu bisa
mengandalkanku, pak Manajer.”
Bagaimanapun juga, Ichigo sudah
berusaha membuat Wakana mundur, tetapi Wakana tidak mau mengalah. Dia
sepertinya ingin diandalkan oleh Ichigo sejak kemarin.
...Apa
boleh buat... Aku harus melanjutkan ini sedikit lebih jauh...
Ichigo laluberbisik pada Wakana yang tidak mau mundur.
“Wakana-san.”
“Y-Ya.”
Suara Ichigo mengecil dan nadanya
menjadi lebih serius. Wakana merasa panik, bertanya-tanya apa yang sedang
terjadi.
“Sebelumnya, Hoshigami-san
mungkin mengatakan itu... Tapi mungkin dia mendengar apa yang dikatakan
Wakana-san.”
“!!!”
“Mungkin besok rumor itu akan
menyebar ke seluruh toko. Aku tidak berpikir kalau Hoshigami-san adalah tipe
orang yang akan melakukan hal seperti itu, tapi…... Kita tidak bisa
mengesampingkan kemungkinan itu terjadi. .Aku akan melakukan yang terbaik untuk
menutupinya, jadi tolong bekerja sama denganku.”
“Ba-Baiklah, aku mengerti.”
Pernyataan Ichigo tampaknya
telah meyakinkan Wakana. Dia setuju dan siap pergi dari apartemennya.
“Kalau begitu... aku minta maaf
telah menerobos masuk seperti ini.”
“Tidak apa-apa, jangan terlalu
dipikirkan. Serahkan Hoshigami-san padaku.”
Dengan begitu, Wakana
meninggalkan rumah Ichigo. Dia membuka pintu depan dan mengawasinya pergi
dengan cepat.
“...Fiuh. Sekarang.” Sambil
bergumam, Ichigo kembali menyusuri lorong dan ke ruang tamu.
Di sana, Luna masih berdiri dan
menunggunya. “...Selamat datang kembali, Ichi.”
“...Ya.”
“......”
“......”
Keduanya berdiri di sana dalam
diam.
Luna pasti merasa terguncang
juga. Dia sepertinya berusaha mengatakan seseuatu dan menggerakkan matanya dari
ke sana kemari.
“Untuk makan malam... Apa yang
harus kita lakukan?” Kemudian, dia akhirnya berhasil mengeluarkan suaranya.
“...Ah.”
Tidak ada yang bisa mereka
lakukan mengenai hal itu. Berkat suasana canggung saat ini. Sekarang, mereka
berdua berada dalam keadaan di mana mereka dipenuhi banyak pikiran, dan makan
bersama dengan senyum di wajah mereka tidak akan berjalan sebaik yang mereka
harapkan. Sejujurnya, Ichigo bahkan kehilangan nafsu makan karena ketegangan
dan kelelahan mental.
“... Luna-san.” Sambil
berhati-hati, Ichigo memutuskan untuk angkat bicara.
“Mungkin sebaiknya kamu juga
harus pulang hari ini.”
“...Ya.” Luna tidak
menyangkalnya.
Mungkin dia merasakan hal yang
sama dengan Ichigo, dan sampai pada kesimpulan yang sama.
Dia lalu memasukkan makanan
yang mereka bawa kembali ke dalam tas pendingin dan bersiap untuk pergi.
Melihatnya beres-beres dalam diam itu menyakitkan dan menyayat hati Ichigo.
“Apa perlu aku menganarmu
pulang?” Di pintu masuk, Ichigo bertanya pada Luna sambil memakai sepatunya. “Hm,
tidak perlu, aku baik-baiks saja.” Luna membalas dengan senyum di wajahnya yang
tertunduk, dan pergi.
...Aku
ingin tahu apakah ini baik-baik saja.
Setelah melihat Luna pergi,
Ichigo merasakan kegelisahan yang baru. Di masa lalu, ketika mentalnya menjadi
tidak stabil, dia akan kehilangan kendali dirinya dan menghilang—lalu ditemukan
di pegunungan yang jauh dari rumahnya.
Namun, sekitar satu jam kemudian,
Ichigo yang merasa khawatir mulai menghubunginya melalui aplikasi perpesanan,
dan Luna menjawab kalau dia sudah sampai di rumahnya tanpa masalah.
“...Hah~.” Duduk di sofa di
ruang tamu, Ichigo menghela nafas sambil menatap langit-langit.
Untuk saat ini, Ia merasa lega setelah
mengetahui bahwa Luna sudah kembali ke rumah. Dan segera, penderitaan baru
memenuhi pikirannya.
Pernyataan cinta dari Wakana.
Bukan
lelucon atau candaan, tapi sesuatu yang datang dari lubuk hatinya... Apa aku harus
menganggapnya begitu? Tidak, kalau tidak begitu, mana mungkin dia datang
jauh-jauh ke rumahnya seperti ini.
“...Apa yang harus kulakukan?”
Meskipun hubungannya dengan Luna
masih rumit --- Sekarang, Ichigo dihadapkan pada masalah yang lebih sulit.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya