Chapter 5 — 19 Desember (Sabtu) Asamura Yuuta
Jam digital yang terletak
sebelah bantalku menunjukkan pukul 6:30 pagi. Bahkan gerakan sekecil pun
memungkinkan angin dingin masuk ke bawah selimutku, membuatku menggigil
kedinginan. Di luar jendela, aku tidak bisa melihat apa-apa selain suasana
gelap. Karena sekarang sudah mendekati titik balik matahari musim dingin,
mungkin 15 menit lagi sebelum matahari mulai terbit. Omong-omong, titik balik
matahari musim dingin mengacu pada hari ketika matahari berada di titik
terendah ketika mencapai selatan jauh. Sang matahari hanya muncul sebentar di
timur dan tenggelam kembali seperti sedang bermain petak umpet. Berkat hal
tersebut, durasi malam jauh lebih panjang dan matahari terbit sedikit lama,
terutama di Jepang.
“Di tambah lagi, aku benci bangun
saat di luar masih gelap.” Aku menarik kembali selimut yang menutupi kepalaku
dan sekali lagi memikirkan rencanaku untuk hari itu.
Besok akan menjadi satu minggu
berlalu sejak ulang tahunku. Yang mana itu berarti, itu giliran ulang tahun Ayase-san.
Dan hadiah yang dia inginkan adalah “Sabun
yang bisa aku gunakan di kamar mandi.” Ketika melakukan pencarian cepat
secara online, aku menemukan toko khusus di daerah Shibuya yang secara khusus
menjual perlengkapan mandi. Di situlah aku memutuskan untuk membeli sabun.
Karena rencanaku penuh dengan sekolah bimbel dan pekerjaan paruh waktu, aku
tidak punya waktu untuk berbelanja sebelum hari ini. Karena toko perlengkapan
mandi dekat dengan sekolah bimbel, jadi aku berencana menggunakan waktu di
antara jadwal les untuk membelinya.
Di dalam kepalaku, aku sudah
menyusun jadwalnya secara rinci. Namun, saat aku merenungkan itu, sebuah
pemikiran tertentu yang ada di pikiran aku meminta perhatian. Setelah menerima
hadiah tak terduga dari Fujinami-san dan Yomiuri-senpai, dan menyadari
kegembiraan mengalami kejutan seperti itu, aku mulai merasa ingin memberi
Ayase-san sedikit kejutan juga. Bagaimanapun juga, kejutan adalah bumbu terbaik
dalam hal cinta—atau begitulah yang dikatakan dalam “Tujuh Aturan Yang Harus Diikuti yang Akan Membuatmu Sukses dalam
Percintaan”, buku yang dihadiahkan Narasaka-san kepadaku. Walau aku masih
tidak tahu apakah aku harus mempercayai apapun yang ditulis di sana atau tidak.
Tentu saja, aku tidak ingin
membuatnya jengkel layaknya semacam lelucon. Kejutan tersebut harus menjadi
sesuatu yang akan mengejutkannya tapi juga membuatnya merasa bahagia sebagai
balasannya. Misalnya, menambahkan bahan tambahan di atas hadiah awal. Karena aku
tidak harus bangun pagi-pagi, aku menghabiskan waktu lebih lama untuk
berguling-guling di tempat tidur daripada biasanya ketika tiba-tiba alarmku
berbunyi. Karena terkejut, aku melemparkan selimut ke udara. Ketika melihat ke
luar, langit di luar sudah menjadi cerah.
Aku mengganti piyamaku dan
menuju ke ruang tamu, di mana aku bertemu dengan Ayahku, yang libur dari
pekerjaannya hari ini, dan Akiko-san duduk di sofa. Karena dia baru saja pulang
kerja, dia mungkin akan segera tidur.
“Saki sudah menyelesaikan sarapannya
dan kembali ke kamarnya.”
Akiko-san hendak berdiri, tapi
aku memberitahunya kalau aku baik-baik saja dan memintanya duduk lagi. Aku bisa
melihat sarapanku sudah terletak di atas meja. Nasinya ada di penanak nasi, dan
sup miso mungkin ada di dalam panci. Aku menghangatkan sup miso dan
menghidangkan nasi untuk diriku sendiri. Untuk hidangan utama pagi ini, kami
memiliki lauk salmon muniere, dan saat melepas aluminium foil, aku disambut
oleh daging merah muda yang masih terlihat hangat. Sembari mengulurkan tangan
untuk meraih kecap, aku ingat percakapanku dengan Ayase-san ketika kami makan
gyoza bersama. Aku memutuskan untuk mencoba ikan itu tanpa menambahkan apa pun
dan memasukkannya ke dalam mulutku — Mhm, rasanya manis.
Itulah kesan pertama yang kudapatkan.
Rasa manis tersebut bukan berasal dari mentega saja. Lemon di atas muniere yang
dibumbui dengan garam dan merica memiliki perpaduan yang cukup kuat bagiku
untuk dapat mengambilnya sendiri. Mungkin dia menahan bumbunya sedikit? Mencicipi
ikan seperti ini terasa seperti dunia baru telah terbuka di hadapanku. Aku cuma
lebih terbiasa dengan seleraku sendiri. Dan fakta bahwa rasanya tetap enak
membuatku merasa frustrasi.
Sepertinya, menjaga bumbu garam
& merica seminimal mungkin adalah standar untuk Keluarga Ayase, jadi jika aku
ingin lebih dari itu, aku harus pergi ke rak bumbu di dapur dan mengambil apa
yang aku inginkan. Hal ini merupakan cara lain untuk menyesuaikan satu sama
lain. Kami tidak ingin memaksakan selera keluarga kami satu sama lain. Aku
mengambil kecap asin kesayanganku dari rak bumbu, lalu menuangkan sedikit di
piring kecil dan mencoba gigitan keduaku dengan mengolesi itu. Rasanya sama
seperti sebelumnya, dan itu lezat.
“Hmm… Jadi itu berarti…”
...Aku penggemar kecap asin? Aku
merasa seperti baru saja menjalani semacam tes psikologi yang menebak
kepribadianku berdasarkan preferensi makananku.
“…..ta.”
Pikiranku bolak-balik,
berputar-putar, ketika sebuah suara membawaku kembali ke kenyataan. Suara itu
berasal dari Ayahku. Aku mengalihkan pandangan dari makananku dan menoleh ke
arahnya.
“Maaf, apa kamu memanggilku?”
“Tentu saja. Apa kamu tadi
habis melamun? ”
“Yah… Sedikit, ya. Lagi pula,
ada apa?”
Aku melepaskan diri dari
pemikiran filosofi makananku. Lagipula, tidak sopan untuk mengabaikannya.
“Kita akan pergi menemui orang
tuaku tahun ini. Apa kamu baik-baik saja dengan itu? ”
“Aku baik-baik saja.”
Aku secara refleks melihat ke
arah Akiko-san, tapi dia hanya tersenyum padaku.
“Aku sudah memberi tahu Saki
tentang ini. Kamu yang terakhir, Yuuta-kun. Apa jangan-jangan kamu sudah punya
rencana sendiri? ”
“Tidak, aku baik-baik saja.”
Aku sedikit panik dan mengangguk.
Keluarga besar Ayahku tinggal
di daerah Nagano. Ayahku rupanya memasuki universitas di Tokyo, itulah sebabnya
Ia pindah ke sini. Dan Ia tetap tinggal di sini setelah lulus. Keluarga besar kami
di Nagano memiliki tradisi bertemu setiap tahun selama Tahun Baru, dan aku sudah
berpartisipasi dalam acara ini berkali-kali. Ketika aku masih dududk di SD, ibu
kandungku juga ikut bersama mereka. Namun, aku tidak berpikir dia pernah
benar-benar terbuka untuk kerabat kami. Dalam perjalanan pulang, dia terus
mengeluh tentang mereka, dan aku terpaksa mendengarkannya meskipun memiliki perasaan
yang rumit mengenai itu. Karena aku bergaul dengan baik dengan mereka, rasanya
seakan dia menganggu keakrabanku dengan kerabat lainnya.
“Baguslah. Kalau begitu kita
semua bisa pergi bersama,” ujar Akiko-san sambil tersenyum.
Itu artinya Ayase-san juga akan
ikut. Tapi itu membuatku punya pertanyaan lain.
“Bagaimana dengan keluargamu,
Akiko-san? Apa kamu tak keberatan tidak mengunjungi mereka?”
Kalau menurut pendapat pribadi,
tradisi untuk mengunjungi keluarga besarmu pada Tahun Baru merupakan tradisi
busuk yang melampaui sambutannya, tetapi aku juga dapat memahami keinginan
ingin melihat anak-anakmu setidaknya setahun sekali. Dan demi menanggapi
pertanyaanku, Akiko-san menjawab dengan senyum masam.
“Semua kerabatku suka hidup
bebas. Mereka bukan tipe orang yang suka berkumpul untuk acara seperti ini.”
Walau demikian, dia berencana
untuk mengunjungi mereka tahun depan di hari Obon pada bulan Agustus. Karena
pernikahan dan segala urusan, rasanya akan terlalu menegangkan untuk
mengunjungi mereka di akhir tahun juga.
“Yah, pada dasarnya aku sudah
bekerja setiap tahun hingga saat ini, jadi aku akan santai sekali saja.”
“Dan aku punya lima hari
liburan mulai tanggal 29.”
Mengingat Akiko-san bekerja di
bar lokal di Shibuya, aku merasa tempat itu akan ramai dengan orang-orang
selama Tahun Baru... Tapi sepertinya keraguanku pasti terlihat di wajahku.
"Aku selalu membantu di
tempat kerja, jadi aku punya waktu khusus setidaknya untuk tahun ini.”
“Syukurlah kalau begitu.”
Ayahku benar-benar berubah jadi
budak perusahaan ketika mereka memasuki masa sibuk, tapi jadwal Akiko-san juga
tidak terlihat lebih ringan. Di tambah lagi, tidak ada jaminan dia bisa
mendapatkan libur Sabtu dan Minggu juga. Itu sebabnya aku ingin dia mendapatkan
istirahat yang baik setidaknya selama liburan. Namun, dia memiliki kebiasaan
buruk mengurus masalah keluarga selama masa istirahatnya yang jarang, dan dia
sudah mulai mengatakan hal-hal seperti “Aku
ingin membiarkan Saki menikmati istirahatnya, jadi aku akan memasak untuk semua
anak menggantikannya dan membuat makanan favorit mereka!”
“Yang ada justru, aku yakin Ayase-san ingin ibunya
beristirahat. Aku akan dengan senang hati membantu memasak jika perlu. ”
“Ibu…”
“Hah?”
Oh, apa dia salah dengar? Aku
sebenarnya berbicara tentang Ayase-san...tapi caranya terlihat sangat gembira,
aku tidak bisa mengoreksinya—dan aku juga
tidak harus melakukannya—jadi aku berkomentar apa-apa lagi.
“Aku setuju dengan Yuuta. Aku
pikir kamu diperbolehkan untuk beristirahat setidaknya selama liburan musim
dingin kami. Anak-anak di sana tidak terlalu muda sehingga kamu juga harus
menjaga mereka. Dan aku tahu bagaimana kamu terus membuat hidangan ringan
sepanjang waktu.
“Hah? Be-Benarkah?”
“Tentu saja. Gratin yang kamu
buat minggu lalu rasanya enak sekali.”
“Aku akan membuat lebih banyak,
kalau begitu.”
“Terima kasih.” Ayahku
tersenyum, dan Akiko-san melakukan hal yang sama.
Terima kasih atas adegan
mesranya. Perutku sudah merasa kenyang dalam artian lain.
“Ah, aku baru kepikiran...”
Ucapan Akiko-san barusan memicu
pemikiran lain di pikiranku.
“Makanan apa yang disukai
Ayase-san?”
Akiko-san lalu menatapku.
“Maksudmu makanan favoritnya?”
“Ya. Kamu baru saja menyebutkan
makanan favorit anak-anak, jadi aku sedikit penasaran. ”
“Hmmm…” Akiko-san meletakkan
satu jari di rahang bawahnya dan mulai berpikir. “Ketika dia masih muda dan aku
sibuk dengan pekerjaan, aku tidak bisa memberinya makanan yang paling mewah. Aku
pikir dia mungkin menyukai hidangan yang membutuhkan waktu lebih lama untuk
disiapkan, seperti gulungan kol isi atau stew daging sapi.”
Begitu ya. Jadi pada dasarnya,
dia menyukai hidangan yang direbus.
“Tapi kupikir dia lebih suka
stew daging sapi jika itu dari restoran.”
“Hah? Benarkah?”
Aku tidak pernang mengira
Ayase-san sebagai tipe orang yang akan makan di luar, itulah sebabnya aku tidak
bisa menyembunyikan kekagetanku.
“Ada restoran yang menyajikan
makanan barat yang lezat di lingkungan kami, dan dia benar-benar menyukai stew daging sapi dari sana.”
“Benarkah?”
“Aku pernah mencoba membuatnya
di rumah.”
Rupanya, dia tidak bisa
memahami rasanya. Dia tampak bingung mengapa daging biasa dari supermarket
tidak cukup enak.
“Ngomong-ngomong soal makanan,
kalian berdua akan makan di luar sebelum pulang kerja besok, kan?”
“Ya. Kami akan makan bersama…
dengan orang-orang dari tempat kerja kami.”
Aku dan Ayase-san sudah memberi
tahu orang tua masing-masing kalau kami akan makan di luar besok setelah
pekerjaan kami. Lagipula, kami tidak bisa pulang larut malam tanpa memberi tahu
mereka berdua. Meski begitu, fakta bahwa kita akan bersama orang-orang dari
tempat kerja adalah kebohongan. Aku tidak suka menipu orang tua kami seperti
ini, tapi hal itu diperlukan untuk menyembunyikan rahasia kami yang lebih besar
sebagai balasannya. Aku hanya berharap kalau situasinya tidak lepas kendali
layaknya drama TV klise yang khas.
“Dan kamu ingin tahu makanan
favorit Saki karena ini hari ulang tahunnya?”
“Yah, um… ini bukan pesta ulang
tahun sih, tapi kupikir mungkin bisa dianggap juga begitu. Tapi tolong
rahasiakan darinya kalau aku bertanya. ”
“Kamu adalah kakak yang baik.”
“Haha, ini normal.”
Tepatnya, ini sangat normal.
Kakak yang baik akan mencoba membuat ulang tahun adik perempuannya sedikit
lebih baik. Hal semacam ini normal untuk saudara biasa. Kami berdua makan di
luar seharusnya tidak terlalu aneh. Pada dasarnya, kami menjaga batas ketat
dengan cara yang memungkinkan kami menyembunyikan hubungan kami di balik fakta
bahwa kami merupakan saudara. Dan setelah menyelesaikan sarapanku yang sudah
sedikit dingin, aku pergi menuju sekolah bimbel seperti biasanya.
◇◇◇◇
Setelah jadwal bimbel pagi
berakhir, istirahat lima puluh menit kami dimulai. Jika aku ingin membeli
hadiah untuk Ayase-san, sekaranglah waktu yang pas. Aku seharusnya punya cukup
waktu untuk membawanya pulang dan kembali tepat waktu untuk bimbel selanjutnya.
Setelah memutuskan itu, aku segera mengemasi barang-barangku dan meninggalkan
kelas. Saat aku berjalan menyusuri lorong menuju pintu masuk gedung, aku
kebetulan bertemu dengan seseorang yang aku kenal cukup baik.
“Oh? Apa kamu sudah mau pulang
untuk hari ini?”
Orang yang berpapasan denganku
adalah gadis yang berbadan jangkung, Fujinami.
“Sebenarnya ada sesuatu yang
ingin kulakukan, jadi aku akan pergi selama waktu istirahat …”
“Benarkah? Kalau begitu, sampai
jumpa lagi.”
Setelah percakapan singkat,
kami dengan cepat berjalan melewati satu sama lain. Setelah meninggalkan gedung
utama, aku langsung melihat langit musim dingin yang kelabu di atas kepalaku.
Angin bertiup melalui jalan-jalan membuat kabel listrik bergetar, menciptakan
suara bernada tinggi. Aku mengancingkan kemejaku dan mempercepat sedikit. Toko
perlengkapan mandi yang aku tuju terletak di gedung bisnis serba guna di dekat
stasiun kereta Shibuya. Sebenarnya, gedung itu menyimpan beberapa toko lain,
tapi setelah pencarian online, aku memutuskan untuk hanya memeriksa satu toko karena
keterbatasan waktu. Meski begitu, saat sampai di depan tokonya, tekadku sedikit
goyah.
Rasanya sangat sulit untuk
masuk ke dalam sana. Mungkin karena hari ini adalah hari Sabtu, ada beberapa
pelanggan wanita berada di dalam toko, dan tidak ada seorang pria pun yang
terlihat. Kupikir akan ada sedikit atau tidak ada kesenjangan antara kedua
jenis kelamin ketika mengunjungi perlengkapan mandi, tapi kurasa aku salah
kaprah. Belum lagi, meskipun toko warna dasar coklat-putih itu sendiri tidak
terlalu mencolok, mereka menawarkan berbagai macam barang. Ayase-san baru saja
mengatakan kalau dia ingin sabun yang bisa digunakan dengan nyaman saat mandi.
Pada akhirnya, aku memutuskan dengan
tegas dan melangkah masuk. Aku tidak merasa terlalu nyaman dikelilingi oleh
wanita di toko seperti ini, tapi itu semua demi hadiah Ayase-san—atau begitulah
yang kukatakan pada diriku sendiri. Tetap saja, aku kebingungan di mana mereka
menyimpan sabun? Aku mulai sedikit panik ketika tidak menemukan apa pun yang
tampak akrab dengan paket sabun yang kukenal.
“Apa Anda sedang mencari
sesuatu?”
Seseorang tiba-tiba
memanggilku, yang membuat jantungku berdetak kencang. Ketika berbalik, aku
disambut oleh seorang wanita yang mengenakan celemek dan senyum lebar di
wajahnya. Dia mungkin seorang karyawan yang bekerja di sini.
“Yah…”
“Apa ada sesuatu yang bisa saya
bantu?”
Dia memastikan untuk berbicara
dengan nuansa yang berarti dia hanya akan melakukannya jika aku benar-benar
membutuhkannya, demi memastikan dia tidak terlalu menekanku… Dia memang seorang
profesional. Karena aku bekerja di toko buku dan berurusan dengan pelanggan, aku
bisa tahu. Beberapa pelanggan mungkin mengalami kesulitan berbicara dengan
orang asing yang tidak dikenal, terutama jika menyangkut seorang karyawan. Dan
tak perlu dikatakan, aku adalah salah satu pelanggan tersebut.
“Aku sedang mencari sabun…”
“Produk tersebut ada di sebelah
sini.”
“Ah, terima kasih banyak.”
Dia segera berjalan menjauh
usai percakapan singkat. Kurasa dia menyadari kalau aku tidak terlalu nyaman
berbicara dengan karyawan. Setidaknya dia tidak memaksaku dengan memberi tahu
rekomendasinya dan yang lainnya. Ketika memikirkan sabun, aku hanya bisa
memikirkan kotak persegi panjang yang diisi dengan sabun berbentuk sederhana,
tetapi sabun mandi yang memenuhi bidang penglihatanku saat ini benar-benar
berbeda dari yang kubayangkan. Segala sesuatu yang terlihat penuh dengan warna.
Beberapa kotak bahkan tembus cahaya, bersinar terang seperti batu permata.
Bukan sabun putih tua biasa yang kupikirkan.
Hal tersebut mungkin dirancang
supaya memungkinkan pelanggan bisa melihat ke dalamnya. Potongan tunggal sabun
dikemas ke dalam paket vinil yang pada dasarnya tembus pandang, dan segel
barang untuk pengujian juga dibuka. Aku penasaran dan mengambil sepotong. Pada
labelnya, tertulis “Camomile,” yang
memiliki aroma yang sama dengan teh herbal tertentu, dan sabun lavendernya juga
berbau seperti lavender. Bahkan ada aroma dari makanan atau barang nabati
lainnya. Mempertimbangkan harga penghangat leher, aku mungkin bisa membeli dua
hingga tiga sabun. Tapi pertanyaan terpentingnya adalah ... yang mana?
“Mana yang cocok dengan selera
Ayase-san…?”
Seperti yang diharapkan, aku
tidak terbiasa dengan aroma dan wewangian. Hal yang sama berlaku untuk selera
Ayase-san. Namun, aku dapat menggunakan saran Maru hari ini.
'Untuk
orang yang kamu minati, Kamu ingin membuatnya jelas kalau kamu peduli padanya.'
Penting untuk membeli hadiah
dengan pemikiran bahwa orang tersebut akan menyimpannya. Namun, kami masih
hampir seperti orang asing. Aku tidak bisa menebak secara akurat selera dan
minat orang lain. Itu sebabnya Ayase-san dan aku mengobrol tentang hadiah mana
yang kami sukai. Bisa dibilang, itu pada dasarnya adalah informasi minimal.
Kami telah memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk sukses, tetapi kami belum
menyelesaikan misi.
Tanpa sadar aku menyentuh
kerahku dengan tangan kiriku. Di sekitar leherku ada kain penghangat leher yang
kuterima dari Ayase-san sekitar seminggu yang lalu. Aku yakin, ketika Ayase-san
membelikan ini untukku, dia tidak hanya berpikir 'Penghangat leher apa saja tidak masalah.' Dia mungkin memikirkan
warna, bentuk, atau teksturnya juga. Dan sebagai gantinya, dia memikirkanku
selama proses berlangsung. Hal itu gampang dipahami jika kamu melihat warnanya.
Karena syal ini ini terlihat cocok dengan pakaian yang biasanya kupakai pada
hari libur. Atau lebih tepatnya, ini adalah kombinasi yang cocok dengan pakaian
yang kami beli terakhir kali saat kami berdua pergi bersama. Alasan mengapa
tidak ada pola khusus di atasnya atau model lainnya sudah dia jelaskan padaku.
Bahwa jika aku akan memakainya secara teratur, baju polos terlihat lebih baik
daripada mencolok.
Karena dia sudah memikirkan
semua ini, aku tahu seberapa pedulinya dia padaku. Karena itu, aku harus
melakukan hal yang sama ketika memilih sabun mandi. Dan bukan hanya sembarang
memilih yang terlihat terbaik dan paling bergaya. Biar kupikir-pikir lagi.
Model baju seperti apa yang biasanya dia kenakan, dan aksesori apa? Aku mungkin
harus memilih sesuatu yang sedikit lebih meyakinkan dan brilian. Aku melihat
sabun berbentuk mawar tetapi berhenti ketika mulai meraihnya. Gagasan untuk
tampil gaya seperti persenjataan bagi Ayase-san, serta kebijakannya.
Kapan dia akan menggunakan
sabun tubuh? Dia selalu mandi terakhir. Ketika dia sudah selesai dengan
segalanya untuk hari berikutnya, ketika dia ingin menghilangkan semua stres
yang menumpuk sepanjang hari, dan ketika dia hanya ingin pergi tidur
setelahnya. Apa dia benar-benar membutuhkan sesuatu yang mencolok atau bergaya,
setelah mempertimbangkan semua itu? Ketika aku melihat sekeliling, aku melihat
sabun tubuh yang memiliki gambar kelopak bunga terukir di dalamnya, tapi ada
juga sabun lain yang agak sederhana.
Setelah berpikir lebih lama, aku
memutuskan untuk menggunakan sabun chamomile, lavender, dan serai (semuanya herbal yang memiliki efek
relaksasi), serta kantong sabun gelembung yang tergantung di sisi rak. Aku
pikir kantong itu akan seperti tas kecil untuk menyimpan sabun, tapi
sebaliknya, itu adalah sesuatu yang Kamu gunakan ketika sabun menghasilkan
busa… itulah yang kuketahui setelah membaca keterangannya.
Setelah mendapatkan semua yang kuinginkan,
aku membawa barang-barang itu ke meja kasir, dan memintanya untuk dibungkus menjadi
kado. Pegawai yang melayaniku ternyata orang yang awalnya membimbingku ke
tempat sabun. Setelah mendengar permintaanku, dia menjawab dengan ramah “Tentu saja.” Mereka tidak menggunakan
kertas kado Natal biasa, melainkan yang kertas khusus untuk kado—menurutku—yang
memiliki pola bunga di atasnya. Dia menunjukkan ini dan bertanya apa aku tidak
masalah untuk menggunakan bungkus kado itu.
Aku pun balas mengangguk dan
dia segera mulai membungkusnya dengan hati-hati serta melipatnya di sekitar
kotak-kotak kecil. Saat aku memperhatikannya, aku ingat betapa sulitnya untuk
mempelajari seluruh urutan itu. Dan pada saat yang sama, aku diingatkan kembali
tentang betapa stresnya pekerjaan akan kujalani hari ini setelah melihat
seorang profesional melakukan pekerjaannya. Aku tidak melakukannya secara
lisan, tapi aku masih berterima kasih padanya karena melakukannya dengan indah.
Dan begitu selesai membayar, aku segera meninggalkan tempat tersebut.
◇◇◇◇
Jadwal lesku di sekolah bimbel
pun berakhir, jadi aku berangkat kerja. Aku selesai mengganti seragamku dan
memasuki kantor ketika menyadari bahwa cukup banyak rekanku yang hadir, semua
bagian dari shift yang sama denganku. Kurasa kita mengerahkan semua SDM yang
tersedia hari ini. Selain Ayase-san, Yomiuri-senpai, dan aku, masih ada tiga
karyawan lainnya. Kukira ini wajar saja karena waktunya sudah mendekati Natal.
Suasana di dalam toko juga tampak ramai. Dan seperti yang diharapkan, kami
tidak punya banyak waktu untuk mengobrol ringan. Sebaliknya, kami segera pergi
bekerja di kasir. Setelah kami akhirnya diberi waktu untuk bernapas, aku
menunggu waktu ketika cuma ada aku dan Yomiuri-senpai saja di ruang istirahat.
“Um, Senpai, boleh aku bertanya
sesuatu padamu?”
“Jika kita mencapai
kesepakatan. Akan kuberi waktu tiga menit untuk 100 yen.”
“…Kapan-kapan aku akan
mentraktirmu kopi kaleng.”
“Kamu memang sangat memahamiku,
Kouhai-kun! Jadi, apa ini ada kaitannya dengan Saki-chan?”
Detak jantungku berdetak
kencang. Bagaimana dia bisa mengetahui itu?
“Seorang wanita dewasa macam
diriku langsung bisa memahami apa yang dipikirkan anak muda sepertimu. Jadi
jangan perlu sungkan, Nak. Lalu, apa yang ingin kamu tanyakan? Mau cari tahu
cara menyewa kamar di hotel? Bukannya menurutmu itu terlalu cepat untuk kalian
berdua? Tapi jika kamu mau melakukannya, maka langsung gas aja~.”
“Jangan kira kamu bakalan
dimaafkan karena membuat candaan jorok hanya karena kamu berbicara seperti
om-om dengan dialek selatan.”
Otaknya benar-benar mirip seperti
om-om yang mesum. Dan aku yakin kalau pembicaraan tadi sudah mencapai wilayah
pelecehan seksual. Tunggu, tidak... Aku akan kehabisan waktu tiga menit yang
diberikan padaku jika begini. Kira-kira, apa dua kaleng kopi saja sudah cukup
untuk membuatku melewati ini, ...
“Aku ingin tahu apa Senpai tahu
restoran barat yang enak di sekitar sini yang menawarkan stew daging sapi?”
“Stew daging sapi? Oho, oho, kamu
sudah lulus dari menjadi cowok pasif, ya? Langsung mengincar daging besar
sekarang, begitu ya.”
“Bisa tidak jangan salah
menafsirkan pernyataan aku sampai tingkat yang tidak masuk akal?”
Butuh tatapan tajam dariku
untuk membuat Yomiuri-senpai menanggapi pertanyaanku dengan serius.
“Restoran Barat, ya? Yah, aku
tahu banyak, sih. Dari tempat yang mahal di mana Kudou-sensei pernah membawaku
sampai ke tempat yang lebih kecil yang ramah untuk dompetmu. Tapi apa ada
kondisi lain selain fakta bahwa mereka menyajikan stew daging sapi?”
“Pertanyaan bagus… Karena aku
masih SMA, aku ingin restoran yang tidak terlalu mahal, tapi…”
“Oho, oho?”
“Tapi jauh lebih baik jika ada
restoran yang terdengar berbeda dari yang lain. Tempat yang bisa membuat
kejutan yang menyenangkan.”
“Tuntutanmu cukup banyak juga,
ya. Dan itu berarti kamu sudah memikirkan kejutan yang akan diberikan ..…” Yomiuri-senpai
menyeringai padaku. “Kamu mengajak jalan Saki-chan di hari ulang tahunnya,
bukan? Buat besok, ‘kan?”
“Yah, begitulah.”
“Enaknya! Pergi berkencan di
tempat yang enak! Aku jadi merasa iri!”
“Kami cuma pergi sebagai kakak
beradik. Itu sebabnya, aku berharap bisa mendapatkan beberapa saran darimu. ”
“Ahh~ membosankan sekali… Yah,
yah, baiklah. Ah, jadi itu sebabnya shiftmu besok berakhir jam 6 sore? Dan
mengingat waktu yang dibutuhkan untuk sampai di sana, kamu mungkin akan makan
malam sekitar pukul 6:30 hingga 8 malam…”
Bagaimana dia bisa mengetahui
jadwal persisku? Kadang-kadang, aku benar-benar ingin melihat ke dalam kepala
wanita ini untuk mencari tahu apa yang sebenarnya dipikirkan oleh gadis kampus
yang sopan dan baik ini.
“Sejak kapan kamu menjadi
Sherlock Holmes, Yomiuri-senpai?”
“Ini cuma masalah dasar,
Watson! Dan kamu tahu kalau Sherlock yang asli tidak mengatakan itu secara
kanonik?”
Benarkah? Itu adalah ungkapan
yang sangat terkenal di mana aku bahkan pernah mendengarnya.
“Frasa yang berasal dari
gagasan bahwa seorang karakter mungkin telah mengatakan itu meninggalkan kesan
yang jauh lebih besar daripada kata-kata sebenarnya yang dikutip. Begitulah
cara meme lahir juga.”
“Oke…?”
“Pokoknya, kembali ke topik
awal. Aku akan memeriksanya dan mengirimmu beberapa lokasi melalui LINE nanti,
jadi serahkan padaku~ kira~” ujarnya
dan melambaikan tangannya padaku, segera membalikkan punggungnya ke arahku.
Aku belum pernah bertemu orang
yang menyuarakan efek suara seperti ini.
“Terima kasih banyak!” Kataku
sambil meninggalkan ruangan.
Aku penasaran mengapa dia terlihat
terburu-buru, tapi tatapan sekilas pada waktu menjelaskan semuanya. Tiga menit
telah berlalu dan waktu istirahat kami juga sudah selesai. Harus kuakui, dia memang
senior yang hebat. Dalam banyak artian, tentu saja. Tapi aku tidak punya banyak
waktu untuk berpikir, jadi aku bergegas kembali pada pekerjaanku. Segera, aku
bertemu dengan lebih banyak pelanggan daripada sebelumnya, yang membuatku
merasa sedikit putus asa. Dengan betapa sulitnya keadaan sekarang, aku sudah
mulai takut akan perayaan hari Natal yang sebenarnya.
◇◇◇◇
Pemandangan langit di atas kami
sehitam layar komputer yang tidak dinyalakan. Sebaliknya, lampu distrik hiburan
menerangi dunia di sekitar kami. Kami sedang dalam perjalanan pulang, dan Ayase-san
berjalan di sampingku saat aku mendorong sepedaku.
“Kamu memakainya, ya?”
Ayase-san bertanya sambil melihat leherku.
Berkat lampu yang ada di
sekitar kami, aku bisa melihat ekspresi senangnya.
“Tentu saja. Aku sangat
menghargai kehangatannya, jadi terima kasih banyak.”
“Syukurlah benda itu bisa
melakukan tugasnya dengan baik. Lalu, apa kamu sudah memutuskan restoran untuk
besok?” Ayase-san bertanya padaku ketika rambutnya bergoyang lembut.
“Belum. Tapi aku akan memastikan
untuk melakukan pemesanan tepat waktu.”
Aku bertanya kepada Maru dan
Yomiuri-senpai mengenai hal tersebut, tapi aku masih belum menerima satu pun
balasan dari mereka. Aku akan memeriksanya lagi setelah tiba di rumah. Meskipun
aku sedikit khawatir bahwa mungkin setiap tempat sudah cukup penuh. Lagi pula,
besok merupakan hari Minggu yang paling dekat dengan hari Natal. Mungkin sudah
ada banyak orang yang membuat reservasi dengan mengingat hal itu… dan bagaimana
jika aku tidak dapat menemukannya di mana pun? Yah, mengkhawatirkannya tidak
ada gunanya sama sekali. Aku hanya perlu menemukan tempat mana yang masih buka.
“Yah, harap nantikan itu.”
Oleh sebab itu, aku keceplosan
mengatakan itu karena terbawa suasana, yang mana membuatku ingin meneteskan air
mata. Sekarang, aku tidak boleh mengacaukannya.
“Hm…? Yeah, baiklah.” Ayase-san
memang terlihat sedikit bingung setelah mendengar pernyataanku.
Itu mungkin karena aku
mengatakan sesuatu yang biasanya tidak aku katakan. Hampir saja. Ayase-san
sangat peka dalam hal ini, jadi dia mungkin tahu kalau aku merencanakan sesuatu
selain hadiah. Dan karena aku tidak yakin kalau aku bisa menemukan alasan yang
tepat, aku justru memilih untuk menutup mulutku rapat-rapat. Untungnya, kami
dengan cepat mencapai apartemen, dan kami makan malam bersama seperti biasa.
“Sampai jumpa besok.”
“Ya, selamat malam.”
Aku melihat Ayase-san kembali
ke kamarnya saat aku melakukan hal yang sama. Setelah selesai mandi, aku
memeriksa internet sekali lagi, dan aku mendapat notifikasi pesan. Pratinjau
dari pesan itu menunjukkan nama Yomiuri-senpai. Aku dengan cepat membuka
aplikasi pesan itu. Aku langsung disambut dengan daftar surel ke berbagai
restoran barat yang dia temukan. Aku mengiriminya pesan terima kasih ketika
pesan lain masuk.
'Daftar
yang di atas merupakan rekomendasi dari Kudou-sensei, tapi mungkin saja temppat
itu sudah penuh dengan reservasi (Tapi aku bisa menjamin rasanya luar biasa!).
Itu sebabnya aku mencari beberapa tempat lagi yang mungkin masih buka dalam reservasi.
Lakukan yang terbaik~'
Membaca pesannya sampai akhir,
aku cuma bisa tersenyum masam. Apa sebenarnya yang dia ingin aku lakukan
padanya sampai-sampai menyemangatiku segala? Aku mengiriminya pesan terima
kasih lagi dan melihat-lihat berbagai restoran. Seperti yang dia katakan, daftar
yang di atas sudah penuh dipesan. Dan harga di tempat itu agak terlalu mahal
untuk kantongku. Karena sudah larut malam, tidak ada yang buka lagi, tapi
untungnya mereka menawarkan pendaftaran online untuk reservasi. Mungkin itu
sebabnya dia memilih mereka. Aku menemukan restoran yang menawarkan stew daging
sapi dan terjangkau untuk pelajar sepertiku, dan kemudian melihat slot waktu
buka mereka. Salah satu dari restoran tersebut terletak di dalam kompleks
bisnis yang dekat dengan kawasan hiburan dan stasiun kereta api, letaknya juga
di lantai yang lebih tinggi.
Situs dari restoran itu
mengirim pemberitahuan padaku kalau kuota untuk pemesanan tempat mereka hampir
penuh, jadi aku segera membuat reservasi atas namaku dan untuk dua orang. Aku
sangat gugup, karena aku memesan di restoran untuk pertama kalinya dalam
hidupku. Aku menghela nafas lega ketika mendapat pesan lain dari
Yomiuri-senpai.
'Hei,
hei. Kira-kira ada film yang bagus enggak belakangan ini? Film yang ingin kamu
tonton?’
Film, ya? Pertanyaan itu
terlalu mendadak. Aku langsung meluncur menuju situs film yang biasa aku gunakan
dan memeriksa film yang sudah kutandai. Aku menggulir film-film yang akan
keluar.
“Ah, benar juga. Karena
sekarang sudah akhir pekan.”
Aku benar-benar kelupaan, tapi
ada film baru yang keluar dari sutradara terkenal. Film itu merupakan karya
terbarunya setelah tiga tahun. Aku sudah sangat menantikannya, jadi aku menghindari
materi apa pun yang berkaitan dengan film tersebut, itulah sebabnya aku cuma
tahu namanya. Tapi karena karya sutradara sebelumnya semuanya bagus, aku yakin kalau
film yang ini juga pasti akan berakhir dengan baik. Aku suka bagaimana
sutradara itu menyampaikan kehidupan sehari-hari para karakter yang tidak
pernah berubah. Baru tayang sehari, tapi aku yakin orang-orang di media sosial
sudah memberikan ulasan positif. Tentu saja, aku takkan melihat ulasan itu
karena aku tidak mau kena spoiler. Aku menyalin judul ke obrolanku dengan
Yomiuri-senpai dan berkata 'Mungkin yang
ini?'
'Ohh
benar, yang itu. Begitu, begitu ya. Itu bisa jadi kemungkinan!’
Sepertinya dia sudah tahu
tentang film ini. Kenapa dia malah bertanya padaku? Mungkin dia ingin menonton
film bersama seperti terakhir kali? Meski begitu, sekarang setelah aku menyadari
perasaanku terhadap Ayase-san, aku merasa tidak pantas untuk menonton film
dengan gadis lain.
“Buat
apa juga kamu bertanya padaku?”
Aku bertanya padanya dengan
iseng ketika Yomiuri-senpai menjawab seperti dia telah menungguku untuk
menanyakan itu.
“Aku
akan memberi spoiler sampai tuntas tentang film itu untukmu!”
Dia memang Yomiuri-senpai yang
sama seperti biasanya, ya ampun.
“Tolong
jangan.”
Aku sudah menunggu tiga tahun
untuk karya ini. Aku benar-benar berharap kalau dia cuma bercanda, tetapi aku
lebih suka tidak mengambil risiko. Namun, dia mungkin hanya ingin menonton film
yang bagus. Aku merasa agak malu sekarang karena sudah berprasangka buruk. Aku
mencoba melupakan kesalahan ini dan mengiriminya ucapan terima kasih lagi
karena sudah membantuku, ditambah pesan selamat malam singkat. Besok adalah
hari ulang tahun Ayase-san. Setelah memeriksa kalau pemesananku sudah selesai, aku
membiarkan diriku tertidur dengan nyenyak.
Sebelumnya
|| Daftar isi || Selanjutnya