Otonari no Tenshi-sama Vol.5 Chapter 4 Bahasa Indonesia

Chapter 4 — Perubahan Suasana Hati Dan Lingkungan Sekitar

 

“Naa, Itsuki?”

“Hmm, ada apa?”

“… Apa ini cuma perasaanku saja atau Mahiru memang jadi lebih populer sekarang ketimbang sebelum dia mulai berpacaran denganku?”

Di dalam ruangan kelas, Mahiru sedang dikelilingi oleh banyak teman sekelas mereka. Amane yang memandangi Mahiru, bertanya dengan tenang, dan Itsuki menjawab dengan “Yeah,” setelah melihat ke arah yang sama.

Beberapa hari setelah pengumuman hubungan mereka, popularitas Mahiru justru semakin terus meningkat.

Dia sudah paling populer di kelas, tetapi sekarang dia terus dikelilingi oleh semua orang.

Di antara kerumunan tersebut, perbandingan gadis jauh lebih  tinggi daripada cowok, tapi golongan anak cowok juga menatapnya dengan penuh antusias. Amane merasa campur aduk melihat pemandangan itu.

“Yah, aku juga sedikit memahami kenapa Shiina-san bisa jadi lebih populer dari sebelumnya.”

“Bagaimana bisa?”

“Yah gimana bilangnya, ya ... dia dulu terlihat seperti dipisahkan oleh dinding penghalang yang tak terlihat, tapi sekarang dia tampak lebih mudah didekati. Aku pikir karena kalian berdua mulai berpacaran, Shiina-san yang tadinya dianggap sebagai sosok yang tak mudah dicapai dan sulit dijangkau, sekarang menunjukkan sisi kefemininannya. ”

Memang, sifat senyumnya telah berubah setelah mereka berdua mulai berpacaran.

Meski kadang-kadang senyum ala malaikatnya masih muncul, tapi Mahiru mulai menunjukkan lebih banyak sisi aslinya juga. Dibandingkan dengan senyum tipis dan lemah yang biasanya dia tunjukkan, dia mulai menunjukkan lebih banyak senyum polos layaknya gadis biasa pada umumnya.

Sedikit demi sedikit, Mahiru tidak lagi bertindak seperti ‘Tenshi’ tetapi mengungkapkan jati dirinya yang tersembunyi. Amane sendiri merasa senang tentang hal ini, tapi pada saat yang sama Ia merasakan emosi yang rumit karena senyum yang cuma dirinya sendiri yang tahu, sekarang telah ditunjukkan kepada semua orang.

Amane ingin semua orang tahu bahwa Mahiru tidak boleh diperlakukan sebagai idola tetapi sebagai gadis biasa, namun mereka melihat sisi aslinya membuatnya merasa kesal. Kontradiksi perasaannya ini membuatnya membenci dirinya sendiri.

“Bagaimana bilangnya ya, aku hanya merasa sedikit canggung. Wajah jati dirinya hanya akan dilihat oleh mereka yang paling dekat dengannya, tapi sekarang hal itu ditunjukkan kepada semua orang. Hal itu merupakan hal yang hebat, tapi secara bersamaan aku merasa situasi yang pelik di hatiku.”

“Itulah perwujudan dari keinginanmu untuk memonopolinya demi dirimu sendiri ... tapi tingkah lakunya yang sekarang pasti bukan segalanya, dia pasti memiliki banyak ekspresi yang hanya akan menunjukkan kepadamu ‘kan Amane.”

“Yah, itu memang benar sih.”

Saat Amane melakukan kontak fisik dengan Mahiru, dia akan menunjukkan ekspresi yang pemalu dan sedikit senang; Ketika merasa canggung, Mahiru akan menggembungkan pipinya dan cemberut, memamerkan ketidakpuasannya; Saat bertingkah manja, Mahiru akan menunjukkan senyum lembut nan manis layaknya sedang mengisap madu. Semua ekspresi tersebut hanya bisa dilihat oleh Amane.

“Selain itu, kamulah yang mengubah Shiina-san. Dia mampu menunjukkan senyum itu karena kamu. Jangan cemberut begitu, bagaimana kalau kamu menghampiri mereka dan berkata 'Mahiruku benar-benar sangat imut, ‘kan!'?”

“... Aku takkan berani menyatakan hal blak-blakan seperti itu, tapi aku takkan merasa iri lagi.”

“Iya, iya. Lagipula kalian sudah berani bermesra-mesraan di hadapan semua orang.”

“It-Itu sih ... tidak disengaja.”

“Jika memang disengaja, itu artinya kamu sudah semakin berani. Selain itu, bahkan jika secara tidak sengaja, kalian berdua secara tidak sadar sudah membunuh semua orang di sekitar kalian.”

Itsuki mengacak-ngacak rambut Amane seraya mengatakan “Lain kali harus lebih hati-hati, bung”, Amane hanya bisa menutup erat mulutnya karena tak bisa membantah.

Akhir-akhir ini, ada beberapa teman sekelas mereka yang memerah ketika berpapasan dengan Amane dan Mahiru, dan mata mereka berkaca-kaca.

Meskipun tidak ada kontak istimewa, maupun percakapan yang intim di antara keduanya, tapi ekspresi beberapa teman sekelas mereka masih berubah menjadi merah cerah, yang mana membuat Amane sedikit bingung.

Tatapan penuh iri masih tetap ada, tapi jumlah tatapan hangat yang ditujukkan kepada mereka telah meningkat. Amane bahkan sempat mendengar anak-anak cowok di kelas yang datang untuk menemukan kesalahan karena kecemburuan mereka menyimpulkan, “Melihat hubungan mereka semesra ini, bahkan aku sadar kalau aku tidak bisa ikut campur, rasa manis yang dipamerkan mereka membuatku diabetes….”

Mendengar orang lain mengatakan bahwa Mahiru hanya menatapnya, membuat Amane merasa sedikit bahagia.

“Tapi itu juga upaya Shiina-san untuk tidak membiarkan orang lain menjauhkanmu darinya.”

“Bagaimana aku bisa dicuri? Aku tidak sebagus Mahiru, jadi tidak ada yang tertarik padaku. Meski beneran ada, aku hanya akan mempermalukan diriku sendiri.”

“... meski kamu bilang begitu, kenyataannya spesifikasimua aslinya sangat tinggi. Pertama, kamu tidak mengoceh sesuatu yang tidak perlu dikatakan. Walaupun omonganmu kadang-kadang sedikit tidak menyenangkan, tapi perkataanmu sangat sopan, berbeda dan jujur. Dari sudut pandang seorang gadis, bisa dibilang kalau kamu kandidat cowok yang baik. Penampilanmu sendiri cukup layak, meski badanmu cukup kerempeng, otakmu sedikit cerdas, dan dalam olahraga ... yah, kamu cukup biasa. Cara bicaramu terkadang sedikit kasar, tapi kepribadianmu sama sekali tidak masalah, kamu juga berdedikasi dan jujur. Setelah mendengar semua itu, bisa dibilang kalau kamu kandidat cowok yang lumayan untuk dimiliki, kan?”

“Ketika mendengar pujian sbenanyak itu… entah kenapa perutku jadi sakit…”

“Perkataanmu tidak selalu tepat sasaran, jadi kamu baru saja kehilangan 50 poin. Meski begitu, jelas ketika kamu mengatakan sesuatu yang tidak dimaksudkan. Selama tidak memikirkan bagian buruknya, bisa dibilang kalau kamu cowok yang terus terang.”

“Apa kamu ingin mengatakan kalau aku memiliki kepribadian yang buruk?”

Walaupun tidak seburuk dibandingkan saat dirinya yang dulu, Amane masih merasa kalau dirinya memiliki kepribadian yang buruk.

Pujian sebagai karakter yang baik dan keterusterangan lebih cocok untuk cowok seperti Yuuta, yang mempunyai sifat baik di dalam hatinya, dan tidak boleh digunakan untuk seorang cowok seperti Amane.

“Kupikir kamu memahami orang lain dengan baik. Chi juga mengatakan sesuatu yang serupa sekali, bahwa kamu orang yang jujur dan gampang ditebak.”

“Apa-apaan sih dengan kalian berdua.”

“Secara keseluruhan, cara bicaramu memang terkadang busuk, tapi pada kenyataannya kamu orang yang baik dan peduli dengan orang lain. Hanya saja kamu sering berbicara dengan kasar.”

“Yah, maaf saja kalau aku tidak bisa bicara secara halus.”

Setelah Amane memalingkan wajahnya, Itsuki tertawa dan menepuk-nepuk Amane. Ia mendorong kembali dengan sikunya, lalu berbisik, “Terima kasih.”

 

◇◇◇◇

 

“Kamu menjadi lebih mudah didekati setelah mulai berpacaran dengan Shiina, Fujimiya-kun.”

Sama halnya seperti Mahiru, sepertinya kesan orang lain terhadap Amane juga sudah berubah.

Sebelum berinteraksi dengan Mahiru, Amane nyaris tidak pernah berbicara dengan orang-orang yang tidak dikenal selain dari salam biasa, dan tidak ada yang akan mengambil inisiatif untuk berbicara dengannya juga.

“… Benarkah?”

Setelah pihak lain tiba-tiba menyebutkan itu, Amane tidak tahu bagaimana harus menanggapinya dan cuma mengangkat bahu.

Amane sekarang sedang membantu teman sekelasnya setelah orang yang membantu sebelumnya meminta untuk pergi, karena mereka khawatir terlambat untuk kegiatan klub jika terus membantu tugas piket.

Mahiru awalnya berencana untuk membantunya bersama, tetapi ada gadis lain di kelas yang ingin membahas sesuatu dengannya, jadi mereka pindah ke sudut kelas untuk berbicara.

Tingkat antusiasme orang lain tentang mereka masih tetap sama seperti sebelumnya. Sebagai pacarnya, Amane merasa senang, tapi juga sedikit khawatir tentang dia.

Amane sedang membersihkan papan tulis setelah menyelesaikan ruang kelas. Kemudian, gadis yang bertugas hari ini mengambil pulpen untuk merekam sesuatu di buku catatan kelas, melirik ekspresinya, dan kemudian tertawa.

“Kamu memang sudah banyak berubah, ya? Sebelum merubah penampilanmu, kamu selalu membuat orang merasa tidak nyaman, Fujimiya-kun. Kamu memiliki aura 'jangan pernah mendekatiku' di sekelilingmu. Aku pikir kamu tipe yang merasa takut pada orang.”

“Aku masih merasa minta maaf tentang itu”

“Fufufu, kenapa kamu malah meminta maaf kepadaku segala? Itu hanya sifatmu, aku tidak bermaksud membuat komentar sembarangan tentang hal itu. Aku cuma berpikir kalau kamu memiliki sedikit teman tapi hubunganmu sangat dekat dengan mereka, jadi ketika aku melihatmu dan Kadowaki-kun menjadi teman, aku sangat ingin tahu tentang bagaimana itu terjadi. Sekarang, beberapa hari setelah perubahan penampilanmu, aku memahami kalau kamu tidak terlalu banyak berubah, kamu sekarang menghabiskan waktu mencoba bergaul dengan orang lain, atau lebih tepatnya mencoba membentuk grup.”

“… Kido, apa kamu pandai mengamati orang lain?”

“Yah, karena itu salah satu hobiku, sih.”

Amane dibuat terkejut  saat dia bisa melihatnya dengan sangat baik.

Meski Amane memiliki pengetahuan umum tentang kepribadian teman sekelasnya dan mengira Kido sama seperti Chitose, orang yang banyak berbicara dan tertawa di tengah kerumunan, hanya sebatas itu yang Amane tahu.

Kalau tidak salah gadis ini bernama Kido Ayaka.

Karena mereka tidak pernah berbicara, jadi Amane hanya mengenalnya dari wajahnya saja. Namun, seseorang seperti itu seharusnya tidak punya alasan untuk mengamati Amane dengan penuh perhatian.

“... Ngomong -ngomong, memang tidak baik untuk terlalu fokus pada dunia kecilku sendiri, kan?”

“Apa itu karena demi Shiina-san?”

“Tidak. Bukan hanya karena demi Mahiru saja, tetapi juga demi diriku sendiri.”

Mahiru tidak meminta Amane untuk mengubah dirinya sendiri, dan Amane tidak ingin menyalahkannya. Itu hanyalah keinginannya sendiri, dan berharap kalau dirinya bisa meningkatkan dirinya tanpa perlu mengandalkan Mahiru.

“Alasan mengapa aku memutuskan untuk mengubah diriku karena aku merasa kalau jika aku ingin bersama Mahiru, aku harus keluar dari zona nyamanku. Itu adalah keputusanku sendiri.”

Walaupun Amane merasa kalau Mahiru sudah menyukainya bahkan sebelum dirinya dengan berani mengambil langkah ini, Amane masih ingin mengubah dirinya sendiri karena ingin membuat dirinya lebih percaya diri.

Ia berusaha mengubah dirinya menjadi sosok yang lebih pantas sebagai orang yang berdiri di sebelah Mahiru. Secara blak-balakan, itu semua demi kepuasannya sendiri, keputusan Amane sendiri tanpa dipengaruhi oleh pikiran Mahiru.

Amane menegaskan bahwa itu semua demi dirinya sendiri. Kido yang sekarang selesai mencatat catatan, tertawa geli seolah-olah baru saja mendengar sesuatu yang menarik.

“Shiina-san benar-benar sangat dicintai.”

“... bukan itu yang kumaksud.”

“Fufu, tapi kedengarannya memang begitu.”

Kido tersenyum puas dan berkata, “Terima kasih buat suguhannya.” Mau tak mau Amane merasa sedikit malu, tetapi tidak ada ejekan di dalam pandangan Kido, dan Amane hanya bisa menahan napas.

“Yah, perasaan cintamu buat Shiina-san terlalu dalam, bung. Jika kamu tidak menyukainya sampai sejauh itu, kamu takkan memutuskan untuk mengubah dirimu sendiri. Aku pikir itu pemikiran yang hebat, berusaha keras demi orang yang kamu sukai. Memang begitulah yang namanya cinta.”

“... tidak ada yang salah dengan itu.”

“Ya, dan itu bagus. Dan Shiina-san juga terlihat sangat mencintaimu, jadi bagaimana kalau kamu mengatakan itu secara langsung karena dia sedang melihat ke arah sini sekarang.”

“Tuh lihat di sebelah sana,” kata Kido, memberi isyarat kepada Amane untuk melihat sudut kelas. Amane menoleh ke arah yang di tunjuknya , dan Mahiru yang telah selesai berbicara dengan orang lain, berdiri di sana sendirian. Dia menunjukkan ekspresi yang agak tidak nyaman, mungkin karena Amane mengobrol dengan gadis lain tanpa kehadirannya.

“Shiina-san dari tadi menatapmu terus, loh.”

“Mm.”

“Kalau begitu tolong jelaskan ini kepada Shiina-san, oke? Lagi pula, aku juga sudah punya pacarr, jadi aku tidak bermaksud membuatnya cemburu. "

Kido tersenyum kaku dan berdiri. Pada saat yang sama, suara seorang anak laki -laki datang dari luar kelas dan berkata, “Kido, kamu masih belum selesai juga? Kamu bakalan terlambat untuk pekerjaan sambilanmu.”

“Tunggu sebentar, Ketua. Aku hanya perlu menyerahkan ini terlebih dahulu.”

Setelah memikirkannya, Amane merasa Ia masih cemas buat memulai pekerjaan, tapi dia tampaknya tidak sama dan menanggapi bocah itu perlahan.

Pandangan mata Amane dan Kido bertemu, dan dia mengedipkan mata dengan nakal.

“Fujimiya-kun, terima kasih banyak sudah membantuku. Sebagai hadiah terima kasih ... aku cuma ada ini, jadi maafin ya. Lalu, selamat tinggal. ”

Kido dengan cepat mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan meletakkannya di telapak tangan Amane, lalu buru -buru berlari keluar dari ruang kelas.

“Dia seperti badai.” Amane berpikir begitu dan melihat benda yang dia berikan. Amane lalu menemukan bahwa itu adalah wafer cokelat berprotein tinggi. Yuuta pernah merekomendasikan makanan ini kepada Amane sebelumnya, dan mengatakan kalau cemilan ini sangat praktis buat mengisi kembali tenaga setelah berolahraga.

“Dia tidak perlu memberi hadiah segala ... tapi kenapa dia malah memberiku sesuatu seperti ini?”

(Kenapa dia membawa sesuatu seperti ini ketika cowok yang jadi konsumen utamanya? Apa dia seriusan berpikir kalau aku terlalu kurus dan perlu berolahraga lebih banyak?)

Dengan pertanyaan seperti itu dalam benaknya, Amane memandangi pintu tempat di mana Kido pergi keluar, dan pada saat itulah Mahiru berjalan ke sisinya.

Walaupun wajahnya tidak menunjukkan ekspresi kesal maupun jengkel, tapi ada sedikit keraguan yang ditunjukkan.

“… Kamu terlihat sangat meragukanku.”

“Ak-Aku tidak mencurigaimu, kok? Kalian berdua sepertinya berbicara dengan riang gembira, jadi aku cuma penasaran dengan apa yang kalian bicarakan ...”

Benar saja, melihat pacarnya yang mengobrol dengan gadis-gadis lain membuat Mahiru merasa tidak nyaman.

Amane tidak ingin membuat Mahiru merasa tidak senang, dan Kido seharusnya juga berpikir kalau yang mereka bicarakan hanyalah obrolan yang normal, tapi karena Ia sudah membuat Mahiru merasa seperti ini, jadi Amane sedikit merenungkannya.

“Maafkan aku karena sudah membuatmu merasa cemas. Barusan, kami hanya mengobrol tentang fakta bahwa aku sudah banyak berubah. Kido menyebutkan kalau perubahanku cukup drastis.”

Karena topik mengenai cinta terlalu memalukan untuk disebutkan, dan Amane tidak secara khusus menyebutkannya, tapi penjelasan ini seharusnya memberinya gambaran kasar.

Amane memberitahunya sedikit demi sedikit mengenai yang baru saja mereka bicarakan sambil mengelus-ngelus kepala Mahiru. Dia mungkin sedikit menenangkannya, dan ekspresi gelisah Mahiru secara bertahap memudar dan menunjukkan senyuman lembut. Amane baru-baru ini menemukan kalau sedikit kontak intim dengan Mahiru akan menenangkan pikirannya.

“Tentu saja, kamu sudah berubah menjadi seorang cowok yang ceria dan baik, Amane-kun. Perbedaan dari sebelumnya sangat begitu jelas.”

“Dulu aku orangnya agak menjauhkan diri dari orang lain, tapi harusnya sudah sangat berbeda dari sekarang.”

“Memang tidak dapat dipungkiri kalau kamu dulu sangat pendiam, dan bahkan memberikan tekanan kepada orang lain, Amane-kun. Sepertinya kamu cukup sulit untuk didekati ...”

“Yah, dia memang mengatakan kalau aku jadi lebih gampang didekati sekarang.”

“Fufu. Tapi sejauh ini, Amane-kun, kamu jarang mmeulai pembicaraan duluan, dan cuma merespons dengan baik ketika ada seseorang yang berbicara denganmu. Aku justru merasa seperti, setelah mengambil kesempatan untuk mengumumkan hubungan kita, ada banyak orang yang datang untuk mengobrol denganmu, dan semua orang akan menemukan kalau kamu tidak seacuh seperti yang mereka kira. Selain itu, kamu jauh lebih lembut dari sebelumnya, Amane-kun.”

Mahiru tampaknya berusaha membalas tindakan Amane yang membelai kepalanya dengan menyolek-nyolek pipi Amane dengan jarinya. Amane yang merasa sedikit malu, dengan ringan meraih dan melepas tangannya.

Tetapi sebaliknya, Amane memegang tangannya dan menggosok jari-jemari mungkil Mahiru saat mereka saling terkait. Tindakan ini seharusnya cukup untuk memuaskan keinginan Mahiru untuk kontak intim.

Senyum Mahiru sedikit lebih bahagia dari sebelumnya. “Akhir-akhir ini kamu terlihat jauh lebih cerah, Amane-kun.” bisiknya. Amane sedikit malu dan pandangan matanya mengembara kemana-mana.

“... Kupikir aku sudah berubah setelah hidup dengan Mahiru. Tapi bisa dibilang kalau Mahiru juga lebih mudah diajak bicara daripada sebelumnya.”

“Lalu, aku berubah setelah bersama Amane-kun.”

“…Benarkah?”

“Tentu saja”

Tanpa perlu melihat langsung, Amane merasa bahwa Mahiru sedang tersenyum bahagia. Ia sengaja tidak memandangnya, dan justru menggenggam erat tangan Mahiru sebagai serangan balik untuk menyembunyikan rasa malu dalam dirinya.

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama