Kata Penutup
Aku paling suka akhir yang
bahagia.
Kisah ini adalah kisah yang
dimulai setelah sebuah tragedi, yang disebut template akhir yang buruk (?), terjadi.
Aku selalu menyukai cerita semacam ini. Seperti cerita yang dimulai setelah
pahlawan dikalahkan oleh raja iblis, tetapi itu ditulis sedemikian rupa yang
mengarah pada akhir yang bahagia.
Bagaimanapun, lama tidak
berjumpa, aku Amemiya Kazuki.
Nah, dengan begiini, 'komedi
romantis reinkarnasi seorang pahlawan dan penyihir' selesai.
Dua orang yang seharusnya
saling membunuh dalam jilid pertama berakhir sebagai sepasang kekasih dalam
jilid kedua.
Sejujurnya, aku telah
menyiapkan lebih banyak hal untuk pengaturan dan pengembangan cerita. Aku ingin
menuliskannya pada awalnya, tetapi setelah menyelesaikan jilid kedua ini dan
melihat seberapa pas pahlawan dan penyihir bisa bersama, aku merasa itu tidak
diperlukan lagi. Aku sudah merasa puas dengan bagaimana cerita ini berakhir.
Mantan pahlawan dan mantan
penyihir. Kisah dua orang yang canggung bersatu untuk mencapai kebahagiaan.
Kepribadian mereka cukup rumit,
jadi mereka harus mengambil banyak jalan memutar untuk mencapai titik itu, tapi
bukannya begitu yang namanya rom-com? Keduanya mengalami cinta pertama mereka,
jadi tidak dapat dihindari bahwa semuanya ternyata seperti itu.
Jika kalian berpikir bahwa cerita
ini menarik, hal tersebut membuatku bahagia.
Aku akan senang jika kalian
memberi cuitan tentang ceritanya.
Ngomong -ngomong, mari kita
beralih ke ucapan terima kasih. Terima kasih M-San, yang bertanggung jawab atas
proyek atas realisasi jilid kedua ini. Terima kasih kepada ilustrator, Eru-san,
untuk ilustrasi yang indah. Aku terutama menyukai ilustrasi sampul, di mana Mai
dalam balutan yukata -nya. Senyuman singkat itu terlihat sangat imut!
Juga, terima kasih banyak untuk
semua orang yang terlibat dengan proyek ini!
Dan kepada kamu yang membaca
kata penutup ini, terima kasih!
Terima kasih kepada kalian
bahwa kami dapat mengirimkan volume kedua ini kepada mu.
Kisah ini akan segera berakhir,
tetapi aku berharap aku bisa melihat kalian nanti dalam karyaku yang lain.
Juga, sedikit iklan, aku
akhirnya merilis volume kedua 'Haibara's
Teenage New Game+' (HJ Bunko) bulan lalu. Aku akan menghargainya jika kamu
juga membaca karya itu!
Aku ingin menerbitkan karya lain
di Kodansha Ranobe Bunko juga. Aku punya berbagai ide untuk itu. Aku harap kalian
dapat membantuku dengan doa-doa agar
salah satu dari mereka akan disetujui oleh pihak penerbit.
Jadi, aku akan meletakkan penaku
untuk saat ini.
Ketika aku melihat ilustrasi
terakhir, aku merasa senang bahwa aku memutuskan untuk menulis cerita ini.
Aku berharap bahwa keduanya
menjalani kehidupan bahagia di masa depan.
Cerita
Sampingan — Kencan Pertama
*
Harap membacanya setelah membaca cerita utama
Sabtu siang. Aku sedang
menunggu Shiina di depan stasiun.
Kami baru saja mulai resmi
jadian beberapa hari yang lalu dan saat ini merupakan kencan pertama kami.
Sejujurnya, aku tidak tahu harus berbuat apa, tetapi aku memutuskan untuk
mengunjungi akuarium setelah mencari ide kencan di internet.
“Ma-Maaf sudah membuatmu
menunggu, Godou ...”
Aku mendengar namaku dipanggil dari
belakang dan ketika aku berbalik, aku melihat Mai dengan pakaian santainya.
Dia tampak sedikit gugup, tapi
wajahnya tampak ceria. Dari leher hingga ke bawah, dia mengenakan cardigan
dengan warna hangat dan rok putih panjang. Kesan yang dia berikan sedikit lebih
dewasa dari biasanya.
Mai memiringkan kepalanya dalam
kebingungan saat aku tutup mulut sambil mengaguminya. Melihat reaksinya itu,
aku mendapatkan kembali kesadaranku, berdeham dan merespons dengan kalimat yang
sudah kusiapkan.
“Ak-Aku baru saja sampai di
sini, jangan pedulikan itu ...”
“…Benarkah? Kedengarannya
seperti tanggpan umum yang bisa ditemukan di internet.”
“Mengapa kamu bahkan meragukanku?
Lagian juga, bukannya kamu datang terlalu dini! ”
Saat ini jam 12 siang. Kami
berjanji untuk bertemu jam 1 siang. Itu berarti kami tiba satu jam sebelum
rencana. Juga, aku tidak berbohong ketika aku mengatakan bahwa aku baru saja
sampai di sini.
“Kamu benar, sekarang masih
sedikit lebih awal.”
“Makanya. Tapi yahh, aku hanya
di sini karena aku tidak punya kegiatan apa-apa untuk dilakukan.”
Jelas bukan karena aku tidak
tahan menunggu lagi di rumah.
Mai menatapku dengan malu-malu,
tapi dia masih menatap mataku.
“… Be-Begitu ya. Aku datang ke
sini lebih awal karena aku ingin melihatmu secepat mungkin.”
Perkataan manisnya itu hampir
membuatku pingsan. Untungnya, aku berhasil menjaga tubuh aku yang goyah berakar
ke tanah.
“… Aku merasakan hal yang sama
sepertimu.”
“Benarkah? Kalau gitu, kamu tadi
berbohong? ”
“…Ya. Maksudku, rasanya terlalu
memalukan mengatakan itu dengan keras ...”
Pipiku memanas. Aku tidak bisa
lagi melihat wajahnya dengan benar, jadi aku melihat ke atas langit dan melihat
langit biru jernih dengan nyaris tidak ada awan di dalamnya. Hari ini adalah
hari yang indah. Melakukan itu berhasil menenangkanku sedikit.
Setelah aku mendapatkan kembali
ketenanganku pada tingkat tertentu, aku mengalihkan pandangan ke wajah Mai
lagi.
“Hehe, aku sangat senang ...”
kata Mai sambil tersenyum bahagia.
Seriusan, gadis ini ... apa dia
sebenarnya ingin mencoba membunuhku dengan rasa malu?
Sepertinya dia masih menyimpan
dendam terhadapku karena kehidupan kami sebelumnya. Jika aku menghadapinya
secara langsung seperti ini, aku akan menjadi orang yang kalah. Situasi ini membutuhkan
strategi mengundurkan diri.
“Po-Pokoknya, ayo pergi.”
“Mm. Kitai akan pergi ke
akuarium hari ini, kan?”
“Ya, apa kamu pernah ke sana
sebelumnya?”
“Aku pergi ke sana dengan orang
tuaku dulu ketika aku masih kecil.”
“Aku juga ... tunggu, kurasa
aku pergi ke sana dengan Hina dulu ketika kami masih SMP.”
Ketika aku menggumamkan bagian
terakhir dari kalimat untuk diriku sendiri sambil menggali kenanganku yang
kabur, aku bisa merasakan tatapan dingin Mai.
... Ups, kurasa aku baru saja
menginjak ranjau darat.
“Begitu rupanya, jadi kamu
pergi dengan Kirishima-san, ya~ hmm? Jadi begitu rupanya. Yah, aku bukannya
keberatan atau apapun.” Kata Mai sambil mencibir bibirnya. Dia tidak keberatan,
katanya.
“Kejadian itu sudah lama
sekali, oke? Aku bahkan tidak mengingatnya!”
“… Mengapa kamu bertingkah
seperti ini? Aku bilang aku tidak keberatan, bukan?”
Aku hanya bertindak seperti ini
karena dia terlihat marah…
"…Cuma bercanda. Tapi,
akulah yang berpacaran denganmu sekarang, jadi ingatlah itu baik-baik, oke?”
Setelah mengatakan ini, Mai
meraih lenganku dan memeluknya.
Jarak di antara kami segera
menjadi lebih dekat. Sebaliknya, tubuh kita saling menyentuh saat dia menekan
tubuhnya ke tubuhku.
Agar lebih spesifik, dia
menekan dadanya yang lembut ke lenganku.
“M-Mai?”
Aku memanggilnya karena
tindakannya yang terlalu mendadak. Wajahnya kelihatan memerah.
“Ap-Apa? Pa-Pastinya aku
diizinkan melakukan ini, ‘kan? Ki-Kita ‘kan sepasang kekasih.”
Dia menjawab dengan cepat
meskipun dengan terbata-bata. Mungkin itu karena dia gugup, dia melanjutkan sambil
memeluk lenganku dengan erat dan sepertinya dia takkan membiarkannya pergi
dalam waktu dekat. Wajahku sampai ikutan memerah juga.
“... Ka-Kalau gitu, ayo pergi.”
“... i-iya.”
Kami sudah berada dalam suasana
hati seperti ini meskipun kami belum meninggalkan stasiun.
Kencan pertama kami hampir
tidak dimulai, tetapi kami sudah hampir mencapai batas kami.
“... Ba-Bagaimana kalau kita
berpegangan tangan saja?... Ak-Aku pikir terlalu dini bagi kita untuk berjalan
seperti ini ..."
Posisi ini terlalu merangsang
bagi kami. Aku bersumpah akan mati karena terlalu bahagia di sini.
Kami harus melakukannya secara perlahan dan mencoba terbiasa dengan segalanya sedikit demi sedikit.
Hubungan kami masih memiliki
jalan panjang untuk bisa bergerak maju.