Epilog — Aku Lebih Memilihmu Daripada Dunia Ini
Keesokan harinya. Aku berangkat
ke sekolah dengan keadaan kurang tidur karena terlalu gembira.
Ketika aku membuka pintu kelas,
aku disambut dengan pemandangan yang biasa …. Atau tidak.
Untuk beberapa alasan, semua
orang menatapku. Ditambah lagi, mereka menatapku dengan tatapan yang lembut dan
hangat.
Jika diperhatikan lebih dekat
lagi, aku melihat kalau Shiina sudah mengambil tempat duduknya. Mungkin karena
sudah lama sekali sejak dia muncul di sekolah, dia tampak dikelilingi oleh
semua orang di kelas. Untuk beberapa alasan, wajahnya terlihat memerah
dan dia terlihat meminta maaf ketika pandangan matanya bertemu denganku.
“Godou? Katanya kamu habis
melakukan pengakuan perasaan yang menggairahkan kepada Mai-chan, ya~?”
Hina tiba-tiba memancing dengan
ekspresi menyeringai dan tertawa.
...... Dasar Mai, apa dia
memberi tahu sampai sejauh itu? Kepada semua orang yang ada di dalam kelas?
“Kamu ……”
“Ak-Aku minta maaf”
“Hei, jangan salahkan Mai-chan,
dong. Kamilah yang memaksanya untuk bercerita.”
“Jangan memaksanya untuk
bercerita. Aku di sini malah ingin melupakannya karena itu terlalu memalukan
dan sudah menjadi sejarah kelam”
“... Iy-Iyakah?”
Jangan terlihat sedih begitu
napa. Aku sedang membicarakan tentang tempat atau situasi!
“Tidak, aku sedang membicarkan
tentang itu saja. Apa yang dilihat oleh penjaga keamanan ata sesuatu seperti
itu.”
“It-Itu benar. Kupikir itu
hanya kesalahpahamanku dan berpikir kalau kejadian kemarin hanyalah mimpi ...”
“... ya mana mungkinlah. Aku
benar-benar men ...”
Aku hendak melanjutkan
kata-kataku ketika aku baru ingat kalau aku sedang berada di dalam ruangan
kelas.
Semua orang menatapku dan
Shiina dengan ekspresi yang bisa membuat kata “hehe” tertulis di wajah mereka.
“Oi, oi, pagi-pagi udah
langsung mesra-mesraan aja.”
“Ciee~ Ciee~”
“Yah, namanya juga baru jadian kemarin,
‘kan? Setidaknya kita perbolehin pada hari pertama mereka.”
Dan seterusnya. Aku belum
pernah melihat mereka tampak bersenang-senang begini sejak turnamen sepak bola.
“Eeeeeii! Kalian terlalu
nyebelin! Cepetan bubar!”
Aku melambaikan tanganku. Semua
orang menertawakanku sebelum kembali ke tempat duduk mereka. Ada beberapa orang
yang tetap tinggal, kelompok Hina, Shinji dan Yuuka yang biasa.
“Selamat untukmu, bung.” Kata
Shinji sambil memberiku tepuk tangan ringan.
Yuuka menatap Hina dengan
ekspresi rumit di wajahnya. Seolah ditarik olehnya, aku mengalihkan pandanganku
ke arah Hina juga.
“Jangan khawatir tentang itu.
Akulah yang membuatmu melakukannya, ingat?”
Dia mengatakannya sambil
menunjukkan senyumnya yang biasa. Paling tidak dia tidak terlihat depresi atau
semacamnya.
Senyumnya begitu cerah sehingga
sulit bagiku untuk mengatakan apa yang ada di dalam pikirannya.
“Kamu tahu, kamu harus
berterima kasih padaku sebagai gantinya. Akulah yang membuat kalian jadian, ‘kan?”
Dia membusungkan dadanya yang
besar. Melihat itu, Mai menganggukkan kepalanya.
“Orang bodoh ini terlalu berat
untuk kutangani, jadi Mai-chan, aku serahkan cowok ini padamu, oke?”
“Y-Ya! Aku akan melakukan yang
terbaik!"
Mai, kamu mulai bicara formal
lagi, ya ampun. Bukannya kalian berdua berteman?
Pokoknya, sepertinya ada sesuatu
yang terjadi di antara mereka berdua. Tapi sepertinya itu bukan sesuatu yang
harus aku ketahui. Yah, aku hanya bisa berharap kalau semuanya akan segera
kembali normal.
“Tetap saja, aku tidak pernah
menyangka bahwa akan datang suatu hari ketika aku mendengarmu meneriakkan
pengakuan cintamu.”
Shinji mencoba mengubah topik
pembicaraan, dan itu upaya yang bagus. Kecuali bahwa topic yang Ia ungkit sama
sekali tidak baik bagi mentalku.
“Aku tidak tahu seberapa banyak
Mai memberitahumu, tapi mendingan kamu tutup mulutmu.”
“… Mai?”
“Mai, ya?”
“Heee~”
Berhenti memberiku tatapan
hangat itu!
Sial, aku bahkan tidak bisa
membantah mereka karena mereka tidak memberiku kesempatan untuk mengatakan
apapun!
…Kurasa aku harus menahan
tatapan seperti ini lebih lama lagi.
“Ah, uh… A-Aku bilang aku ingin
dia memanggilku dengan namaku, jadi…”
Kenapa kamu merasa perlu untuk
menjelaskannya kepada mereka?! Itu adalah hal terburuk yang dapat kamu lakukan
dalam situasi ini!
“Hm~”
“Jadi begitu rupanya~”
“Hehe~”
Mereka bertiga mengangkat sudut
mulut mereka dengan geli.
“Uh! Persetan dengan itu.”
“Aku berharap kalian berdua
bahagia~!”
Kemudian mereka bertiga pergi menjauh
sambil tertawa.
Hanya ada aku dan Mai saja
satu-satunya yang tersisa.
Walaupun aku merasa kalau masih
ada beberapa orang yang menatap kami, sih.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah
Mai, yang berdehem ringan.
“Se-Semua orang khawatir
tentang kedaanku, j-jadi mereka bertanya kenapa aku mengambil cuti beberapa
hari…”
“Jadi, apa yang kamu katakan
kepada mereka?”
“Se-Semuanya…”
“Sudah kuduga bakal begitu!
Jadi itu sebabnya mereka menatapku seperti itu!”
Jika seseorang absen dari
sekolah untuk waktu yang lama, tiba-tiba datang ke sekolah dan semua orang
menemukan bahwa alasan mengapa mereka absen adalah karena masalah cinta, tidak
mengherankan kalau mereka akan mengirimkan tatapan hangat kepada orang tersebut
seperti itu! Serius, aku berharap mereka bisa berhenti… rasanya terlalu
memalukan…
Aku harus menghabiskan sepanjang
malam berjingkrak-jingkrak di atas tempat tidur karena rasa malu dan sekarang
aku harus berurusan dengan ini…
Ke mana pun aku pergi, aku
menerima dampak emosional. Aku bersumpah, aku akan segera mati karena malu.
Sejak aku terlibat dengan Mai
dalam kehidupan ini, rasanya aku telah melalui banyak hal yang memalukan.
Aku perlahan-lahan menjadi
produser massal sejarah hitam yang hidup. Serius, yang benar saja. Hanya ada
begitu banyak yang bisa kulakukan untuk bersembunyi di balik kata 'masa muda'.
“… Boleh aku berbicara denganmu
sebentar?”
Setelah sedikit ragu, Mai
menanyakan pertanyaan itu kepadaku.
“Apa?”
“Apa kamu ada waktu senggang
pada hari Sabtu?”
“Ya, aku tidak memiliki jadwal
pada shift hari itu. Memangnya kenapa?”
“A-Apa kamu mau… Be-Berkencan
denganku…?”
“Ke-Ke-Kencan?! …Te-Tentu…
T-Tapi apa yang ingin kamu lakukan pada kencan itu?”
“A-Aku tidak tahu… T-Tapi sepasang
kekasih seharusnya biasa pergi berkencan, jadi…”
“Be-Benar juga…”
Aku sudah tahu itu. Aku sudah mencari
informasi mengenai 'hal-hal yang
dilakukan kekasih' di internet tadi malam.
“K-Kalau begitu, ayo
berkencan…”
“Baiklah… Kalau begitu, aku
akan meneleponmu malam ini agar kita bisa memutuskan apa yang harus dilakukan
untuk kencan itu.”
Ketika Mai mengatakan itu, guru
wali kelas kami memasuki kelas.
Jam pelajaran pagi dimulai
dengan damai seperti biasa. Satu-satunya perbedaan adalah Mai dan aku adalah
sepasang kekasih.
Aku melirik ke kursi Mai dan
melihatnya menatapku sambil melambai ringan.
Ada senyum lembut di bibirnya.
…Imut sekali.
Sulit dipercaya bahwa ini
adalah gadis yang sama yang memelototiku saat mata kami bertemu belum lama ini.
Dia pindah ke sekolah ini dua
bulan lalu. Kami menjadi teman hanya sebulan setelah itu dan kami menjadi kekasih
kemarin. Setelah mengingatnya lagi, ada banyak terjadi selama periode dua bulan
tersebut. Atau bisa dibilang kalau dua bulan ini adalah periode waktu yang
penting.
Aku, seorang pahlawan dari
dunia lain dan dia, seorang penyihir dari dunia lain. Tidak ada yang pernah
membayangkan bahwa dua orang yang selalu saling bertarung akan menjadi sepasang
kekasih setelah bereinkarnasi di dunia lain.
“Sekarang setelah Shiina
kembali, ruang kelas terasa lebih cerah.”
Lelucon guru memaksaku kembali
ke kenyataan. Aku bisa melihat Mai menundukkan kepalanya.
Tak lama kemudian, jam wali
kelas selesai dan pelajaran pertama kami, fisika, dimulai. Karena kami harus pindah
ke kelas lain, aku bangkit dari tempat dudukku sambil membawa buku catatan dan
buku pelajaranku.
“Ayo pergi.”
Mai yang sudah selesai
bersiap-siap menungguku.
“Ah, kita pergi ke sana
bersama?”
Mulai sekarang, kemanapun kita
pergi, kita akan bersama.
“Tatapan semua orang membuatku
merasa malu…”
“Kamu menuai apa yang kamu
tabur."
“Ma-Maksudku, jika aku tidak
mengatakan apa-apa, seseorang mungkin mencoba merebutmu dariku…”
“Tidak ada yang akan berpikir
untuk melakukan itu.”
“Kamu tidak pernah tahu. Berbeda
denganku, kamu populer.”
“Kamu seharusnya bercermin dulu
sebelum mengatakan itu. Kamu juga populer di kalangan laki-laki.”
Kami berjalan berdampingan di
lorong sambil melakukan percakapan seperti itu.
Tiba-tiba, Mai menggumamkan
sesuatu.
“… Aku berharap aku bisa tinggal
bersamamu selamanya.”
“Aku juga.”
“Sampai aku mati? Kamum akan
berada di sisiku ketika aku mati, ‘kan?”
“Tidak. Kamu akan hidup lebih
lama dariku, itu sudah pasti.”
“Enggak mau. Aku hidup lebih
lama darimu di kehidupan kita sebelumnya, sekarang giliranmu.”
“Hidupku terasa tidak ada
gunanya jika kamu mati.”
“Aku merasakan hal yang sama.
Tolong pikirkan perasaanku jika kamu mati sebelum diriku.”
“…Maaf.”
“Aku takkan menerima permintaan
maaf itu sampai kamu berjanji padaku bahwa kamu akan hidup lebih lama dariku.”
“Mustahil.”
“Kenapa?!”
“Karena kamu lah alasan mengapa
aku hidup.”
“… Be-Begitu ya.”
“…Y-Ya, se-seperti itu…”
“T-Tapi, bagaimana jika kita
punya anak?… Atau mungkin bahkan cucu…”
“… An-Anak, ya? Ku-Kurasa
mereka bisa menjadi alasanku untuk hidup…”
“T-Tuh, ‘kan?”
“H-Hmm… An-Anak, ya?…”
Aku melirik Mai, yang menatapku
dengan wajah merah.
Pada saat itu, tatapannya
berubah tegas. Bibirnya berkedut sebelum dia bergumam,
“… Kenapa kamu menatapku
seperti itu, dasar mesum?!”
“Jangan minta yang ngaco-ngaco!”
Bukannya kamu sendiri yang
mengangkat topik itu!
“Pandanganmu menjijikkan.”
“Tidak! …Mungkin. Setidaknya
aku ingin berpikir begitu…”
“Mengapa kamu terdengar sangat
tidak yakin?”
Jika aku mengatakan kalau pikiranku
tidak mengarah ke sana, aku akan berbohong.
“… Jika itu kamu, aku tidak
keberatan bahkan jika kamu melihatku dengan tatapan seperti itu.”
“…O-Oke…”
Dia mengatakannya sambil
menggeliat badannya. Aku tidak tahu bagaimana menanggapinya.
“Tapi, kita masih terlalu dini
untuk itu. Kita harus menikah dulu.”
“Standarmu terlalu ketinggalan
jaman…”
“… Lagipula kita akan menikah,
jadi bersabarlah.”
“…Ya, tentu.”
Jika dia berkata demikian,
kurasa aku tidak punya pilihan lain selain bersabar dengannya. Aku bisa menahan
diri dengan mudah. Lagipula aku sangat mencintainya.
Aku ingin melakukannya
dengannya secepat mungkin, tapi aku harus bisa menahan diri.
“… Itu bohong.”
Saat aku mengangkat bahu, Mai
mengatakan itu padaku.
“Apa maksudmu?”
“… Aku takkan bisa menunggu
sampai kita menikah.”
“…”
Eh, apa? Dia baru saja mengalihkan
pandangannya. Apa-apaan itu tadi?
Aku tidak tahu bagaimana
menanggapinya setelah mendengar itu.
Serius, apa sih yang kita bicarakan
pagi-pagi begini? Terlebih lagi di lorong sekolah!
Kami berbisik satu sama lain,
jadi orang lain takkan bisa mendengar apa yang kami bicarakan, tetapi karena fakta
bahwa kami berpacaran diketahui semua orang, jadi orang pasti akan
memperhatikan kami. Jika mereka melihat wajah merah kami… Sejarah hitamku mulai
menumpuk lagi, bukan….?
“Ma-Mari kita berhenti
membicarakan ini! Ke-Kenapa kita tidak membicarakan sesuatu yang lebih...
Sehat?”
“Y-Ya, ayo lakukan itu!”
Jelas-jelas kalau kami berdua sedang
panik.
Aku bisa mendengar suara
cekikikan dari orang-orang di sekitar kami.
“Oi, mereka
menertawakanmu."
“I-Itu karena kamu menatapku
dengan tatapan mata aneh!”
“A-Aku hanya melakukannya
karena kamu mulai mengatakan hal-hal aneh!”
“M-Maaf…”
“T-Tidak, A-Aku juga minta
maaf…”
Aku merasa setiap kali Mai dan
aku bersama, orang-orang akan menertawakan kami seperti ini. Kami akan terus
membuat sejarah hitam dan akhirnya berguling-guling di tempat tidur kami untuk
merenungkannya setiap malam.
Bagaimanapun, kami berdua masih
baru dalam hal ini. Untuk mencintai dan hidup secara umum.
Tapi, jika aku bersamanya…
Rasanya tidak seburuk yang kupikirkan sebelumnya.
◇◇◇◇
Di masa depan yang tidak
terlalu jauh, seorang pria bernama Shiraishi Godou berkata,
“Aku mencintaimu. Kumohon menikahlah
denganku.”
Di masa depan yang tak terlalu
jauh, seorang wanita bernama Shiina Mai berkata,
"…Ya. Aku juga
mencintaimu.”
Sebelumnya ||
Daftar isi || Selanjutnya