Gimai Seikatsu Jilid 7 Bab 4 Bahasa Indonesia

Bab 4 — 16 Februari (Selasa) Ayase Saki

 

 

Sepuluh menit sebelum bel berbunyi, aku sudah duduk di kursiku. Bisa dibilang, hal ini sudah menjadi rutinitas pagiku. Dengan asumsi tidak ada hal lain yang mengganggu antara rutinitas pagiku ini, aku biasanya akan membuka buku pelajaran dan catatanku, lalu membaca semuanya sekali lagi untuk membantuku merasa santai secara mental. Aku sudah melakukan ini sejak sekolah SMP. Namun, semenjak aku duduk di kelas 2 SMA, selalu saja ada sesuatu yang menghalangi.

“Sakiii!”

Dan nama sesuatu tersebut adalah Maaya. Dia sudah melakukan hal itu untuk sementara waktu sekarang, tapi sepertinya semakin banyak musim berlalu, semakin besar tingkat energi yang dia habiskan setiap pagi untuk berbicara denganku. Kenapa ya. Aku tidak bisa memahaminya. Yah, terserah…

“Jam pelajaran akan segera dimulai, tau?”

“Kamu ini lagi ngomong apaan?!”

“…Hah?”

“Belnya masih belum bunyi, kan?”

Maksudku ... belnya akan berdering dalam lima menit lagi. Dan bukannya itu periode di mana kamu harus bersiap-siap untuk jam pelajaran berikutnya?

“Serius, yang benar saja? Jalan-jalan sekolah kita akan dimulai besok, loh?! ”

… Tunggu, apa akunya saja yang aneh di sini?

“Ini adalah satu -satunya jalan-jalan sekolah selama masa SMA kita, ingat?”

“Memang sih.”

“Bagaimana mungkin aku tidak bersemangat tentang itu? Aku tidak bisa duduk diam saja. Aku ingin melompat dan menari-nari karena saking kegirangan! Aku sampai-sampai merasa gila karena terlalu bersemangat!”

“Aku pikir itu gila, ya.”

“Tidak sama sekali! Lihatlah sekelilingmu, Saki! Izinkan aku menunjukkan dunia kepadamu!”

Maaya berkata begitu seraya melingkarkan lengan kanannya di sekitarku. Aku mengikuti gerakannya dan memandang siswa lain. Mereka semua duduk berputar -putar, membicarakan hal ini dan itu. Aku bersumpah, jam pelajaran akan mulai ... dan melihat ke area pojokan, aku bahkan menemukan segerombolan enam orang, anak laki -laki dan perempuan, benar -benar bersemangat. Orang yang menjadi pusat pembicaraan kelompok tersebut adalah Shinjou-kun. Tatapan mata kami kebetulan bertemu dan dia melambaikan tangannya ke arahku. Tapi ... mengapa dia mengingatkanku pada anak anjing yang menatapku dengan bahagia ketika kami sedang berjalan-jalan?

“Shinjou-kun benar-benar menjiwai sebagai pemimpin kelompok.”

“Ah, benar. Aku merasa terkesan juga. Kamu tahu siapa yang ada di semua grup lain?”

“Aku ingat setiap kelompok dan anggota kelas ini.”

Sungguh mengesankan sekali. Aku tidak benar-benar punya teman, jadi aku bahkan tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika kami harus masuk ke kelompok, tapi dia sama sekali berbeda dariku. Aku hanya bengong melongo sampai aku diundang oleh Maaya sendiri. Namun, aku tidak benar -benar melihat alasan kenapa dia sampai kegirangan begini. Tetapi ketika aku mengatakan itu kepada Maaya, dia hanya menghela nafas dengan tak percaya.

“Apaaaaaaaaa?!”

“... kamu kagi-lagi melebih–lebihkan sesuatu.”

“Saki, kamu seriusan masih enggak paham? Kita akan jalan-jalan ke luar negeri, lo! Itu sangat berbeda dari norma kita yang biasanya! Dan pada dasarnya kamu akan tinggal bersama teman sekelasmu selama beberapa hari! Bahkan mungkin saja ada satu atau dua cinta yang bermekaran dalam lingkungan khusus ini.”

“Kita tidak tinggal di dalam novel, tau.”

“Kamu masih tidak mengerti sama sekali! Sama halnya seperti pahlawan keadilan yang memiliki niat baik yang telah diinstal sebelumnya, kita gadis-gadis muda berusia 17 tahun memiliki minat yang sehat dalam mendambakan cinta jauh di dalam diri kita! Dan yang menanti kita di negara asing adalah cinta yang berkembang ... serta perpisahan!”

Jadi putus hubungan juga masih akan terjadi?

“Itulah yang dimaksud dengan cinta sementara. Pernah melihat film 'Liburan Romawi'?”

“Tentu saja.”

Aku tahu inti dasarnya. Lagipula, aku telah mempelajari semua karya terkenal. Meski demikian, merkarnya percintaan, ya? Padahal ini hanya satu perjalanan, jadi aku tidak yakin apakah hal seperti itu benar-benar akan dilahirkan hanya untuk menghilang segera setelah itu. Asamura-kun dan aku mulai hidup bersama delapan bulan lalu, dan kami butuh sekitar lima bulan untuk tertarik satu sama lain dan mengakui perasaan kami. Sejak saat itu, tiga bulan lainnya berlalu tanpa perubahan besar. Faktanya, bersamaan dengan acara jalan-jalan sekolah ini ... bukannya hubungan kami akan lebih renggang dari sebelumnya?

Kami akan terpisah satu sama lain. Dan bahkan mungkin tidak bisa bertemu satu sama lain selama empat hari ke depan. Setelah menyadari hal ini, aku menjadi sadar bahwa aku merasa jauh lebih cemas tentang hal ini daripada yang ingin kuakui. Setiap kali berpikir tentang dirinya yang bersenang-senang dengan teman-teman sekelasnya di kelompoknya, perasaan suram menyelimuti dadaku. Tapi memendam perasaan ini sama sekali tidak sehat. Hal itu tidak baik untukku. Aku harus memikirkan hal lain.

Karena ini hanya acara jalan-jalan sekolah biasa, aku harus menemukan cara yang lebih sederhana untuk menikmatinya. Dan tujuan asli dari jalan-jalan ini adalah untuk belajar. Aku harus menemukan alasan akademis untuk acara ini. Pemikiran kotor apa pun harus dikeluarkan. Mode jalan pemikiran gadis yang sedang kasmaran harus aku singkirkan. Motivasi utama siswa adalah belajar. Aku tidak perlu mencemaskannya sama sekali. Benar-benar tidak perlu.

“Hei, saki! Bagaimana cara mengatakan ‘hei nona, mau minum teh denganku?’ Dalam bahasa Inggris?”

Hah? Pertanyaannya itu benar-benar terlalu mendadak. Tapi bagaimanapun, aku mengulik mode bahasa Inggrisku dan memikirkannya.

“... Young lady, why don’t you drink tea with me ? Mungkin?”

“Begitu ya, begitu ya.”

“Memangnya kamu ingin mengajak siapa sampai menanyakan itu?”

“Aku tidak mengajak siapa-siapa, kok. Aku hanya perlu jaga-jaga kalau aku akan dirayu! Dan, bagaimana kalau aku menjawabnya dengan ‘I’m sorry, I’m actually waiting for someome’ ? Woohoooooo! ”

Kenapa dia malah kelihatan bersemangat sendiri? Tapi sayangnya, fantasinya berlanjut sampai guru wali kelas memasuki kelas dan menegurnya. Baru-baru ini, beginilah rutinitasku sebelum jam pelajaran dimulai.

 

◇◇◇◇

 

Jadwal pelajaran pada hari itu akhirnya selesai. Karena aku tidak punya shiftpekerjaan, aku tinggal langsung pulang saja ke rumah.

“Hmm…”

Setelah melewati gerbang sekolah, aku menatap langit musim dingin yang putih dan mendung. Masih ada banyak cahaya siang yang tersisa, dan beberapa waktu sampai malam akan tiba. Kurasa itu wajar saja, karena kami sudah setengah jalan di bulang Februari ini. Mulai sekarang, waktu sore akan membentang lebih dan lebih lama lagi. Dan malam-malam panjang yang aku takuti selama hari -hari musim dingin akan semakin lebih pendek dan lebih pendek. Pada akhirnya, kuncup pun mulai tumbuh, lalu kelopak bunga sakura akan mengisi pohon, dan kami semua akan menjadi murid kelas 3——— dan ujian.

Setelah acara jalan-jalan sekolah berakhir, aku mungkin harus memberikan lebih banyak perhatian dan fokus pada belajarku. Mungkin aku bahkan tidak akan mendapatkan banyak waktu untuk pergi ke kolam renang. Atau menonton film. Atau sekedar berbelanja… akankah semua waktuku dicuri oleh waktu belajarku?

“Yah, kurasa itu maklum-maklum saja dari seorang peserta ujian,” gumamku.

Dan ketika aku merasa seperti itu, aku menggelengkan kepala untuk menyingkirkan pikiran-pikiran ini sembari menghela nafas. Keinginan untuk bergaul dengan orang lain ... Aku takkan pernah membayangkan kalau diriku akan mengharapkan hal-hal ini. Semuanya pasti pengaruh Maaya. Atau bahkan mungkin karena— tidak, aku menggelengkan kepalaku lagi. Semua pemikiran ini hanya membuatku kecewa. Aku tidak bisa merasa sedih dengan acara jalan-jalan sekolah yang tinggal sebentar lagi.

Sambil memastikan aku berjalan di sudut jalan, aku berjalan sambil memastikan tidak menghalangi siapa pun, aku mengeluarkan ponelku, membuka aplikasi peta, dan memeriksa posisiku saat ini. Hmmm ... Besok, kita akan berada di luar negeri ... di luar negeri, ya? Aku mengetik “kedutaan” di jendela pencarian. Segera setelah itu, aku diperlihatkan berbagai kedutaan di sini di Jepang.

“Ah, ada satu kedutaan di dekat sini.”

Kedutaan itu disebut 'Kedutaan Besar Denmark.' Aku mengkliknya dan memeriksa detailnya. Setelah berjalan dari sekolah dekat Stasiun Shibuya, aku harus menyeberang Hachiman Street, dan kemudian berjalan selama sekitar sepuluh menit. Menurut perkiraan, jaraknya sekitar 1 km. Tempatnya tidak terlalu jauh jika berjalan di sana, dan juga tidak terlalu jauh dari wilayah apartemen kami.

Yah, kurasa setidaknya itu akan menjernihkan kepalaku. Aku berjalan ke kedutaan dalam upaya untuk bersemangat tentang acara jalan-jalan nanti, tetapi itu tidak benar-benar berhasil dengan baik. Ini justru mirip seperti latihan. Memang, Maaya akan mengatakan sesuatu seperti 'mengapa tidak sekalian pergi ke' Kedutaan Besar Singapura, 'tapi jaraknya sampai satu jam jauhnya. Jarak tempatnya bukanlah jarak yang bisa aku tempuh dengan berjalan acuh tak acuh. Itu sebabnya aku pergi dengan kedutaan Denmark. Aku berjalan melalui rute yang berbeda dari yang biasanya aku lewati menuju apartemenku, jadi ini baru pertama kalinya aku berjalan menuju selatan jalanan Hachiman.

Setelah melewati stasiun Shuto Expressway Shibuya, aku terus menyusuri jalan yang lebih jauh. Aku tahu kalau aku tinggal di sini dekat Shibuya, tapi aku bahkan tidak bisa menghafal semua nama jalan, jadi aku secara berkala berhenti dan memeriksa peta lagi. Begitu aku menemukan nama jalan Hachiman, aku berjalan ke selatan sampai bertemu dengan jalan Yamate tua. Dari sana, aku kembali ke sisi Shibuya dan akhirnya mencapai kedutaan. Gedung kedutaan tersebut merupakan bangunan tua yang terbuat dari batu bata. Menilai dari jumlah jendela yang bisa aku hitung, sepertinya setinggi tiga lantai. Sisi yang menghadap jalan sedikit melengkung, menciptakan ruang untuk mobil untuk parkir.

Tanda di depan dibaca 'Kedutaan Denmark' dalam bahasa Jepang, dengan teks bahasa Inggris besar di atasnya yang dibaca ‘Royal Danish Embassy’. Karena aku menemukan kata-kata yang tidak dikenal, aku jadi mulai mencari artinya. Terjemahan langsungnya adalah Kedutaan Kerajaan Denmark’, huh? Oh, benar, Denmark adalah kerajaan, bukan? Aku bisa melihat lambang di atas logo. Ellips merah membingkai potret itu, dan ada mahkota dan perisai di dalamnya ... bahkan ada mahkota segala! Hal itu benar-benar menunjukkan kalau Denmark adalah sebuah kerajaan.

Dunia merupakan tempat yang luas dan ada banyak hal yang tidak aku ketahui. Aku terlalu mendalami perasaan mengalami sesuatu yang asing ketika aku menyadari bahwa banyak orang yang lewat menatapku dengan pandangan yang meragukan. Kurasa aku pasti sedikit menonjol karena aku hanya menatap gedung untuk sementara waktu. Aku berhenti menatap gedung dan berbalik. Aku malah melirik ke sisi yang berlawanan dari jalan, melihat sebuah kafe yang berbatasan langsung dengan toko ritel buku nasional. Mereka bahkan memiliki bangku di sana. Aku mungkin bisa istirahat di sana, pikirku. Aku mencari penyeberangan pejalan kaki untuk pergi menuju ke kafe itu.

Mungkin karena aku berada di dekat kedutaan, aku bisa dengan jelas melihat lebih banyak orang asing yang lewat. Dan aku melihat banyak pasangan yang terdiri dari orang Jepang dan orang asing dalam kelompok-kelompok tersebut. Ini adalah pemandangan akrab yang sering kulihat ketika berjalan menyusuri distrik hiburan di Shibuya, tapi frekuensinya sedikit lebih tinggi di sini. Aku penasaran bagaimana rasanya berpacaran dengan seseorang yang berbicara bahasa yang berbeda dan memiliki tradisi yang berbeda darimu. Tetapi kemudian aku menyadari bahwa orang -orang dari wilayah Kanto dan Kansai juga sangat mirip dalam hal itu. Hal ini mungkin hasil yang tak terelakkan dari tempat-tempat di mana ada banyak lalu lintas.

Dan pada kenyataannya, semua orang berbeda. Asamura-kun dan aku mungkin memiliki banyak kesamaan, tapi kami juga berbeda satu sama lain dalam banyak hal. Misalnya saja dari cara bagaimana kita memakan telur ceplok kami.

Excuse me.”

Aku mendengar suara memanggilku, yang segera diikuti oleh kesadaran aku bahwa itu diucapkan dalam bahasa Inggris. Setelah berbalik, aku melihat seorang pria pirang yang seharusnya berada di sekitar usia Ayah tiri. Dia bahkan mengenakan kacamata hitam coklat samar. Aku membalas pandangannya, dan dia mulai bertanya kepadaku sesuatu dalam bahasa Inggris. Karena dia berbicara terlalu cepat untuk bisa kuikuti, aku mulai sedikit bingung. Syukurlah, dia mengulangi dirinya sendiri tapi dengan kecepatan yang lebih lambat, yang memungkinkanku untuk secara langsung menerjemahkan apa yang dia tanyakan kepadaku.

‘I’m looking for the embassy. Could you help me?'

Karena kata Embassy muncul, aku pikir dia mungkin sedang mencari satu-satunya kedutaan yang ada di sekitar sini.

‘Do you mean the Danish Embassy?’

'Yes! That’s right! Do yo know it?'

‘Let me show you the way,’ kataku ketika berjalan kembali dengan cara yang sama.

Aku membimbingnya menuju kedutaan, dan pria tersebut berterima kasih kepadaku beberapa kali. Sejujurnya, aku tidak melakukan sesuatu yang hebat. Aku bahkan mengkhawatirkan jika dia mengerti bahasa Inggrisku atau tidak.

‘I’m sorry if my pronunciation was a bit hard to understand,’ kataku dengan nada minta maaf ketika kami hendak berpisah lagi.

‘Hm? It wasn’t an issue. At all.’

'Really?'

‘You spoke very clearly, which made it easy to understand. And even if English is used globally, there are a lot of different accents and dialects. Once you get used to that, it’s easy to understand most of it. '

Bahkan pengucapan yang kaku bisa dianggap sebagai jenis aksen lain, dan dia mengatakan bahwa aku tidak perlu meminta maaf segala. Mengingat dia bahkan mencoba menghiburku, dia benar -benar orang yang sopan. Dalam perjalanan pulang, aku sekali lagi menyadari bahwa beberapa hal hanya dapat dipahami dengan berinteraksi dengan orang lain. Dan pengalaman langsung adalah guru terbaik. Inilah mungkin alasan kenapa pihak sekolah mengadakan acara jalan-jalan sekolah. Hal tersebut membuatku jadi menantikan acara jalan-jalan sedikit lagi.

 

◇◇◇◇

 

Begitu aku kembali ke unit apartemenku, aku melihat bahwa Asamura-kun sedang sibuk mempersiapkan barang-barang untuk besok. Aku harus mengikuti teladannya dan memeriksakan semuanya. Tapi karena aku sudah mengemas sebagian besar barang-barangku, jadi aku hanya perlu melakukan pemeriksaan terakhir. Dan begitu selesai, kami mungkin harus makan malam. Karena ini adalah perjalanan pertama kami ke luar negeri, ibu mengatakan kalau dia akan membuat makan malam hari ini dan sarapan besok untuk kami. Setelah memeriksa semuanya, aku memanggil Asamura-kun melalui pintu kamarnya. Segera setelah itu, aku mendapat tanggapan, dan memberitahu kalau dirinya akan segera menyusul nanti. Aku selesai menyiapkan semuanya di meja ruang makan. Aku mengambil nasi dari kompor dan memasukkannya ke dalam mangkuk, meletakkannya di depan Asamura-kun. Dan kemudian aku memutuskan untuk mengujinya sedikit.

Let’s eat!”

Asamura-kun terlihat ragu-ragu, matanya berkedip padaku dalam kebingungan.

“Umm ... ayo makan?”

Aku merasa senang dia mengerti maksudku. Sebenarnya, aku mungkin merasa sedikit bersemangat pada kenyataan bahwa aku telah berhasil berbicara lancar dengan pria berambut pirang tadi.

“Aku telah bekerja keras untuk mengasah kemampuan mendengarku selama sebulan terakhir, jadi aku merasakan keinginan untuk menguji diriku sendiri,” tuturku dan menyarankan agar kami mencoba berbicara dalam bahasa Inggris selama sisa makan malam kami.

Asamura-kun pun menyetujuinya, jadi kami beralih menggunakan bahasa Inggris. Namun, bukannya berarti aku tiba-tiba merasa sangat percaya diri dalam keterampilan bahasa Inggrisku, dan aku juga tidak terlalu percaya diri dalam pengucapanku. Itu sebabnya aku memilih untuk menjaga topik terbatas pada jalan-jalan sekolah kami. Kemana kamu akan pergi? Apa rencanamu? Apakah Kamu menantikan sesuatu secara khusus? Setelah mendengarkan semua jawabannya, aku menyadari bahwa aku baru saja menanyai dia tentang rencana kelompoknya untuk perjalanan. Cukup mengejutkan, beberapa tempat yang kelompoknya rencanakan untuk dikunjungi ada di daftar kelompokku juga, jadi kami mungkin benar-benar akan bertemu satu sama lain.

Dan pada saat yang sama, sebuah pikiran tertentu terlintas di benakku. Aku menyadari betapa menyenangkannya jika kami bisa menikmati perjalanan ini bersama ... dan itu mungkin agak membosankan. Lagi pula, aku takkan bisa makan malam bersama Asamura-kun seperti ini selama beberapa hari ke depan. Belum lagi kami tidak akan memiliki shift di tempat kerja bersama. Kami akan berjalan ke Narita bersama, di situlah semua kelas akan bertemu untuk keberangkatan, tapi begitu kami sampai di banda, kami harus berpisah karena kami berada di kelas dan kelompok yang berbeda. Aku bahkan takkan bisa melihat wajahnya selama empat hari ke depan.

Setelah beberapa saat, aku mengalihkan topik dari jalan-jalan sekolah ke makan malam hari ini. Asamura-kun berhasil membuatku tertawa terbahak-bahak karena dia mencoba menerjemahkan kata yang tidak diketahui dengan canggung. Dan bersamaan itu sebagai pemicu, kami kembali berbicara bahasa Jepang biasa. Kupikir aku mungkin terlalu banyak tertawa karena Asamura-kun tampaknya benar-benar peduli dengan “cara pengucapan orang Jepangnya”.  Aku dibuat terkesiap di dalam hati. Persis seperti yang aku khawatirkan ketika berbicara dengan pria itu. Dia mengkhawatirkan tentang hal yang sama denganku.

Itu sebabnya aku mengatakan hal yang sama kepadanya dengan apa yang dikatakan pria itu kepada u sebelumnya. Penutur bahasa Inggris di dunia ini semua memiliki aksen dan dialek mereka sendiri, jadi tidak ada salahnya jika pengucapanmu sedikit jauh dari “normal.” Bahkan orang Jepang memiliki dialek yang sangat sulit dipahami, jadi untuk mengulangi apa yang dikatakan pria itu, paling penting untuk berbicara perlahan dan jelas. Dalam hal itu, Asamura-kun seharusnya baik-baik saja. Dia tinggal melakukan apa yang sudah dia lakukan denganku saat makan malam, dan dia akan baik-baik saja selama acara jalan-jalan nanti. Begitulah caraku mencoba menghiburnya, dan aku akan masuk dengan pola pikir yang sama.

Kami selesai membersihkan piring saat Ayah tiri pulang.

“Apa Ayah ingin aku menghangatkan makan malammu?” tanyaku kepadanya.

“Kamu harus bangun pagi-pagi besok untuk jalan-jalan sekolah, ‘kan? Kamu bisa bersiap-siap dan pergi tidur. Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku.” katanya dan tersenyum.

“Oke… terima kasih banyak. Kami akan melakukan hal itu.”

“Ya. Selain itu, aku harus membangunkan kalian berdua pada jam 4 pagi besok, ‘kan?”

Baik Asamura-kun dan aku sama-sama mengangguk. Tentu saja, kami berencana untuk bangun sendiri saat itu. Dan karena Ibu pulang sekitar waktu itu, aku tidak berpikir ada kemungkinan kami tidur berlebihan. Namun, Ayah tiri bertanya tentang jadwal kami beberapa waktu lalu dan berjanji untuk membangunkan kami tepat waktu, dan mengatakan bahwa ia bahkan mengantarkan kami ke stasiun kereta jika kami akan terlambat. Dan karena dia menawarkan untuk mandi di pagi hari, Asamura-kun dan aku pergi mandi bergiliran, dengan dia yang mandi pertama.

Aku kembali ke kamarku untuk melakukan pemeriksaan terakhir. Aku sudah membawa pasporku, dan aku bahkan mengemas 'buku panduan perjalanan - versi doujin' ... meskipun aku masih belum paham tentang apa versi doujin ini. Mungkin salah satu lelucon aneh dari Maaya. Tapi itu seharusnya semuanya sudah siap. Aku cukup yakin aku belum melupakan apa pun.

Sekitaran waktu yang sama, Asamura-kun menyelesaikan mandi, jadi aku mengambil giliranku. Setelah selesai, aku segera menuju ke tempat tidur dan memejamkan mata. Namun, satu-satunya hal yang ada di pikiranku adalah percakapan konyol yang diucapkan Asamura-kun saat makan malam tadi. Maksudku, ayolah. Menerjemahkan Aji no Hiraki sebagai Aji-Open! Bagaimana mungkin aku tidak menertawakan itu? Suara cekikikan keluar dari bibirku, melewati ruangan yang tenang dan akhirnya menghilang ke malam. Percakapan tadi bukanlah sesuatu yang istimewa. Hanya gumpalan kata. Namun, percakapan tersebut masih membuat dadaku terasa begitu hangat dan lembut.

Namun, aku sekali lagi diingatkan bahwa kami takkan bisa bertemu satu sama lain untuk sementara waktu mulai besok. Belakangan ini, Asamura-kun dan aku belum bertukar skinship sebanyak itu ... misalnya saja seperti berpelukan ... atau berciuman ... tapi kami hanya bisa benar-benar bersama di rumah, di mana kami tinggal bersama orang tua kami. Dan di hadapan mereka, kami harus bertindak seolah-olah kami berdua saudara yang akrab. Dan ketika kami membuat janji itu, itulah yang aku rasakan.

Namun, jalan-jalan sekolah ini akan berlangsung selama empat hari dan tiga malam. Mencari kesempatan apa pun untuk terlibat dalam kontak fisik pasti akan sangat sulit. Dan selama jalan-jalan ini, kelompok-kelompok itu umumnya dibagi menjadi tiga anak laki-laki dan tiga perempuan. Asamura-kun akan berjalan di sekitar Singapura dengan gadis-gadis lain dari kelasnya ... dan aku takkan berada di dekatnya.

Aku menendang selimut yang menutupi badanku dan bangkit, mengenakan jaket tipis di atas piyamaku. Aku takut terkena demam seperti ini tepat setelah mandi. Setelah itu, aku diam-diam membuka pintu kamarku dan melihat ke luar. Aku menuju ke kamar Asamura-kun, mengetuk pintunya, dan membawanya kembali ke kamarku lagi. Aku menutup pintu dan kemudian mematikan lampu. Kami berdua menyuarakan keinginan kami ... yang mana kalau kami berdua ternyata sama-sama ingin berciuman, dan kami setuju. Saat aku memanggilnya sendiri, aku mulai merasa bersalah bahwa aku hanya menggunakannya untuk memuaskan diri sendiri, tapi ketika dirinya berdiri di hadapanku, aku tidak bisa kembali lagi.

Asamura-kun meletakkan tangannya di pundakku, memungkinkan aku untuk merasakan kehangatannya melewati tubuhku, menyelimutiku dalam perasaan lega. Aku juga meletakkan tanganku di bahunya. Karena dia sedikit lebih tinggi dariku, aku harus berdiri berjinjit untuk mencapai wajahnya. Dan melalui bibir kita yang saling bersentuhan, aku bisa merasakan panas bibirnya. Aku secara tidak sadar menaruh lebih banyak kekuatan di ujung jariku, dan wajahnya menjauh dariku. Sensasi bibirnya di bibirku perlahan mulai memudar, dan ketika aku dipenuhi dengan sensasi kerinduan, aku bergumam beberapa kata.

“Selamat malam.”

“Selamat malam ... Ayase-san.”

Setelah pertukaran salam singkat ini, Asamura-kun kembali ke dalam kamarnya. Di dalam tempat tidurku, aku menyentuh bibirku dan menyadari bahwa perasaan kabur dan suram di dalam dadaku masih belum mereda sepenuhnya. Apa sih yang sebenarnya terjadi denganku? Apakah aku bisa terpisah darinya selama empat hari ke depan?.

 

 

 

Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama