Keiken-zumi Jilid 5 Bab 5 Bahasa Indonesia

Chapter 5

 

Setelah perjalanan studi selesai dan mulai memasuki liburan musim semi, hari-hari tanpa bisa bertemu Luna terus berlanjut. Alasannya terus-terang dielakkan dengan alasan yang sibuk, tapi dia mungkin sibuk dengan pekerjaan paruh waktunya.

Sedangkan aku sendiri menghadiri les persiapan masuk universitas dan mempersiapkan diri untuk memulai belajar dengan serius untuk ujian masuk yang sebenarnya.

 

“Sekiya-san.”

Di ruang belajar mandiri, aku bertemu dengan Sekiya-san setelah sekian lama. Meskipun kukatakan “sekian lama”, kami sudah bertemu sekali setelah pulang dari perjalanan, jadi tidak begitu lama. Namun, jika mengingat bahwa kami hampir setiap hari tidak bertemu sampai sebelum ujian masuk, rasanya memang “sekian lama”.

“… Aku berpikir untuk pindah ke sekolah bimbel lain.”

Itulah yang Sekiya-san katakan padaku ketika kamu pergi ke toko ramen ritel yang biasa kami kunjungi.

“Aku memutuskan untuk masuk ke sekilah bimbel khusus fakultas kedokteran. Aku sempat mengikuti pengalaman belajar dan kemarin melakukan prosedur pendaftaran.”

“Be-Benarkah...?”

“Karena itu adalah tempat yang pernah dimasuki Ayahku juga. Jadi, orang tuaku setuju dengan keputusanku.”

Sekiya-san berkata dengan tenang sambil minum air saat menunggu ramen datang.

“Meskipun sekolah bimbel K juga tidak buruk, aku mulai datang ke sini secara kebetulan saat aku masih pelajar, dan hanya terus datang ke sini sejak saat itu. Aku juga masuk ke jalur fakultas kedokteran di tengah jalan. Karena ada banyak para pelajar, ada juga orang-orang yang mengganggu seperti geng asyik dengan pergaulan di luar kelas, kan? Aku ingin lebih fokus pada belajar.”

“Haa...”

Memang benar, ada beberapa orang yang terlihat seperti mereka yang sengaja menghabiskan waktu di lounge, berinteraksi dengan lawan jenis sebagai tujuan utama. Bagiku, aku tinggal menghiraukannya dengan “tidak perlu memikirkannya...” Namun, bagi mereka yang pernah terjebak dalam periode di mana mereka tenggelam dalam kehidupan sosial yang memuaskan seperti Sekiya-san, mungkin itu bisa mengurangi motivasinya ketika melihat hal tersebut.

“Kalau begitu kita jadi jarang bertemu lagi, ya?”

Aku mengungkapkan perasaan kesepianku, namun Sekiya-san menggelengkan kepalanya.

“Aku masih suka ruang belajar mandiri di sekolah bimbel ini, jadi aku akan tetap terdaftar. Aku berencana berada di sini pada akhir pekan, jadi mari kita makan bersama lagi nanti.”

Kemudian ramen pesanan kamu tiba dan kami diam-diam mulai menikmati mie.

Aku merasa bahwa musim semi telah tiba.

Ini adalah musim perubahan.

Semua orang berubah.

Luna yang memulai pekerjaan paruh waktu, Sekiya-san yang mungkin jarang aku temui, pelajaran di sekolah bimbel yang semakin sulit... Lingkungan di sekitarku perlahan-lahan terus berubah.

“…Apa kamu belum bertemu dengan Yamana-san lagi sejak kamu kembali?”

Aku bertanya setelah selesai mencicipi ramenku, dan Sekiya-san mengangguk.

“Sudah tidak mungkin lagi. Jika bertemu, pikiranku pasti akan teralihkan ke hal-hal itu.”

“Hal-hal itu...?”

“Hal-hal yang berhubungan dengan s*ks.”

Aku seolah-olah sudah bisa menebaknya.

Sekiya-san meletakkan sumpitnya dan menghela nafas.

“Sejak saat itu... aku terus memikirkan Yamana.”

“...Memangnya senikmat itu?”

“Dia sangat erotis. Gila. Aku ingin hidup bersamanya. Aku ingin selalu bersamanya.”

Meskipun cara bicaranya terdengar tenang, tapi aku bisa merasakan kegembiraan Sekiya-san yang tertekan. Sebagai sesama pria, aku bisa memahami dorongan hatinya.

“...Tapi, kalian belum melakukannya, kan?”

Ketika aku menyela, Sekiya-san terlihat terkejut.

“...Tuh anak, dia sampai mengatakan begitu?”

“Ti-Tidak, aku hanya mendengar dia berbicara dengan Luna...”

Sebenarnya, bukan hanya Luna saja sih, tapi sepertinya lebih baik aku mengatakannya dengan sopan di sini.

“Seperti yang kupikirkan, apa rasanya sulit untuk pertama kalinya?”

Aku bertanya karena rasa ingin tahu, dan Sekiya-san miringkan kepalanya.

“Entahlah... Bagiku, ini baru pertama kali aku melakukan hal seperti itu dengan gadis yang baru pertama kali melakukannya.”

Jadi begitu ya. Aku agak terkejut.

Ketika ia mengatakan kalau dirinya sering bermain-main di sekolah SMA, ia mungkin banyak memiliki hubungan ringan dengan gadis yang agresif terhadap lawan jenis.

“Tapi, kalau dia merasa sakit, aku tidak ingin memaksanya, ‘kan? Lagipula, dia juga masih di bawah umur.”

“Ternyata kamu memikirkan hal seperti itu ya, Sekiya-san?”

“Tentu saja lah, lagipula ada aturan seperti 'Peraturan Percabulan' dan sejenisnya, kan?”

“Pe-Peraturan... ya?”

“Aku memang sudah dewasa, tapi dia masih berusia tujuh belas tahun. Yah, bukan hanya masalah hukum saja sih, tapi aku juga harus menjaga berbagai hal.”

“Kamu memang mempertimbangkan semuanya, ya...”

Aku bisa membayangkan secara kasar apa yang dimaksud, tapi aku memutuskan untuk mencari informasi lebih lanjut tentang 'Peraturan Percabulan' nanti.

“Memang lebih baik jika tidak bertemu, ya...”

Sekiya-san mengeluh dengan tatapan kosong. Mungkin ia sedang memikirkan Yamana-san.

“Umm maaf, boleh aku tanya sesuatu?”

Meskipun aku mengganggunya ketika ia sedang dalam pemikiran, ada hal yang ingin aku tanyakan kepada seseorang yang memiliki pengalaman.

“Apa seorang pria tahu kapan seorang gadis ingin melakukannya?”

“Hah?”

"Tidak, umm, misalnya saja melalui ekspresi wajah dan sikapnya... perbedaan antara saat dia setuju dan saat dia menolak.”

“Ah, Begitu ya?Akhirnya Ryuuto juga akan 'lulus', ya?”

“Ti-Tidak, bukannya begitu...”

Saat aku terbungkam, Sekiya-san menjawab.

“Tidak ada yang spesial, ini sama seperti berkomunikasi biasa, kok? Saling melempar bola dalam percakapan, melihat reaksi lawan, dan mengubah arah bola. Ketika menciumnya, jika pihak lain menunjukkan wajah yang erotis, coba lanjutkan, tetapi jika terlihat tidak bersemangat, lebih baik berhenti.”

“Begitu rupanya...”

Aku jadi teringat pada malam terakhir perjalanan studi.

Pada saat itu, aku merasa membaca ekspresi Luna sebagai sesuatu seperti “wajah erotis” yang dikatakan Sekiya-san. Namun, dia justru mengatakan “tunggu”.

“........”

“Yahh, jangan terburu-buru begitu. Karena kamu masih muda.”

Aku merasa ia memberikan penghiburan secara kasar setelah melihat ekspresi sulitku.

Aku merasa gelisah.

Tapi di saat-saat seperti ini, benar juga... tidak peduli seberapa banyak aku bertanya kepada orang lain, aku tidak dapat menemukan solusi dalam arti yang sebenarnya.

Satu-satunya pilihan adalah menghadapinya secara langsung.

Jika aku tidak bertanya langsung kepada Luna, ketenangan tidurku tidak akan kembali.

 

◇◇◇◇

 

LUNA

♡♡♡Selamat Ulang Tahun♡♡♡

Selamat ulang tahun, Ryuto♡♡♡♡♡

Semoga kedepannya juga bisa berjalan dengan baik, ya♡♡♡♡♡

 

Saat tepat setelah tengah malam ketika berubah menjadi hari ulang tahunku, pesan yang dipenuhi dengan symbol hati dan stiker kelinci bermain marakas serta balon yang pecah dikirim oleh Luna

 

LUNA

Aku sangat menantikan kencan besok~

Ehh, bukan besok! Tapi sudah hari ini!

 

Sebuah stiker kelinci yang terlihat cemas dan stiker kelinci yang bersemangat dengan tulisan “Aku menantikannya~ dikirim sebagai tambahan.

Luna dalam percakapan LINE tetap memiliki sikap ceria yang sama seperti pada awal hubungan kami.

Sambil tersenyum, aku memikirkan kencan ulang tahunku dengan sukacita.

 

◇◇◇◇

 

Pada hari ulang tahunku, kami telah berjanji untuk pergi berkencan sebelum siang.

─ Aku sudah memesan kue ulang tahun! Itu loh, di Chand des Fleurs dekat rumah Ryuuto! Kamu hanya perlu mengambilnya, jadi bisakah kamu mengambilkannya sebelum kita bertemu?

Setelah mendengar itu melalui telepon, aku pergi ke toko dengan hati berdebar.

Aku tiba di toko dengan penampilan luar yang putih dan modis.

Setelah masuk, aroma harum dari kue yang baru dipanggang memenuhi udara. Meskipun hari biasa, karena ini adalah toko yang populer, ada antrian di depan kabinet.

 “Aku sudah membuat pemesanan atas nama Shirakawa.”

Ketika aku mengatakan seperti yang Luna ajarkan, orang di toko itu berkata “Ah”.

"Harap tunggu sebentar.”

Sambil mengatakan itu, dia tergesa-gesa masuk ke dalam.

Setelah berpikir sejenak, aku menyadari bahwa pegawai itu adalah wanita yang aku temui di food court pusat perbelanjaan pada Hari Valentine. Karena kemampuan pengenalan wajahku rendah, dan karena seragam yang berbeda, aku tidak langsung mengenalinya.

Setelah menunggu beberapa saat, ada pegawai yang muncul sambil membawa kue di tangannya.

 

Ternyata itu adalah Luna.

 

Luna mengenakan seragam yang sama dengan pegawai lainnya. Dia mengenakan blus putih dengan desain feminin yang bersih, dan rok ketat yang mencapai pergelangan kaki. Apron tanpa penutup dada yang dipakainya memiliki warna cokelat tua yang sama dengan rok, memberikan tampilan yang elegan. Di kepalanya, dia mengenakan topi bermodel beret atau mungkin berjenis hunting cap, sebuah topi modis yang sering dikenakan oleh pegawai kafe.

“Apa pesanan anda benar yang ini?”

Luna tersenyum sambil menunjukkan kue yang dipegangnya.

Seluruh kue yang dihiasi dengan krim kocok, stroberi, dan blueberry memiliki papan kecil berbahan cokelat yang bertuliskan “Happy Birthday Ryuuto di atasnya.

“...Be-Benar...”

Luna tertawa kecil padaku yang tanpa sengaja berkata dengan gugup.

“Kenapa pakai bahasa formal?”

Saat aku mendengarnya, aku teringat akan hari dimana aku mengakui perasaanku padanya.

─ Kenapa pakai bahasa formal? Kita kan sekelas? Kita sebaya, kan?

Ketika aku merasa sangat tegang, Luna tersenyum tanpa beban dan mengucapkannya..

Jika aku bercerita kepada diriku dari masa lalu mengenai hubunganku dengan Luna sekarang, dirinya mungkin takkan mempercayainya.

Melalui liburan musim panas yang penuh dengan kejutan, merasakan jarak di musim gugur, dan menyadari ketidakmatangan diri sendiri di musim dingin... dan sekarang, kami kembali pada musim semi.

Musim di mana aku jatuh cinta pada Luna akan segera datang lagi.

“Tunggu sebentar ya. Aku akan ganti pakaian dulu,” ucap Luna sambil memberikan kotak kue kepadaku, lalu dia berbisik dengan suara kecil supaya tidak terdengar oleh pelanggan lainnya, dan dia pergi ke dalam.

Sambil menunggu di luar toko, aku melihat Luna keluar dari pintu belakang dengan mengenakan pakaian biasa. Dia mengenakan gaya busana yang sama seperti saat kencan White Day tempo hari.

“... kalau begitu ayo pergi, yuk”

Ucap Luna sambil tersipu malu dan menatapku.

“Ya……”

Dan kemudian, aku mulai berjalan berdampingan bersamanya.

 

“Kamu kaget ya? Karena aku mulai bekerja paruh waktu.”

“Eh, ya... aku lumayan terkejut.”

“Beneran? Padahal reaksimu tidak begitu terlihat...”

Karena Luna terlihat sedikit kecewa, jadi aku panik.

“Eng-Enggak juga, kok! Aku hanya terlalu terkejut, sampai-sampai suaraku tidak keluar...”

“Sampai segitunya? Kalau gitu, itu berarti kejutanku sukses besar!”

Balas Luna dengan senyuman bahagia.

“Kamu dulu pernah bilang, ‘kan? 'Kamu akan terlihat bagus bekerja di toko kue.' Itulah sebabnya ketika aku memikirkan memulai pekerjaan paruh waktu, aku memutuskan untuk bekerja di toko kue. Dan kemudian, aku ingat bahwa ada toko yang enak dan bergaya modis di dekat rumahmu.”

Luna menceritakan itu dengan wajah berbinar. Dari ekspresinya, terlihat jelas bahwa dia sudah menahan keinginan untuk mengungkapkannya selama ini.

 “Tapi, seragamnya sedikit berbeda dari imajinasi Ryuuto, ‘kan? Menurutku sih itu masih kelihatan imut...”

 “Enggak juga, kok... seragam itu terlihat lebih elegan dan modis menurutku. Dan cocok banget padamu, Luna.”

 “Benarkah...? Senang deh rasanya,” kata Luna sambil tersipu malu.

“Aku pernah mendengar dari Nikoru kalau di industri makanan minuman, tampilan fisik itu penting banget. Tapi beruntunglah ada topi, jadi asal rambut diikat rapi, warnanya nggak terlalu dipermasalahkan. Dan soal kuku, aku disuruh buat yang simpel-simpel aja, jadi akhir-akhir ini aku memotong pendek dan memilih warna yang elegan.”

Ungkap Luna sambil menunjukkan kuku berwarna pink muda yang memang terlihat anggun.

“Aku kayaknya cocok jadi pelayan deh! Semua orang di toko dan para pelanggannya juga baik-baik semua, dan kue-kue dan cemilan yang tersisa juga enak-enak. Setiap hari jadi terasa menyenangkan,.”

Luna menyampaikan hal itu dengan semangat yang memancar, membuatku ikut merasa senang juga ketika mendengarnya.

“….Kenapa kamu tiba-tiba memutuskan untuk bekerja paruh waktu?"”

Aku bertanya padanya seraya mengingat percakapan kami saat masih baru pacaran.

──Memangnya kamu tidak mempunyai kerja paruh waktu atau semacamnya, Shirakawa-san?

──Aku sih nggak apa-apa~. Setelah mendengar ceritanya Nikoru, sepertinya aku akan dibuat stress oleh pelanggan berbahaya. Nenekku kadang-kadang memberi uang jajan, jadi aku tidak terlalu khawatir.

Padahal dia sampai mengatakan itu segala, aku merasa penasaran dengan perubahan pikirannya

“Aku juga berpikiran untuk melangkah maju. Aku tidak ingin ketinggalan oleh yang lainnya.”

Luna menjawab dengan ekspresi serius.

“Aku ingin menemukan pijakan kaki di dalam hidupku, dan agar merasa bisa berdiri di atas kakiku sendiri. Soalnya selama ini aku cuma terbawa arus aja... sama keluarga atau orang lain.”

Luna melanjutkan sambil menunduk sebentar sebelum kembali menatap ke depan.

 “Jadi aku ingin memulai sesuatu. Aku ingin memikirkan masa depanku dengan serius.”

Luna kemudian tersenyum kecil, tetapi di matanya masih terlihat bayangan kecemasan yang menggelitik hatinya.

“Tapi pada akhirnya... aku mungkin masih terbawa oleh arus saja, karena Ryuuto pernah bilang kalau aku kelihatan cocok kerja di toko kue. Jadi rasanya agak sedikit malu gitu...”

Kami berdua berjalan kaki dari Stasiun A menuju Sungai Arakawa.

Konon katanya, di atas tanggul sungai ada deretan pohon sakura kesukaan Luna. Bunga sakura mekar lebih awal tahun ini, dan kemarin sepertinya pohon sakura di wilayah Tokyo sudah berbunga penuh. Oleh karena itu, acara ulang tahunku akan dirayakan sambil menikmati pemandangan bunga sakura.

Sambil berjalan menuju sungai melalui permukiman perumahan setelah melewati jalan raya yang ramai, aku memikirkan perkataan Luna. Aku juga dipengaruhi oleh banyak orang. Tapi, apa itu berarti aku juga menjadi orang yang “terbawa arus”?

“... Menurutku, alasan mengapa kita tergerak oleh kata-kata yang diberikan seseorang karena hal itu sebenarnya sudah ada dalam diri kita sendiri…. bahkan jika hanya di bawah kesadaran.”

Ucapku sambil memikirkan diriku sendiri.

“Jadi, kurasa mengikuti hal itu bukan berarti 'terbawa arus'.”

Mata Luna terbelalak ketika aku mengatakan itu.

“Tapi Luna, kalau aku bilang 'kamu cocok jadi guru les matematika untuk siswa SMP', apa kamu akan menjadi guru les sekarang?”

Luna menepuk tangannya dan menggelengkan kepalanya.

“Ehh, enggak, enggak, enggak, itu mustahil! Aku tidak bisa melakukannya!”

“Nah, ‘kan?”

Aku tidak bisa menahan tawa ketika melihat reaksinya.

“Kita masih bisa menghindari hal-hal yang tidak kita sukai atau tidak bisa kita lakukan dengan baik.”

Luna menatapku dengan wajah kaget seolah-olah da tidak pernah berpikir seperti itu sebelumnya.

“Jadi menurutku, kamu bukannya 'terbawa arus', Luna…. tapi kurasa itulah artinya 'hidup bersama orang lain'.”

Aku mungkin tidak menyadari hal itu sebelumnya karena aku tidak mempunyai banyak teman dan bahkan tidak pernah punya pacar. Tapi setelah bertemu dengan Luna, aku merasa sedikit mengerti tentang maksud dari hidup bersama orang lain.

Meskipun aku selalu memikirkan hubungan antara aku dan Luna, aku juga masih mempunyai orang-orang lain yang peduli padaku.

Bersama Icchi dan Nisshi, waktuku terasa menyenangkan ketika membicarakan KEN dengan mereka. Namun, itu bukan satu-satunya hal. Kami saling mendukung dalam keadaan baik atau buruk, dan juga mengajarkan kesulitan dalam percintaan melalui pengalamanku sendiri. Orang yang lebih tua seperti Sekiya-san selalu berpikir beberapa langkah ke depan dan memberikan rangsangan dan inspirasi. Yamana-san dan Tanikita-san memberikan pemahaman tentang keragaman perempuan. Sedangkan Kurose-san…. mantan cinta pertamaku, memberikan berbagai pengalaman yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Aku bisa berada di sini sekarang karena dipengaruhi oleh berbagai orang. Mungkin akar pemikiranku berasal dari orang tua yang membesarkanku, tetapi yang membuatku seperti sekarang bukan hanya itu. Orang-orang di sekitarku mengajarkan perasaan mereka dan hal-hal yang tidak bisa ditemukan di rumah. Sama seperti Luna ... atau lebih tepatnya, Luna yang dicintai oleh semua orang di sekitarnya, pasti lebih dariku.

“Ada banyak orang penting yang mempengaruhi Luna, ‘kan?”

Aku akan merasa senang jika aku bisa menjadi salah satu dari mereka.

“Selain itu, aku juga dipengaruhi oleh Luna.”

“Eh….?”

Luna menatapku dengan wajah terkejut.

“Benarkah?”

“Ya ... karena aku memikirkan masa depanku bersama Luna, aku memutuskan untuk segera masuk sekolah bimbel.”

Kemudian, di sana aku bertemu dengan Sekiya-san dan dipengaruhi lebih lanjut olehnya. Aku memutuskan untuk melanjutkan ke universitas Houou karena dipengaruhi oleh KEN yang aku hormati.

“Aku mungkin tidak punya banyak teman seperti Luna, tapi aku menyadari bahwa hidupku juga dipengaruhi oleh banyak orang.”

Aku berkata sambil tersenyum. Usai mendengar itu, Luna merespons dengan lambat.

“Kamu mungkin akan berpikir begitu, Ryuuto. Kamu selalu memikirkan segala sesuatunya dengan matang sebelum bertindak.”

Dia terlihat sedikit sedih dan menundukkan kepalanya.

“Aku senang Ryuuto selalu mendukungku ... tapi ada waktu di masa lalu ketika aku hanya mengikuti arus dan tidak berpikir sendiri.”

Dia melihat ke arahku sekilas dan melanjutkan.

“Misalnya seperti pengalamanku dengan mantan pacarku ....”

“…………”

Ketika aku menahan napas, Luna terus melanjutkan berbicara sambil sedikit menunduk.

 “Menyerah pada arus itu memang kelihatan mudah. Jika kamu hanya melakukan apa yang diinginkan oleh pasanganmu, kamu akan terlihat pandai ... Tapi nanti kamu akan menyadari bahwa itu tidak benar.”

Aku merenungkan pengalaman Luna dalam hubungan masa lalunya dan merasa sedih.

“Lib*do cowok tuh selalu lebih kuat, bukan? Aku tidak bisa gampang terangs*ng dan tidak bisa mengikuti mereka dengan energi yang sama, jadi lebih mudah untuk menyerahkan diri.”

Kemudian aku menyadari sesuatu.

──Tu-Tunggu!

Aku teringat ketika Luna yang bertingkah panik dan mencoba melepaskan diri dari pelukan saat kami berada di balkon.

“Maafkan aku, Luna, tentang malam di perjalanan wisata sekolah tempo hari...”

Aku merasa bersalah karena tidak meminta maaf dengan benar sebelumnya.

“Aku sangat menyesalinya. Padahal akulah yang mengatakan 'aku akan menunggu sampai kamu siap', tetapi aku tidak menghormati keinginanmu dan terus memaksa ...”

Ketika kami berhenti di persimpangan lampu merah, aku membungkuk dan berbicara dengan cepat.

 “Aku berjanji tidak akan melakukan hal-hal seperti itu lagi. Mulai sekarang, aku akan bertindak seperti aku telah dikebiri ketika kita berduaan saja ...”

'Dikebiri'? Lah, tunggu dulu sebentar!?””

Luna menyela perkataanku dengan panik.

“Dengarkan aku, Ryuuto ...”

Ketika aku mendongak ke atas, Luna menatapku dengan senyum kecil.

“Sebelum aku berkencan denganmu, aku membiarkan gairahku mengendalikan diriku. Tapi sekarang aku menyadari bahwa itu salah.”

“Ehh….”

 “Alasan kenapa aku tidak bisa terlalu bergairah, itu bukan karena aku seorang gadis maupun nafsu birahiku yang lemah ... Tapi aku menyadari bahwa aku tidak terlalu menyukai orang tersebut.”

Luna yang tersenyum sedikit masam, terlihat malu saat tatapan kami bertemu. Dan dia melanjutkan,

“Saat kita berciuman di perjalanan wisata, meskipun aku merasa malu, aku benar-benar merasakan kebahagiaan.”

Dia melihat ke kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada orang di sekitar kami saat kami melintasi jalan raya yang ramai.

“Perasaan cintaku kepada Ryuuto terus meluap-luap dari dalam hatiku ... Pikiranku penuh dengan Ryuuto dan aku ingin merasakannya lebih banyak lagi ... Aku tidak sadar bahwa aku sudah terlalu terobsesi.”

“Eh, tapi ...”

Aku merasa senang dan hatiku terasa hangat, tetapi aku juga khawatir tentang bagaimana Luna merasa saat itu.

Luna tersenyum seolah-olah dia bisa memahami perasaanku.

“Alasan kenapa aku berhenti saat itu adalah ... jika kita terus berciuman, kita mungkin tidak bisa berhenti sampai akhir.”

“Ehhh?!”

Aku terkejut dan jantungku berdebar kencang ketika diberitahu sesuatu yang tak terduga.

“Habisnya, kita berada di balkon ... selain itu, kita tidak membawa ... kondom atau sejenisnya.”

Suaranya semakin kecil dan pipinya memerah.

“A-Ah ...”

Aku juga merasa malu dan merasa pipiku memanas.

Tiba-tiba, Luna menyentuh tanganku. Itu adalah tangan kananku ... tapi Luna meraihnya tanpa ragu.

“... Meski rasanya sangat memalukan, tapi aku ingin mendekatimu.”

Dia berkata dengan lembut dan mendekat kepadaku.

“Aku merasa malu tapi bahagia. Aku suka….. disentuh Ryuuto.”

Dia memegang tanganku erat dan tersenyum padaku.

“Aku merasa sangat bahagia ketika memahami hal itu ...”

“Luna…..”

Perasaan sesak di dadaku mulai menghilang, dan sebaliknya, hatiku dipenuhi dengan cinta yang tulus.

Tanpa kami sadari, lampu lalu lintas sudah hijau beberapa kali dan kami bergegas menyeberangi jalan.

Jalan di depan kami berubah menjadi jembatan dan kami akan tiba di bukit setelah melewatinya.

“Wah! Bunga sakuranya sudah bermekaran!”

Luna berseru saat kami berjalan di atas jembatan.

Deretan bunga sakura yang terlihat dari jembatan berwarna merah muda. Seperti yang diperkirakan, bunga sakura sudah mekar sepenuhnya.

“Cantik sekali~.”

Sesampainya di tepi sungai, kami berjalan menyusuri jalan yang dikelilingi oleh pohon sakura sambil bergandengan tangan. Meskipun hari ini liburan musim semi, karena ini adalah hari kerja, tidak terlalu banyak orang. Di sana-sini, ada orang yang berhenti untuk melihat cabang pohon sakura atau keluarga yang membawa anak kecil dan melebarkan tikar sebagai tempat bersantai.

Di ujung jalan pohon sakura, ada jembatan besi dan kadang-kadang kereta melintas di atasnya. Kereta yang kami naiki setiap hari.

“Kurasa sekitar tempat ini lumayan bagus!”

Luna membuka tikar yang dibawanya di dekat pohon yang bunganya mekar dengan baik. Pohon ini memiliki cabang yang menjuntai ke tanah dan sangat cocok untuk melihat bunga sakura.

Setelah kami duduk di atas tikar, Luna menatapku dengan serius.

“Ryuuto, selamat ulang tahun yang ke-17!”

Dia tersenyum lebar di tengah-tengah bunga sakura yang mekar penuh.

“Terima kasih ...”

Ini adalah ulang tahun terbaikku.

Aku bertanya-tanya, apa aku sudah melakukan banyak kebaikan di kehidupan sebelumnya? Aku merasa tidak bisa melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, tetapi aku ingin tahu untuk belajar dari itu.

“Ayo makan dulu, makan dulu~!”

Luna membuka tas pendingin yang dia bawa di atas tikar. Dia mengeluarkan kotak makanan yang berbentuk persegi.

“Karena ada kue besar, jadi aku membuat sandwich ringan.”

Ketika dia membuka tutup kotak makanan, sandwich yang dipotong rapi dan dipenuhi dengan isian yang berwarna-warni keluar dari dalamnya. Ada sandwich telur dan sandwich ham-tomato-lettuce bergantian, semuanya terlihat sangat menarik.

“Tapi aku merasa kalau makanannya terlalu ringan, jadi aku membawa ayam goreng juga.”

Sambil tertawa, Luna mengeluarkan kotak makanan lain. Ketika dia membuka tutup kotak makanan itu, aroma gurih yang menggugah selera keluar dari dalamnya.

“Maaf karena aku asal memilih makanannya.”

“Tidak apa-apa, aku senang. Itu cocok untuk laki-laki.”

“Haha. Aku ingat ketika kamu makan banyak selama festival olahraga.”

Aku merasa malu dan senang ketika dia memperhatikan hal seperti itu.

“Selamat makan.”

Aku berterima kasih kepada Luna yang sudah membuat makanan itu dan mulai menyantap hidangan perayaan ulang tahun.

Sandwichnya rasanya lezat sama seperti penampilannya. Ayam gorengnya juga masih terasa enak seperti saat perayaan festival olahraga.

Setelah aku memberitahunya hal itu, Luna tersenyum bahagia dan pipinya terlihat memerah.

“... Kalau gitu, akhirnya, mari kita makan ini!”

Luna mengambil kotak kue yang diletakkan di atas tikar. Itu adalah kue ulang tahun yang aku terima dari Chand de Fleur. Aku tidak tahu banyak mengenai ukuran kuenya, tapi sepertinya ukurannya sedikit terlalu besar untuk dimakan oleh dua orang. Mungkin seukuran untuk empat orang.

“Oh iya, lilin! Mau sekalian dinyalakan juga!?”

Luna melihat kantong lilin yang ada di dalam kotak dan bertanya padaku.

“Eh? Bukannya itu akan padam sebelum aku bisa meniupnya?”

Karena kami berada di tepian sungai, jadi hembusan anginnya lumayan kencang. Ketika kami makan siang, angin semakin kencang dan sedikit dingin.

“Tapi, karena mumpung sudah begini ...”

Luna mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

“Syukurlah aku selalu membawanya kemana-mana.”

Itu adalah korek api kasar seperti yang dijual di toko serba ada.

“Korek api ... Kamu selalu membawanya?”

Aku sedikit terkejut dan bertanya padanya karena aku tidak berpikir dia merokok ...Luna lalu menjawab dengan tenang sambil mengangguk.

“Ya. Ketika aku melentikkan bulu mata, aku memanaskannya dengan ini terlebih dahulu. Itu akan sangat terangkat! Ibuku lah yang mengajariku. Sekarang ada penghangat bulu mata listrik juga, tapi aku lebih terbiasa dengan ini. Nikoru dan Akari juga meniruku ketika mereka melihat aku melakukannya. Jika kamu secara tidak sengaja menjepit kelopak mata, rasanya akan sangat panas.”

“Jadi begitu ya...”

Aku merasa kalau dia masih seperti seorang gadis gyaru. Itu sangat menggambarkan Luna dan membuatku tersenyum.

“Selamat ulang tahun, Ryuuto ~ ♪”

Setelah berhasil menyalakan lilin yang terpasang, Luna mulai bernyanyi sambil bertepuk tangan. Meskipun tidak ada orang di sekitar kami, tapi rasanya masih sedikit memalukan karena seperti merayakan ulang tahun anak kecil.

“Selamat Ulang Tahun, Ryuuto~♪ silakan ditiup!”

Setelah Luna selesai menyanyi, aku didesak untuk mendekati lilin yang telah dinyalakan selama angin mereda.

“Selamat ulang tahun~!”

Aku disambut dengan tepuk tangan saat aku sedang meniup lilin.

Meskipun rasanya sedikit geli, aku merasa senang dengan perayaan ulang tahunku yang tak terlupakan ini.

“Aku yang membuat kue ini, loh?”

“Eh!? Benarkah!?”

Aku terkejut dan melihat kue ulang tahun lagi.

Krim yang diterapkan di sisi-sisinya terlihat halus, dan hiasan buah-buahan dan cokelat tidak kalah dengan kue yang biasanya dibeli.

“Luar biasa ...”

Lalu, Luna tiba-tiba menjadi cemas.

“Uhmmm, te-tentu saja, aku dibantu oleh seorang pastry chef... sekitar tiga puluh persen? Atau mungkin satu persen ... aku yang membuatnya ...”

Sepertinya begitulah yang terjadi.

“Aku disuruh untuk 'membuat semuanya sendiri', tapi sudah kuduga itu tidak mungkin ...”

Dia mengeluh seakan-akan berbicara pada dirinya sendiri dan melihatku.

“Tapi, tetap saja! Akulah yang menulis di plat cokelat ini! Karena aku berlatih menulis setiap hari, aku sedikit lebih baik, kan?”

“Ya, tulisanmu terlihat bagus ... terima kasih.”

Tulisan pada plat cokelat itu tidak kelihatan aneh sama sekali, dan aku sempat berpikir kalau ditulis oleh pastry chef. Setelah diberitahu begitu, aku bisa merasakan kebulatan khas tulisan Luna dalam huruf “Ryuuto”.

“Pada awalnya, tulisanku sangat buruk, aku hanya bisa menulis sampai 'Happy B' ...”

“Selamat ulang tahun, B-san?”

“ ‘Duhh~itu siapa sih’ pasti rasanya begitu ~. Bob? Bobby? Senior di tempat kerjaku bahkan sampai menertawakanku. Namanya Orito-san, wanita yang kita temui di food court tempo hari.”

“Ahh, wanita waktu itu, ya.”

“Setelah itu, ketika aku bilang ke Orito-san ‘Aku masih merahasiakan pacarku tentang pekerjaan paruh waktuku, dan aku ingin merayakan ulang tahunnya sebagai kejutan', dia meminta pemilik toko untuk memberiku gaji di muka. Jadi, meskipun aku tidak sedang shift hari ini, sang pemilik mengizinkanku mengenakan seragam dan berada di belakang hanya untuk memberikan kue kepadamu, Ryuuto.”

Kupikir itulah bakat Luna yang membuatnya disukai oleh semua orang di mana pun dia pergi. Semua orang di sekitarnya menyukai Luna dan ingin melakukan sesuatu untuknya.

Meskipun kadang-kadang aku merasa khawatir, tapi sebagai pacarnya, aku harus tetap tenang. Karena itulah kelebihan Luna yang patut dibanggakan.

“Mmmm~ rasanya enak!”

Kue yang kupotong bersama Luna memiliki rasa seperti biasanya, dengan krim yang kental namun tidak terlalu berat dan kue spons yang lembut di mulut, dengan rasa buah yang menyegarkan sehingga tidak mudah membuat seseorang yang memakannya bosan.

“….Tapi sudah kuduga, mungkin kita tidak bisa memakannya semuanya.”

“Mungkin kita harus beristirahat sebentar.”

Kemudian Luna mengambil ponselnya sebagai ganti garpu plastik.

“Ayo lihat ke sini, Ryuuto.”

Ketika aku menoleh sambil menunjukkan wajah bodohku di layar ponsel. Luna tampaknya sedang mengambil foto selfie.

“Keren banget! Bunga sakura dan langit birunya terlihat sangat indah.”

Luna berseru dengan gembira dan dia mengambil beberapa foto selfie sendiri setelah itu.

“Aku harus mengambil banyak foto!”

“Karena sakuranya sudah mekar penuh, iya ‘kan?”

Latar belakang berwarna merah muda yang membentang hingga puluhan meter ini tentunya menjadi spot yang tepat bagi para gadis untuk berfoto selfie.

"Ya, selain itu…. warna rambut ini merupakan hari terakhir.”

Setelah mengatakan itu, Luna menatap layar ponselnya dengan pandangan sedikit sedih.

“Aku akan pergi ke salon besok dan akhirnya mengembalikan warna rambutku menjadi hitam.”

“Eh ...?”

Apa-Apaan itu, ketika aku berpikir begitu, aku jadi teringat pada apa yang Luna katakan sebelumnya.

──Aku telah mewarnai rambutku sejak SMP, tetapi baru-baru ini aku berpikir untuk kembali ke warna hitam.

Jadi dia serius ketika mengatakan itu?

“…. Kamu benar-benar ingin mengubah warna rambutmu menjadi hitam?”

Sambil bertanya begitu, aku kembali mengingat mengenai apa yang pernah dikatakan Luna kepadaku

──Karena aku seorang gyaru, jadi aku ingin melakukan segala sesuatu yang dilakukan oleh gyaru. Tempat yang ingin aku kunjungi dan hal-hal yang ingin aku lakukan tidak menarik bagi Ryuuto, bukan?

Selain itu, ada keinginan yang kuat untuk melakukan riasan gyaru dengan menggunakan alat makeup yang dipanaskan dengan korek api, yang menunjukkan betapa pentingnya “menjadi seorang gyaru” bagi Luna.

Luna yang selalu mengidentifikasi dirinya sebagai seorang gyaru dengan begitu kuat memutuskan untuk mengubah warna rambutnya menjadi hitam, yang bisa dikatakan sebagai simbol dari warna rambut gyaru.

 “Ya. Karena kamu menyukai rambut hitam ‘kan, Ryuuto? Ketika dalam perjalanan studi kemarin, kamu sangat terkesan melihatku.”

Aku menatap tajam ke arah Luna yang menjawab dengan tenang.

“Apa kamu benar-benar ingin mengubah warna rambutmu menjadi hitam, Luna?”

“Eh...”

“Jika ada sedikit keraguan dalam pikiranmu... dan jika kamu hanya mencoba mengikuti seleraku dengan mengubah warna rambutmu menjadi hitam…. Kamu tidak perlu melakukan itu.”

Aku mengatakan hal itu kepada Luna yang tampak terkejut dan tidak bisa berkata-kata.

“Apa kamu masih mengingat saat kita berbicara tentang tipe lawan jenis di pantai?"

──Jika kita berbicara tentang tipe, memang aku lebih suka tipe gadis yang rapid an sopan daripada gyaru... tapi kupikir... Shirakawa… Luna-san adalah tipeku.

Sambil merasa sedikit malu, aku mengatakan itu sambil menundukkan kepalaku.

“Aku jatuh cinta pada Luna dengan rambut yang sekarang... jadi warna rambutmu sekarang juga merupakan tipeku.”

 Aku tidak tahu bagaimana ekspresi Luna saat ini, tetapi aku terus melanjutkan.

 “Jika kamu benar-benar ingin mengubah warna rambutmu menjadi warna yang kamu inginkan, dan merasa nyaman dengan itu, maka warna rambutmu yang baru juga akan menjadi tipeku.”

Ceritanya menjadi semakin melenceng, dan aku tidak sabar mencari-cari kata yang tepat.

“Aku tidak bisa mengatakannya dengan baik, tapi jika kamu mengubah warna rambutmu hanya 'demi diriku', itu tidak akan memiliki arti apa-apa. Karena aku... menyukai Luna, apapun penampilanmu... kamu selalu menjadi tipeku, Luna.”

Itulah yang kurasakan setelah melihat kecintaan Tanikita-san pada mode dan penampilan adalah bahwa hal-hal yang terkait dengan mode dan penampilan merupakan pernyataan kebijakan yang sangat penting bagi orang yang peduli dengan mode.

Aku tidak terlalu pandai dalam mode atau penampilan. Aku tidak ingin memaksakan seleraku sebagai “tipe lawan jenis yang menarik” kepada satu-satunya gadis yang spesial bagiku.

Aku tidak ingin memberikan “pengaruh” semacam itu kepadanya.

“...Termasuk warna rambut dan mode... Tolong, aku ingin kamu menjalani hidup seperti yang kamu inginkan, Luna.”

Akhirnya, Luna mengangkat kepalanya dan memandangi tangannya dengan wajah berpikir.

“Pakaian itu juga... menurutku itu memang imut, tapi tidak masalah jika kamu tidak mengenakannya setiap kali kita berkencan.”

Luna menatapku dan aku merasa lega melihat wajahnya yang tampak sedikit tenang. Aku yakin bahwa apa yang aku katakan tidak keliru.

“Aku hanya ingin kamu merasa nyaman dengan penampilanmu setiap hari... Karena itu adalah cara hidup yang khas bagimu, dan aku menyukainya.”

Kemudian, Luna membuka mulutnya seperti hendak membela diri.

“Aku tidak berusaha untuk memaksakan diri, kok. Aku hanya ingin melihat Ryuuto merasa senang, hanya itu saja...”

“Aku tahu, kok.”

Aku tahu bahwa Luna adalah tipe gadis seperti itu.

“Tapi aku ingin tetap bersama Luna dalam waktu yang lama... Karena...”

Aku merasa sedikit malu ketika akan mengatakan hal selanjutnya dan menundukkan kepala.

“Aku yakin bahwa aku akan mencintaimu apapun warna rambutmu, Luna... Bahkan ketika kamu menjadi nenek tua dengan rambut beruban...”

“Ryuuto...”

Ketika aku mengangkat kepalaku, pipinya tampak memerah dan matanya berkaca-kaca.

Ketika menyadari tatapanku, Luna tersenyum cerah seperti biasanya.

“Itu mungkin malah menjadi mode terbaru! Seperti nenekku, aku akan mewarnai rambutku dengan ungu atau pink! Aku jadi semakin tidak sabar!”

Kemudian, Luna mengambil ponselnya dan melakukan panggilan telepon.

"Halo? Ini Shirakawa, aku sudah memesan untuk besok... Oh, selamat siang! Maaf ya, tapi bisakah aku memesan dengan warna rambut biasa saja, tanpa warna hitam? Ya, benar itu. Oke, sampai besok! Terima kasih!”

Setelah menutup telepon dengan orang yang mungkin dari staf salon kecantikan, Luna menatapku dengan wajah yang masih memerah.

“Terima kasih, Ryuuto.”

Dia bergumam sembari menggigit bibirnya dan tiba-tiba tersenyum.

“Bahkan jika kamu menjadi kakek yang botak, aku juga akan tetap mencintaimu.”

Aku ikut tersenyum karena terbawa suasana.

Tawa kami menghangatkan hati dan memberikan rasa bahagia yang mendalam.

“Oh tapi mungkin aku berada di kubu yang takkan botak secara genetik, dan berada dalam kubu rambut yang tipis ….”

“Ahh, mungkin ayahku juga sama. Ayahku juga sedang mengkhawatirkan hal itu akhir-akhir ini.”

“Oh ya? Aku tidak menyadarinya sama sekali.”

“Dulu ia memiliki rambut yang tebal. Sekarang ia menutupi bagian yang tipis dengan gaya rambut two-block.”

Sambil bercerita seperti itu, kami memakan sisa kue dengan perlahan-lahan.

 

◇◇◇◇

 

Setelah selesai makan, kami melipat selimut piknik dan berjalan-jalan di bawah pohon sakura lagi.

“Wahh.. bunga sakuranya beterbangan.”

Angin yang bertiup dari arah sungai membawa kelopak bunga merah muda yang berputar-putar dan melayang-layang ke arah kami.

“Padahal baru saja mekar, tapi dengan angin seperti ini, kelopaknya akan rontok dengan cepat.”

“Betul. Biasanya waktu terbaik untuk melihatnya hanya tiga hari.”

“Jadi hari ini adalah hari ke-3 yang sempurna.”

"Bener banget! Dan ini adalah hari ulang tahun Ryuuto! Kita benar-benar beruntung!”

Sambil tertawa-tawa, Luna tiba-tiba menatap ke tanah.

“Oh!”

Benda yang dia ambil adalah cabang bunga sakura. Pada cabang yang seukuran jari kelingking, terdapat kombinasi bunga yang hampir mekar sepenuhnya dan kuncup yang baru mulai mekar.

“Kenapa ada cabang yang sangat bagus seperti ini?”

Meski Luna menatap ke atas, dia tidak tahu dari pohon mana cabang itu berasal.

“Mungkin patah karena tiupan angin?”

“Kasihan ... padahal masih bisa mekar.”

“Luna, kenapa kamu tidak membawanya pulang saja?”

“Ehh, kamu yakin?”

“Jika itu dahan yang jatuh ke tanah, kurasa itu tidak masalah?”

“Memang sih ... jika tidak, bunganya akan layu.”

Luna menatap cabang dengan serius dan memegang pangkalnya di telapak tangannya.

“Bukannya itu bakalan pas? Untuk satu bunga di dalam vas Oron*min C.”

Ketika aku mengatakan itu dan mulai berjalan lagi, wajah Luna tiba-tiba merah padam. Dia selalu seperti ini ketika berbicara tentang bunga dalam vas.

“Mungkin aku harus membeli satu vas lagi ...”

“Kenapa?”

“Eh, entahlah, aku merasa seperti itu saja ... atau seharusnya memang begitu! Karena bunga yang kamu berikan padaku masih ada!”

“Eh, bukannya itu sudah dua minggu yang lalu? Memangnya masih mekar?”

“Ya, hampir layu sih...”

“Jika bunganya sudah layu, lebih baik dibuang saja. Ketika bunga di atas meja kami hampir layu, serangga mulai berkumpul di sekitarnya.”

Aku berpikir dia menggunakan alasan itu karena dia tidak ingin membuatku merasa buruk setelah membuang bunga sebelumnya (dia mengatakan dia akan membuatnya menjadi bunga kering), tapi aku mengatakan itu karena kupikir itu tidak higienis jika dia benar-benar tetap merawatnya.

“Be-Benar juga, aku akan melakukannya nanti….”

Luna menjawab pelan dan menatap ke arahku.

“Atau lebih tepatnya, apa aku boleh memilikinya?”

“Eh?”

“Karena dahan sakura yang cantik seperti ini jarang ditemukan, ‘kan?”

Luna mengatakan itu sambil menatap lurus ke arahku.

Selama beberapa saat setelah Hari Valentine, hubunganku dengan Luna sedikit rumit karena kami tidak bisa saling menatap atau bergandengan tangan.

Tapi tanpa disadari, kami kembali ke hubungan kami seperti dulu.

Ketika aku meraih tangannya dengan lembut, Luna juga meraih tanganku dengan malu-malu.

“... Maafkan aku karena menggunakan tangan kanan.”

Luna langsung memerah saat aku mengatakan itu.

“Bakaa ...”

Dia menatapku dengan tatapan cemberut seperti cumi rebus.

Ini adalah bagian dari hubungan kami yang sangat berbeda dari sebelumnya.

 

Kami sedikit berubah tapi tetap sama.

Kami sedikit demi sedikit membuat kemajuan.

Itulah yang aku rasakan dari lubuk hatiku.

 

“Jadi, aku boleh menerima dahan bunga sakura ini? Meskipun ini hari ulang tahunmu, Ryuuto?”

Ketika dia bertanya seperti itu, tiba-tiba saja.

Perasaan yang terbangun ketika melihat Luna tersenyum dengan buket bunga pada Hari White Day kembali muncul.

“…Ya, silakan saja.”

Karena aku sudah mendapatkannya setiap hari. Buket bunga yang bernama Luna.

Bunga-bunga dalam buketnya terdiri dari bunga-bunga yang ceria dan cerah seperti bunga matahari, hingga bunga yang lembut dan indah seperti bunga kasumi.

Semakin aku mengenal Luna semakin banyak warna bunga yang muncul dalam buket Luna. Itu membuatku senang dan merasa terhibur.

Musim semi terakhir di sekolah SMA akan berakhir, dan musim panas, gugur, dan dingin akan datang lagi.

Ketika kami melepas seragam SMA kami untuk selamanya...

Pada musim semi berikutnya, Luna akan menjadi wanita dewasa yang memiliki kepribadian yang baru.

Mungkin Luna akan lebih dulu bekerja daripada aku yang melanjutkan pendidikan lebih tinggi. Aku akan mengejar jejak Luna lagi.

Aku merasakan kecemasan, tapi aku juga ingin segera bertemu dengan Luna.

Di saat yang sama, aku sangat menyayangi Luna yang sekarang.

Aku merasa seperti ingin selalu menjadi siswa SMA.

Aku tahu kalau itu hal yang mustahil, tapi satu-satunya hal yang bisa aku katakan adalah...

Semua bunga di dalam diri Luna, baik yang sedang mekar atau masih menjadi kuncup, sangat berharga bagiku.

Aku ingin merangkul semuanya.

Apa pun bunga yang akan mekar di dalam dirinya nanti.

Aku pasti akan melakukan itu.

 

Di tengah badai bunga sakura yang bertiup kencang dari sungai, aku menggenggam tangan Luna dengan erat.


Pada saat itu, aku telah membuat keputusan.

 

 

Sebelumnya  |   |  Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama