Keiken-zumi Jilid 5 Epilog Bahasa Indonesia

Epilog

 

Tiupan angin semakin kencang saat kami berjalan menuju stasiun di sepanjang jalan pohon sakura.

“Ah! Aku hampir melupakannya!”

Luna berseru sambil berhenti. Dia melepaskan genggaman tangannya dari tanganku dan mengambil kantong kertas yang dia pegang bersamaan dengan dahan pohon sakura.

“Ini… hadiah ulang tahun untukmu!”

“Oh ... terima kasih.”

“Aku tadinya ingin memberikannya padamu, tapi aku lupa karena aku menggunakannya sebagai pemberat tikar.”

Sebenarnya, aku juga sedikit penasaran. Seperti yang dikatakan Luna, hembusan anginnya sangat kencang, jadi kami memerlukan beban di keempat sudut dari tikar piknik. Semua barang bawaan kami digunakan untuk itu. Akhirnya, angin semakin kencang dan kami harus segera membongkar semuanya. Itulah sebabnya dia lupa memberinya hadiah itu.

“Coba dibuka dan lihatlah.”

“Ya.”

Kami duduk di batu bata di perbatasan antara trotoar dan lereng tanah tempat bunga sakura tumbuh dan aku membuka kantong besar yang diberikan oleh Luna.

Di dalamnya terdapat tas hitam yang besar.

Tas ransel dewasa dengan desain simpel dan kuat yang terlihat sangat elegan.

“Ini adalah tas untuk les persiapan universitas. Gimana kalau kamu menggantinya dengan tas yang kamu gunakan sekarang?”

Aku terkejut. Aku teringat saat Luna melihat tas ransel bolongku saat kami belajar bersama untuk ujian. Apa dia mengingat hal-hal kecil seperti itu dan memilihkan tas untukku?

“Aku meminta Akari yang suka tas untuk melihatnya juga. Keren iya ‘kan? Aku pikir kamu suka tas ransel jadi aku memilih tas ransel.”

“Luar biasa...”

Aku melihat logo di sudut kanan bawah, dan nama merek tas pria terkenal yang aku kenal tertulis di sana.

“Tapi, bukannya tas ini harganya mahal ...?”

“Tapi aku ingin memberimu sesuatu yang bagus untuk les bimbelmu, Ryuuto.”

Luna tersenyum usai mengatakan itu.

“Menurut Akari, tas yang harganya beberapa ribu yen adalah barang yang digunakan dalam mode dasar dan sekali pakai, jadi jika kamu membawa barang berat setiap hari dan membawanya ke mana-mana, itu akan rusak dengan cepat. Tas ini terbuat dari bahan yang dirakit dan dijahit dengan baik, jadi kamu bisa menggunakannya dari sekarang hingga saat ujian masuk universitas dan bahkan ketika kamu menjadi mahasiswa, kamu bisa membawanya pada hari-hari ketika kamu membawa banyak barang.”

Luna mengatakan itu dengan nada yang tidak biasa baginya, dia sepertinya mengutip kata-kata Tanikita-san.

“...Ini merupakan uang pertama yang aku hasilkan dari pekerjaanku. Aku ingin memberikan hadiah yang bisa digunakan lama olehmu, Ryuuto.”

Ujar Luna sambil tersenyum malu-malu sambil melihat kuku merah muda miliknya.

Wajahnya terlihat lebih dewasa dari biasanya.

“Aku benar-benar….. berterima kasih….”

Hadiah pertama yang diberikan Luna padaku adalah casing ponsel dengan model stiker kelinci untuk memperingati minggu pertama berpacaran. Sejak saat itu, Luna sudah memberiku banyak hal.

Baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat.

Namun, di antara semuanya, yang satu ini sangat spesial.

Hadiah ini adalah sesuatu yang dibeli Luna dengan upah yang dia dapatkan dari waktu dan usahanya sendiri, mungkin menggunakan sebagian besar dari itu. Sebuah hadiah yang dia pilih dengan sungguh-sungguh karena dia yakin akan bermanfaat bagiku.

Hanya memikirkan itu saja sudah membuatku hampir menangis.

“... Apa kamu menyukainya?”

Luna tersenyum senang.

“Kantong kecil ini tuh bagus untuk menyimpan jimat!”

Dia membuka resleting di luar tas. Di dalamnya ada kantong jaring dan gantungan kunci. Ada jimat yang aku kenal di dalamnya.

“Aku sudah memasukkan satu.”

Itu adalah sepasang jimat yang kami beli bersama di Kuil Shushin di Kyoto. Aku menyerahkannya kepada Luna saat kami membelinya dan benar-benar melupakannya.

“Saat aku tidak ada di sisimu, aku ingin jimat itu bisa melindungi Lute sebagai penggantiku.”

Luna tersenyum kecil sambil menatap jimat tersebut.

“Terima kasih ... Aku benar-benar senang.”

Ada banyak perasaan yang ingin aku sampaikan, tetapi hal tersebut tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Jadi, hanya itu saja yang bisa aku katakan dengan segala perasaanku.

Luna melihatku dengan mata sedikit terpejam.

“... Dan kemudian ...”

Dia berbicara dengan sedikit ragu-ragu.

“Ada satu hal lagi ... aku ingin memberikan hadiah lagi, tapi aku tahu itu terlalu berlebihan.”

Pipi Luna seketika langsung memerah saat dia mengatakan itu.

“Aku punya sesuatu yang ingin kuberikan kepada Ryuuto yang berusia 17 tahun. ... Maukah kamu menerimanya?”

“Ehh?”

Saat aku berpikir tentang apa yang dia katakan, aku merasa gugup dengan harapan yang sedikit erotis.

“Ryuuto, kamu masih ingat ketika kamu mulai berpacaran denganku, kamu bilang sesuatu padaku, ‘kan?”

“Eh, ya?”

Karena aku sedikit sibuk memikirkan hal-hal erotis, jadi responku agak lambat.

“Kamu bilang, 'Bukannya rasa suka Shirakawa-san terlalu gampangan?', kamu pernah mengatakan kalau rasa sukaku sama seperti teman biasa, ‘kan?”

“Uh, ya ...”

Aku ingat kalau aku memang pernah mengatakannya. Aku masih mengeluarkan keringat dingin ketika aku memikirkan fakta bahwa gadis paling populer di sekolah setuju untuk berpacaran denganku.

“Ternyata perkataanmu memang benar. Sebelum aku mulai berpacaran denganmu, aku hanya berpura-pura menjadi pacar dari teman laki-lakiku, dan aku baru menyadarinya sekarang.”

Luna menundukkan kepalanya dan menggigit bibirnya.

“Ketika aku memikirkan orang itu, hatiku begitu panas dan berdebar-debar… sehingga membuatku berpikir bahwa tidak ada orang lain yang bisa menggantikannya. Aku tidak tahu perasaan semacam itu pada saat itu.”

“….Ehh….lalu…”

.. kalau sekarang gimana? Apa dia merasa seperti itu tentangku sekarang?

“Aku merasa cemas. Sampai sekarang, aku selalu menyerahkan semuanya kepada pihak lain sejauh ini, terlepas dari pengalamanku, kupikir aku cukup payah ... karena kamu terlalu mengharapkannya, jadi kurasa kamu akan kecewa.”

“.......”

Aku tak bisa berkata apa-apa karena diberitahu hal yang tak pernah kuduga.

Aku tak pernah menyangka kalau Luna mengkhawatirkan hal seperti itu.

“Tapi pada malam itu, saat kita berciuman, aku mengerti. Jika bersama Ryuuto, tubuhku seperti bergerak dengan sendirinya. Aku ingin merasakan kenikmatan dan memberikan kenikmatan kepadamu juga.”

Luna menatapku dengan senyuman penuh kasih sayang.

“Karena aku benar-benar mencintaimu ... Ryuuto.”

“Luna...”

Aku merasa hatiku hangat dan dia tiba-tiba memalingkan pandangan, wajahnya diselimuti kecemasan.

“Mulai sekarang kita akan melakukan yang terbaik bersama-sama ... Jadi, meski aku tidak begitu mahir, tapi jangan sampai kecewa, ya?”

“Eh!? Apa maksudmu dengan itu ...?”

Aku terlalu senang sampai-sampai rasanya jantungku akan meledak.

“Jangan-jangan, Luna, kamu ...”

“Tunggu!”

Luna menyela perkataanku saat aku terlalu bersemangat.

“Biar aku yang mengatakannya.”

Wajahnya terlihat memerah meski penuh tekad.

“Karena Ryuuto sudah mengatakannya padaku. Dan menunggu saat aku menginginkannya. Jadi, aku juga akan mengatakan 'jika aku ingin melakukannya'. Jadi sekarang, aku ... ingin melakukannya. Sekarang, sangat ingin melakukannya.”

Luna mengucapkan kata-kata itu dengan napas terengah-engah, sambil memandangiku dengan penuh perhatian.

“Aku tidak pernah tahu bahwa mengatakan 'aku ingin melakukannya' dari mulutku sendiri adalah hal yang sangat memalukan dan membutuhkan keberanian.”

Dia meletakkan kedua tangannya di dadanya dan mendesah.

“Walaupun ini bukan pengalaman 'pertama'-ku, tapi aku ...”

Setelah bergumam dengan suara gemetar, dia perlahan-lahan menatapku.

“Apa aku bisa menjadi yang 'pertama' untukmu, Ryuuto?”

Tatapan matanya terlihat goyah antara penyesalan dan harapan yang cukup besar untuk menetralkannya.

“Aku ingin menjadi satu denganmu, Ryuuto.”

Kegembiraan merayap dari dasar tubuhku dan menyebar ke sekujur badanku.

Aku ingin memeluknya dengan sepenuh tenaga saat ini juga. Tapi aku tidak bisa melakukan itu, dan itu membuatku gemetar karena rasa tidak puas.

“Hei, Ryuuto. Kita ...”

Mata bulat Luna menatapku dengan malu-malu,

“... ayo lakukan?”

Dia berkata demikian dengan wajah yang menahan rasa malu.

“Aku ingin melakukan s*ks. ... denganmu, Ryuuto.”

Dengan suara yang pelan, Luna tersenyum bahagia sambil menunduk.

“Aku baru merasakan hal itu untuk pertama kalinya dalam hidupku ...”

Angin kencang tiba-tiba bertiup melalui pohon-pohon sakura di sepanjang jalan dan menghamburkan kelopak bunga.

Bukan angin dari arah sungai, tapi angin selatan.

Musim semi akhirnya tiba.

Musim semi perubahan.

Hubungan antara diriku dan Luna juga akan berubah sekarang.

 

Hampir sepuluh bulan telah berlalu sejak hari pertama kami berpacaran dan aku dengan bodohnya menolak ajakannya.

Semenjak saat itu, aku telah menyesalinya dan meronta-ronta di tempat tidurku.

Sungguh lama sekalu ... atau mungkin sebentar ... atau mungkin memang lama, aku sangat sabar dalam menunggunya.

Kupikir aku benar-benar berhasil menahan diri. Aku jadi ingin memberi penghargaan pada diriku sendiri.

Tapi sekarang aku benar-benar merasa senang karena telah bertahan hingga saat ini. Itulah yang kupikirkan dari lubuk hatiku.

Aku benar-benar menyukai Luna, aku sangat mencintainya.

Dia terlalu cantik dan imut untuk diriku, tapi dia masih sangat menginginkan diriku, baik secara fisik dan emosional.

Aku merasa sangat beruntung dan bahagia hingga otakku menjadi sedikit mati rasa dan menjadi bodoh.

 

“Luna...”

 

Ayah, Ibu.

Terima kasih banyak sudah melahirkanku di dunia ini dan membesarkanku hingga hari ini.

Aku Kashima Ryuuto, 17 tahun.

Lain kali aku bertemu lagi dengan kalian, aku yakin kalau aku sudah menaiki tangga kedewasaan.

 

 

Sebelumnya  |    |  Selanjutnya

 

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama