Roshidere Jilid 6 Epilog Bahasa Indonesia

Epilog — Hanya Pada Momen Ini…

 

“Setelah melalui penghitungan, penghargaan untuk penampilan terbaik diberikan kepada penampilan pentas drama dari klub kendo wanita.”

“Ooohhhh~”

“Yah, kurasa itu sudah bisa ditebak.”

“Pentas pedang mereka sangat dahsyat, sih...”

“Penampilan Sumire-senpai juga sangat keren…”

“Dan penghargaan khusus diberikan kepada proyek gabungan antara Kelas 1-D dan Kelas 1-F, Kafe Maid.”

“... Wahhh~”

“Seriusan, apa-apaan dengan kemenangan yang telak ini ... Meskipun ini adalah upaya bersama dari dua kelas, namun hasilnya sangat berbeda jauh dengan kelas lainnya.”

“Ah, apa ketua tidak sempat mampir ke sana?”

“Aku tidak tahu harus berkata apa tentang itu...”

“Rasa-rasanya aku bahkan melihat sekilas mengenai kengerian dari bisnis idola ...”

Festival sekolah akhirnya telah berakhir, dan sementara setiap kelas dan klub sibuk membersihkan dan beres-beres, panitia penyelenggara festival sekolah mengadakan pertemuan terakhir. Alisa juga telah menyelesaikan tugasnya sebagai bendahara dan menghadiri pertemuan, tapi.... sejujurnya, dia hanya setengah mendengarkan.

(Hah...kenapa aku malah melakukan itu...)

Alisa sekali lagi mengingat apa yang dirinya lakukan kepada Masachika setelah selesai pertandingan piano. Dia melakukan sesuatu yang tidak terlalu dia pahami sambil digerakkan oleh emosi yang tidak begitu dia mengerti. Sekarang setelah dirinya sudah merasa sedikit tenang karena bekerja dalam kepanitiaan, Alisa mau tak mau hanya bisa menyesalinya.

(Sungguh, apa sih yang sudah aku lakukan... memeluknya dengan seluruh tenagaku, menggigitnya, dan bahkan mencium lehernya... Ah, aku benar-benar tidak mengerti lagi apa yang sudah kulakukan)

Pada saat itu, Alisa hanya ingin Masachika hanya melihat dirinya saja, dia ingin hanya dia saja yang boleh melihat sisi lain Masachika, dan dia membenci Masachika karena terus bersikap tenang dan melakukan apapun sesukanya... tanpa disadari, dia sudah melakukan hal itu.

(Ahh... Apa jangan-jangan aku ini sebenarnya orang yang sangat posesif...)

Alisa tidak berniat untuk menyangkal bahwa Masachika adalah orang yang spesial baginya.

Selain masa kecilnya, ia adalah teman pertama Alisa, rekannya dalam kampanye pemilihan dan sang penyihir yang menunjukkan banyak dunia kepadanya. Alisa memikirkan Masachika secara istimewa lebih dari Masachika pikirkan tentang dirinya.

(Mungkin, itulah sebabnya, kali ya?)

Alisa penasaran, apa Masachika juga mencari “keistimewaan” yang sama dengannya. Apakah itu sifat sebenarnya dari keposesifannya..… Pada akhirnya, semua perasaan ini adalah hal yang baru baginya dan Alisa tidak bisa memahaminya.

(Aku benar-benar seorang pemula dalam hubungan interpersonal...)

Dirinya mendapatkan lebih banyak teman melalui aktivitas band, dan sadar bahwa kemampuan berkomunikasinya sedikit meningkat, tapi itulah sebabnya Alisa memahami bahwa jalannya masih sangat panjang. Dia masih belum pandai menunjukkan senyum ramah, dia masih tidak tahu harus berkata apa, dan sama sekali tidak tahu bagaimana mengukur jarak...

(Yup ... tapi yang itu sih sudah keterlaluan)

Tidak peduli bagaimana Alisa beralasan, tiba-tiba menggigitnya merupakan perbuatan yang tak masuk akal. Lagipula, dia sama sekali bukan anjing. Itu adalah tindakan keterlaluan yang tidak bisa dibela hanya dengan kata-kata seperti tidak terbiasa atau kikuk.

(Ahh, seriusan, kenapa sih aku malah melakukan itu...tapi Yuki-san pernah melakukan hal yang sama padanya, ‘kan? Ada bekas giginya pula.....atau lebih tepatnya, justru karena aku pernah melihat hal itu, aku jadi merasakan semacam dorongan untuk melakukan hal yang sama...)

Alisa melirik ke arah Yuki yang sedang menonton jalannya rapat dengan wajah datar, lalu melirik ke arah Masachika yang ada di sebelahnya. Dan ketika melihat tapal yang telah dioleskan untuk menutupi bekas giginya, Alisa merasa sangat menyesali atas apa yang sudah dia lakukan.

(Ahh mouu ini memang yang terburuk... Aku harus meminta maaf kepadanya nanti... tapi bagaimana caraku meminta maaf...)

Bagaimana mungkin Alisa bisa menjelaskan dan meminta maaf ketika dirinya saja benar-benar tidak tahu mengapa dia menggigit Masachika. Kalau sudah mentok begini, mengapa tidak langsung saja meminta Masachika untuk menggigitnya dengan cara yang sama, dengan prinsip 'mata dibalas mata dan gigi dibalas gigi'?…… Tidak, cara yang begitu juga sama-sama tidak masuk akal.

(Ugh... rasanya aku ingin menghilang saja. Seseorang tolong bantu aku...)

Ketika Alisa akhirnya merengek dalam hati saat menghadapi masalah yang terlalu sulit, ketua panitia penyelenggara tiba-tiba berdiri.

“Baiklah! Yah, meskipun ada berbagai masalah hari ini, tapi berkat kerja sama semua orang, tidak ada orang yang terluka, dan tidak ada khotbah dari para petinggi Raikokai! Kita entah bagaimana berhasil melewatinya! Terima kasih banyak, semuanya!”

Setelah mengatakan itu dan menundukkan kepalanya bersama wakil ketua, si Ketua panitia menyeringai lebar.

“Terima kasih semuanya untuk satu bulan yang luar biasa! Sekarang kalian bisa menikmati pesta setelah festival sepuasnya! Oh, dan bagi yang masih memiliki pekerjaan, jangan terlalu memaksakan diri kalian, ya?”

Setelah sedikit tertawa kecil, si ketua merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.

“Kalau begitu, mari kita akhiri dengan satu sorakan kemenangan! Semuanya, tolong ulurkan tangan kalian!”

Mendengar aba-aba tersebut, semua orang segera berdiri. Ketika Alisa mengulurkan kedua tangannya dengan cara yang sama, ketua mengambil alih aba-aba.

“Yooo~ohh”

Prokk!

Suara tepuk tangan bergema berulang kali, dan panitia penyelenggara Festival Shureisai ke-66 akhirnya dibubarkan.

 

◇◇◇◇

 

“Alya.”

Ketika dia hendak meninggalkan ruang konferensi utama, dia dihentikan dari belakang dan Alisa menyentakkan bahunya. Dia kemudian menoleh sedikit ke belakang dan menjawab dengan singkat kepada Masachika yang memanggilnya.

“Apa?”

“Ah enggak~ apa kamu punya waktu setelah ini? Ada tempat yang aku ingin kamu menemaniku…”

Alisa merasa ragu dengan tawaran Masachika. Sejujurnya, dia sama sekali tidak punya rencana lain. Dia bahkan berpikir untuk membantu jika ada kegiatan beres-beres yang tersisa untuk kelasnya. Sekarang setelah pekerjaan panitianya sudah selesai, tidak ada lagi yang harus dia dilakukan. Namun, setelah memikirkan apa dia harus memberitahunya secara jujur….. Alisa menyadari bahwa tidak ada gunanya melakukan itu.

Mereka berdua bekerja bersama. Masachika pasti sudah tahu kalau Alisa tidak punya rencana lain setelah ini. Lebih baik meminta maaf di sini dan menyelesaikan masalah dengan anggun daripada mengatakan kebohongan yang buruk dan berlarut-larut dalam depresi. Setelah memutuskan hal itu, Alisa hanya mengangguk kecil sambil mengangkat bahunya.

“Yah, aku tidak keberatan, kok.”

“Syukurlah. Kalau begitu, maukah kamu ikut denganku?”

Dia meninggalkan ruang konferensi utama, mengikuti Masachika di depannya. Berjalan menyusuri koridor yang diterangi cahaya senja, Alisa menatap punggung Masachika dan bertanya-tanya bagaimana cara membahas topik tersebut.

(Apa aku tinggal mengatakan [Maafkan aku karena sudah menggigitmu?]. Tapi bagaimana aku bisa menjelaskan perilaku itu...)

Alisa memutar otak untuk mencari-cari alasan, meskipun alasannya berbelit-belit.

Hal pertama yang terlintas di dalam pikirannya adalah Masachika telah melakukan debat atas kemauannya sendiri. Namun, usai perdebatan, Masachika menjelaskan alasan dibalik tindakannya tersebut. Ketika Alisa mendengar kalau cerita tersebut hanya diberitahu kepada sesama anggota OSIS, ketua panitia, dan wakil ketua panitia penyelenggara, dia tidak ingin mengungkitnya lagi. …… Tidak, sebelum itu masih ada masalah lain yang masih menjadi misteri.

(Kemarahanku sendiri tidak masuk akal, bukan...)

Tidak ada alasan atau semacamnya. Alisa bertindak seperti itu karena rasa posesifnya sendiri.

(Ya ampun, aku sungguh bodoh sekali)

Tidak peduli seberapa dekatnya tubuh mereka, bukannya berarti hati mereka juga akan semakin dekat. Bahkan jika dirinya menggunakan alasan kewanitaan untuk menggambarkan ekspresi alaminya, dia tidak dapat mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya. Sejak mereka berdua bertemu sampai sekarang, tidak ada yang berubah. Bagi Alisa, Masachika adalah keberadaan yang sangat dekat sekaligus jauh tidak peduli berapa lama waktu berlalu.

(Suatu hari nanti... Masachika-kun mungkin akan pergi meninggalkan sisiku.)

Masachika bisa melakukan apa saja sendiri dan bisa pergi kemana saja. Suatu hari nanti, ketika saatnya tiba, Masachika mungkin akan mengikuti kata hatinya dan pergi ke tempat lain. Dan kemudian…. Alisa yang tidak bisa terbang bebas, pasti tidak bisa mengikutinya.

(Ah, aku benci ini... aku merasa ingin menangis)

Tiba-tiba dadanya bergetar dan Alisa berkedip-kedip seakan hendak menahan sesuatu yang keluar dari sudut matanya. Dan kemudian Masachika berhenti.

“Tempat ini...?”

Alisa memiringkan kepalanya seraya memastikan di mana dia berada, Masachika lalu membukakan pintu untuknya.

“Masuklah”

Dan ketika Alisa masuk ke dalam ruangan klub kerajinan tangan seperti yang diminta, seorang gadis yang sudah tidak asing lagi sedang menunggu di sana.

“Oh, akhirnya kamu datang juga ya, Kuze-shi.”

“Maaf sudah memaksamu menerima permintaanku, Slit-paisen.”

“Bener banget, deh. Hutang budi ini bayarannya sangat besar, loh~?”

“Jika aku menjadi wakil ketua OSIS, aku akan membayarnya kembali sampai dua kali lipat.”

“Nahahahaha! Aku akan sangat menantikannya jika kalian berdua yang terpilih~”

Ketika melihat dua orang yang bertukar kata-kata ramah dengan ekspresi yang sedikit rumit, perhatian gadis tersebut tiba-tiba tertuju kepada Alisa.

“Jadi begitulah, gimana kalau kita mulai sekarang saja, Kujou-san?”

“Eh, ap-apanya?”

“Sudah~ sudah~ pokoknya, ayo kemari.”

“E-Ehh?”

Dia menatap Masachika dengan bingung, tetapi Masachika hanya mengisyaratkan kepadanya dengan lirikan mata. Alisa kemudian dibawa ke ruang penyimpanan di ruangan sebelah tempat dia melakukan sesi pemotretan kemarin.

“Ummm...?”

“Hoi, silakan berganti pakaian dengan baju itu.”

“Eh?”

Gadis itu lalu menunjuk ke sebuah gaun putih bersih yang dipajang pada sebuah manekin di ruang jendela yang diizinkan untuk digunakannya kemarin.

“Kalau gitu~ ayo ganti bajunya dengan cepat, oke~? Seharusnya ukurannya sudah pas, tapi jika tidak, aku akan segera menyesuaikannya. Ah, pakai sepatunya yang ini, ya~”

“Eh, enggak, ummm, apa-apaan ini ...”

“Ayo~ cepat pakai~”

Gadis itu jelas-jelas mengabaikan keraguannya, dan Alisa pun berganti pakaian tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi.

“Sippp! Ukurannya pas banget! Seperti yang diharapkan dariku. Kuze-shi~ sebelah sini sudah selesai, loh~”

Dan kemudian, setelah merasa kagum dengan hasil kerjanya sendiri, gadis itu segera pergi.

“... apa yang harus aku lakukan di sini?”

Ditinggal sendirian di dalam ruang penyimpanan, Alisa mengguncang dirinya dengan tidak nyaman. Namun, Masachika segera memanggil namanya dan Alisa memeriksa pakaiannya sejenak sebelum meninggalkan ruang penyimpanan.

“Ohh~ ... pakaian itu sangat cocok untukmu. Kamu terlihat sangat cantik sekali.”

Dan kemudian, Alisa dibuat kagum dengan pakaian Masachika yang menertawakannya. Seragam ksatria berwarna putih dan biru itu tampak mempesona bahkan dalam cahaya yang redup. Masachika yang menyisir dan mengatur sedikit rambutnya, tersenyum masam melihat reaksi Alisa yang berdiri di sana dalam diam.

“Oi hentikan, jangan mendadak diam napa!?”

“Ahh, enggak…..”

“Tidak, mending jangan bilang apa-apa. Lebih baik kalau tidak berkomentar apa-apa! Aku sadar betul dengan pakaianku sendiri!”

Alisa hampir saja mencoba mengatakan “keren”, tapi Masachika menghentikannya dan menelan kembali kata-katanya. Sebagai gantinya, dia mengajukan pertanyaan yang selama ini dia pendam.

“Sebenarnya, apa-apaan ini...?”

“Ahh, ini sebenarnya...”

Masachika kemudian dengan canggung meletakkan tangannya di lehernya.

“Aku sudah berjanji padamu kemarin, kan...? Yah sebenarnya, sudah lama sebelum itu juga sih. Kita akan pergi ke festival sekolah bersama-sama.”

“Ah...”

“Aku benar-benar minta maaf. Pada akhirnya, kita malah kehabisan waktu, dan yang terpenting, aku bahkan tidak bisa menonton pertunjukan konsermu…. Tidak mengherankan jika kamu marah.”

Sambil berkata demikian, Masachika menunjukkan tapal di lehernya dengan jarinya. Alisa merasakan kepedulian Masachika terhadapnya, dan hatinya tersentuh oleh tindakannya tersebut.

Setelah memahami penyesalan dan penderitaan Alisa, Masachika seolah-olah mengatakan kalau dia tidak perlu meminta maaf. Dirinya juga tidak akan bertanya mengapa Alisa melakukan tindakan itu.

(Ahh……)

Kebaikan yang ditunjukkannya membuat Alisa merasa ingin menangis lagi. Etah ia menyadarinya atau tidak, Masachika dengan cepat mengalihkan pandangannya dan berkata sambil melihat ke bawah secara diagonal.

“Jadi, yah, itu sebabnya... meski ujung-ujungnya kita cuma bisa menghadiri pesta perayaan selesai festival , tapi seperti yang kamu minta, kupikir aku akan membuat ajakan yang pantas dengan caraku sendiri.”

Kemudian, setelah berdeham ringan, Masachika berlutut di tempat. Dan setelah berkedip sebentar, senyuman tipis muncul di wajahnya.

“Hanya untuk saat ini, izinkan aku memperlakukanmu seperti seorang putri, oke?”

Setelah mengatakan hal itu sambil bercanda, Masachika dengan lembut mengulurkan tangannya ke arah Alisa.

“Putri, apakah kamu bersedia memberiku kehormatan untuk menjadi pasanganmu?”

Itu adalah ajakan untuk berdansa dalam pesta perayaan. Pada ajakan yang begitu romantis dan nyaris seperti orang yang sedang menggombal membuat jantung Alisa berdegup kencang dan dia pun tertawa kecil.

“Duhhh, apa-apaan itu... bukannya kamu cuma meniru akting Kiryuuin-senpai saja.”

“Apaan sih, padahal aku sudah berusaha sejantan mungkin!?”

“Jadi niatmu yang sebenarnya?”

“Mana mungkin aku bisa melakukan ini dengan wajah tenang dan serius begini?!”

“Pfft, ahahaha.”

Seraya mendengar kejujuran Masachika, Alisa merasakan kegembiraan yang menyebar di dalam hatinya.

Meskipun ia masih bercanda seperti biasanya, Masachika yang sekarang hanya melihat ke arah Alisa. Dari lubuk hatinya, ia benar-benar menginginkan Alisa.

(Hanya untuk saat ini... Masachika-kun benar-benar menjadi pasanganku.)

Anehnya, saat ini mereka berdua memiliki pemikiran yang sama. ‘Hanya pada momen ini, itulah yang mereka pikirkan.

Tanpa menyadari perasaan masing-masing, Alisa meletakkan tangannya di atas tangan Masachika dengan gerakan teatrikal untuk menyamai gerakan Masachika.

“Tentu, dengan senang hati.”

Lalu dia tersenyum dengan nakal seraya berkata,

Pada saat itu, terdengar bunyi jepretan kamera ponsel yang samar-samar. Masachika lalu menoleh ke arah suara itu, dan mengomel sambil memberi tatapan tajam.

“Oi, Slit-pai. Jangan seenaknya mengambil foto tanpa izin.”

“Jangan ngedumel begitu. Ini bisa menjadi kenangan yang bagus, kan? Lihat nih.”

Layar smartphone yang diarahkan kepadanya saat dia mengatakan itu menunjukkan dua orang yang berpegangan tangan dengan senyuman di wajah mereka. Alisa mengangkat bahunya karena merasa malu. Ketika Alisa melirik ke arahnya, Masachika juga kebetulan sedang melihat ke arahnya. Mereka berdua saling memandang dan kemudian berpaling pada saat yang bersamaan. Kemudian, terdengar suara kagum memasuki telinga mereka berdua.

“Seriusan deh, kalian berdua pasangan yang serasi banget. Pantas saja kalian saling bertukar percakapan yang begitu manis ketika di atas panggung tadi.”

“…Ehh?”

Saat Alisa berbalik dengan alis mengernyit mendengar kata-kata yang didengarnya, siswi itu mengedipkan matanya dengan kaget.

“Lah? Jangan-jangan orangnya sendiri tidak menyadarinya, ya? Padahal itu sedang menjadi topik hangat sekarang, loh. Entah bagaimana, katanya Kujou-san mengatakan sesuatu seperti 'Aku mempercayaimu' kepada Kuze-shi di atas panggung halaman sekolah.”

“... Hah? Ke, napa—”

Ketika dia mengeluarkan suara tercengang, pemandangan kejadian pada waktu itu kembali terlintas dalam benak Alisa.

Ketika Masachika memberitahunya, “Percayalah padaku dan tunggu aku,” Alisa mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya dan menjawab, “Aku percaya padamu.”

…Menggenggam kedua tangannya, di depan dadanya.

Di tangannya, ada sebuah mikrofon.

Dan mikrofon itu, sudah dinyalakan.

“Ah, ah, ah, ahh ...”

Alisa merasa ngeri dengan firasat yang menakutkan itu dan mengeluarkan suara gemetar dengan ekspresi kaget di wajahnya. Siswi tersebut lalu mengacungkan jempol kepada Alisa sambil tersenyum manis.

“Seperti yang sudah kubilang sebelumnya, pembicaraan itu sudah menjadi trending topik sekarang. Jika kalian berdua pergi ke halaman sekolah bersama dengan pakaian itu, kalian berdua pasti akan menjadi bintang utama di pesta perayaan!”

Rasa malu Alisa menembus hingga batasnya karena serangan mental bertubi-tubi yang tidak disadari itu, kemudian…

“Ti-Tidaaaaaaakkkkkkkkkkkkkk~~~~!!!”

Jeritan Alisa bergema memenuhi sepenjuru ruang klub kerajinan tangan saat senja.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama