Roshidere Jilid 6 Chapter 10 Bahasa Indonesia

Bab 10 — Berterima Kasih dan Berpisah Dengan Gadis Itu

 

Pertunjukan konser mereka berakhir dengan sukses besar.

Para penonton bertepuk tangan dan bersorak-sorai bagaikan guntur yang menggelegar, bahkan ada yang bercanda untuk meminta encore. Alisa terjebak dalam sensasi aneh saat menerima berbagai pujian sebagai perwakilan mereka berlima.

Sepanjang hidupnya, apa dirinya pernah melihat orang lain tersenyum seperti ini? Apakah dirinya pernah dibutuhkan oleh begitu banyak orang?

(Ahh, jadi ini...)

Jadi ini adalah perasaan sebenarnya dari “dihargai”.

Sepanjang hidupnya, Alisa terus melakukan upaya yang tidak pernah dipuji oleh siapa pun. Alisa berpikir kalau cuma dirinya sendiri yang harus mengakui usahanya. Akan tetapi...

(Jika aku memiliki keberanian untuk melangkah maju...ada banyak orang yang akan menerima saya.)

Tiba-tiba, Alisa merasakan sesuatu yang panas mengalir dari dalam dadanya lagi. Alisa berusaha keras untuk menahan air matanya dan menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Kemudian, saat tepuk tangan para penonton semakin riuh, Alisa melakukan kontak mata dengan keempat anggota band lainnya dan meninggalkan panggung.

“Uwooooooaaahhhhhhh! Aku merasa seneng banget!”

Begitu turun dari atas panggung, tubuh Takeshi bergetar seakan-akan ia sudah tidak tahan lagi, dan senyuman puas muncul di wajahnya. Selain itu, hanya untuk saat ini, keempat orang lainnya mengangguk dengan sedikit lebih bersemangat.

“Ya, ya! Tadi itu sangat bagus sekali! Aku bukannya menyanjung dir atau gimana, tapi taadi itu merupakan penampilan terbaik yang pernah kurasakan!”

“Betul... aku juga berpikiran sama.”

“Lalah? Sayacchi, kamu sedikit menangis, ya?”

“Ituu! Itu sama sekali enggak benar.”

“Ehhhh~ masa~?”

"Moooouu! Nono-chan ngotot banget, ih! Ah──”

Sayaka terlihat sedikit malu saat dia secara tidak sengaja memanggil sahabatnya dengan panggilan yang kekanak-kanakan. Melihat pemandangan itu,  senyuman Alisa semakin mengembang, dan dia menundukkan kepalanya sekali lagi.

“Teman-teman, terima kasih banyak.”

Karena telah mengakuiku sebagai seorang pemimpin. Karena telah menunjukkan  pemandangan yang begitu indah kepadaku.

Teman-temannya menerima kata-kata terima kasih Alisa yang mengandung banyak arti, dengan senyuman.

“Seharusnya aku yang bilang begitu! Menurutku alasan kenapa konser kita bisa begitu meriah ialah karena suara nyanyian Alya-san lah yang membuat penampilan kita menjadi begitu menarik! Oh, dan tentu saja permainan bass Sayaka dan keyboard Nonoa juga sangat bagus, kok!”

“Entah kenapa aku merasa jengkel tentang caramu mengatakannya yang kayak seperti karakter tambahan saja, tapi... yah, memang benar. Kita semua bekerja sama untuk menyukseskan konser ini. Jadi, kamu tidak perlu berterima kasih segala.”

“Tidak, aku seriusan tidak bermaksud begitu——” 

“Ya, baiklah, kesampingkan Takeshi, aku juga merasa bersenang-senang, kok. Makasih banyak ya, Alissa.”

“Aku juga ingin berterima kasih, Alya-san. Karena Alya-san mau mengambil alih posisi vokalis dan memimpin kami semua sebagai seorang pemimpin, dan aku sangat menghargainya!”

“... Dengan aliran pembicaran ini, aku tidak punya kesempatan untuk mengatakan bahwa aku tidak butuh rasa terima kasih?”

“Tidak, jika kamu mengatakan itu, aku bahkan bukan dalam posisi untuk melakukannya...Ah, Kanauuuu~! Apa kamu berhasil melihat aksi heroik Nii-chan~?”

Begitu ia meninggalkan panggung dan melihat adik laki-lakinya di tengah keramaian, Takeshi segera berlari ke arahnya. Ketika mereka merasa setengah geli dan setengah tercengang saat melihat kepergian Takeshi, para penonton mulai memperhatikan Alisa dan yang lainnya, dan mendekati mereka dengan penuh antusias.

“Kujou-san! Penampilanmu tadi sangat keren sekali!”

“Nonoa-sama! Pertunjukan konser tadi bagus banget!”

“Kiyomiya-kun! Nengok ke sini dong~!”

Kerumunan orang bergegas mendekat ditemani dengan teriakan hiruk pikuk. Hikaru segera melangkah maju untuk melindungi para anggota wanita, namun tatapan panas para penonton perempuan juga terfokus pada Hikaru, yang menyebabkan wajahnya berkedut.

“Uwaaaa, banyak banget ya~…. Apa boleh buat deh, Alissa. Mari kita mendepak mereka dengan fans-serv yang meriah~”

“Fan-serv? Eh, mendepak?”

Alisa mengedipkan matanya pada singkatan asing dan kata-kata berbahaya. Kemudian, Nonoa berkata,

“Lihat, begini caranya.”

Sambil berbicara dengan acuh tak acuh, Nonoa tiba-tiba tersenyum ceria layaknya seorang idola dan mengedipkan matanya yang berbinar-binar.

“Semuanya~ makasih banyak, ya~ Tapi maaf banget nih, ya? Jika kita terus seperti ini, suasananya bakal menjadi ribut lagi, jadi bisakah kalian membuka jalan untuk kita?”

Permintaan yang dimasukkan segera setelah disadarkan dengan pemberian fans-service yang sempurna. Dalam sekejap, para penonton yang terlatih mulai menyuruh penonton di belakang mereka untuk membubarkan kerumunan.

“Yah, kurang lebih begitu caranya?”

“Eh, hmm~? Umm, maaf, itu sih mustahil...”

Dalam banyak artian, Alisa hanya tertawa canggung, karena tidak merasa bisa melakukan hal yang sama.

“Meski begitu, aku penasaran Masachika lagi ada di mana sih... Apa ia masih sibuk dengan tugas kepanitiannnya?”

Dan kemudian, Alisa mulai melihat sekelilingnya pada kata-kata yang tiba-tiba dilontarkan Hikaru.

Benar sekali, Alisa ingin berbagi keseruan dan emosi yang ada di hatinya tersebut bersama dengannya. Dunia yang dirinya bawakan untuk Alisa. Teman-teman yang ia kenalkan padanya. Panggung yang sudah ia persiapkan untuknya. Alisa ingin memberitahunya sekarang juga tentang perasaan yang dia rasakan saat ini.

(Masachika-kun...!)

Dengan perasaan cemas, pandangan Alisa mengembara ke sekelilingnya, dan.... tanpa diduga, suara obrolan seseorang terdengar di telinganya.

“Eh, Seriusan!? Debat!?”

Alisa secara refleks menoleh ke arah sumber suara yang menarik perhatiannya. Lalu ada seorang siswa laki-laki berbicara dengan gadis di sebelahnya sambil membawa smartphone di satu tangan dan tampak bersemangat.

“Hei! Kelihatannya mereka sedang berdebat di auditorium! Apalagi itu ternyata pertandingan pertunjukan piano!”

“Eh, memangnya siapa yang berdebat?”

“Kiryuuin melawan Kuze! Pertunjukannya sudah dimulai!”

Topik pembicaraan yang dia dengar adalah nama laki-laki yang sedang dicarinya. Pada saat yang sama, Alisa tertegun oleh informasi yang datang mengalir deras seperti badai angina yang kencang.

(Masachika-kun...? Debat? Pertandingan piano... kenapa? Apa maksudnya itu?)

Tatapannya mengembara seolah-olah mencari jawaban dari seseorang... dan tiba-tiba, dia menyadari kalau Hikaru sedang tertegun seraya menatap satu titik di depannya.

“... Hikaru-kun? Apa yang terjadi—”

Alisa mengikuti tatapannya dan melihat tiga orang, pria dan wanita, berdiri di depannya dengan ekspresi yang rumit di wajah mereka, dan Alisa pun mempunyai firasat. Bahwa mereka adalah anggota band asli Hikaru dan Takeshi.

“Hikaru-ku──”

“Pergilah, Alissa.”

“Ehh?”

Dirinya lalu berbalik ketika mendengar suara dari belakangnya, Nonoa lalu menatapnya dengan mata setengah terpejam.

“Kamu pasti mengkhawatirkan tentang Kuzecchi, bukan? Kamu tidak perlu memikirkan masalah yang ini, jadi pergilah.”

“Ya, jalannya... Kurasawa-senpai! Bisakah kamu membantuku?”

Menanggapi panggilan Sayaka, Kurasawa Hiiragi, seorang gadis berkacamata yang merupakan anggota komite kedisiplinan sambil berpakaian seperti pria, tiba-tiba muncul. Kemudian, dia berkata sambil mendorong kacamatanya.

“Mengawal Kujou Alisa-san, ya? Baiklah.”

“Terima kasih banyak.”

“Kalau gitu~ mari kita terobos~”

Menindaklanjuti suaranya yang tanpa ketegangan, permintaan Nonoa dengan layanan fans-service dan perintah permintaan meledak lagi. Alisa berlari mengejar Hiiragi menyusuri jalan sempit yang tercipta saat kerumunan orang terbelah seperti lautan yang dibelah oleh Nabi Musa.

(Masachika-kun...kenapa?)

Pertanyaan demi pertanyaan terus bermunculan di kepalanya. Pada saat yang sama, kecemasan dan ketidaksabaran yang tak terlukiskan muncul, dan dia tidak bisa menjernihkan pikirannya. Seolah-olah Masachika akan pergi ke tempat yang jauh.... Alisa terus berlari untuk menghilangkan perasaan yang tidak menyenangkan itu. Dia meyakini kalau rasa frustrasi ini hanyalah perasaan sementara, dan jika dia bertemu dengannya, semua ketakutannya akan sirna. Sambil mempercayai hal itu, Alisa pun berlari.

Alisa yang telah mencapai auditorium dengan lancar berkat bimbingan Hiiragi, menarik napas di depan pintu dan kemudian membungkuk pada Hiiragi.

“Terima kasih banyak, Kurasawa-senpai.”

“Aku tidak keberatan sama sekali. Kalau begitu aku akan kembali ke panggung dulu.”

“Ya, sekali lagi, aku ucapkan terima kasih.”

Setelah berpisah dengan Hiiragi, Alisa berbalik menghadap pintu auditorium lagi.

“... Oke, baiklah.”

Kemudian, dengan sedikit usaha, dia mulai membuka pintu ganda yang besar dan melangkah masuk.

Begitu melangkah masuk, dirinya langsung disambut oleh ... keheningan. Suara piano menggema dalam kesunyian. Hanya itu saja.

(Ini……)

Nada jernih bagaikan cahaya rembulan yang menyinari permukaan danau. Sepenjuru ruangan begitu tenang, di mana suara sekecil apa pun tidak akan terdengar.

Seraya berjalan perlahan-lahan... Alisa melihat sosok anak laki-laki yang menciptakan suasana tersebut di dalam ruangan ini

(Masachika, kun...)

Sosok yang ada di sana adalah laki-laki yang Alisa cari, sekaligus juga bukan dirinya. Orang yang ada di sana adalah Masachika yang sama sekali tidak dikenal Alisa.

Masachika yang dikenal Alisa tidak pernah mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya seperti ini. Ia selalu bercanda dan menyembunyikan perasaan yang sebenarnya dengan lawakan dan candaannya. Ia tidak pernah melakukan hal seperti ini, menuangkan semua perasaan yang sebenarnya melalui penampilannya.

(Hentikan……)

Bahkan Alisa pun paham. Lagu ini adalah lagu cinta yang didedikasikan hanya untuk satu orang.

Dari suara yang bergema, jar--jemari yang menari, dan permainan seluruh tubuhnya, semua tersebut seakan-akan ingin menyampaikan kerinduan dan kesedihan yang terpendam.

Alisa menjadi sangat cemburu pada seseorang yang mendapatkan perhatian semacam itu darinya.

(Hentikann! Aku tidak mau mendengarnya lagi!! Tolong hentikan)

Suara seperti rengekan anak kecil yang manja meledak di dalam dadanya. Dia ingin menutup telinga dan mata semua orang yang ada di sini sekarang juga. Alisa ingin menyembunyikan kebenaran yang ia tunjukkan dari semua orang.

Alisa tidak ingin ia menunjukkan sosok seperti itu kepada orang lain.

(Padahal akulah yang menjadi partner-nya... Akulah yang paling dekat dengannya. Seharusnya akulah yang paling mengenal Masachika-kun!)

Emosi yang tak terkendali meluap dan terus berkecamuk tanpa henti. Tidak yakin dengan dirinya sendiri, Alisa merasa ingin menangis, menjerit, dan menggenggam kedua tangannya.

Sosok yang jauh. Masachika adalah sosok terjauh yang pernah dia kenal. Dirinya berpikir kalau dia bisa berdiri sampingnya. Alisa berpikir jika dirinya menjadi sedikit lebih dekat dengan perasaannya yang sebenarnya. Tapi lagi-lagi... ia terbang jauh sendirian.

Penyihirku...

Gumaman kecil Alisa tenggelam oleh alunan suara piano.

 

◇◇◇◇

 

Aku selalu tidak tahu apa yang dimaksud dengan rasa pencapaian.

Aku merasa senang ketika kakekku mengenaliku, aku merasa senang saat ibuku memujiku, dan aku merasa senang ketika adik perempuanku gembira. Aku bisa memahami itu. Tapi aku tidak tahu apa itu rasa pencapaian. Mungkin itulah yang menjadi penyebabnya.

Di suatu tempat di dalam hatiku, aku selalu merasakan kekosongan. Dan setelah meninggalkan keluarga Suou, hanya kekosongan tersebut yang masih tersisa di dalam diriku.

Keseharianku dihabiskan dengan kehampaan di rumah kakek-nenek dari pihak ayah yang bebas dan membosankan. Pada suatu hari, aku dengan santai menonton anime untuk anak-anak di TV dan menyadari penyebab kekosongan ini.

Aku mempunyai mimpi! Tidak peduli seberapa besar tembok yang menghalangi, aku tidak akan pernah menyerah!

Di dalam acara TV tersebut, tokoh utama yang tidak mempunyai bakat apa-apa, berusaha mati-matian untuk menggapai impiannya.

Orang-orang yang awalnya menertawakan kenaifannya, pada akhirnya tertarik pada kesungguhannya dan mulai mendukungnya. Ia berjuang menghadapi tantangan yang menghadangnya, dan meskipun sesekali mengalami kemunduran, ia berhasil meraih kesuksesan melalui semangat yang kuat dan upayanya yang tak pernah padam.

Ia benar-benar seorang karakter utama. Semua orang menyemangatinya dan mengucapkan selamat atas keberhasilannya, sembari mengatakan bahwa ini adalah kemenangan atas kerja keras. Dan saat diberkati oleh semua orang, ia mendapatkan akhir yang paling bahagia dengan heroine yang sudah mendukungnya sejak lama.

...Kesedihan, frustrasi, semangat dan kerja keras. Tak satu pun dari hal-hal tersebut yang pernah menjadi bagian dari diriku.

Satu-satunya yang kumiliki hanyalah kelebihan bakat yang tidak berguna, seolah-olah aku sedang naik level dalam sebuah permainan, tanpa penderitaan maupun rasa frustrasi. Rasa pencapaian tidak dapat dirasakan dari memenangkan kesuksesan dengan mudah. Siapa juga yang akan mendukungku seperti ini? Siapa juga yang mau memberkati kesuksesanku? Aku yakin tidak ada yang menginginkan kesuksesanku──

Ketika kekosongan tumbuh semakin kuat di dalam hatiku dan aku merasa apatis terhadap segala sesuatu... dialah yang memberiku harapan.

Sosok yang muncul seperti keajaiban, dialah heroine-ku. Selama dia terus mendukung dan memberkatiku, aku tidak peduli apa yang orang lain pikirkan.

Senyumnya adalah harapanku. Hanya senyumnya yang bisa mengisi kekosonganku. Kenangan yang sudah lama tersegel jauh di dalam hatiku sebagai kenangan buruk. Tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Sekarang, setelah kesalahpahaman yang sudah berlangsung lama telah diselesaikan... Aku hanya bisa berterima kasih padanya.

(Oleh karena itu……)

Oleh karena itu, aku akan memenuhi janji kita yang penuh penyesalan ini dan mengakhirinya dengan benar kali ini. Demi menyelesaikan cinta masa lalu dan bergerak maju tanpa penyesalan. Aku akan memberitahu gadis itu sambil tersenyum, kata-kata yang tidak bisa aku ucapkan pada hari itu. Bahwa pertemuan mereka berdua adalah sebuah keajaiban, dan sama sekali bukan kemalangan. Dengan sepenuh hati dan rasa syukur…

Спасиботебез…авсё…Прощай [… Terima kasih… dan… selamat tinggal]

Setelah membisikkan hal itu, dan melepaskan tangannya dari tuts piano, Masachika memejamkan matanya untuk beberapa saat. Tercermin di balik kelopak matanya, gadis itu memiliki senyum polos yang sama seperti dulu….. Masachika tersenyum kecut pada kenyamanannya sendiri. Dan ia merasa sedikit segar dengan dirinya sendiri karena bisa tertawa lepas.

Kemudian, setelah suara lagu yang tersisa benar-benar menghilang, Masachika pun berdiri, membungkuk ke arah para penonton yang hening, dan meninggalkan panggung.

 

◇◇◇◇

 

Setelah Masachika menghilang di belakang panggung, tepuk tangan yang bergemuruh mulai menggema bahkan sampai sekarang. Di antara mereka, Ayano  terus-menerus mengelus punggung Yumi tanpa bertepuk tangan.

“Nyonya…”

“Maafkan aku... maafkan, aku...”

Yumi membenamkan wajahnya di saputangan dan berulang kali meminta maaf sambil menangis tersedu-sedu. Ayano terus mengelus-ngelus punggungnya yang sepertinya diliputi oleh penyesalan.

Lalu, jauh di belakang mereka. Lebih jauh ke belakang deretan kursi penonton terakhir. Di sana, orang-orang yang bahkan tidak bisa diduga Masachika, sedang berbaris dan bertepuk tangan.

“...Kira-kira siapa anak itu? Kurasa dia bukanlah pianis yang tidak dikenal.”

Seorang pria mengangkat suaranya, tetapi tidak ada yang menanggapi. Beberapa orang memandang ke arah Gensei, tetapi ketika mereka melihatnya tetap diam, mereka semua langsung tutup mulut.

“Tapi, sangat disayangkan sekali.”

Sebaliknya, mereka dengan suara bulat setuju dengan pernyataan yang dilontarkan oleh wanita dari gerombolan mereka.

“Ya, itu benar-benar sangat disayangkan.”

“Tapi jika ia tidak bisa menang, maka apa boleh buat.”

Sambil mengangguk-angguk serius pada kata-kata tersebut, orang tertua di antara mereka membuat keputusan dengan suara dingin.

“Aku mengakui keberanian dan ambisinya untuk menimbulkan begitu banyak masalah... tetapi jika ia tidak bisa menang di menit-menit terakhir, kurasa kemampuannya hanya sebatas itu saja.”

Ia kemudian berbalik dan memanggil Touya, yang ada di sana untuk membimbingnya.

“Mari kita kembali.”

“Eh, Apa Anda yakin tidak ingin melihat hasilnya?”

“Aku bahkan tidak perlu melihatnya.”

“... Baiklah, saya mengerti. Kalau begitu silakan lewat sini.”

Dan kemudian, mereka meninggalkan auditorium mengikuti bimbingan Touya.

 

◇◇◇◇

 

“Jadi, kenapa malah aku yang tetap menang, ya~?”

Masachika menggerutu saat berjalan keluar dari panggung.

Setelah selesai pertunjukan, mereka langsung melakukan pemungutan suara dengan mengangkat tangan, namun….. hasilnya sama sekali tidak terduga bagi Masachika. Lagipula, itu adalah kemenangan yang cukup mutlak bagi Masachika. Hasilnya bahkan sangat berat sebelah. Para panitia yang mencoba menghitung jumlah suara dengan alat penghitung, saling memandang satu sama lain dan berkata, “Eh, bukannya hasilnya sudah jelas dengan melihat ini?”

“...Masha-san, kamu tidak menyiapkan rencana tersembunyi atau semacamnya, kan?”

Saat Masachika bertanya pada Maria yang sedari tadi menemaninya, dengan sekitar 30% serius, Maria menggembungkan pipinya.

“Sembarangan, aku tidak melakukan apa-apa, kok.”

“Tidak, habisnya….”

Sambil tersenyum kecut dengan tingkahnya, Masachika perlahan-lahan merasakan hatinya menjadi dingin.

Dirinya sekali lagi menang. Fakta ini membuat Masachika semakin merasa hampa.

(Haaaaah~, hidup memang permainan payah yang gampang banget~)

Masachika tersenyum hampa dengan kemenangan yang membuatnya ingin meludahi tangannya. Kemudian, Maria tiba-tiba menunjukkan ekspresi lembut dan memeluk Masachika dari depan.

“O-Ohh?”

“Terima kasih banyak, karena sudah menepati janjimu... tadi itu adalah pertunjukan yang sangat bagus. Sampai-sampai hampir membuatku menangis.”

“...Begitu ya, syukurlah kalau begitu.”

Perkataan Maria membuat Masachika merasa ada sedikit kekosongan yang terisi. Seperti biasa, kemenangannya masih belum terasa seperti pencapaian, tapi pujian Maria...sama seperti sebelumnya, berhasil menghibur hati Masachika.

Bersamaan dengan perasaan nostalgia, Masachika mempercayakan dirinya kepada Maria dengan perasaan tenang. Mempercayakan dirinya, mempercayakan...

(Tapi ... bukannya ini lama benget, ya?)

Pelukan yang berdurasi panjang. Atau lebih tepatnya, Maria justru semakin bersemangat. Untuk beberapa alasan, dia malah berjinjit dan bahkan menggosok-gosokkan pipinya!

(U-Uwaa, ini sih sedikit berbahaya. Tidak, justru super duper gawat! Ini berbeda dengan dulu! Misalnya saja kelembutannya, intinya banyak yang berbeda ketimbang dulu!)

Perasaan krisis Masachika mencapai puncaknya, dan pada saat dirinya hendak memisahkan diri dari Maria…. Tapi Maria sendiri yang melepaskan pelukannya.

Maria kemudian tersenyum polos saat melihat Masachika yang terlihat lega dan sedikit kecewa.

“Hehe, kamu imut banget, Saa-kun~

“Ah enggak...”

“Fufufu, sudah kuduga, aku sangat menyukaimu, Kuze-kun.”

“Itu...”

Masachika secara refleks menurunkan alisnya ketika mendengar kata-kata yang diucapkan dengan santai namun tanpa kebohongan. Melihat ekspresi wajahnya yang ebgitu, Maria menunjukkan senyum yang bercampur dengan sedikit kesedihan.

“Maaf, ya. Aku cuma ingin mengatakannya saja, kok. Aku tidak bermaksud merepotkanmu.”

“Enggak masalah……”

Aku merasa senang. Karena tidak bisa melanjutkannya, Masachika pun menutup mulutnya.

(Sebagai orang pribadi, aku cukup menyukai Masha-san sebagai pribadi, tapi... sudah kuduga, dia masih tidak sama dengan gadis itu.)

Dirinya tidak bisa menunjukkan perasaan yang sama terhadap Maria, seperti yang ia miliki dulu terhadap Maa-chan. Tetapi,

(Karena aku sudah menyelesaikan perasaanku kepada gadis itu... Mungkin suatu hari nanti, aku mungkin bisa...)

Selagi berpikir demikian, Masachika kembali menatap Maria dengan perasaan campur aduk. Menanggapi hal itu, Maria menurunkan alisnya dengan ekspresi yang semakin sayu,

“Seandainya—”

Dia hendak mengatakan sesuatu. Namun pada saat itu…

“Masachika-kun!!”

Panggilan tajam bergema dari arah samping.

“Eh... Alya?”

Ketika Masachika menoleh dengan wajah terkejut, ia melihat Alisa yang entah bagaimana masih memakai kostum konsernya, dengan ekspresi yang sangat mendesak di wajahnya.

“Ada apa...? Apa terjadi sesuatu?”

Ketika Masachika mengungkapkan kecemasannya akan penampilannya yang tidak biasa, Alisa menggertakkan giginya dan menelan kata-katanya.

“...Silakan, pergilah ke sana.”

“Eh, tapi...”

“Aku enggak apa-apa, kok. Cepatlah ke sana.”

Ketika pundaknya ditepuk dengan lembut dan diiringi dengan senyumannya, Masachika mengangguk ringan dan menuju ke arah Alisa.

Maria tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Masachika yang pergi sambil mengkhawatirkan punggungnya. Lalu….

Seandainya saja kita berjanji untuk bertemu lagi dengan benar~~~~ haaa, mungkin perkataanku terlalu berlebihan, ya

Setelah tidak bisa melihat punggungnya lagi, Maria bergumam dengan wajah sedikit sedih.

 

◇◇◇◇

 

“Setelah semua rencana licik itu, kamu justru kalah dalam bidang yang paling kamu kuasai… sungguh menyedihkan sekali, ya?”

Di belakang panggung auditorium, di dekat grand piano yang sudah dibereskan, Sumire bergumam sambil melihat isi amplop yang diberikan oleh Masachika. Sambil mendengarkan hal itu, Yushou meletakkan tangannya di atas piano dan terus menatap tuts piano.

“Jadi? Kenapa wajahmu terlihat begitu lega dan segar?”

Demi menanggapi pertanyaan Sumire yang sedikit berisiko, Yushou baru menjawabnya setelah merenung beberapa saat.

“Sumire nee-san… ternyata, aku masih menyukai piano.”

“Ara, apa kamu baru menyadarinya sekarang?”

Itu adalah pengakuan yang cukup serius baginya, tapi dia malah menjawabnya dengan begitu mudah sehingga Yushou tersenyum kecut.

(Ya ampun, aku memang bukan tandingannya Sumire nee-san...)

Selama ini, ia membohongi dirinya sendiri.

Dirinya selalu berbohong tentang bermain piano sebagai hobi, mengatakan pada dirinya sendiri bahwa itu bukanlah sesuatu yang harus dianggap serius, dan menghindari perasaannya yang sebenarnya. Ia menutup hatinya sendiri dan mencari sesuatu untuk menggantikan piano... dengan berasumsi bahwa tujuan hidupnya adalah mengikuti jejak ayahnya. Namun, dirinya kali ini tidak bisa berbohong lagi.

Menghadapi piano secara langsung untuk pertama kalinya setelah sekian lama, bertanding dengan segenap kemampuannya, dan dikalahkan dengan begitu telah... Mau tak mau Yushou tidak punya pilihan lain selain mengakuinya. Gairah yang tak terkendali untuk piano.

Dari segi melodi saja, penampilan Masachika sangat berbeda dari dirinya. Penampilannya benar-benar berada pada level yang sangat berbeda, sulit dipercaya kalau mereka menggunakan piano yang sama. Piano yang dimainkan Masachika menangis dan meraung-raung. Hanya berdasarkan keterampilan saja, Yushou tidak merasa kalah. Walau demikian, secara alami ia berpikir bahwa dirinya kalah. Ada sesuatu dalam pertunjukan Masachika yang membuatnya berpikir demikian.

Saat ini, Yushou sama sekali tidak tahu apa ‘sesuatu’ itu. Namun, ia berpikir dirinya bisa mencarinya mulai sekarang. Saat ini….. dirinya hanya menyesali karena tidak bisa melawan Masachika dengan seluruh kemampuannya yang sebenarnya.

(Maaf ya, karena aku selalu menghadapimu dengan perasaan setengah hati)

Sembari menggumamkan permintaan maaf, Yushou menepuk piano dengan ringan. Mulai sekarang, ia akan menghadapinya dengan lebih sungguh-sungguh. Yushou tidak tahu apakah pertandingan dengan Masachika akan terjadi lagi di masa depan. Namun, jika hal itu yang terjadi, kali ini dirinya berharap kalau ia tidak akan menyesalinya.

“Sumire nee-san.”

“Hmm?”

“Aku berpikir…. untuk masuk ke sekolah tinggi musik.”

“Yah, bukannya itu bagus?”

“Eh.”

Pernyataannya kali ini juga dijawab dengan begitu santai, dan Yushou pun berbalik menghadapnya. Kemudian, Sumire balas menatapnya dengan tatapan mata yang benar-benar tercengang.

“Aku sudah lama menyadari kalau kamu tidak benar-benar ingin mewarisi Grup Kiryuin. Jangan khawatir, aku akan menyukseskan Grup Kiryuin dengan baik bahkan jika kamu tidak ingin mewarisinya, desua.”

“A, hahaha...”

Yushou hanya bisa tertawa kering pada Sumire yang dengan bangga membusungkan dadanya.

“Begitu ya, jadi kamu sudah menyadari semuanya, ya ...”

“Ya. Terutama ketika kamu tidak bisa mendapatkan apa yang kamu sukai, kamu memiliki kebiasaan untuk mengalihkan perhatianmu dengan hal-hal lain. Jadi itu gampang sekali dimengerti, desuwa.”

“Apa… iya?”

“Iya desuwa. Sejak dulu, saat mainan ayunan sedang dipakai orang, kamu sengaja bermain-main di kotak pasir, atau saat es krim cokelat kesukaanmu habis, kamu akan menumpuk es krim rasa lainnya...”

“Ughh...”

“Bahkan sekarang masih sama saja desuwa. Hanya karena kamu tidak bisa membuat gadis yang kamu sukai berbalik untuk melihatmu, kamu jadi memiliki banyak gadis yang tidak kamu sukai untuk berada di sekitarmu.”

“Ehh?”

Yushou tak bisa berkata apa-apa ketika mendengar ucapan Sumire. Keringat dingin mulai bercucuran di punggungnya. Jangan bilang, kalau dia juga sudah menyadarinya sampai sejauh itu ...?

“Aku tidak tahu gadis mana yang kamu sukai, tapi jika kamu membuat seorang gadis menunggu seolah-olah itu permainan tebak-tebakan, dia takkan mau berpaling padamu, loh?”

“... Ah, ya.”

Yushou mengangguk dengan wajah serius pada Sumire yang menggelengkan kepalanya dengan ekspresi “Yare yare”. Ia merasa lega dan kecewa…. dengan perasaan campur aduk, Yushou menghela nafas dan merubah topic pembicaraan.

“Yah, meski aku bilang aku ingin masuk ke sekolah musik...itu bukanlah sesuatu yang bisa kuputuskan sekarang.”

“Benar sekali. Pertama-tama...”

“Ya, aku akan mencoba membicarakannya dengan ayahku terlebih dahulu... meskipun aku tahu kalau itu mungkin bukan hal yang mudah untuk menerimanya.”

“... Bukan itu yang aku maksud.”

“Eh?”

Melihat penolakan yang tidak terduga itu, Sumire mengibaskan kertas di dalam amplop dan berkata.

“Pertama-tama, kamu harus meminta maaf dulu, bukan?”

“…Hah?”

“Kamu pasti melakukan sesuatu yang licik lagi, ‘ka? Jika kamu melakukan sesuatu yang salah, hal pertama yang harus kamu lakukan adalah dogeza dan membotaki kepalamu.”

Begitu mendengar kata-kata tersebut, Yushou melihat kalimat yang tertulis di kertas yang dipegang Sumire, [Kiryuuin Yushou harus mengaku di hadapan semua siswa kalau dirinya melakukan sesuatu terkait keributan yang terjadi di festival sekolah hari ini], pipi Yushou langsung berkedut ketika mengetahui isinya.

“Jangan bilang... di hadapan seluruh murid di sekolah?”

“Tentu saja desuwa. Karena kamu sudah kalah.”

“Tapi, membotaki kepala dan dogeza bukanlah bagian dari kesepakatan—”

“Sebagai pria keturunan jepang.”

Menyela perkataannya, Sumire menempelkan jari telunjuknya ke dada Yushou. Dan kemudian, Sumire menyuruhnya sambil mengetuk-ngetuk jarinya dengan keras.

“Bo, tak, da, n, do, ge, za. Paham?”

Yushou berusaha menantang dengan mengerutkan alisnya pada kata-kata yang tidak dapat ia terima dari sepupunya, tapi..

“Pa, ham?”

“…Ya”

Yushou hanya bisa mengangguk pasrah di depan tatapan Sumire. Dalam banyak artian, Sumire adalah kelemahan terbesar Yushou. Mau tak mau ia harus melakukan dogeza dengan kepala botak.

 

◇◇◇◇

 

“O-Oi, Alya? Kamu kenapa?”

Ketika Masachika mempertanyakan rambut perak yang tergerai di depannya, Alisa hanya diam-diam menarik tangannya. Keadaan Alisa sudah seperti ini sejak tadi. Masachika tidak tahu apakah dia sedang marah atau tidak sabaran, dan dirinya bahkan tidak tahu ... tidak, Masachika punya firasat kalau ia tahu penyebab dari keadaan aneh Alisa, tetapi dirinya juga merasa kalau bukan itu juga yang menjadi penyebabnya.

“Hei, kita mau pergi kemana? Apa pertunjukan konsernya berjalan dengan lancar?”

Masachika mencoba untuk berbicara dengannya, tapi Alisa masih tetap diam. Tanpa disadari, mereka berdua sudah sampai di belakang gedung ruang klub, area yang benar-benar sepi. Pada saat itu, Alisa akhirnya berhenti.

Kemudian, begitu dia berbalik, pipi Masachika berkedut kaku saat Alisa diam-diam menatapnya.

“Sudah kuduga, kamu marah, ya? Kamu marah karena aku tidak bisa pergi melihat pertunjukan konsermu? Atau karena aku seenaknya melakukan debat sendiri? Seriusan, aku beneran minta maaf, ini bukan sekedar alasan saja tapi aku punya alasan tersendiri, oke?”

Saat jarak di antara mereka semakin dekat, Masachika secara refleks mundur setengah langkah. Tapi, sebelum Masachika sempat mundur lebih jauh, jarak antara mereka berdua langsung berubah menjadi nol.

“H-Hueh?”

Karena dipeluk erat-erat dari depan... Masachika tanpa sengaja menceploskan suara bodoh.

“A-Alya? Seriusan, kamu kenapa?”

Karena tidak tahu maksud dari perilakunya, Masachika bertanya dengan bingung, tapi Alisa hanya menutup mulutnya rapat-rapat. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia melingkarkan lengannya di punggung Masachika dan memeluknya erat-erat.

(Eh, ini maksudnya apaan? Perasaan macam apa yang dia rasakan?)

Pertama-tama, dipeluk oleh Alisa sendiri merupakan pengalaman pertama bagi Masachika. Tidak, daripada dipeluk, tampaknya lebih tepat untuk menggambarkannya sebagai menempel erat ....

(Ke-Kenapa dia terus diam? Rasanya begitu lembut dan baunya juga wangi, dia juga merangkulku dengan terlalu kuat, dia beneran Alya, ‘kan? Bagian dalamnya tidak diganti dengan orang lain, ‘kan?  Saat aku lengah, dia takkan membuka mulutnya dan menggigitku, ‘kan──)

Lalu, saat Masachika berpikiran begitu.

“!? Aduh!? Aduh, adudududududuh!?”

Gigitan realistis pada lehernya menyebabkan Masachika berteriak tak terkendali.

“Seriusan, kamu kenapa? Apa badanmu dimasuki parasite alien!? Apa bagian dalammu sudah diambil alih!? Atau mungkin, zombie? Apa kamu terinfeksi virus zombie!?”

Saat Masachika terus mengoceh omong kosong dengan kepala yang kebingungan, sensasi gigi yang menggigit lehernya perlahan-lahan menghilang. Dan sebaliknya, sentuhan lembut menekan badannya, dan ketika sedang memikirkan itu, wajah Alisa justru dibenamkan di bahunya.

“... Alya?”

“...”

(Hhmm~, apa ini? Apa ini mirip seperti anak merajuk yang menempel pada orang tuanya dengan kepala tertunduk...?)

Masachika yang masih belum memahami situasinya, mencoba menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut untuk menenangkannya. Kata-kata dalam bahasa Rusia yang Alisa ucapkan terdengar di telinganya.

Kamu itu adalah partnerku, tau...?

Usai mengatakan itu dengan suara berbisik, Alisa sekali lagi memeluknya dengan erat.

Setelah itu, pelukan Alisa terus berlanjut sampai Masachika ditelpon Touya melalui smartphone-nya.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

 

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama