Otonari no Tenshi-sama Jilid 6 SS 5 Bahasa Indonesia

Kisah Pendek — Spesial Melonbooks

 

 

“Mahiru, coba ulurkan tanganmu.”

Pada suatu hari biasa selama paruh kedua liburan musim panas, Amane duduk di sebelah Mahiru seperti biasanya. Karena ia tiba-tiba memberinya permintaan seperti itu, Mahiru perlahan mengerjap bingung.

“Mendadak ada apa ini? Yah, aku tidak yakin dengan niatmu, tapi ini dia.”

“Terima kasih.”

“…Apa yang sedang kamu lakukan?”

“Hah? Otentikasi sidik jari di ponselku.”

Merasa agak bingung, Mahiru mengarahkan tatapan curiga saat Amane mendaftarkan ibu jarinya pada autentikasi sidik jari ponselnya.

“… Kenapa begitu?”

“Yah, meski kamu bertanya kenapa, tapi menurutku akan lebih praktis jika kita melakukan ini. Rasanya bakal buruk jika aku tidak bisa membukanya dalam situasi di mana aku harus menggunakan ponselku apapun yang terjadi.”

Amane menerima panggilan masuk beberapa hari yang lalu sementara tangannya sibuk dengan hal-hal lain. Jika dalam keadaan darurat dan Amane tidak bisa merespon, keadaannya bakalan buruk jika tidak ada cara untuk memberikan respon yang jelas.

Amane berpikir akan lebih baik jika Mahiru bisa membukanya kapan saja dengan sentuhan jika terjadi sesuatu, tetapi untuk alasan yang tidak diketahui, tatapan Mahiru mulai menunjukkan sedikit ketidakpercayaan.

“Aku memahami apa yang ingin kamu sampaikan, tapi apa kamu yakin dengan ini, maksudku secara privasi?”

“Aku tidak benar-benar perlu khawatir tentang apa pun yang terlihat. Yah, agak memalukan jika kamu melihat percakapan pesanku dengan orang lain, tapi bukannya aku merasa bersalah atas apa pun. Aku dapat mengatakan dengan pasti bahwa tidak ada sesuatu yang akan membuatmu mencurigaiku, Mahiru. ”

Ada percakapan sesekali yang ia lakukan dengan Itsuki atau Yuuta yang mencakup beberapa candaan jorok yang mungkin canggung untuk dibaca Mahiru, tapi tidak ada yang membuatnya cemas atau khawatir, dan karena Amane memiliki kontak yang terbatas, jadi sejak awal tidak ada yang perlu dicemaskan.

“...Aku tidak bermaksud mengintip kehidupan pribadimu, tapi apa kamu benar-benar yakin?”

“Aku tidak keberatan sama sekali.”

Mahiru membuka ponselnya dan mengintip isinya.

“Tidak hanya membuka kunci, itu sangat bersih sampai-sampai membuatku tercengang.”

“Karena memang begitulah adanya. Bukannya aku melakukan banyak hal secara khusus. Paling banter, aku menggunakan ponselku untuk menghubungi dan bersosialisasi sedikit dengan orang lain, atau mencari informasi di internet. Aku juga jarang mengambil gambar. Aku bahkan tidak peduli jika kamu melihat data di penyimpanan, Mahiru.”

Tidak ada sesuatu yang ingin Amane sembunyikan di sana. Dirinya hanya memiliki beberapa kontak teman, beberapa game, dan album foto dengan beberapa foto dirinya dan Itsuki serta beberapa penampilan menggemaskan Mahiru. Sejauh yang Amane ketahui, seperti itulah siswa SMA, tapi Mahiru tampaknya berpikir sebaliknya, matanya sedikit menyipit.

“Itu memang menggambarkan kepribadianmu, Amane-kun, jadi aku sama sekali tidak meragukanmu, tapi di satu sisi, rasanya sungguh menakjubkan bahwa kamu menghapus semua ruang untuk keraguanmu sendiri.”

“Bukan alasan itu saja yang ada dalam pikiranku ketika mendaftarkan sidik jarimu, tapi kurasa, selama kamu tidak mencurigaiku, hal itu juga tidak masalah.”

“… Apa kamu ingin mendaftarkan sidik jarimu di ponselku juga?”

“Tidak ada yang kamu cemaskan mengenai aku melihat isinya, Mahiru?”

“Tidak ada hal yang seperti itu.”

"Aku takkan terkejut jika ada fotoku di sana yang tidak aku ketahui.”

Mahiru tampaknya tidak terlalu bermasalah dengan itu, tapi dalam arti tertentu, Amane merasa pasti ada sesuatu semacam itu yang terkubur di suatu tempat, jadi dia menatap matanya, dan tak lama kemudian, matanya mulai melesat mencari pelarian, dengan alasan yang mudah ditebak.

“… A-Aku tidak perlu mengkhawatirkan tentang apapun yang kamu lihat.”

Bersandar ke belakang dan terlihat tidak yakin, Amane tetap tersenyum, “Itu adalah hal yang menggangguku. Kurasa apa boleh buat.”

“Hyah. Ta-Tapiiiiii…”

Seperti yang kupikirkan, dia telah menyembunyikannya, pikir Amane saat mencubit pipinya dan memainkannya sebagai hukuman, dan tak lama kemudian, ia mendengar kata-kata bernada tinggi yang terlihat seperti alasan.

“Jika kamu terus seperti itu, aku akan mendapatkan fotomu dari Chitose juga, Mahiru.”

“…Sepertinya aku harus mengambil fotoku yang lucu.”

“Kalau begitu, bagaimana kalau aku mengambilnya? Bagaimana dengan wajah ini, sebagai permulaan?”

“I-Itu enggak bagus!”

Amane tertawa sambil terus memainkan pipinya dengan lembut, dan Mahiru yang sepenuhnya tersipu melangkah mundur sebelum menutupi kedua pipinya dengan telapak tangannya, seolah itu saja bisa melindunginya dari protes lebih lanjut atas tindakannya. Ketika Amane tertawa kecil pada sikap imutnya, Mahiru memprotes dengan menampar pahanya sambil menunjukkan ekspresi sebal di wajahnya.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama