Spesial
Animate — Terlalu Jujur dan Memanjakan
Pada kesempatan yang sangat jarang
sekali, Amane akan lebih bersemangat untuk dimanjakan daripada yang diharapkan
dari sikapnya yang biasa. Amane akan bertindak manja ketika mencapai batas
kelelahannya, saat kesadarannya mulai menyerah pada dunia mimpi, dan bagi
Mahiru, saat-saat inilah waktu bonus baginya.
“Amane-kun, apa kamu mengantuk?”
“……Nnn—”
Amane melontarkan jawaban yang
begitu malas dan menggelengkan kepalanya dengan lesu saat meringkuk memeluk
Mahiru saat mereka duduk di sofa.
Pemandangan Amane tertidur
dengan setengah wajahnya terkubur di dadanya mengingatkannya pada seorang anak
yang sedang beristirahat di pelukan ibunya, dan senyum lembut menghiasi wajah
Mahiru, bahkan saat sensasi geli menusuk tepi dirinya melalui kontak mereka,
mengganggunya baik secara fisik, maupun mental.
(…..Selain
kelelahan secara mental, tapi ia juga telah melakukan banyak pekerjaan fisik
hari ini.)
Selain mengurus persiapan
festival sekolah, Amane juga berlatih melayani pelanggan, menghubungi orang
tuanya untuk mendiskusikan festival, melakukan bagiannya dalam pekerjaan rumah
tangga, dan melanjutkan rutinitas olahraganya. Selain itu, setelah
menyelesaikan daftar tugas yang diberikan secara bersamaan, ia melahap makanan
yang lezat, dan mandi. Amane tampaknya berada di puncak rasa kantuknya.
Mahiru berpikir sejenak tentang
bagaimana dia membuka lengannya lebar-lebar, mengundangnya masuk. “Kemarilah,”
katanya, terbawa oleh situasi, yang cukup langka baginya.
Tersenyum pada Amane yang
benar-benar bersikap manja, Mahiru meletakkan satu tangan di punggungnya dan
mengelus kepalanya dengan tangan lainnya. Dia melihat sekilas ekspresi bahagia
yang ditunjukkan Amane saat ia benar-benar menikmati perasaan nyaman itu.
“… Amane-kun, kamu pasti lelah.
Apa kamu mau tidur sekarang?”
“Tidak, tunggu sebentar lagi.”
“Iya, iya. kamu bisa istirahat
sedikit lebih lama, oke? Padahal, aku tidak cukup kuat untuk menggendongmu jika
kamu benar-benar tertidur, Amane-kun.”
Mahiru senang karena pacarnya
bertingkah manja padanya, tapi dia tidak bisa membiarkan Amane tidur di sofa,
jadi dia ingin Amane setidaknya menyimpan energi yang cukup untuk membawa
dirinya ke tempat tidurnya. Tidak peduli seberapa kurus Amane, hampir tidak
mungkin bagi Mahiru untuk menggendong pria yang tingginya lebih dari seratus
delapan puluh sentimeter, dan ditambah lagi dalam keadaan tertidur pula.
Melihatnya bertingkah begitu
manja membuatnya terlihat seperti anak kecil.
Amane, menjawab sekali lagi
dengan suara teredam dan linglung, memiliki ekspresi yang benar-benar puas di
wajahnya saat dia mulai menggosokkan pipinya ke tubuh Mahiru. Dia yakin Amane
akan meminta maaf keesokan paginya begitu dirinya tersadar. Itupun jika ia
masih mengingatnya.
(Alangkah
baiknya jika ia selalu membiarkan keinginannya untuk dimanjakan muncul seperti
ini.)
Selain itu, Mahiru tidak
terlalu keberatan memanjakannya, tapi Amane sering merasa malu dengan hal-hal
aneh, jadi jarang baginya untuk sengaja dimanjakan.
“Mahiru.”
“Ya, ada apa?”
“Ayo kita… tidur bersama.”
Tubuh Mahiru menegang sesaat
mendengar perkataan pelan Amane yang halus namun terdengar manis. Dia sangat
sadar bahwa Amane tidak memiliki motif tersembunyi, dan selain itu, memang
benar bahwa Mahiru pernah tidur dengannya di rumah orang tuanya sekali
sebelumnya. Mahiru juga berharap bisa tinggal bersama Amane suatu hari nanti.
Namun, dia terkejut ditanya hal seperti itu secara langsung dan begitu mendadak.
Sementara Mahiru benar-benar kebingungan,
tidak yakin bagaimana harus menjawab, Amane akhirnya tidak sanggup melawan
kantuknya, karena ia mulai tertidur. Amane sekarang membungkuk di atasnya, tapi
Mahiru merasakan kejutan yang jauh lebih besar dari berat Amane, dan
mengerucutkan bibirnya.
“… Itu adalah sesuatu yang
seharusnya hanya kamu katakan ketika kamu benar-benar bangun. Kalau tidak, aku
akan bermasalah.”
Mahiru tidak pernah berpikir bahwa
diirinya akan tersipu dengan ucapan ngelindur Amane, terutama karena dia bahkan
tidak yakin apakah Amane akan mengingatnya atau tidak ketika bangun nanti.
“Ya ampun,” Mahiru menghela
nafas sedikit, dan setelah memutuskan untuk membiarkannya tidur sedikit lebih
lama sebelum membangunkannya, membelai punggungnya dengan penuh kasih.
Kebetulan, Mahiru hanya bisa
menghela nafas berat keesokan paginya, ketika Amane ingat dimanjakan, tapi
tidak mengingat mengenai hal yang ia katakan padanya.