[LN] Anti-NTR Jilid 1 Bab 6 Bahasa Indonesia

 Chapter 6

 

[Sudut Pandang Ayana]

Aku, Otonashi Ayana, memiliki seorang anak laki-laki yang sangat dekat denganku sejak aku masih kecil.

Namanya Sasaki Shu, dan dia adalah tipe anak laki-laki yang selalu mengikutiku kemanapun aku pergi.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Shu-kun dan aku untuk menjadi teman, sebagian karena ibu kami sangat dekat.

[Ayana, ayo main bareng!]

[Ya tentu.]

Pada waktu itu, aku berpikir kalau Shu-kun terlihat lucu saat ia mengikuti di belakangku, dan merasa penasaran apa begini rasanya memiliki adik laki-laki.

Sangat mengherankan di awal sekolah SD aku mulai menyadari bahwa dunia aku, ibuku, Shu-kun dan keluarganya ...... adalah dunia yang sangat kecil.

Aku tidak keberatan mengurus Shu-kun sendiri, dan jika aku tidak punya urusan tertentu, itu sudah menjadi hal yang normal, jadi aku tidak keberatan——  tapi, jika itu tidak berlangsung selamanya.

[Kamu mau pergi kemana? Kamu tidak bisa, aku sudah berbicara dengan ibu Shu-kun tentang kamu yang pergi kepadanya.]

[Eh? Tapi aku berjanji untuk bermain dengan teman-temanku. ……]

[Kamu harus melakukannya lain kali. Teman masa kecilmu Shu-kun lebih penting, ‘kan?]

[Tapi ……]

[Apa kamu mengerti?]

[…… Ya]

Aku tidak punya rencana apa-apa, itulah sebabnya aku berencana untuk pergi bermain dengan teman-temanku.

Tapi ibuku menyuruhku untuk membatalkannya dan pergi ke Shu-kun, dan pada akhirnya aku tidak bisa membantahnya.

Untungnya, teman-temanku hanya menertawakanku dan mengatakan kalau itu mau bagaimana lagi, tetapi aku sangat menyesal.

[….. Apa itu teman masa kecil?]

Meskipun aku masih duduk di bangku sekolah SD, aku punya pertanyaan seperti itu.

Orang-orang di sekitarku telah mengatakan banyak hal tentang aku yang tumbuh lebih cepat daripada anak-anak normal, dan aku berpikir sendiri kalau itu mungkin benar adanya.

Dan di sinilah …… aku mulai mempertanyakan keberadaan teman masa kecil.

[Ayana adalah teman masa kecil Shu-kun, jadi utamakan lah dia.]

[Shu-kun adalah anak yang baik, ‘kan? Itu sebabnya Ayana harus bergaul dengannya.]

Setiap hari aku pergi ke rumah Shu-kun untuk menghabiskan waktu bersamanya dan adik perempuannya, lalu pulang ke rumah untuk menyelesaikan hari.

Pada hari-hari ketika sekolah sedang berlangsung, aku pulang ke rumah untuk membangunkannya dan kami pergi ke sekolah bersama, berdampingan.

Jika kupikir-pikir lagi, semua hal ini hanyalah aku yang melakukan apa yang ibu aku suruh, tanpa memikirkannya.

[Aku senang kamu ada di sini, Ayana-san. Apa kamu akan menjadi istri Shu?]

[Ayana, ayo lakukan! Istri Onii-chan!]

[Jangan bicara omong kosong!]

Aku menyaksikan dengan hati yang agak dingin pada adegan haha-hihi mereka yang berlangsung di depan mataku, di mana ibuku bergabung dan berbicara dengan gembira tentang masa depan.

[….Aku]

Aku merasa muak dengan ibuku yang selalu mengatakan “Shu-kun, Shu-kun” dalam segala hal yang dia lakukan.

Aku juga merasa tertekan karena ibu dan adik perempuannya akan memujiku karena merawat Shu-kun, mengungkitnya dengan cara yang tidak penting bagi aku. …… Dan di atas semua itu, aku mulai berpikir bahwa bahkan Shu-kun, yang kupikir tampak lucu belum lama ini, menjadi sosok yang menggangguku.

Ya, aku mulai berpikir bahwa semua yang ada di sekitarku tidak menyenangkan.

[Siapa aku …… Aku ini apa?]

Aku ini apa? Aku ingin meneriakkan itu pada seseorang.

Aku ingin seseorang memberitahuku,….. Aku ingin bertanya pada siapapun yang mau mendengarkan tentang keberadaan Otonashi Ayana.

Tapi sebagai seorang gadis kecil, aku hanya bisa memendam perasaan tersebut di dalam batinku, dan tanpa disadari, aku memasang senyum palsu kepada mereka.

[Ayana dan aku bersenang-senang bersama.]

[Jadi begitu ya. Aku juga.]

[Hei, hei, Ayana-chan. Ayo bermain denganku juga!]

[Ya. Apa yang harus kita lakukan?]

[Ayana, apakah kamu sudah belajar memasak? Itu luar biasa.]

[Terima kasih.]

Ketika aku berurusan dengan mereka, aku merasa nyaman ketika aku mulai menganggap diriku sebagai orang asing.

Aku bukan seorang individu, dan aku bisa dengan mudah memainkan peran sebagai Otonashi Ayana yang mereka ingin aku mainkan tanpa memikirkan hal lain.

Jika aku mengangguk setuju dengan apa yang mereka katakan dan tidak melakukan apa pun untuk tidak mematuhi mereka, mereka takkan mengeluh.

Hanya aku yang tahu apa yang sebenarnya kupikirkan, dan jika aku membangun tembok di dalam dan di luar diriku seperti ini, tidak ada yang bisa masuk ke dalam diriku …… dan duniaku terlindungi dengan cara begitu.

[Kamu suka manga itu, ya!]

[Ya ya! Ini sangat lucu!]

[Aku berharap aku punya anak laki-laki keren seperti itu di sisiku!]

[Kamu menyebut mereka teman masa kecil? Aku pikir itu bagus!]

Saat itu, ada manga perempuan yang populer, aku tidak mengingat judulnya, sih.

Salah satu temanku biasa memberitahuku bahwa dia tidak pernah puas dengan pengalaman manis sekaligus asam, mengasyikkan, dan terkadang menyakitkan yang mereka lalui untuk bisa bersatu dengan teman cowok masa kecil mereka.

[Apa benar begitu? Kedengarannya menarik]

Pada akhirnya, aku tidak meminjam manga apa pun dari teman-temanku setelah itu, tetapi lebih nyaman bagiku —- aku tidak merasakan apa-apa tentang manga yang mereka bicarakan.

[…… Teman masa kecil bukanlah hal yang menyenangkan.]

Aku tidak menyukai manga yang menggambarkan percintaan dengan teman masa kecil.

Satu-satunya hal yang bisa aku lihat tentang lawan jenis yang mengabdi pada teman masa kecil mereka adalah bahwa mereka hanyalah boneka tanpa kemauan yang melakukan tindakan yang ditentukan, dan aku hanya merasa muak tentang cowok teman masa kecil keren yang disukai semua orang.

Ketika aku membaca cerita-cerita semacam itu, aku bahkan berpikir kalau temanku itu dicuci otak pada usia dini untuk menyukai teman masa kecilnya.

[Apa itu teman masa kecil?]

Itu selalu menjadi pertanyaan yang menghantui hidupku.

Dan jika ada satu hal yang bisa aku katakan tentang keseharianku, itu adalah bahwa teman masa kecilku merupakan ‘kutukan’ bagiku. ……

Namun, ada suatu hari ketika aku sudah mencapai batas kesabaranku.

[Ayana, hari ini juga, di rumah Shu-kun—]

[Enggak! Aku tidak akan mendengarkanmu lagi!]

[Ayana!?]

Aku mencoba untuk tetap acuh tak acuh dan berpikir aku bisa hidup dengan tembok di hatiku.

Tetapi hatiku tidak sekokoh yang kubayangkan, dan aku melawan untuk pertama kalinya, aku bahkan tidak peduli ibuku akan memarahiku.

Alasan mengapa aku lari sambil menangis ke taman terdekat mungkin karena aku takut pergi jauh sendirian.

[Hiks,…… aku …… tidak mau melakukan ini, …… aku …… tidak mau melakukan ini!]

Aku duduk di ayunan dan terus menangis sendirian.

Bahkan jika aku terus menangis seperti ini, air mata akan segera mengering dan aku akan kembali kepada orang-orang itu atas kemauanku sendiri. …… Perlawanan kecilku hanya untuk saat ini, dan hatiku masih membeku ketika aku berpikir bahwa aku akan menyerah dan menerima bahwa hari-hari semacam itu akan kembali seperti biasa lagi.

[Apa yang kamu lakukan di sini sendirian? Matamu benar-benar merah, apa kamu habis menangis ……?!]

Tapi hari itu berbeda.

Hari itu adalah titik balik dalam kehidupanku yang mengubah segalanya bagiku, hari yang takkan pernah aku lupakan.

[Uhm, …… apa yang harus aku lakukan dalam kasus seperti ini?]

Cahaya menyilaukan menyinari duniaku yang kupikir tidak akan pernah berubah.

Ya, itu dia ……Towa-kun muncul di depanku.

[……Kamu adalah……uuuu!!]

[Aku seharusnya tidak menangis! Uhm …… Ukaaaaaaaa !!]

Hari itu adalah pertemuan pertama antara aku dan Towa-kun, dan aku yakin aku mempermalukannya tanpa akhir.

Aku berada di taman di mana tidak ada seorang pun di sana kecuali aku, dan dari sudut pandang Towa-kun, ia pasti dalam masalah karena mengkhawatirkan seorang gadis yang menangis sendirian di sana dan mulai menangis lebih keras ketika dia mendekatinya.

[Uhm, …… inilah yang aku lakukan dalam situasi ini!]

[……Ah!]

Saat aku terus menangis, Towa-kun dengan canggung menepuk-nepuk kepalaku.

Aku tidak tahu harus berbuat apa, tetapi aku tahu bahwa dia mencoba menghiburku dengan cara yang entah bagaimana muncul di benaknya, jadi aku secara alami berhenti menangis, meskipun aku terkejut.

[Apa yang terjadi padamu?]

[…. Sebenarnya.]

Aku mengatakan kepadanya dengan jujur mengenai apa yang telah terjadi.

Itu pasti cerita yang sangat sulit bagi Towa-kun. Itu adalah hal yang mengerikan untuk mendiskusikan hal seperti itu dengan cowok seusianya.

Ketika Towa-kun mendengar apa yang harus kukatakan, ia menyilangkan tangannya dan mengerang, seolah sudah sulit baginya untuk melakukannya.

[….Kamu sudah mengalami banyak kesulitan]

Aku pasti akan menertawakannya sekarang, tapi aku masih anak kecil saat itu, jadi aku mulai menangis lagi.

Towa-kun menjadi sangat panik ketika dia melihatku berlinang air mata lagi dan bergegas mencari apa yang bisa ia lakukan.

Dan kemudian dia melihat hal yang membuatnya berteriak, dan itu adalah bola sepak yang ia mainkan dengan kakinya saat berjalan ke taman.

[Hei, lihat apa yang kutemukan.]

[Eh?]

Towa-kun berseru dan mulai mengangkat bola.

Aku juga menonton TV, jadi aku tahu bahwa yang dia lakukan adalah teknik mengontrol bola tanpa menjatuhkannya ke tanah.

Tapi aku hanya pernah melihat selebritas melakukannya di TV, dan aku belum pernah melihatnya dari dekat seperti ini.

[Yotoh! Ho! Itu dia!]

[Waa! Luar biasa, luar biasa]

Aku tidak tahu banyak tentang sepak bola, tetapi apa yang dilakukan Towa-kun tampak luar biasa di mataku, dan aku tahu bahwa ia berusaha mati-matian untuk menghiburku, jadi aku merasa sangat senang.

Towa-kun tidak pernah menjatuhkan bola ke tanah beberapa saat setelah itu, dan ketika selesai dengan pose keren di akhir permainan, tanpa sadar aku bertepuk tangan.

[Keren abis! Itu luar biasa!]

[Haha terima kasih! Tapi itu bukan masalah besar karena orang dewasa juga bisa melakukannya.]

[Tidak, tidak! Itu sangat keren!]

[…..Hehe terima kasih!]

Jika dipikir-pikir lagi sekarang, ini pertama kalinya aku berbicara seperti ini dengan laki-laki selain Shu-kun.

Kesegaran dari dunia yang berbeda menyebar ke seluruh dadaku, dan sesuatu yang tak terlukiskan memenuhi hatiku.

[Ada tempat yang ingin aku kunjungi sekarang, apa kamu ingin bergabung denganku?]

[Ya! Aku ingin pergi!]

Dengan anggukan kepala atas saran Towa-kun, aku tidak lagi memikirkan Shu-kun atau ibuku.

Towa-kun memegang tanganku dan membawaku ke banyak tempat, tapi yang meninggalkan kesan terbesar bagiku adalah game center.

[Paman, aku datang mengganggu!] [TL: Ini adalah Paman yang Ayana maksud]

[M-Maaf mengganggu….!]

[Hei, Towa boy, apa dia pacarmu?]

Aku penasaran apakah pria yang bertanggung jawab atas arcade itu adalah kenalan Towa, dan sejak aku bertemu dengannya, aku bisa merasakan bahwa mereka sangat dekat sehingga mereka bahkan bertukar olok-olok ringan seperti itu.

Suasananya bersahabat, seolah-olah mereka adalah ayah dan anak, dan cerita mereka lebih lucu dari yang aku bayangkan, dan aku tidak bisa berhenti tertawa.

[Dia menertawakanmu karena kamu idiot.]

[Aku tidak ingin disebut idiot oleh anak laki-laki yang bergoyang-goyang, sekarang?]

[Ibuku menyebutmu idiot juga.]

[Mimi-chan, betapa mengerikannya dia!]

[Fufu…..Ahaha!]

Itu adalah percakapan yang sangat menakjubkan.

Towa-kun mengolok-oloknya, dan paman itu bereaksi, dan aku menertawakannya, lalu paman itu tersipu malu, …… dan itu sangat menyenangkan.

[…….Ada banyak hal di luar sana.]

Pusat arcade adalah tempat yang tidak aku kenal.

Mungkin, tapi aku yakin tidak banyak siswa sekolah dasar, terlebih lagi perempuan, yang datang ke tempat-tempat semacam ini.

Ada banyak hal yang tidak aku mengerti, tapi aku bermain dengan sekuat tenaga selama sekitar satu jam sementara Towa-kun mengajariku banyak hal.

[…..Ah]

Tapi waktu bersenang-senangku akhirnya berakhir.

Ketika aku melihat jam di dinding, kupikir sudah waktunya aku pergi, jadi aku memberitahu Towa-kun bahwa aku harus pulang.

Aku sangat senang melihatnya, dan ia berkata akan mengantarku pulang sebagai permintaan maaf karena telah membawa aku berkeliling.

[….hangatnya]

Kehangatan tangan Towa-kun yang kembali menggenggam tanganku, dengan egoisnya aku tidak mau melepaskan tangannya.

[…..]

Aku juga memperhatikan waktu itu bahwa kehangatan yang datang dari tangannya membuatku merasa gugup.

Rumahku sebentar lagi akan terlihat, dan saat itu, Towa-kun mengeluarkan sesuatu dari sakunya dan menyerahkannya padaku.

Itu adalah gantungan kunci beruang …… itu, gimana mengatakannya ya, beruang itu terlihat sangat jelek.

[Aku mengambil ini sebelumnya saat Ayana asyik bermain game. Kamu dapat membuangnya jika kamu tidak menginginkannya.]

[Aku tidak membuangnya!]

Aku menerima gantungan kunci dan memegangnya di dadaku.

Ini bukan pertama kalinya aku menerima hadiah seperti ini, tapi meski begitu, hadiah yang aku terima dari Towa-kun lebih hangat dari apapun yang pernah aku terima sebelumnya.

[Terima kasih, Towa-kun!]

[….Ou]

Towa-kun sangat imut dan pemalu saat ia menjawab sambil menggaruk pipinya, dan aku sangat senang melihatnya seperti itu.

Rasanya sangat menyedihkan memikirkan bahwa waktuku bersamanya, yang pertama kali kutemui hari ini, akan segera berakhir, dan meskipun aku berharap kali ini lebih lama, itu tidak mungkin.

[….]

Ibuku dan Shu terlihat panik di depan rumahku.

Aku yakin dia mencari-cari keberadaanku, tetapi dia pasti akan marah jika aku pergi ke sana sekarang. ……Towa-kun dengan lembut memegang tanganku lagi, karena aku tidak bisa melangkah maju.

[Semuanya akan baik-baik saja. Ayo pergi]

[……Ya.]

Aku mengangguk pada Towa-kun, yang tersenyum padaku dan berkata jangan khawatir, dan menuju ibuku.

Shu-kun dan Kotone-chan berlari ke arahku ketika mereka melihatku, dan para ibu yang mengawasi mereka mengikuti.

[Aku minta maaf. Aku mengajak Ayana berkeliling tanpa sengaja. Kami bersenang-senang bermain bersama.]

Towa menjelaskan situasinya.

Seharusnya itu semua salahku, tapi cara penyampaian Towa-kun ini seolah-olah mengatakan kalau itu salahnya, dan ibuku memelototinya seolah-olah mereka mengira itu salah Towa-kun sehingga aku pergi.

[I-Itu—]

Aku mencoba mengatakan dengan suara keras bahwa akulah yang salah, tapi Towa-kun menghentikanku.

Dia berbisik kepadaku lagi bahwa tidak apa-apa, dan kemudian melihat kembali pada para ibu, yang jauh lebih dewasa daripada dia.

Seperti yang diharapkan, para ibu tidak ingin membentak Towa-kun yang duduk di bangku sekolah SD, dan tidak ada yang dikatakan saat itu, tetapi setelah kembali ke rumah, mereka mengomeliku untuk tidak pernah bertemu dengan Towa-kun atau bermain dengannya lagi.

[Towa-kun…..sangat keren]

Ketika Towa-kun membelaku di depan ibuku, aku pikir ia terlihat sangat keren.

Aku akan mengakhiri hariku dengan perasaan yang berbeda dari biasanya saat aku menyentuh gantungan kunci yang diberikan Towa-kun kepadaku dan memikirkan kembali pertemuan hari ini.

Shu-kun dan Kotone-chan sepertinya mengatakan sesuatu kepadaku, tapi itu tidak mendinginkan hatiku.

[Towa-kun, kapan aku bisa bertemu denganmu lagi?]

Aku meninggalkan Towa-kun tanpa memutuskan bagaimana kami bisa bertemu atau di mana kami bisa bertemu, atau bahkan di mana kami bisa bertemu.

Aku bertanya-tanya apakah kami akan bertemu lagi, tetapi ternyata itu adalah ketakutan yang tidak berdasar.

[Eh? Ayana-san?]

[Towa-kun?!]

Aku tidak pernah menyangka kalau kami pergi menghadiri sekolah SD yang sama.

Jadi, kisah Towa-kun dan aku dimulai dari titik ini, dan kami akan menghabiskan banyak waktu bersama.

Shu-kun akan bergabung dengan kami, dan kami bertiga akan selalu menghabiskan waktu bersama.


*****

[Sudut Pandang MC]

Kisah yang Ayana ceritakan tentang masa lalunya adalah hal-hal yang benar-benar tidak kuketahui.

Aku bertanya-tanya betapa kecilnya dunia bagi Ayana, waktu yang dia habiskan bersama Shu dan keluarganya sejak dia masih kecil, dan cara ibunya memaksanya melakukan sesuatu.

“Aku minta maaf. Aku minta maaf karena berbicara tentang masa lalu begitu lama, meskipun Kamu mengetahuinya sampai batas tertentu.”

“Aku…. tau”

Aku tidak terkejut dia mengatakan itu.

Aku memang terpana dengan ceritanya, tetapi entah kenapa pikiranku menerimanya dengan tenang dan memproses informasinya.

Seolah-olah pikiranku telah meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini memang kebenaran dan bahwa aku telah mengetahuinya sejak awal.

(……? Ini ……)

Saat aku mendengarkan cerita Ayana, dan saat aku memeluknya sekarang setelah aku selesai mendengarkan, ingatan tertentu muncul di benakku.

Itu adalah ingatan mengenai cerita yang baru saja dikatakan Ayana kepadaku, dan pertemuanku dengan Ayana kembali padaku dengan jelas.

“……Aah benar. Itu benar-benar.”

Tiba-tiba, ingatanku kembali kepadaku, tetapi itu diubah menjadi pengalaman hidupku.

Terlepas dari kenyataan bahwa itu adalah ingatan orang lain, ingatan tersebut sudah berubah menjadi milikku sampai aku yakin bahwa itu selalu menjadi ingatanku.

“Towa, ada apa?”

Aku adalah aku, namun, seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, aku pasti merasa ada sesuatu yang terkait dengan Towa.

Mungkin itu sebabnya aku merasa lebih protektif terhadap Ayana daripada sebelumnya.

Aku ingin mengawasinya, dan aku ingin dia tersenyum seperti sekarang, dari lubuk hatinya.

“Ayana.”

Aku meletakkan tanganku di pipinya.

Aku tidak tahu mengapa aku memutuskan untuk melakukan itu, tetapi ketika dia melihat tanganku di pipinya, tatapan matanya terlihat basah seolah dia sedang mengharapkan sesuatu.

“…… Aku…”

“Eh?”

Jujur aku menganggap mereka tidak lebih dari karakter dalam sebuah game, …… dan tidak, masih ada sedikit dari itu.

Namun, aku bukan satu-satunya yang bergerak dengan kemauan, dan para gadis ini adalah manusia yang hidup di dunia ini, tidak berbeda denganku.

“…… Ayana…”

“Ya, ada apa?”

“Kamu benar-benar gadis kecil yang lucu banget sih!?”

“…… Hahiii!?”

Ekspresinya terus-menerus berubah, dan dia benar-benar imut.

Tidak mengherankan kalau dia adalah karakter favoritku sejak aku bermain game, tapi tetap saja, ketika aku melihat gadis yang bernama Otonashi Ayana lagi, itulah kesan yang muncul di benakku.

(….Aku tidak mencari arti terlahir kembali di dunia ini. Tapi satu-satunya hal yang ingin kulakukan sekarang adalah, aku tidak ingin membuat gadis ini …… aku tidak ingin Ayana menangis)

Aku pikir aku telah memikirkan arti kelahiran kembaliku ke dunia ini untuk waktu yang lama.

Aku berpikir bahwa pasti ada maksud kehadiranku di dunia ini, tapi karena aku yakin jika aku terus merasakan hal tersebut, itu pasti akan sama dengan akhir dari permainan itu, aku berpikir bahwa aku akan membawanya ke akhir yang bahagia. .

(Aku Yukishiro Towa,…… tapi aku bukan hanya karakter yang membentuk dunia ini. Kemudian aku akan melakukan apa yang ingin aku lakukan. Aku ingin melindungi makhluk yang ingin aku lindungi dengan tanganku sendiri. Aku ingin Ayana untuk tetap tersenyum.)

Dan jika aku bisa egois tentang satu hal lagi…… aku ingin tetap bersama gadis ini

“…..Jadi begitu ya.”

Kalau dipikir-pikir, ini mungkin pertama kalinya aku merasakan keinginan yang begitu kuat untuk berada di sisinya.

Tentu saja, sampai batas tertentu aku dipengaruhi oleh kesadaran Towa, tetapi ini pertama kalinya aku sangat ingin berada di sisinya atas kemauanku sendiri.

Setelah menatap Ayana sebentar, aku memutuskan untuk sedikit tenang dan pergi ke kulkas untuk minum.

“…… Ini.”

Namun, aku masih dalam posisi yang sama, dan aku mampu menghadapi perasaan aku, yang sepertinya mengalihkan pikiran aku dari banyak hal.

Aku mencoba berdiri, tapi dengan bodohnya lututku keram dan badanku terjatuh, mendorong Ayana ke bawah bersamaku.

“Ma-Maafkan aku Ayana…..?!”

Aku segera meminta maaf dan mencari sesuatu yang mencurigakan tentang dia, tetapi sentuhan di tangan kananku menghentikan gerakanku.

Rasanya begitu lembut dan hangat di telapak tanganku. …… Jadi tangan kananku diletakkan di dada Ayana yang luas.

“……Towa-kun.”

“……”

Aku harus menjauhkan tanganku, pikirku, tapi tanganku tidak mau lepas dari dada Ayana.

Saat tanganku menyentuh dadanya seperti itu, bahkan detak jantungnya bisa dirasakan melalui telapak tanganku.

Hal itu mungkin hal yang aneh untuk dipikirkan pada saat seperti ini, tapi itu membuatku berpikir bahwa dia masih hidup.

“Ayana, aku menginginkanmu.”

Aku mengatakan sebanyak itu dan aku terengah-engah.

Aku mengoreksi diriku dan mencoba untuk menjauh darinya, berpikir bahwa itu bukan hal yang tepat untuk dikatakan setelah mendorongnya jatuh dalam suatu kecelakaan, tapi ...... aku masih tidak ingin menjauh darinya.

Ayana yang sedari tadi tersipu, sudah terlihat aneh, tapi ketika dia mendengar kata-kataku, dia mengunciku menggunakan semua tangan dan kakinya.

“Tidak apa-apa, Towa-kun. Silakan lakukan apa pun yang kamu inginkan kepadaku tanpa memikirkannya sekarang. ”

Ekspresi Ayana terlihat sangat s*ksi ketika mengatakan itu.

Aku sangat kegirangan saat melihat wajah Ayana yang seperti itu, dan aku menyadari bahwa dia memiliki ekspresi yang sangat lembut dan reseptif di wajahnya, seolah-olah dia mencoba untuk memelukku.

Aku mendekatkan wajahku ke bibir Ayana saat dia menatapku, dan mencium bibir lembutnya.

“…..Un…..Chuu

Aku tidak dapat mengingat seperti apa kehidupanku sebelumnya, tetapi ini pasti pertama kalinya aku mencium seorang gadis dalam hidupku.

Aku yakin rasa yang sedikit asin dan teksturnya yang lembut itu karena Ayana terus menangis beberapa saat yang lalu.

“Rasanya sedikit asin, mungkin karena kamu menangis?”

“…… Karena ada kejadian seperti tadi, sih. Towa-kun membuatku menangis, jadi tolong tanggung jawablah~♪”

Aku menertawakan Ayana yang menghalangi jalan kaburku dengan memintaku untuk bertanggung jawab.

Sejujurnya, masih banyak yang harus kuketahui, dan yang terpenting, mungkin ada lebih banyak hal tersembunyi antara diriku dan Ayana.

Tapi untuk saat ini, aku hanya ingin mencintai gadis di depanku.

Aku membaringkan tubuhku di atas tubuh Ayana, didorong oleh perasaan cinta yang meluap-luap di hatiku, dan mengikuti perasaanku sendiri yang ingin melindunginya.

Setelah beberapa waktu, kami secara alami telanjang bulat dan saling berpelukan.

“…..Fufu”

“Apa ada yang salah?”

“Tidak, aku tahu aku suka melakukannya dengan cara begini.”

Ehehe, Ayana tertawa dan aku mengelus kepalanya.

Aku pikir dia mirip seperti kucing ketika aku melihatnya menyipitkan matanya dengan senang.

“Kamu terlihat mirip seperti kucing, Ayana.”

“Mirip seekor kucing? Nyaa~n♪”

“……”

“Oh, apa itu mempan padamu? Apa aku menemukan area baru untuk dijelajahi?

“Jangan menyebutnya area baru untuk dijelajahi.”

Wajah tersenyum Ayana begitu antusias, tapi aku tertawa kecil dan berpikir, yah, itu sama saja bagiku.

“Akemi-san masih belum pulang ya?”

“Dia bilang dia akan sedikit terlambat. Kupikir dia akan pulang sekitar satu jam lagi.

“Benarkah? Lalu kita bisa tetap seperti ini sedikit lebih lama lagi.”

Ayana membenamkan wajahnya di dadaku lagi.

Aku sedikit terkejut melihat tubuh telanjang Ayana, tapi saat aku melihat wajahnya lagi……, jujur saja aku terkesan dengan gayanya yang cantik sekaligus erotis.

Kami berpelukan sebentar lalu memutuskan untuk berpakaian dan menunggu ibuku pulang.

“Towa-kun.”

“Ada apa?”

Saat kami bersantai bersama seperti ini, Ayana tiba-tiba menanyakan pertanyaan ini padaku.

“Bisakah kamu mencoba memanggilku dengan setiap kemungkinan nama yang dapat kamu pikirkan?”

“Eh? …… Tentu."

Aku bingung dengan pertanyaannya, yang lebih samar daripada bermakna, tetapi aku mengikuti kata-katanya dan mencoba mengatakan apa yang aku sebut Ayana.

“Ayana,…… Ayana-san,…… Ayana-chan,…… sayang?”

“…… Pfft!”

“Jangan tertawa!”

Aku tahu panggilan “Sayang” terlalu berlebihan, tapi tolong jangan tertawa!

Ayana bilang dia minta maaf, tapi bahunya bergetar, dan sepertinya kata-kataku tepat sasaran.

Dia tertawa lebih kerasa dari yang kuharapkan dan hampir cekikikan, tetapi Ayana meraih tanganku dan melanjutkan.

“Towa-kun selalu seperti itu. Kamu tidak pernah memanggilku “Kamu,” tau? Aku tahu kamu mungkin ingin mengatakan aku hanya kepedean, tetapi bahkan caramu memanggilku membuatku merasa bahwa kamu menganggapku sebagai seseorang yang penting, dan itu membuatku bahagia.”

“Ah~…… tidak, kamu tidak bisa memanggil seorang gadis ‘kamu’ seperti itu, ‘kan?”

Aku tidak tahu apakah mereka sangat dekat, tetapi tidak mungkin bagiku untuk mengatakan "kamu" kepada seorang gadis yang dekat denganku seperti Ayana.

“Aku mengajukan pertanyaan serupa beberapa waktu lalu,……, tapi kurasa Towa-kun tidak pernah berubah, ‘kan? Kamu selalu baik padaku,……, dan aku akan selalu mencintaimu untuk itu.”

Ayana lalu mencium pipiku.

Terlepas dari kenyataan bahwa mungkin tidak ada arti yang mendalam dari pertanyaan yang baru saja dia tanyakan kepadaku, aku masih senang mendengar Ayana mengatakannya sebagai tanggapan atas jawabanku sendiri.

Mari berjemur di bawah kasih sayangnya lebih lama, dan merasakan kehadirannya dekat.


****

[Sudut Pandang Shu]

“……?”

“Apa ada yang salah?”

Sepulang sekolah, aku membantu Iori-senpai dengan pekerjaannya lagi.

Aku hendak menyelesaikannya namun aku tiba-tiba merasakan sesuatu yang tidak dapat aku gambarkan dengan kata-kata, tapi pada akhirnya aku tidak tahu kejanggalan apa tadi itu.

Iori-senpai memiringkan kepalanya ke arahku, tapi segera mengalihkan pandangannya dariku untuk berkonsentrasi pada sisa pekerjaannya.

Setelah beberapa saat keheningan, kami berdua menyelesaikan pekerjaan kami untuk hari itu.

“Fuu, kerja bagus, Shu-kun.”

“Tidak, tidak, kerja bagus untukmu juga, Iori-senpai.”

“….Fufu♪”

Saat aku mengatakan ini padanya, entah mengapa Iori-senpai tersenyum bahagia.

Selagi aku berpikir bahwa Iori-senpai masihlah gadis yang tersenyum indah, Iori-senpai melihat langsung ke wajahku dan mengatakan ini kepadaku.

“Ketika aku menyeretmu, kamu terlihat seperti dalam masalah, tetapi ketika pekerjaan dimulai, kamu langsung berkonsentrasi dan membantuku sampai akhir. Aku pikir kamu luar biasa seperti itu.”

“……Terima kasih.”

Aku merasakan panas di pipiku saat dia memujiku begitu.

Sejujurnya, seperti yang baru saja Iori-senpai katakan, memang benar aku merasa itu merepotkan, tapi aku tidak membenci kenyataan bahwa dia mengandalkanku seperti ini ...... Karena aku agak bahagia, aku ingin memenuhi harapannya sebanyak mungkin.

(…… meskipun aku juga memiliki sedikit rasa superioritas)

Iori-senpai dipuja oleh banyak siswa sebagai ketua OSIS yang cantik di sekolah ini.

Tidak mengherankan jika dia dipuja-puja oleh para pria, dan aku mendengar darinya langsung bahwa dia telah menerima banyak pengakuan cinta dari para pria.

Sementara banyak orang tertarik pada Iori-senpai dengan cara begitu aku merasakan keunggulan pada kenyataan bahwa dia bergantung padaku.

“Ayo pulang hari ini.”

“Ya, aku mengerti.”

Aku meninggalkan ruang OSIS bersama Iori-senpai dan menuju pintu masuk.

Langit di atas cakrawala sudah cukup gelap, dan satu-satunya orang di sekolah adalah para siswa yang berada di luar melakukan kegiatan klub dan para guru yang masih berada di ruang staf.

Ayana dan Towa seharusnya sudah pergi, jadi aku sendirian hari ini.

"Shu-kun, mumpung kita di sini, ayo berpegangan tangan.”

“…… Eh?”

Mengapa? Bahkan sebelum aku bisa mengajukan pertanyaan seperti itu, tanganku sudah berada di genggamannya.

Aku tidak tahan untuk berpaling dari Iori-senpai, yang memegang tanganku dan menatapku dengan saksama, tapi Iori-senpai menatapku dan cekikikan.

Orang ini selalu seperti itu… menggodaku seperti ini, menggodaku… tapi aku tidak keberatan dia memperlakukanku seperti itu.

“Apa jantungmu berdebar kencang?”

“….”

“Fufu….Apa itu berarti aku masih punya kesempatan?”

Iori-senpai selalu mengatakan hal-hal yang membuatku gugup.

Sejujurnya, aku bahkan tidak tahu mengapa dia sangat memikirkan seseorang sepertiku. Itu karena aku sama sekali tidak serasi dengan gadis secantik Iori-senpai.

Aku pernah bertanya mengapa dia sangat peduli padaku, dan inilah yang dia katakan.

[Jika kamu berpacaran denganku, aku akan memberitahumu, tapi apa yang ingin kamu lakukan?]

Apa aku bersedia berpacaran dengan Iori-senpai? Aku ingat bahwa aku secara alami tertarik pada kata-katanya, tetapi dari caranya memandangku, aku pikir dia benar-benar bercanda, jadi aku bilang oke.

(Tidak peduli seberapa jauh aku melangkah, aku hanyalah manusia biasa… Aku hanya tidak memiliki kualitas penebusan.)

Towa akan memberitahuku untuk tidak terlalu merendahkan diriku sendiri, tapi meski begitu, kurasa aku takkan bisa memperbaiki kepribadianku ini kecuali aku memiliki banyak masalah.

Aku sadar bahwa aku memiliki rasa minder dan aku terlalu memandang rendah diriku sendiri, tetapi aku selalu seperti ini, jadi aku tidak dapat dengan mudah memperbaikinya.

(Memang benar Iori-senpai adalah gadis yang cantik,……, tapi aku menyukai Ayana. Dia selalu ada di sisiku. Itu sebabnya aku tidak bisa menjalin hubungan seperti itu dengan Iori-senpai.)

Aku juga laki-laki, jadi terkadang aku dibuat terlena oleh kata-kata manis Iori-senpai. Tapi aku masih mencintai Ayana.

Aku tidak akan menyerah padanya, dia sudah berada di sisiku selama ini dan aku akan membuatnya bahagia mulai sekarang. …… Ya! Aku akan membuatnya bahagia!

“Iori-senpai, kita harus bergerak cepat.”

“Ya”

Aku sedang memikirkan Ayana, dan aku sangat ingin melihatnya.

Saat aku berpikir untuk mampir ke rumah Ayana sebelum pulang, aku mendengar suara di belakangku yang bukan milikku dan Iori-senpai.

“Oh, Shu-senpai!”

“Eh? Mari?”

“Sudah kuduga itu Shu-senpai!”

Ternyata itu Mari, seorang kouhai, yang memanggil namaku dan berlari ke arahku.

Dibandingkan dengan Iori-senpai yang lebih dewasa, Mari adalah seorang gadis tomboy, bertampang ramping yang lebih sering digambarkan sebagai imut dan manis daripada cantik.

“Apa kamu hendak pulang juga? Boleh aku bergabung denganmu?”

“Tentu. Shu-kun, kamu tidak keberatan, ‘kan?”

“Tentu. Bagaimana kita pulang bersama?”

“Ya!”

Mari menjawab dengan gembira dan riang dan berjalan di sebelahku, tapi kemudian dia dengan cepat menutup jarak di antara kami dan meraih lenganku.

Seolah-olah untuk melawan senyum Mari yang pemalu tapi bahagia, Iori-senpai juga melepaskan tanganku yang memegang tangannya dan semakin memperpendek jarak saat dia memeluk lenganku.

(…… lembutnya)

Aku hampir merasakan hidungku mengeluarkan sesuatu pada sentuhan yang lembut nan kenyal.

Seolah-olah untuk memasang setidaknya kemiripan perlawanan, aku entah bagaimana berhasil memperbaiki ekspresiku dan melakukan yang terbaik untuk menggertak bahwa aku tidak menyadari apa pun secara khusus.

“Uchida-san, bukankah kamu terlalu dekat?”

“Honjo-senpai juga sama, bukannya kamu terlalu dekat? Tolong menjauhlah darinya.”

Mereka berdua berkelahi satu sama lain seolah-olah mereka bersaing untuk mendapatkan perhatianku.

Jika Ayana melihatku pada saat seperti itu, dia akan salah paham, dan aku bersyukur dia tidak berada di sisiku untuk saat ini.

“Aku hanya tidak ingin kalian berdua terlalu sering berdebat ketika aku dihimpit kalian.”

“….Benar.”

“Tentu saja.”

Aku mengatakan ini, dan mereka berdua berhenti berdebat.

Aku menghela nafas lega, meski sedikit kecewa, saat mereka tidak hanya berhenti berdebat, tapi juga melepaskan lenganku yang tadinya mereka pegang.

Aku tidak tahu perasaan apa yang mereka berdua miliki untukku. Tapi aku penasaran apakah begini rasanya membuat orang memperebutkanku, dan aku sedikit bermasalah.

(…..Aku terlalu kepedean!)

Aku merasa malu pada diriku sendiri karena berpikir seperti protagonis harem.

Tidak peduli seberapa besar Iori-senpai dan Mari mungkin menyukaiku atau PDKT denganku, aku sudah mempunyai Ayana …… Jadi jangan berharap yang aneh-aneh, Sasaki Shu!

Aku sedang menguji diriku sendiri ketika Iori, sembari menatap Mari, mengatakan sesuatu seperti ini.

“Jadi, apa hubunganmu dengan Uchida-san, Shu-kun?”

Aku hendak menjawab, tapi Mari yang menjawab lebih dulu.

“Aku sering lari di akhir pekan dan hari libur. Aku bertemu Ayana-senpai ketika aku juga berlari, dan dia memperkenalkanku pada Shu-senpai. Aku selalu mengabdikan diri pada kegiatan klub, jadi aku sangat menikmati berbicara dengan mereka berdua. …… ehehe.”

“Jadi begitu.”

Saat aku mendengarkan kata-kata Mari, aku juga mengingat hari-hari itu.

Hari itu adalah hari libur biasa dan aku hanya bersantai di rumah, tetapi Ayana menghubungiku dan bertanya apakah aku ingin bertemu dengannya sekarang.

Aku sangat gugup ketika pertama kali bertemu Mari sehingga percakapan kami lumayan canggung.

“Sudah kubilang, Shu-kun, Mari adalah gadis yang baik.”

Berkat dukungan Ayana, aku mulai berinteraksi dengan Mari juga dan bisa mengenalnya sebaik sekarang.

Kami berdua semakin sering bertemu tanpa Ayana, dan terkadang aku menemani Mari berlari. …… Tentu saja, aku tidak bisa mengimbangi staminanya dan menyerah sejak dini.

“Tapi sungguh kebetulan sekali, bukan? Berkat Otonashi-san, aku bisa bertemu Shu-kun, dan berkat Otonashi-san aku juga bisa berbicara dengan Shu-kun.”

“Apa benar begitu?”

“Ya”

Memang benar berkat Ayana, aku bisa mengenal Iori-senpai juga.

Saat kami melakukan diskusi kelas, Ayana sering mengambil inisiatif memimpin kelompok dan mengatur pendapat semua orang.

Ayana memintaku untuk menemaninya ke ruang OSIS, dan disitulah aku bertemu Iori-senpai.

(Aku sudah mendengar tentang Iori-senpai, tapi aku mendapat kesan bahwa dia adalah orang yang dingin dan menakutkan.)

Pada waktu itu, aku merasa takut karena rumor tersebut, tapi berkat Ayana yang pandai berurusan dengan orang, dan berada di sisiku, kami menjadi teman seperti yang kulakukan dengan Mari.

Begitulah caraku berteman dengan Iori-senpai.

“Jadi, bisa dibilang kalau Otonashi-san adalah Mak comblang di antara kita, Shu-kun.”

“Itu benar! …… Yah, Shu-senpai sepertinya tidak mau memberi perhatian sama sekali padaku.”

Aku tidak ingin kalian berdua menatapku.

Mereka menatapku, yang tersipu karena tidak tahu bagaimana harus bereaksi, dan keduanya menghela nafas.

“…… Masih tidak bagus, ya.”

“Memang.”

“Apa aku baru saja melakukan sesuatu yang salah?!”

Mau tak mau aku jadi melontarkan komentar keras.

Suaraku begitu keras dan mereka berdua meminta maaf karena terlalu banyak mengolok-olok aku, tapi itu bukan apa-apa untuk meminta maaf. ……

Aku mengenal mereka berdua melalui Ayana dan berteman baik dengan mereka, dan aku dapat mengatakan tanpa ragu bahwa mereka adalah bagian yang sangat besar dalam hidupku.

(Aku tidak membencinya, justru sebaliknya, aku menyukainya.)

Waktu yang aku habiskan bersama Ayana dan Towa, dan keseharian yang aku habiskan bersama Iori dan Mari sangat penting bagiku.

Yah, lagipula, aku merasa paling nyaman saat berada di sisi Ayana …… mungkin?

Kemudian aku bertanya-tanya apakah salah jika aku memikirkan Ayana, dan aku menyadari bahwa Iori-senpai dan Mari menatapku dengan tatapan yang tak terlukiskan.

“…..Apa?”

“Tidak, aku hanya berpikir bahwa Otonashi-san adalah lawan yang tangguh.”

“Itu benar. Ayana-senpai terlalu kuat!”

Mengapa nama Ayana tiba-tiba diungkit……

Meskipun aku merasa seolah-olah mereka telah membaca pikiranku, memang tidak diragukan lagi kalau aku selalu memikirkan Ayana.

Dia sangat memahamiku karena kami telah menghabiskan seluruh hidup kami sebagai teman  masa kecil.

Dia selalu tersenyum di sampingku, dan senyumnya benar-benar hartaku yang berharga.

“……Aku menyukai Ayana.”

Aku berbisik pelan agar mereka berdua tidak bisa mendengarku.

Aku mungkin ditertawakan karena mengatakannya seperti ini, tetapi aku dapat mengatakan bahwa orang tua kami sangat dekat satu sama lain.

Ayana telah berada di sisiku selama ini tanpa sedikitpun ketidaksetujuan, jadi aku yakin kalau perasaanku akan tersampaikan padanya. …… jadi aku yakin itu akan baik-baik saja.

“Ah, benar, Shu-senpai!”

“Apa ada yang salah?”

“Otonashi-senpai juga sama, tapi Yukishiro-senpai juga luar biasa, kan!”

Aku mengangguk.

Kalau dipikir-pikir lagi, ini adalah pertama kalinya Mari bertanya padaku tentang Towa, dan aku akan menjawab apapun yang dia tanyakan padaku, selama aku tahu apa yang dia bicarakan.

“Aku punya kesempatan untuk berbicara dengannya sebelumnya, tapi ada sesuatu yang tidak bisa kutanyakan padanya saat itu. Yukishiro-senpai adalah pemain sepak bola yang sangat bagus, bukan?”

“Ara, begitukah?”

Berbeda dengan Iori-senpai yang bereaksi seolah dia tertarik, aku merasa seolah ada bayangan yang menutupi hatiku.

Towa adalah sahabat terbaikku,……, tapi meski begitu, topik sepak bola di antara kami lumayan sedikit tabu.

“Ketika aku masih SMP, aku bersekolah di sekolah yang berbeda, tetapi aku masih ingat bahwa ada desas-desus bahwa ia adalah pemain sepak bola yang sangat jago. Namun, aku mendengar bahwa ia mengalami kecelakaan dan terluka parah dan harus berhenti bermain sepak bola.”

Meskipun dia bertanya apakah aku mengetahui detail waktu itu, aku tidak dapat langsung menjawab pertanyaan Mari.

Karena kejadian itu …… tidak, itu sudah berakhir.

Bahkan Towa memaafkanku, dan ini sudah berakhir!

[Kurasa itu berarti hal semacam ini bisa terjadi. Jangan terlalu khawatir, Shu, aku sangat senang kamu baik-baik saja.]

Lihat, bahkan Towa dalam ingatanku mengatakan begitu ……, jadi tidak apa-apa.

Tapi tetap saja aku memutuskan untuk mengacaukan kata-kataku pada Mari.

“Sebenarnya, aku juga tidak tahu apakah aku akan …… pergi sejauh itu. Aku yakin itu pasti membuat Towa frustasi, dan kupikir lebih baik kalau kamu tidak perlu terlalu banyak mengoreknya.”

Aku menyimpulkan bahwa ini mungkin lebih baik untuk Towa.

Kedua wanita itu tidak menanyakan pertanyaan yang lebih dalam tentang topik ini setelah mendengar ucapanku, dan mereka segera beralih ke topik lain.

“….Fiuh”

Aku merasa lega ketika topik mengenai Towa sudah selesai.

Menjaga sikap tenang saat berbicara dengan mereka, aku berpikir bahwa Towa adalah sahabatku.

Ya, …… Towa adalah sahabatku.

(Tapi kenyataannya adalah ……)

Aku …… merasa iri kepada Towa, sahabatku, yang bisa melakukan apa saja.

Aku sangat iri dengan Towa yang pandai belajar, jago dalam olah raga, punya banyak teman, dan sangat akrab dengan Ayana.

Aku merasa iri padanya karena memiliki semua yang tidak aku miliki, tetapi pada saat yang sama aku cemburu.

[...Eh?]

[Maaf, tapi kamu mungkin takkan bisa mengikuti turnamen, dan bermain sepak bola mungkin sedikit sulit.]

Ketika aku secara tidak sengaja mendengar kalimat yang datang dari kamar rumah sakit Towa dan melihat ekspresi tercengang di wajah Towa melalui celah kecil, mau tidak mau aku berpikir, “Rasain tuh.”

Tapi itu bukan niatku yang sebenarnya, hanya kecemburuanku lah yang mendorongku.

Tetap saja, aku tertawa dan terkikik melihat Towa di tempat tidur, hancur oleh kenyataan menyakitkan dari situasinya.

(Pada saat itu, aku memang menertawakan Towa. Dan pada saat itu, aku juga merasakan sedikit perasaan bahwa ada orang lain di sana.)

Mungkin seseorang melihat wajah tertawaku saat itu. ……

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama