[LN] Otonari no Top Idol-sama Jilid 1 Bab 5 Bahasa Indonesia

Ronde 5 — Kamu Ingin Aku Makan Banyak, Bukan?

 

 

“Yo, yo, Mamori Suzufumi-san.”

Kelas 2-A, baris kedua dari jendela, baris kedua dari depan. Saat aku duduk di kursiku, seorang preman bodong yang berada di kursi depan mulai menyapaku.

“Selamat pagi, Hozumi.”

“Aku sangat marah tau, aku mengira kalau kita berdua adalah teman.”

“Itu sih makasih banget.”

Kemarin, selama upacara pembukaan, ia membuatku mendengarkan adegan mesra dengan pacarnya, tapi hari ini dirinya tanpa ragu-ragu mengungkapkan perasaan sebaliknya. Ia sungguh pria yang sibuk dan suka marah-marah enggak jelas.

“Oh iya, dengar-dengar katanya kamu menyatakan perasaanmu kepada Arisu Yuzuki, ya.”

Kotak pensil yang kucoba simpan di mejaku tergelincir.

“...Kenapa kamu bisa tahu hal itu?”

“Aku mendengarnya dari seorang teman di OSIS. Katanya kamu memanggil Arisu Yuzuki ke ruang referensi sepulang sekolah kemarin.”

Sudah kuduga, mana mungkin bisa menutup mulut semua orang. Dari senior ke junior, dan kemudian kepada teman-temannya. Sejak aku memasuki halaman sekolah hari ini, kupikir aku merasakan ada banyak perhatian yang tertuju padaku, tapi sepertinya itu bukan imajinasiku saja.

“Kamu yang selalu menyalahkan orang lain, tapi sekarang malah mencoba kabur sendiri? Berpura-pura menjadi orang yang berakal sehat.”

“Akal sehat tidak berlaku jika menyangkut cinta.”

“Yah, aku mengerti bagaimana rasanya jatuh cinta pada hal yang terlarang.”

Memang, pria yang memiliki guru sebagai pacarnya bisa memahaminya dengan cepat.

Ngomong-ngomong, Hozumi sedang berpacaran dengan guru sejarah Jepang. Dia biasanya wanita yang tenang, tapi ternyata dia cukup aktif dalam urusan percintaan.

“Yah kesampingkan candaan tadi, tapi kamu harus lebih berhati-hati dan jangan sampai orang asing membuatmu merasa tak nyaman dengan rasa persaingan yang aneh. Kamu sendiri yang akan kerepotan jika diganggu oleh penggemar yang merepotkan.”

Terima kasih atas peringatannya, temanku.

Memang benar aku ingin menjalani kehidupan SMA-ku dengan tenang. Jika ada penggemar fanatik Yuzuki di sekolah, tidak mengherankan jika aku mungkin akan diserang pada malam hari. Aku akan mencoba untuk tidak keluar saat matahari terbenam.

Bel masuk berbunyi, teman sekelas yang tadinya tersebar mulai duduk di tempat masing-masing. Tidak sampai satu menit kemudian, wali kelas kami masuk.

Jaket abu-abu tanpa kerutan, blus putih polos yang rapi, dan rok sedikit di atas lutut memberikan kesan awal sebagai orang yang kaku.

“Selamat pagi semuanya. Aku akan mengambil absensi ya.”

Rambut hitamnya yang pendek berayun dengan mulus. Ucapan salam yang lembut terdengar seperti suara nyanyian peri yang berdiri di tepi danau.

Mikami Momose. Wali kelas dari kelas 2-A, dan mata pelajaran yang dia ajarkan adalah sastra modern. Dia diperkirakan berusia pertengahan dua puluhan, dia mungkin guru termuda di SMA Orikita. Dia adalah guru favorit di kalangan siswa laki-laki.

Mata bulat, hidung yang mancung, dan bibir yang mengkilat dan kencang. Dengan wajah yang memadukan kepolosan dan kewibawaan, dia tidak akan terlihat aneh meskipun tergabung dalam grup idola.

Dia baik kepada semua orang dan terkadang tegas. Dia mungkin terlihat serius dan jujur, tetapi dia juga menyisipkan hobinya di kelas dan bersenang-senang dengan para siswa di festival olahraga. Sikap nakalnya yang sesuai dengan usianya juga menjadi poin yang populer.

“Kita beruntung wali kelas kita adalah Momo-chan.”

“Aku sih sudah pasti lebih memilih ini daripada Arisu Yuzuki.”

Teman-teman sekelasku diam-diam meneriakkan pujian mereka. Wali kelas kami tampak tidak terganggu dan dengan santai membacakan nama-nama siswa dalam urutan abjad.

“Mamori Suzufumi-san.”

“Ya.”

Tatapan mata kami bertemu. Kupikir aku sudah terbiasa melihat wajah wanita cantik akhir-akhir ini, tapi aku masih merasa gugup.

“...Ya, semuanya hadir. Jam pelarajan pertama secara tertulis, jadi aku ingin memulai apa adanya, tapi pertama-tama ada pemberitahuan dari ruang staf yang ingin aku sampaikan.”

Pemberitahuan. Itu adalah kata yang tidak biasa didengar dalam jam wali kelas di pagi hari.

“Di antara siswa baru kelas 1 tahun ini, ada seorang siswa yang bekerja di bidang agensi bakat. Aku tidak akan menyebutkan namanya, tetapi kalian mungkin sudah mengenalnya.”

Dia telah menarik begitu banyak perhatian pada upacara masuk. Bahkan orang-orang yang tidak akrab dengan idola mungkin pernah mendengarnya dari orang lain.

“Pihak sekolah tidak melarang siswanya untuk bekerja paruh waktu. Oleh karena itu, pihak sekolah akan melakukan yang terbaik untuk mendukungnya dalam menyeimbangkan studinya dengan aktivitas hiburannya.”

Motto sekolah SMA Orikita adalah [menghormati kebebasan]. Nampaknya kebijakan tersebut memperbolehkan aktivitas idola juga.

“Hal yang sama berlaku untuk persahabatan. Kami berharap dia akan mendapatkan banyak teman di Orikita dan membina hubungan yang akan bertahan hingga dewasa, namun .......”

Aku bisa merasakan kalau suasana di dalam ruang kelas langsung berubah total.

“Berhati-hatilah dalam menjalin hubungan percntaan. Tentu saja, pihak sekolah tidak melarang hubungan antara siswa tertentu. Namun, dalam kasusnya, jika gambar atau video dirinya berdua dengan lawan jenis beredar di internet, rumor aneh mungkin menyebar dan berdampak negatif pada pekerjaannya. Jangan sekali-kali mendekati kelasnya hanya karena penasaran.”

Tatapan mataku bertemu dengan Mikami-sensei lagi. Meskipun dia tampak tenang di permukaan,tapi dia memancarkan aura mengintimidasi tanpa berkata apa-apa. Bukan hanya dia saja. Tatatapan mata semua orang di kelas tertuju padaku.

“Terlebih lagi, menyatakan rasa suka sepihak dan menyeret seseorang ke tempat yang sepi adalah hal yang keterlaluan. Harap diingat bahwa tugas kalian sebagai pelajar adalah belajar. Oke, hanya itu saja pengumumannya.”

Mereka memperlakukanku seperti penjahat. Memang benar itu adalah kebohongan yang kukatakan pada diriku sendiri, tapi itu benar-benar membuatku kecewa. Kenyataan bahwa hal itu dikatakan oleh Mikami-sensei yang berperangai lembut dan baik hati, semakin membebaniku.

Hari itu, mungkin karena aku terlihat sangat murung, teman-temanku yang sudah bubar untuk pindah kelas membelikanku jus setiap kali aku berpapasan dengan mereka di lorong. Perutku menjadi buncit karena kebanyakan minum jus.

 

 

Sepulang sekolah. Meskipun aku mengikuti kelas pagi sepanjang minggu, aku akhirnya pulang cukup sore karena mengerjakan tugas dari berbagai guru.

Aku terlambat untuk makan siang dan waktunya masih lebih awal untuk makan malam. Jadi aku memutuskan untuk membeli makanan ringan di minimarket dalam perjalanan pulang. Roti kukus kastanye yang kuterima dengan uang gratis tidak akan bisa memuaskan rasa laparku.

Setelah meninggalkan ruang guru di lantai satu, aku memutuskan untuk kembali ke ruang kelas Kelas 2-A untuk mengambil tasku. Pertama, aku berjalan menyusuri lorong lantai kelas satu sampai ke ujung lorong. Rute terpendek adalah dengan menaiki tangga di belakang gedung sekolah, di luar Kelas 1-A, dan langsung menuju ke atas menuju Kelas 2-A.

Aku melewati Kelas D dan Kelas C dan berhenti di depan Kelas B. Ini adalah kelas tempat Yuzuki terdaftar.

Atau lebih tepatnya, ini gawat. Jika ada yang melihatku di tempat seperti ini, aku akhirnya akan dicurigai sebagai penguntit. Aku harus segera pergi untuk mematuhi pemberitahuan pagi tadi.

Pada saat aku melewati pintu di depan kelas….

“…Hmm?”

Aku mendengar suara seseorang di dalam ruangan.

Identitasnya tidak diketahui karena pintu depan dan belakang ruang kelas tertutup.

Kegiatan klub bahkan belum memulai masa perekrutan, jadi mungkin mereka tidak akan menutup pintu kelas untuk berganti pakaian. Kegiatan belajar mengajar untuk kelas 1 dimulai besok atau lusa, jadi sulit membayangkan mereka melakukan persiapan apa pun.

Apa jangan-jangan, upaya pencurian? Tapi, mana mungkin ada dompet atau barang berharga yang tertinggal di kelas setelah siswa pulang.

Aku memasukkan tangan kiriku ke dalam saku dan setelah memeriksa tampilan ponselku, aku meletakkan tangan kananku di celah pintu geser. Aku kemudian menggesernya secara perlahan ke samping agar tidak mengganggu siapa pun yang mungkin ada di dalam.

“Ah, Yuzuki-chan... aku mencintaimu... Lopyuu...”

Di bagian bawah pandanganku, ada seseorang di dekat kursi Sasaki Yuzuki.

Wanita itu sedang menyandarkan pipinya di kursi dengan ekspresi cengengesan di wajahnya. Jaket abu-abunya terlihat kusut karena terjepit di sudut kursi.

“Haah~...Aku ingin merobek kursi ini yang bersentuhan dengan bokong kencang Yuzuki-chan dan menggunakannya sebagai masker wajah setelah mandi...”

Dia menyandarkan pipinya di kursi, seperti seekor anjing yang bersandar di pangkuan pemiliknya.

“Jika  ada seorang siswa yang melihatku seperti ini, hidupku akan berakhir... Menurutku photobook Yuzuki-chan akan menjadi hadiah yang bagus untuk dibawa ke dalam penjara... Penanda bukunya harus rambut gadis itu... , Hihihi…”

Aku hanya bisa terdiam. Bukannya aku tidak bisa bersuara, aku hanya tidak tahu bagaimana harus bereaksi, dan tidak bisa bergerak sama sekali.

“Rapat para guru akan segera dimulai, jadi sudah waktunya aku harus segera pergi...ah.”

Wanita itu mendongak.

Aku mengintip ke dalam ruangan melalui celah di pintu, dan pandangan mata kami saling bertemu.

“…Mi-Mikami-ensei…”

“Mamori-kun...”

Dunia mendadak menjadi kaku.

Mikami Momose, guru wali kelas Kelas 2-A, menempelkan pipinya ke kursi lagi dan mengajukan pertanyaan.

“Apa kamu juga datang untuk menikmati pantat Yuzuki-chan?”

“Mana mungkinlah!?”

Aku mungkin belum pernah meninggikan suaraku sekeras ini di sekolah sejak kontes sorak-sorai di festival olahraga.

“Eh, Sensei, seriusan, apa yang sedang kamu lakukan?”

aku tidak bisa berhenti berkeringat dingin. Tampaknya ketika orang mempunyai ketakutan naluriah, mereka menjadi kurang mampu berbicara.

“Asal kamu tahu saja, aku belum menjilatnya.”

“Jika itulah yang terjadi setelah kejadian itu, aku akan menyingkirkanya tanpa ampun.”

Mikami-sensei akhirnya bangkit dan berdiri tepat di depanku.

“Kupikir aku sudah memberitahumu pagi ini, ‘kan? Jangan coba-coba mendekati ruang kelas Yuzuki-chan.”

Hebat sekali. Dia mencoba untuk menempatkan dirinya dan mulai menegurku dalam situasi ini.

“Bukannya aku sedang mencari Kelas B. Aku tak sengaja mendengar suara dari dalam kelas, jadi aku mengintip ke dalam dan tidak menyangka kalau aku menemukan hal seperti ini sedang terjadi...”

“Aku tuh selalu punya kecenderungan untuk berbicara pada diri sendiriku ketika  terlalu bersemangat tentang sesuatu. Kurasa aku harus memperbaikinya.”

Kurasa bukan itu yang perlu kamu renungkan.

“Umm, sekedar ingin mengonfirmasi saja, apa sensei penggemar Arisu Yuzuki?”

“Penggemar, ya...”

Heh, dia tertawa mengejek dan menepuk dadanya dengan bangga.

“Sebenarnya, aku adalah anggota klub penggemar [Spotlights] dengan nomor keanggotaan 000005.”

Dia mengeluarkan kartu keanggotaan yang berkilauan dari dompet kartunya.

“Aku menghabiskan kurang dari 5000 yen untuk makanan setiap bulan. Minuman alkohol untuk minum di rumah, aku membelinya dalam jumlah grosiran. Aku membeli pakaian dari toko barang bekas atau lelang online. Aku tidak memberi uang hadiah tahun baru kepada anak-anak keluarga, dan aku menghemat uang untuk mencurahkan semuanya kepada Yuzuki-chan selama beberapa tahun terakhir. Aku terus bekerja sebagai pegawai negeri hanya karena gajinya stabil.”

Sekarang aku memahami mengapa dia menatapku dengan begitu tajam ketika jam wali kelas pagi tadi.

Dia tidak mendoakan kehidupan sekolah yang baik bagi Yuzuki.

Dia hanya merasa iri padaku.

“Aku sudah menghadiri berbagai acara sebelumnya. Konser di daerah, peluncuran lagu baru, pertemuan penggemar, dan siaran radio langsung ......, tetapi aku belum pernah menghadiri sesi jabat tangan. Apa kamu tahu alasannya?”

“En-Entah?”

“Bukannya itu sudah jelas? Karena Yuzuki-chan terlalu cantik!”

Aku merasa takut. Mikami-sensei yang selalu baik dan lembut, menunjukkan sifat fanatiknya. Aku ingin menunjukkan pemandangan ini kepada semua anak laki-laki di kelas yang sedang mengidolakannya.

“Iya, aku mengakui. Memang benar aku adalah idola SMA Orikita. Aku punya penampilan menawan, gaya yang bagus, dan kepribadian yang baik. Aku mendapat pengakuan dari sejumlah siswa setiap tahun, dan hanya masalah waktu saja sebelum aku tampil di koran lokal sebagai 'guru yang terlalu imut'.”

Narsismemu sendiri justu lebih bermasalah.

“Tapi, bagaimanapun juga, aku hanyalah warga negara biasa. Aku adalah bagian dari masyarakat. Di hadapan idol asli, aku adalah idola biasa. Jika aku yang palsu, menyentuh tangannya yang putih, lembut dan halus, Yuzuki-chan akan ternoda. Aku tipe orang yang suka menjaga jarak tertentu dari orang yang aku kagumi. Selagi berjabat tangan, kami  akan bertukar sepatah-dua patah kata, bukan? Saat aku mendengar suara asli Yuzuki-chan, aku yakin aku akan memotong telingaku sendiri dengan cutter dan mengawetkannya dengan formalin.”

Aku teringat asal kata [penggemar] yang pernah kudengar dari Yuzuki.

“Tapi aku tidak pernah menyangka dia akan mendaftar di sekolah kami… Itu adalah berkah, bukan, ini ujian. Sebagai seorang penggemar beratnya, aku ditugaskan untuk membimbing Yuzuki-chan menjadi orang dewasa yang baik. Tapi, jika aku tiba-tiba berhubungan dengan kehidupan pribadinya... aku akan meleleh, iya ‘kan? Itulah sebabnya aku mulai dengan menyentuh kursi seperti ini dan secara bertahap membiasakan diri.”

Manusia yang kehilangan akal sehatnya tidak lebih baik dari monster. Dalam tayangan anime di mana karakternya melawan monster aneh, sebagian besar bos terakhirnya berbentuk humanoid, jadi tampaknya kejahatan sejati adalah sesuatu yang berwujud manusia.

“Pokoknya, kamu paham oke?”

Belum ada yang dikatakan, tapi ada apaan?

“Ini hanyalah perpanjangan dari tugasku. Memperlakukan siswa secara setara. Kamu tidak melihat apa pun. Kamu tidak mendengar apa pun. Oke?”

Bagaimana dia masih bertingkah sok begitu? Yah, begitu kegiatan klub dan kepanitiaan kelas dimulai dengan sungguh-sungguh, seseorang mungkin akan keluar masuk kelas bahkan setelah jam sekolah selesai, dan dia tidak akan melakukan tindakan tak senonoh berulang kali.

“...Jika Sensei berjanji untuk tidak melakukannya lagi.”

“Aku tidak bisa menjamin hal itu.”

Itu adalah penampilan yang paling gemilang yang pernah aku lihat sepanjang hari. Padahal bagian itulah dia seharusnya bersikap dewasa dan patuh.

“Kamu tahu ada keberadaan Tsukumogami di negara ini, bukan? Itu adalah gagasan bahwa para dewa dan Buddha bersemayam di dalam peralatan yang telah digunakan dengan hati-hati. Kursi yang diduduki Yuzuki-chan ini mungkin akan menjadi Tsukumogami. Ah, sosok itu pasti menggemaskan sekali..... Atau lebih tepatnya, akulah yang seharusnya mengeluh. Bisa tidak jangan menghalangi orang dewasa yang serius dengan pekerjaannya?”

Dia menyilangkan tangannya dan berpose dengan menonjolkan payudaranya. Nih orang lumayan enggak sopan, ya.

Pasti idak ada yang akan mempercayaiku bahkan jika aku mengungkapkan bahwa Mikami-sensei yang biasanya lembut dan manis itu sebenarnya adalah seorang otaku yang menyeramkan. Siapa pun bisa mengatakan apa saja dengan mulut mereka.

Ya, kecuali aku punya bukti.

Aku mengeluarkan smartphone-ku dari saku dan menekan tombol putar.

[Haah~...Aku ingin merobek kursi ini yang bersentuhan dengan bokong kencang Yuzuki-chan dan menggunakannya sebagai masker wajah setelah mandi...]

[Saat aku mendengar suara asli Yuzuki-chan, aku yakin aku akan memotong telingaku sendiri dengan cutter dan mengawetkannya dengan formalin.]

Saat aku mendengarnya lagi, telingaku serasa kesemutan.

“......! Sejak kapan...!”

Untuk pertama kalinya sejak tiba di sini, ekspresi wajah Mikami-sensei berubah.

“Kupikir ada orang yang mencurigakan mungkin menyelinap masuk, jadi aku mulai merekamnya bahkan sebelum aku membuka pintu.”

Aku tak menyangka kalau identitas sebenarnya adalah wali kelasku.

Sekarang setelah aku menyaksikannya, meskipun secara kebetulan, mana mungkin aku bisa mengabaikan begitu saja adanya calon penguntit.

“Aku tidak punya niatan untuk menyebarkan berita ini. Jika Sensei menyebut diri Anda sebagai penggemar fanatik, bagaimana kalau anda berhenti melakukan pelecehan seksual tidak langsung seperti anak SD yang menjilati seruling recorder kepunyaan orang yang disukainya?”

“Jadi, jika kamu memberiku izin, masalah itu akan terselesaikan?”

“Berisik!”

Saat aku menegurnya, Mikami-sensei mengangkat bahunya dan menghela nafas.

“Baiklah. Aku akan menerima permintaanmu hari ini. Tapi jangan lengah. Selain aku, ada banyak penggemar Yuzuki-chan di sekolah ini. Kamulah yang harusnya jangan macam-macam dengannya. Jika ada sesuatu yang terjadi, pasukan jutaan orang akan menghajarmu sampai babak belur dengan permadani yang belum dibuka.”

Bukannya jumlah siswa SMA Orikita kurang dari 800, tapi angka jutaan itu datang dari mana?

Bagaimanapun juga, kelihatannya tingkat keamanan minimum Yuzuki di sekolah sudah terjamin. Mari kita sembunyikan kejadian ini darinya.

“...Gawat. Rapat para guru akan segera dimulai, jadi aku harus pergi sekarang.”

“Serius, apa sih yang sudah kamu lakukan sebelum rapat...”

“Berhati-hatilah saat berjalan di malam hari. Selain itu, pastikan untuk mengunci pintu rumahmu.”

Mikami-sensei meninggalkan ruang kelas dengan kata-kata meresahkan yang tak mungin keluar dari mulut seorang guru.

“...Mendingan aku juga harus pulang.”

Aku merasa sangat lelah. Demi menebusnya, ayo menyantap makanan favoritku untuk makan malam hari ini.

Pada saat itu, aku tak pernah membayangkan kalau malam ini aku akan dihadapkan pada situasi yang lebih melelahkan lagi.

 

 

Waktu menunjukkan sudah pukul setengah sepuluh malam. Matahari sudah tenggelam sepenuhnya, dan lingkungan apartemen menjadi begitu sunyi.

Selama beberapa hari terakhir, aku telah menyiapkan makan malam untuk tetanggaku. Awalnya aku hanya memasak saja, tapi lambat laun kami mulai berbagi waktu makan bersama.

Aku sudah menunggu tetanggaku pulang selama beberapa jam hari ini agar kami bisa makan malam bersama. Sepertinya separuh kehidupanku sudah berputar hanya untuknya.

Aku benar-benar ingin segera bertemu dengan Yuzuki. Saat aku sedang memikirkan hal itu, bel pintu apartemen pun berbunyi.

Tak disangka dia langsung datang ke rumahku, dia benar-benar menjadi lebih terbuka.

Tentu saja, hal semacam itu tidak mungkin terjadi. Tapi saat itu, aku begitu bersemangat menunggu kedatangannya dan perutku sudah sangat lapar, sehingga membuatku bertindak tanpa pikir panjang.

Tanpa melihat layar monitor, aku membuka kunci pintu tanpa berpikir panjang.

Dari celah pintu, aku melihat benda perak yang bersinar.

Pada saat itu, perkataan Mikami-sensei kembali terlintas di pikiranku.

—— Berhati-hatilah saat berjalan di malam hari. Selain itu, pastikan untuk mengunci pintu rumahmu.

Oh, gawat.

Karena aku sudah terlalu condong ke depan, sehingga aku tidak bisa menarik kembali tuas pintu. Aku tidak bisa meminta bantuan, tetangga di apartemen 810 belum pulang, dan pasangan di apartemen 808 mengatakan mereka akan pergi liburan panas selama tiga hari dua malam ke Izu pagi ini ketika kami bertemu di lift. Langkahku sudah buntu.

Setidaknya aku harus mengingat ciri-ciri penjahat itu ke dalam ingatanku. Jika aku bisa bertahan dan memberikan kesaksianku, semuanya akan baik-baik saja, bahkan jika aku membusuk di sini sendirian, aku akan menyampaikan pesan kematian dalam darahku.

Rambutnya berwarna cokelat terang dan panjangnya mencapai bahu. Dia memakai anting-anting berwarna zamrud di kedua telinganya.

Pakaiannya adalah seragam sekolah SMA. Dia memakai blus dengan dasi merah muda di bagian dadanya yang menggairahkan, dan rok hitam sederhana yang dipotong sedekat mungkin dengan lutut, sehingga paha yang montok bisa terlihat jelas di antara rok pendek dan kaus kaki hitamnya.

Dia membawa tas sekolah model Boston. Terdapat aksesori berbentuk huruf [R] berwarna perak tergantung di resletingnya. Apa benda yang terlihat dari celah pintu adalah aksesori ini? Ngomong-ngomong, bukannya itu aksesori yang sama dengan yang pernah kuberikan pada teman masa kecilku saat aku masih SD?

“Yo, Suzu. Aku datang untukmu.”

Seseorang yang muncul dengan senyum ceria yang menerangi kegelapan malam muncul di depanku. Dia adalah seseorang yang aku kenal dengan baik.

“.... Rika. Jangan bikin kaget aku napa.”

“Bukannya tanggapanmu terlalu lesu banget? Padahal teman masa kecilmu yang tercinta datang untuk merayakan kepindahanmu~”

Kishibe Rika. Seseorang yang merupakan senior di sekolah SMA Orikita, dan dulunya adalah tetanggaku.

Sebelum keluargaku pindah ke [Residence Orikita], kami tinggal di apartemen lain. Keluarga Kishibe, sama seperti keluarga kami yang terdiri dari tiga orang, tinggal di rumah satu lantai yang berada di sebelah bangunan tempat kami tinggal. Karena kami seumuran dan keluarga kami bersahabat sejak kecil, aku dan Rika sudah saling mengenal sejak kecil.

Mata yang tampak kuat, tahi lalat di sebelah kanan matanya, bulu mata yang melengkung seperti saat lompat ski, bentuk hidung yang indah, dan bibir merah muda yang penuh. Karena kami tidak pernah bertemu sejak aku pindah, wajahnya yang penuh keyakinan membuatku merasa nostalgia.

“Apa jangan-jangan kamu merasa terharu? Rika onee-san yang tercinta datang memberikan kejutan.”

“Aku benar-benar kaget. Lagian, bagaimana kamu bisa melewati pintu masuk?”

“Hah? Aku hanya bertanya nomornya pada ibumu. Setelah selesai kerja, aku berteriak 'Aku ingin pergi ke rumah Suzu!' di ruang belakang, dan dia memberitahuku.”

Kesadaran keamanan ibuku sungguh sangat rendah.

Rika bekerja paruh waktu sebagai pelayan di restoran orangtuaku, “Aien Kien”. Dia telah bekerja shift setiap hari akhir-akhir ini karena kesibukan musim liburan.

Rika dengan bangga memegang kantong belanjaan dari lantai bawah toko sebuah department store.

“Ini puding yang ingin kamu makan sejak dulu, Suzu. Meskipun terlambat, ini hadiah kepindahan untukmu.”

“Wah, serius? Terima kasih.”

Sejak dulu, Rika selalu mengingat hal-hal kecil yang aku inginkan. Dia sangat perhatian.

"Dan ini adalah bumbu edisi terbatas yang kau inginkan. Ini adalah kue hadiah, kaus kaki, dan celana yang aku rasa cocok untukmu..."

“Enggak, engga, enggak, ini sih terlalu banyak!”

Keperhatiannya terlalu berlebihan, membuatnya terlihat seperti ibu yang datang dari desa untuk melihat keadaan anak lelakinya.

“...Yah pokoknya masuk saja dulu.”

“Yay! Permisi sebentar!”

Rika melepas sepatunya dan berjalan dengan riang di koridor, dan aku mengikutinya dengan perasaan campur aduk.

 

 

“Mulai sekarang, Rika-onee-san akan memanjakan Suzu!”

Rika dengan santai menyatakan itu di tengah ruang tamu. Sudah kuduga, ujung-ujungnya bakal begini, ya?

“Kamu pasti lelah karena pindah rumah dan masuk sekolah baru, kan? Hari ini, kamu boleh bermanja-manja sepuasnya,” kata Rika sambil menggelungkan lengan blusnya dan mendengus dengan puas.

“Tidak usah repot-repot, niat baikmu saja sudah cukup.”

“Jangan sungkan-sungkan. Nah, sekarang coba ceritakan pada Rika-onee-san  apa yang kamu inginkan?”

Sejujurnya aku ingin dia tidak melakukan apa-apa, tapi mungkin kalau aku bilang begitu, dia akan marah.

Rika membuka satu per satu isi tas plastik yang dibawanya, selain dari hadiah kepindahan. Ada celemek, sarung tangan karet, masker... semua itu perlengkapan dasar untuk pekerjaan rumah. Sepertinya dia membelinya di toko diskon setelah selesai bekerja.

Rika suka merawatku dengan berbagai cara. Itu sebenarnya hal yang baik, tapi ada satu masalah.

Jujur saja, Rika tidak pandai dalam urusan rumah tangga.

Jika dia memasak, apinya akan berkobar-kobar terlalu besar, jika menjahit, jarinya akan penuh dengan darah, dan jika dia merapikan barang-barang, tiba-tiba ruangan menjadi lebih berantakan. Motivasi dan keterampilannya tidak selaras.

Namun, katanya pelayanan di “Aien Kien” cukup terkenal. Rika sendiri sepertinya lebih berfokus pada berkomunikasi dengan para pelanggan daripada bekerja.

“Aku akan membantumu membuka barang-barangmu dulu.”

“Itu sudah selesai.”

“Kalau begitu, bagaimana kalau berbelanja?”

“Aku baru saja melakukannya setelah pulang sekolah.”

“...kalau begitu mencuci pakaian?”

“Malahan sudah disetrika juga.”

“Duhhh! Aku jadi tidak punya pekerjaan sama sekali! Bukannya kamu terlalu rajin!?”

Rika terampil dalam aspek memuji sambil marah.

“Rika adalah tamu, jadi kamu boleh rebahan di sofa. Aku sudah cukup berterima kasih karena sudah dibawakan oleh-oleh.”

“Begitu?”

Itulah perasaanku yang sebenarnya. Bisnis keluarga Mamori bukanlah tempat kerja rodi yang mempekerjakan teman masa kecil untuk beres-beres rumah setelah bekerja paruh waktu.

“Iya. Jadi, untuk sementara, silakan cuci tanganmu dan berkumur dulu.”

“Okeee~.”

Rika berjalan ke arah wastafel dengan cepat. Sementara itu, aku mulai menyiapkan makan malam untuk Yuzuki.

Namun, meski sudah lima menit dan sampai sepuluh menit berlalu, Rika belum juga kembali. Tidak terdengar suara gemuruh atau pun tanda-tanda dia mencari-cari barang di kamarku...

Tiba-tiba, terdengar teriakan histeris dari ujung lorong. Apa yang terjadi?

Aku berhenti memasak dan bergerak ke arah suara itu di wastafel yang ada di kamar mandi.

“Eh...”

Rika terjatuh di kamar mandi yang banjir dengan air, ada ember yang terbalik di sisinya. Busa bertebaran di mana-mana, termasuk di pintu kamar mandi dan langit-langit. Sabun yang mengalir ke saluran pembuangan, itu dari kantong plastik tadi, tapi bukannya itu tidak dimaksudkan untuk digunakan di kamar mandi, iya ‘kan?

"Rika-san, jelaskan apa yang sebenarnya terjadi.”

Saat aku menatapnya dengan tatapan mata dingin, Rika mengalihkan pandangannya kesana kemari, terlihat canggung.

“Eum... saat aku mencuci tangan, aku melihat ember kamar mandi yang kotor, jadi aku... inign membersihkannya begitu saja... Setelah mulai, rasanya semakin asyik...”

“Dan akhirnya, kamu terlalu semangat hingga tergelincir di lantai yang basah dan berbusa.”

“...Iya.”

“Aku akan menyiapkan pakaian ganti.”

“...Baik.”

Pada saat inilah aku memperbarui daftar pekerjaan rumah yang tidak boleh dilakukan oleh Rika.

 

Beberapa menit kemudian, Rika kembali ke ruang tamu setelah mandi. Dia mengenakan kaos dan celana panjang yang dia ambil dari lemari pakaianku. Aku pikir kaosnya terlalu besar, tapi karena sebagian tubuh Rika tumbuh dengan sehat, akhirnya ukurannya kelihatan pas.

“Puding yang kamu berikan tadi, aku sudah mendinginkannya di dalam kulkas jadi kamu bisa memakannya.”

“Okee~”

Rika duduk di sofa dan membuka penutup puding.

“Apa kamu tidak memakannya, Suzu?”

“Aku akan memakannya setelah makan malam malam.”

“Eh, kamu masih belum makan malam?”

“Akhir-akhir ini jadwal makanku jadi tidak teratur.”

“Aku juga belum makan nih. Kalau begitu, sebagai ucapan terima kasih karena sudah meminjamkanku pakaian dan mandinya, hari ini aku yang akan...”

“Tolong biarkan aku yang memasak untukmu!”

Mana mungkin aku akan membiarkannya membuat kehebohan setelah aku pindah ke sini. Selain itu, sebentar lagi Yuzuki akan pulang. Jika dia mengetahui kalau tetangga sebelahku adalah murid baru yang sedang hangat diperbincangkan, rasanya pasti akan merepotkan. Aku harus segera menyiapkan sesuatu yang cepat dan meminta Rika untuk pulang hari ini.

“Baiklah, kalau begitu aku menyiapkan sup ayam cincang untukmu...”

Sambil memakan puding, Rika menatapku dengan mata setengah terpejam.

“...Rasanya ada yang aneh.”

“Eh?”

“Biasanya, meskipun sudah larut malam, kamu selalu membuat masakan yang rumit. Apa kamu sangat ingin membuatku pulang begitu cepat?”

“Eng-Enggak juga, kok?”

Terkadang, Rika menunjukkan kepekaan yang aneh. Aku harus tenang, aku yakin kalau Rika belum mengetahui rahasiaku.

“Suzu, kamu menyembunyikan sesuatu dariku, bukan?”

“Ap-Ap...!”

“Di saat seperti itu, pipi kanan Suzu pasti akan berkedut. Menurutmu sudah berapa lama kita berteman sejak kecil?”

Aku sama sekali tidak tahu. Aku tercengang sekaligus teringat akan fakta bahwa aku tidak pernah berhasil mengejutkan Rika dengan kejutan hadiah ulang tahun sebelumnya.

“Ah, aku jadi merasa sangat kesepian. Teman masa kecilku pindah, dan kami secara emosional menjadi jauh~”

“Tidak, bukannya seperti itu, sebenarnya ada keadaan khusus...”

“...Kupikir itu mustahil, tapi jangan bilang kalau pacarmu akan datang?”

Nada suaranya tiba-tiba menjadi lebih rendah. Kenapa dia tiba-tiba membicarkan tentang percintaan?

“Aku mendengar rumor aneh di sekolah. ‘Sepertinya Mamori Suzufumi dari anak kelas 2, telah menyatakan perasaannya pada Arisu Yuzuki.'

Jantungku berdetak dengan sangat kencang. Apa informasinya sudah sampai ke Rika?

“Tentu saja, aku tidak mempercayai rumor tersebut. Suzu tidak tertarik pada idola, dan juga bukan penggemarnya. Suzu adalah orang yang menghargai nilai-nilai dirinya sendiri.”

Tatapan mata Rika menatapku sangat serius.

“...Jadi, bagaimana aslinya?”

Apakah tujuan dia sebenarnya datang ke rumahku bukan untuk membantuku atau merayakan kepindahan, tapi untuk menanyakan hal itu ?

Sekarang, sampai sebatas mana aku bisa berkata jujur?

“Yu… Memang benar aku menyatakan perasaanku pada Arisu Yuzuki. Tapi ada keadaan di balik kejadian itu.”

“Memangnya keadaan yang seperti apa?”

Mana mungkin aku akan membeberkan kalau Yuzuki adalah tetangga sebelahku. Oleh karena itu, aku tidak dapat menceritakan bahwa ada pihak ketiga yang memergoki kami ketika aku melakukan percakapan rahasia untuk menyembunyikan hubungan bertetangga kami. Tapi, meskipun aku mengarang alasan acak seperti aku jatuh cinta pada pandangan pertama, belum tentu dia akan mempercayainya. Dan yang terpenting, aku tidak ingin berbohong kepada teman masa kecilku.

“Aku kebetulan bertemu Arisu Yuzuki di ruang referensi, dan tepat setelah itu, seorang senior dari kelas 3 masuk. Dia salah mengira kalau Arisu Yuzuki dan aku sedang melakukan sesuatu yang tidak senonoh. Jadi, aku secara spontan berpura-pura menyatakan perasaanku. Kupikir itu jauh lebih baik daripada ada rumor aneh yang menyebar. Kamu tahu sendiri karena dia seorang idola.”

Aku sedikit berdalih supaya itu tidak menjadi kebohongan yang terang-terangan. Tidak peduli seberapa besar usaha yang kulakukan untuk melindungi kehormatan Yuzuki, rasanya sedikit memilukan karena seolah-olah berusaha menipu anak kecil.

“...Hmm. Jika Suzu berkata demikian, aku akan mempercayainya.”

Rika sepertinya tidak mengerti, tapi sepertinya dia sudah meredakan amarahnya untuk saat ini.

“Biar kutanyakan sekali lagi, kamu beneran tidak berpacaran dengan Arisu Yuzuki, ‘kan?”

“Kami tidak berpacaran, kok. Itulah kenyataannya. Aku minta maaf jika sudah membuatmu khawatir, Rika.”

Aku meletakkan kedua tanganku di depan wajahku dan dengan tulus meminta maaf kepada Rika.

“...Baiklah, aku mengerti. Jika kamu mengatakan ada sesuatu yang harus kamu lakukan hari ini, aku akan pulang sebentar lagi.”

“Maaf, aku akan menebusnya lain kali.”

“Ngomong-ngomong, sepatu bot siapa yang ada di ambang pintu?”

“Eh, aku yakin kalau Yuzuki belum pernah datang ke rumahku...Ah.”

Rika, yang terbungkus dalam aura nol mutlak, menuangkan puding ke dalam mulutnya sekaligus.

“Aku mau pulang saja!”

Rika membawa tas sekolahnya, membanting wadah puding yang kosong ke atas meja, dan melangkah menuju pintu masuk. Atau lebih tepatnya, apa dia berencana pulang dengan penampilan seperti itu?!

“Dasar Suzu bodoh! Semoga saja pudingnya tersangkut di bronkusmu dan membuatmu tersedakkkkk!”

Ketika aku mencoba mengejarnya, dia menjatuhkan wadah kosong puding itu ke lantai, meninggalkan noda coklat menyebar di atas keset dapur. Gawat, jika aku tidak segera menyekanya, saus karamelnya akan meresap ke dalamnya.

“...Ahhh, sial!”

Saat ini, aku lebih memilih Rika daripada keset dapur.

Ketika aku keluar ke lorong, Rika sudah meletakkan tangannya di tuas pintu depan.

“Tunggu dulu, Rika!”

Rika mengabaikan teriakanku dan meninggalkan ruangan. Aku melangkah keluar ke lorong umum dengan mengenakan kaus kaki dan meletakkan tanganku di bahunya yang ramping.

“Lepaskan aku! Kenapa kamu tidak bermesra-mesraan saja dengan idola populermu itu?!Kamu hanya menganggapku sebagai pembantu yang bisa melakukan semua pekerjaan rumah tangga, bukan?!”

“Itu salah paham!”

Aku tidak pernah menganggap sedikit pun kalau Rika pandai dalam pekerjaan rumah!

“Seperti yang kubilang tadi, aku tidak berpacaran dengan Yuzuki...!”

“Tapi sepertinya kalian sangat dekat! Kalau kalian sedekat itu, kenapa kalian tidak tinggal di apartemen yang sama saja...”

 

“……Apa yang sedang kamu lakukan?”

 

 

Itu adalah suara bermartabat yang memecah keriuhan.

Aku dan Rika sama-sama melihat ke arah kamar 810 secara bersamaan.

Dan di sana ada Yuzuki, yang sedang memasukkan kunci ke dalam pintu rumahnya.

“...Hei, Suzufumi. Apa maksdunya dengan pembantu yang berguna? Siapa wanita itu?”

Samar-samar aku berpikir jika aku mencari frasa ‘seekor katak yang dipelototi ular'’ di kamus, aku yakin situasi saat ini akan muncul sebagai contohnya.

 

“...Apa kamu bisa menjelaskan apa maksudnya ini?”

 

Dari kedua mulut itu, manakah yang kini mengucapkan pertanyaan tersebut, Yuzuki atau Rika??

 

 

“Hei, apa kamu yakin aku hanya perlu mengaduknya saja?”

“Ah. Ini adalah tugas penting yang hanya bisa dipercayakan pada Rika yang gigih.”

“Kalau begitu, aku akan melakukan yang terbaik~”

Di sisi kiri meja rendah, Rika sedang berkonsentrasi pada mangkuk di tangannya. Sepertinya dia berhasil mengembalikan suasana hatinya. Memanfaatkan kesempatan itu, aku membungkuk pada Yuzuki yang duduk di sisi kananku. Tidak peduli berapa banyak kebetulan yang terjadi, seorang siswa di sekolah yang sama telah mengetahui bahwa Yuzuki dan aku bertetangga.

“...Aku sudah memahami sebagian besar situasinya. Awalnya ini disebabkan karena aku yang memanggil Suzufumi ke ruang referensi, jadi Suzufumi tidak perlu meminta maaf segala.”

Aku sudah menjelaskan keadaan minimumnya pada Rika tadi. Tempat aku pindah kebetulan berada di sebelah kamar Yuzuki. Segera setelah aku melakukan tegur sapa dengan para tetangga, Yuzuki hampir pingsan karena kelaparan. Selain itu, aku juga sering menyiapkan makanan untuknya. Aku sudah menjelaskan kalau aku telah melakukan pengakuan palsu untuk menghilangkan kecurigaan adanya perilaku tidak senonoh di sekolah, namun aku ingin menegaskan kembali bahwa itu benar adanya.

“Maaf ya. Kamu bahkan memperbolehkan Rika untuk masuk.”

“Tidak juga. Rasanya tidak enak jika menyuruhnya pulang pada saat itu. Selain itu...”

Yuzuki melirik curiga ke arah Rika yang sedang asyik mengaduk adonan di dalam mangkuk. Padahal mereka baru saja menyelesaikan perkenalannya. Tidak, meskipun dia adalah teman masa kecilku, dari sudut pandang Yuzuki, dia tetaplah gadis yang belum pernah dia temui. Apa dia mencoba melihat sendiri apakah Rika adalah seseorang yang layak dipercaya dan tidak akan mengungkapkan rahasia kepada orang lain?

“…Kamu mendengarkanku tidak, Suzu?”

Rika menarik lenganku dan mencoba mengarahkan seluruh tubuhku ke arahnya.

“Maaf, ada apa?”

“Adonan ini hampir tidak ada bumbunya, ‘kan? Jadi, aku berpikir untuk menambahkan kecap asin, mirin, saus dan mungkin sirup maple sebagai bahan rahasianya. Bagaimana menurutmu?”

“Terima kasih sudah bertanya dulu. Tapi lebih baik dibiarkan saja apa adanya.”

Menu hari ini adalah okonomiyaki!

Mungkin karena merasakan kecemasan yang terpancar dariku, Rika pun tersenyum.

“Jika kamu sangat khawatir, kamu bisa terus mengawasiku, aku juga sedikit tidak pandai memasak.”

Sedkit, cuma sedikit, ya. Meski begitu, kesadaran adalah langkah pertama untuk membuat kemajuan. Aku menikmati pertumbuhan teman masa kecilku yang stabil. Sambil mengelap adonan yang tersebar di atas meja dengan tisu.

“Baiklah aku mengerti, aku akan memberi banyak bimbingan agar Rika bisa membuatnya sendiri—”

Aku merasakan ujung pakaianku ditarik ke belakang.

Ketika aku berbalik, Yuzuki meletakkan tangannya di ujung bajuku.

“..... Aku juga tidak pandai memasak ...”

Yuzuki memiliki ekspresi wajah yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Apa dia sedang mencoba memutuskan, seberapa banyak jati dirinya yang ingin dia ungkapkan di depan Rika?

“Arisu Yuzuki-san, tolong jangan ganggu saat aku sedang berbicara dengan Suzu sekarang—”

“Enggak ada salahnya ‘kan? Bagaimanapun juga ini adalah rumahku.”

“Jika kamu mengatakan itu, maka Suzu adalah milikku!”

“Tidak, kata siapa aku adalah milikmu.”

Aku tanpa sadar memasukkan tsukkomi terhadap perkataan Rika. Tidak ada baiknya jika aku menganggapnya serius. Jika aku tidak bertindak sebagai penengah, okonomiyaki ini tidak akan pernah selesai.

Aku menaruh adonan okonomiyaki yang sudah disiapkan Rika di atas wajan yang sudah diolesi minyak. Bentuk menjadi lingkaran dengan spatula dan buat lekukan ringan di tengahnya. Bagian tengahnya sulit untuk dimasak, jadi aku sengaja membuat lekukan supaya membantunya matang secara merata.

“.... Meski begitu, aku tidak menyangka kalau idola yang digosipkan itu ternyata tetangganya Suzu.”

Rika, yang membasahi tenggorokannya dengan teh oolong, menatap Yuzuki, yang duduk tepat di seberangnya.

“Aku berhutang budi banyak hal pada Suzufumi.”

Mungkin karena terinspirasi oleh Rika, Yuzuki membalas dengan nada yang memiliki makna tertentu di dalamnya.

Di seberang meja, kedua gadis itu saling menatap tajam. Yuzuki di sebelah kanan, Rika di sebelah kiri. Sementara itu, aku terus bekerja keras memasak, berubah menjadi karakter sampingan juru memasak.

Kupikir kontes saling menatap mereka akan berlanjut, tapi Rika diam-diam bergerak ke belakangku. Sepertinya dia dengan cepat menyerah pada kekuatan mata Yuzuki. Layaknya bayi harimau yang lahir di kebun binatang sedang mengancam hewan impor besar, dia mengintip dari balik bahuku dan mengancam Yuzuki.

Sedangkan di sisi lain, Yuzuki tampak memiliki senyum lembut di wajahnya. Namun, alih-alih berada dalam mode idol, sepertinya dia hanya memberi tekanan pada Rika dengan senyuman palsu.

“...Asal kamu tahu saja, aku tidak meminta Suzufumi untuk ‘membuatkanku makan malam’. Aku merasa bermasalah kalau kamu menunjukkan permusuhan seperti itu.”

Tidak ada tanda-tanda rasa takut pada diri Yuzuki. Sebenarnya, dia bahkan melakukannya dengan tenang. Tampaknya saat kami duduk mengelilingi meja setiap hari, kemampuanku untuk merasakan perasaan Yuzuki yang sebenarnya telah meningkat pesat.

“...Jika kamu tidak menyukai makanan Suzu, kamu bisa menolaknya kapan saja, ‘kan?”

“Aku sudah mencoba untuk menolaknya...tapi karena aku akhirnya selalu memakannya jadi mau bagaimana lagi.”

“Dengan kata lain, kamu menyukai makanan Suzu, kan? Atau jangan bilang… kamu menyukai Suzu?”

“Su...!”

Yuzuki mengerutkan bibirnya dan sedikit mencondongkan tubuhnya.

“Ka-Kamu sendiri juga apaan sih? Bukannya dari tadi kamu terlalu dekat dengan Suzufumi?!”

“Aku sih tidak apa-apa karena aku Onee-sannya Suzu.”

Rika menyandarkan berat badannya di punggungku seperti anak kecil yang digendong.

“Yang ada justru kamu terlihat seperti adik perempuannya...”

Apakah karena kepribadian Rika yang mudah dimengerti, atau karena kemampuan interpersonal Yuzuki yang sangat baik sehingga dia bisa melihat sifat aslinya dalam beberapa menit setelah bertemu dengannya?

Mungkin karena Rika kurang pandai bersosialisasi saat masih kecil, jadi dia masih punya cara unik dalam berkomunikasi dengan teman-temannya.

“Jangan terlalu khawatir, Yuzuki.”

Yuzuki nampaknya mulai kelelahan karena diombang-ambingkan oleh ritmenya Rika, dan menggumamkan sesuatu dengan kepala tertunduk.

“…Apaan sih, bertingkah lengket seolah-olah itu hal yang wajar…”

“O-Oi, Yuzuki?”

“Eh, ya! Aku baik-baik saja!”

Kali ini, dia mengipasi wajahnya dengan tangan untuk menyembunyikan kegelisahannya. Sudah kuduga, ada yang aneh pada Yuzuki hari ini.

Upssh, sudah hampir waktunya untuk memanggang adonan.

Aku memegang spatula dengan kedua tangan dan membalik adonan dengan penuh semangat.

Okonomiyaki berwarna coklat keemasan muncul. Aroma tepung yang unik menyebar ke seluruh ruangan, dan suasana akhirnya menjadi rileks.

Mari kita periksa bahan-bahan untuk sentuhan akhirnya sekarang. Serpihan bonito, rumput laut hijau, dan saus sudah tersedia di atas meja. Kalau dipikir-pikir, aku masih punya sisa acar jahe merah dari Yakisoba.

“Aku akan mengambil acar jahenya dulu.”

“Eh, bukannya kamu meninggalkan acar jahe merah di kulkasku?”

Bahu Rika tersentak.

Seperti yang diberitahukan, aku membuka kulkas milik Yuzuki dan menemukan Tupperware yang berisi jahe merah tergeletak di sudut.

“Ohh beneran ada, tak disangka kamu mengingatnya dengan baik.”

“Yah itu sih karena kamu membuatkan makanan setiap hari.”

Bahu Rika semakin tersentak.

“..... Suzu, aku akan menyiapkan mustard mayo spesialku yang biasa untuk saat ini.”

“Oh, terima kasih…..Sekedar ingin memastikan saja, apa kamu baik-baik saja?”

“Cuma sebatas ini saja sih aku bisa menyiapkannya sendiri kali. Ditambah lagi aku sudah memakannya puluhan kali di rumahmu.”

Kali ini, giliran bahu Yuzuki berkedut dan bergetar. Keduanya tampaknya memiliki gelombang listrik lemah yang mengalir melalui tubuh mereka. Dan entah kenapa, aku merasakan suasana yang tadinya sudah mengendur menjadi tegang kembali.

“Ba-Baiklah! Okonomiyakinya sudah hampir selesai, lo!”

Naluriku mengirimkan sinyal peringatan bahwa akan berbahaya jika melanjutkan hal ini lebih jauh. Jadi aku bergegas untuk menyelesaikannya.

Aku menggeser okonomiyaki ke tepi hot plate dan mengolesinya dengan saus khusus. Aku lalu menggunakan piping bag untuk membuat mustard mayo menjadi gelombang. Setelah bagian kulitnya selesai, aku menambahkan sentuhan rumput laut hijau dan serpihan bonito. Setelah itu, aku memotongnya menjadi enam bagian yang sama dengan spatula dan meletakkannya di piring kecil Rika dan Yuzuki.

“Sekarang, kalian berdua, silahkan dinikmati.”

Itadakimasu!

Rika kembali ke depan meja dan tanpa ragu-ragu lagi langsung memakan okonomiyaki dengan sumpit.

“Wow, adonannya sangat lembut dan empuk!”

“Yah karena aku menambahkan ubi ke dalamnya.”

Dia kemudian memotong okonomiyaki dengan sumpit dan memasukkan satu suap besar ke dalam mulutnya.

“Bagian dalamnya terasa meleleh! Seafoodnya begitu renyah! Saus mayonya juga yumi!”

Sementara Rika terus menyantap makanannya dengan lahap, porsi makanan Yuzuki justru masih belum tersentuh. Biasanya, aku akan beradu argument dengannya di sini, tetapi hari ini Rika juga ada bersama kami, jadi aku tidak tahu bagaimana cara menyerangnya.

“Makanan Suzufumi...”

“Eh?”

Yuzuki memegang sumpit atas kemauannya sendiri.

“.... Makanan Suzufumi bukan hanya untuk Kishibe-san saja!”

Dengan mata penuh tekad seolah-olah dia mencoba bungee jumping, dia membawa okonomiyaki dengan sumpitnya.

Saat dia memasukkannya ke dalam mulutnya, ekspresi Yuzuki menjadi secerah langit biru yang telah menerbangkan awan.

“Wahh, rasanya benar-benar empuk ...!”

Kali ini, dia membawa potongan itu dengan kuat ke dalam mulutnya.

“Aroma kubis dan ubi yang kaya, serta aroma laut dari udang dan gurita berpadu untuk menciptakan sisa rasa yang lengkap. Saus spesial dan mustard mayo memiliki keseimbangan yang tepat antara pedas dan manis...”

“Benar sekali! Resep yang disempurnakan Suzu selama bertahun-tahun juga digunakan di restoran Ibu dan Ayahnya!”

Mereka berdua, yang baru saja bertengkar satu sama lain, kini menikmati hidangan yang sama dengan senyuman di wajah mereka.

Inilah pesona okonomiyaki.

Setiap orang setara dalam hal okonomiyaki, seolah-olah bahan-bahan yang bertolak belakang dari laut dan pegunungan bekerja bersama dalam satu adonan. Komunikasi universal dari sebuah hidangan bisa dengan mudah melampaui posisi dan hubungan seseorang.

Makanan yang enak bisa membuat orang tersenyum. Tidak ada pertengkaran maupun bentrokan.

Inilah yang dimaksud dengan perdamaian dunia.

Okonomiyaki adalah makanan simbol perdamaian yang dibanggakan negara kita!

Saat aku sedang memasak hidangan kedua, aku merasakan tatapan tajam dari orang di sebelah kiriku. Rika menatapku sambil memegang sumpitnya.

“Jangan memanggangnya terus, Suzu juga harus memakannya.”

“Jangan khawatirkan aku. Aku akan membuatnya sendiri setelah kalian berdua kenyang.”

Namun, Rika meletakkan sumpitnya sendiri dan mengambil milikku. Lalu dia mengangkat okonomiyaki di atas hot plate. Jangan bilang dia akan melakukan....

“Ah~n♪”

Jika kamu memikirkannya secara normal, ini mungkin situasi yang membahagiakan. Namun, hidangan yang di sodorkan di hadapanku adalah okonomiyaki yang belum dipotong. Apalagi yang masih panas karena baru saja selesai dipanggang.

“Rika, ukuran yang segini tidak akan muat.”

“Ah~♪”

Rika tampaknya memiliki niat kebaikan yang murni. Aku mengambil keputusan dengan bersiap diri  dan membuka mulutku.

“Ah, ahnn... aduh panas!”

Suhu di mulutku langsung melonjak tajam, seolah-olah aku sedang dimasukkan batu bara yang panas. Aku dengan panik menggulung-gulung okonomiyaki dengan lidahku untuk menghilangkan rasa panasnya. Aku segera menindaklanjutinya dengan secangkir teh oolong untuk mendinginkan mulutku.

“Suzufumi, sini, sini.”

Saat aku melihat ke sisi lain Rika, aku melihat Yuzuki dengan mulut terbuka. Tangannya tidak memegang sumpit sama sekali.

“Ahhn~”

“Apa?”

“Habisnya, kamu ingin aku makan banyak, kan?”

“Itu sih...”

Mulut Yuzuki yang tak berdaya berada tepat di depanku. Giginya yang putih bersih tertata sempurna, dan meski sedang memakan okonomiyaki, tidak ada rumput laut hijau atau serpihan bonito di giginya.

“Karena Kishibe-san membuat Suzufumi ahhhhn, jadi Suzufumi harus melakukan ahhhhhhn padaku juga. Ayo, ayo, ini kesempatanmu untuk membuatku jatuh cinta padamu, kan??”

Untuk beberapa alasan, hari ini Yuzuki bertingkah lebih agresih dalam makanan daripada biasanya. Tentu saja ini kesempatan yang bagus untuk menyerang. Namun, ketika aku berhadapan dengan Yuzuki, yang menutup kelopak matanya dan membuka mulutnya dengan tenang, aku merasa seperti melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh aku lakukan.

“Ayo, cepatan, ahhhhhnn”

“Ahhhhhn”

Dengan tangan gemetar, aku hendak membawa okonomiyaki ke mulut Yuzuki.

“Ya, ini dia!”

Tiba-tiba, tangan Rika muncul dari sampingku.

Mugu!”

“Menggantikan Suzufumi, aku akan membiarkanmu makan sebanyak yang kamu mau. Ayo makan yang banyak~”

“Mmm, mm, mmm!!”

Mulut Yuzuki terlihat seperti hamster yang sedang mengumpulkan makanan saat okonomiyaki dimasukkan ke dalam mulutnya satu per satu seperti wanko soba.

“Mmm... Puhaa! Tunggu, apa sih yang sudah kamu lakukan ?!”

“Habisnya kamu ingin disuapi, iya ‘kan? Bukannya itu bagus~.”

Untuk kesekian kalinya hari ini, mereka berdua kembali saling bertatapan. Di tengah-tengah mereka berdua, tepat di depanku, seolah-olah ada percikan api yang terbakar. Tak satu pun dari mereka yang ada niatan mau mundur sama sekali.

Yuzuki dan Rika mengambil tindakan pada saat yang bersamaan.

Tangan Yuzuki terentang dari sisi kanan, dan tangan Rika terentang dari sisi kiri.

““Ayo, ahhhhh~n””

Okonomiyaki yang baru saja matang, tepat berada tepat di depanku.

 

““Nee, siapa yang kamu pilih?!””

 

Aku meletakkan spatula di atas hot plate dan menghela nafas dalam suasana hati yang suram.

Aku pikir mereka berdua berlawanan, tapi mereka justru bisa bertindak secara bersamaan dengan begitu sempurna.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya 


close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama