Ronde 7 — Terima Kasih Sudah Mengantarku
Sudah sekitar sebulan berlalu
sejak kehidupan sekolah SMA kelas 2-ku dimulai.
Liburan Golden Week berlalu dengan kecepatan yang sama seperti putaran
ramen Jiromaru. Aku menghabiskan malam-malamku dengan menelepon Hozumi (terutama untuk bercanda) dan membantu
membersihkan saluran udara di 'Gouen
Kien', sambil menjalani kehidupan yang santai. Sementara itu, tetangga
sebelahku tampaknya bekerja penuh meskipun di hari libur.
Ngomong-ngomong, aku tidak bisa
pergi ke akuarium bersama Rika.
Karena tiba-tiba Rika jatuh
sakit sesaat sebelum acara. Katanya, dia terlalu banyak bermain di paruh
pertama liburan dan kehabisan HP-nya dengan cepat. Aku menerima pesan
permintaan maaf darinya, jadi aku pergi menjenguknya sebagai gantinya.
“Maaf sudah merepotkanmu... Padahal
aku adalah Onee-san-nya Suzu...” kata Rika dengan sangat sedih, tapi dia
tersenyum bahagia saat aku memberinya semangkuk mie udon dengan bumbu yang
banyak.
Bulan Mei akan ada ujian tengah
semester, dan dengan sisa dua bulan lagi sampai liburan berikutnya, suasana di
Kelas 2A menjadi sangat suram. Hozumi sepertinya dilarang berkencan jika
mendapatkan nilai merah di ujian berikutnya, dan dia terlihat seperti lumpur
yang menumpuk di sungai yang lama tidak dibersihkan.
Ngomong-ngomong, Hozumi
mendapatkan nilai merah di lebih dari setengah mata pelajaran saat ujian akhir
semester kelas 1. Aku diminta untuk membantunya belajar setelah sekolah, tapi
entahlah, berapa lama aku bisa bertahan.
Aku juga tidak bisa makan
bersama tetanggaku sebelah selama seminggu, jadi rasanya tidak begitu baik.
【Spotlights】, grup idola di mana Yuzuki berada, sekarang terlihat di
beberapa acara varietas, tapi pekerjaan utamanya adalah menjadi idol yang
menyanyi dan menari di depan orang banyak. Kabarnya mereka akan mengadakan
konser besar di Tokyo dalam waktu dekat, jadi Yuzuki dan anggota【Spotlights】lainnya
sedang berlatih keras hingga larut malam setiap hari.
Kalau dipikir-pikir, sejak aku
bertemu Yuzuki, aku belum pernah melihat mereka bernyanyi dan menari. Sepertinya
ada tiket siaran langsung yang tersedia, mungkin aku akan mencoba membelinya.
Setelah jam wali kelas selesai,
aku memanggil teman sekelasku yang sedang tertunduk di kursi depan.
“Hei, katanya kamu mau belajar.
Ayo kita ke perpustakaan.”
“...Mungkin kita mulai dari
minggu depan saja.”
Tak disangka ia tiba-tiba
mengumumkan mundur pada hari pertama. Tapi aku juga bukan orang yang tak
bertanggung jawab untuk mundur di sini.
“Hal seperti ini penting untuk
dijadikan kebiasaan. Ayo, cepat berdiri.”
Sementara teman sekelas lain
satu per satu meninggalkan ruangan, Hozumi tetap bertahan dengan keras kepala
di mejanya.
“Suzufumi, mungkin sebaiknya
kamu belajar sedikit untuk menolak permintaan orang lain.”
Padahal dirinya sendiri yang
minta, tapi apa-apaan dengan pendekatan itu?
“Sejak kelas satu, kamu selalu
mengorbankan diri demi orang lain. Mengambil tanggung jawab sebagai ketua
komite yang tidak ada calon, membantu tim lain menyalakan api saat perjalanan
lapangan, memberikan permen kepada teman sekelas pada Hari Valentine dan White Day, menjahit kancing seragam
siswi yang lepas pada hari pertama sekolah baru.”
“...Aku melakukannya karena aku
suka melakukannya.”
Jika ada orang terdekat yang
sedang kesulitan, aku ingin membantu sebisa mungkin. Baik itu tetangga di
apartemen atau teman sekelas, itu hanya tentang ingin membantu karena ingin
membantu.
“Kamu memang bebas melakukan
apapun yang kamu ingin, tapi terkadang kamu perlu bergantung pada orang lain.
Karena kamu tidak bisa meminta pendapat orang lain, kamu malah menyatakan cintamu
pada idola yang kamu sukai sejak hari pertama.”
“Kalau masalah itu sih tolong
cepat lupakan.”
Aku yakin topik ini akan terus
dibicarakan bahkan saat aku menjadi kelas 3 atau bahkan saat sedang mengadakan
reuni kelas nanti.
“Dengar baik-baik, Hozumi. Hari
ini kita hanya butuh lima belas menit. Hanya lima belas menit saja. Begitu
melewati hambatan awal, kamu bisa terus belajar dengan gampang.”
Aku menarik lengan Hozumi dan
membawanya dengan paksa menuju perpustakaan. Aku juga merasa sedih ketika temanku
tidak bisa berkencan dengan pacarnya karena nilainya yang anjlok.
Pada akhirnya, aku berhasil
membuat Hozumi belajar selama satu jam pada hari itu. Seperti yang kuduga,
setelah memulai, semuanya akan berjalan dengan lancar. Pada akhirnya, dia sangat
bersemangat dan berkata, “Akhirnya aku
menyadari kedalaman belajar!” Tapi yah aku yakin kalau besok semuanya akan
kembali seperti semula.
Aku meninggalkan perpustakaan lebih
dulu dan meninggalkan area sekolah.
Sekarang, kira-kira supermarket
mana yang harus aku kunjungi hari ini? Mungkin aku akan mencoba melihat
toko-toko kecil di pusat perbelanjaan. Oh ya, aku juga harus membeli deterjen,
sikat gigi, dan pembersih saluran di apotek. Sudah waktunya untuk mengambil
pakaian yang perlu dicuci di tempat binatu...
Meski Hozumi meledekku begitu,
tapi aku suka melakukan pekerjaan rumah. Aku suka membantu orang lain. Aku
tidak memaksakan diri dan tahu batas kemampuanku.
Yuzuki juga sama, meskipun
awalnya terlihat kesal saat aku memasak, tapi akhir-akhir ini dia mulai
menerimanya. Apa rasanya terlalu berlebihan kalau aku berharap agar semuanya
tetap seperti ini?
“...Aku ingin bertemu Yuzuki.”
Sebuah keinginan tiba-tiba
terlontar dari mulutku. Padahal hanya bertatap muka dan berbincang-bincang saja
sudah cukup. Tapi jadwal konsernya sudah semakin dekat, dan setelah itu ada
pertemuan dengan penggemar. “Suzufumi” Aku tidak pernah menyangka kalau kami
melewatkan waktu bersama selama bulan Mei... Orang tua Yuzuki tinggal di
Niigata, kota asal mereka, tapi apakah mereka tetap berkomunikasi?
“Su-zu-fu-mi!” Waktunya juga sudah dekat dengan Hari Ibu, mungkin akan baik
jika melakukan panggilan video dengan mereka.
“Suzufumi!”
Pikiranku seketika terganggu
seperti rumah dari jerami yang tertiup angin.
Yang muncul dari dalam rumah
jerami adalah Yuzuki.
“Aku sudah memanggilmu sejak
tadi, jangan abaikan aku, dong!”
Yuzuki mengenakan seragam
sekolah. Blazer cokelat, dasi merah menyala, dan rok hitam.
Yuzuki dalam mode siswi SMA,
tetap terlihat manis tidak peduli berapa kali aku melihatnya.
“...Maaf. Aku sedang memikirkan
sesuatu. Kamu sedang pulang?”
“Yeah, meskipun mulai dari siang
ini. Ayo kita pulang bersama?”
Tanpa menunggu jawabanku,
Yuzuki mulai berjalan lebih dulu.
“Tidak, bukannya kita harus berpura-pura
menjadi orang asing di sekolah?”
“Tapi kita sudah di luar
sekolah sekarang. Selain itu, kita sudah cukup jauh dari gedung sekolah, jadi
tidak apa-apa kok.”
Memang benar, tidak ada siswa
berpakaian seragam yang kulihat di jalan sekolah ini, tidak ada lalu lintas
kendaraan juga.
“Tapi, mungkin lebih baik kita masih
harus waspada terhadap paparazi atau sejenisnya.”
“Kenyataan kalau kita bertangga
dan sekolah di sekolah yang sama sudah menjadi fakta, jadi hal semacam tidak
perlu dijadikan berita. Kecuali kita bergandengan tangan di tempat umum atau
semacamnya.”
“Jika Yuzuki bilang begitu...”
Padahal da sangat berhati-hati
selama pertemuan rahasia di ruang referensi, tapi mungkin pikirannya telah
berubah. Aku memperlambat kecepatan dan berjalan di samping Yuzuki dengan jarak
yang cukup antara kami berdua. Bagaimanapun juga, lebih baik bersikap waspada.
Namun, Yuzuki menunjukkan ekspresi kesepian di wajahnya ketika aku mencoba
menjaga jarak.
“... Padahal kamu boleh lebih
mendekat lagi ...”
Jarak antara sekolah dan
apartemen adalah sekitar 25 menit berjalan kaki. Tadinya aku berpikir untuk membeli
sepeda, tetapi jika aku memiliki keberuntungan seperti ini, mungkin aku akan
mencoba terus berjalan kaki ke sekolah sebentar lagi.
Sepanjang perjalanan, kami
berbicara tentang hal-hal biasa. Seperti materi pelajaran yang mendadak semakin
sulit, gadis di kelas yang dicoba didekati oleh senior kelas tiga, aku yang
harus membantu temanku belajar, dan seseorang yang meningkatkan jumlah latihan
karena seseorang lain memasak makanan setiap hari. Kami terus mengobrol
layaknya teman biasa.
“Ah, tak disangka aku bisa
menemukan Faboma di tempat seperti ini.”
Tampaknya baru saja dibuka,
dengan spanduk 'baru dibuka' berkibar.
Favorite
Mart,
atau yang biasa disebut “Faboma”. Ini
adalah minimarket yang memiliki jumlah toko terbanyak kedua di industri.
Makanan manis yang dirilis sesuai dengan musim dan makanan ringan panas di
samping kasir sangat populer.
Sejauh ini, produk paling
populer di antara semuanya adalah ayam goreng tanpa tulang yang diberi nama “Fabochiki”. Sejak diluncurkan pada
tahun 2006, hidangan itu menjadi makanan ringan terkenal dari Faboma.
Aku kemudian memberikan saran
dengan bercanda.
“Mau membeli makanan setelah pulang
sekolah layaknya anak SMA biasa? Biar aku yang traktir.”
“... Hmm.”
Kupikir kata-kata penolakan
akan segera terlontar, tetapi Yuzuki membeku dalam posisi aneh. Sepertinya dia
sedang mempertimbangkan dengan menggunakan semua sumber daya yang dimilikinya.
Mungkin dia akan setuju jika aku sedikit memaksa?
“Karena ini toko baru, pasti
ada ayam goreng yang renyah dan baru digoreng.”
“...Hmm.”
“Belakangan ini Yuzuki telah
berusaha keras dengan latihan sebelum pertunjukan langsung, jadi aku ingin
memberimu hadiah sebagai penghargaan. Mungkin kamu juga perlu mengisi semangatmu
sekarang. Bukannya kamu boleh bermanja sedikit?”
Lengan seragamku ditarik dari
samping.
“...Maksudmu, kamu akan
mentraktirku?”
“...Hmm.”
Ada sesuatu yang membuatnya
terlihat seperti gadis yang tidak senang setelah bangun tidur.
“Baiklah, aku mengerti. Aku
akan mentraktirmu, jadi kamu bebas memilih apa yang kamu suka.”
Mulai saat itu, Yuzuki terus
menatap daftar produk di situs web resmi dengan ponselnya selama lebih dari
sepuluh menit.
Pilihan akhirnya adalah menu
klasik, FaboChiki. Sementara itu, aku
memilih FaboCroquette yang juga
merupakan menu klasik.
“Ini, awas hati-hati jangan
sampai membakar lidahmu.”
Yuzuki dengan senang hati
membuka kemasan. Ayam yang renyah muncul dari dalamnya.
“Ja-Jadi ini yang namanya FaboChiki yang sedang ramai
diperbincangkan...”
Yuzuki mengangkat ayam dengan
kedua tangannya ke atas dan wajahnya tampak terpesona. Mengatakan bahwa itu
sedang ramai diperbincangkan, bukankah reaksinya terlalu berlebihan?
“...Jangan bilang, ini baru
pertama kalinya kamu mencoba FaboChiki?”
“Ya. Di kampung halamanku
hampir tidak ada minimarket, dan setelah pindah ke kota ini aku menghindari
makanan ringan panas, jadi aku selalu mengaguminya selama ini...”
Meskipun dia merasa terkesan, tapi
Yuzuki tidak segera memakannya.
“Su-Sudah kuduga, memakan
makanan berlemak seperti ini adalah tindakan kriminal bagi seorang idola...”
“Sudah terlalu terlambat untuk
berpikir begitu. Jika kamu beneran tidak mau memakannya, biar aku saja yang—”
Ketika aku mencoba meraih
Fabochiki yang dipegang Yuzuki, dia dengan cepat menjauhkannya.
Tangannya berbicara lebih keras
daripada mulutnya. Saat aku tertawa, Yuzuki tersipu malu, dan akhirnya
mendekatkan Fabochiki ke mulutnya.
“Sebenarnya, aku tidak boleh
memakan jajanan dari minimarket, tapi...!”
Saat dia menggigitnya dengan
mulut kecilnya, jus daging meluncur dengan kekuatan seperti air yang menyiram
ke tempat kebakaran.
"Wah ~ ♥ Perpaduan
daging paha yang montok dan juicy dengan adonan yang renyah membuat mulutmu
terasa juicy sekaligus~♥ Lembut dan rasanya luar biasa.
Meskipun ayam goreng, tetapi bisa dimakan dengan mudah seperti ayam kukus ♥”
Sesuai perkataannya, separuh
dari makanan itu dengan cepat masuk ke dalam perut Yuzuki.
Ngomong-ngomong, aku memamerkan
pengetahuan baru yang aku dapatkan dari internet.
“Aku pernah melihatnya di situs
resep, katanya ada variasi resep yang disebut 'Fabochiki Don', loh.”
“Wah, ingin mencobanya tapi kalorinya
pasti tinggi banget~.”
“Misalnya, Fabo-chiki dimasak
dengan bawang bombay dan kuah mie, kemudian ditambahkan telur kocok untuk membuatnya
lembut seperti oyakodon.”
“......ngiler.”
“Selain itu, kita bisa juga
membuat nasi campur dengan menumis daging babi dengan saus manis pedas dan
menambahkan potongan Fabochiki ukuran
satu suapan. Ditaburi biji wijen putih dan daun shiso cincang, memberikan perpaduan
rasa gurih dan segar.”
“.....ngiler-ngiler.”
Kru-ru-ru-ru-ru-ru-ru.
Yuzuki dengan mahir memakan
Fabochiki sambil mengosongkan perutnya. Sambil memegangi perutnya, wajahnya
terlihat merah padam sambil mengunyah ayam.
Tiba-tiba, aku merasakan
tatapan penuh semangat. Yuzuki menatap tanganku dengan seksama.
Aku hanya punya satu sisa
suapan Fabokoro milikku.
Aku melemparkan potongan
terakhir yang aku tunjukkan dengan jelas ke dalam mulutku sendiri.
“Ah────! Maling!”
“Tidak, aku tidak memberikannya
padamu.”
Seolah-olah ingin membalasnya, Yuzuki
menghabiskan sisa Fabochiki dalam satu suapan.
“Haa, sudah habis.... Kapan
lagi aku bisa makan ini ya......”
Yuzuki menundukkan pandangannya
pada kertas pembungkus di tangannya dengan sedih.
Ada banyak makanan enak di minimarket
lainnya. Ada bakpao, kentang goreng, makanan penutup dalam cup... Nanti kalau
aku bertemu dengan Yuzuki di jalan pulang, kira-kira mana yang harus aku
tawarkan padanya, ya?
Setelah menghabiskan jajanan
kami, kami berjalan beriringan di sepanjang rute menuju sekolah.
☆ ☆ ☆
Kami berusaha sebisa mungkin
menjaga jarak dengan para pejalan kaki saat menelusuri rute pulang. Sudah
kuduga, memang lebih baik jika aku dan Yuzuki tidak terlihat bersama. Ada
bagusnya berjaga-jaga.
Jika jalan terbuka, kita bisa
melihat orang dari jauh, tapi masalahnya adalah daerah dengan banyak toko dan
rumah. Pemandangan terhalang oleh bangunan dan dinding, jadi kami harus
berhati-hati dalam melangkah.
Kali ini, aku merasakan
kehadiran orang di ujung tikungan. Aku mengisyaratkan Yuzuki untuk bersembunyi
di balik mesin penjual otomatis terdekat.
Kelompok pria dalam seragam
muncul dari tikungan. Dan seragam itu adalah seragam SMA Orikita. Kami menahan
napas dan menunggu mereka lewat.
“... Jadi, ada anak kelas 2
yang namanya Mamori yang mengaku kepada Arisu Yuzuki pada hari upacara masuk
sekolah, tau?”
“Beneran? Berani banget tuh
anak. Terus, mereka pacaran?"
“Tentu saja enggak lah.
Pasangannya itu seorang idol, tau?”
Mereka asyik dengan obrolan
mereka dan sepertinya sama sekali tidak menyadari keberadaan kami. Bahwa kabar
aku mengaku kepada idola terkenal menjadi rahasia umum di sekolah kami.
Sepertinya langkah bersembunyi yang kami lakukan selama ini adalah keputusan
yang tepat.
Setelah sekelompok pria itu
benar-benar tidak terlihat, aku mengaktifkan mesin pencari di dalam pikiranku.
Aku mencari tempat dengan kepadatan penduduk rendah dari rute yang telah kami
lalui saat pergi sekolah, pulang sekolah, berkeliling, dan berbelanja. Aku kemudian
menyampaikan strategi tersebut kepada Yuzuki.
“Ayo kita menghindari daerah
ini dan mencari jalur alternatif. Di jalanan ini ada banyak minimarket, dan ada
kemungkinan kita akan bertemu dengan siswa dari SMA Orikita lagi.”
“I-Iya.”
Kami menyeberang jalan dan
pindah ke area sebelah. Karena ada sedikit toko di jalan ini, risiko bertemu
dengan kenalan seharusnya jauh lebih rendah.
Itulah yang kupikirkan saat
kami melangkah ke jalan.
Namun, ada seseorang yang tak
terduga keluar dari rumah di sebelah kanan depan.
“Hozumi...!”
Teman yang aku kenal dengan
baik, dan ia mengenakan pakaian biasa. Artinya ini adalah rumah Hozumi. Aku
tidak pernah menyangka ia tinggal begitu dekat. Ketika kami bermain bersama,
kami selalu bertemu di stasiun terdekat sebagai titik pertemuan, jadi aku tidak
pernah mengira ia tinggal berdekatan dengan apartemenku.
“Yuzuki, bersembunyilah!”
Kami segera mundur dan
bersembunyi di gang sempit di antara bangunan. Setelah memastikan Yuzuki berada
di belakang, aku muncul dari balik bangunan dan memperhatikan gerakan Hozumi
yang hanya fokus pada ponsel saya. Yuzuki juga muncul dari belakang dan mencoba
melihat ke jalan.
Pada saat itu, Hozumi tiba-tiba
menoleh ke atas. Aku berbalik ke belakang dan mencoba mendorong Yuzuki lebih
jauh ke dalam gang. Tapi saat berputar, kakiku tersandung dan aku dengan cepat
memegang bahu Yuzuki dengan kuat.
Gawat. Jika terus seperti ini,
ada kemungkinan aku akan menjatuhkan Yuzuki ke tanah dan melukainya. Aku
mencoba mengatur posisi dengan paksa, dan akhirnya kami berputar setengah
lingkaran seperti menampilkan tarian aneh. Akibatnya, punggung Yuzuki menempel
di dinding bangunan, dan tanganku berada tepat di samping wajahnya. Dengan kata
lain, kami dalam posisi yang biasa disebut
“Kabedon”
Yuzuki tampak sangat terkejut,
pipinya merah merona, dan mulutnya terlihat menganga.
“... Maaf.”
Aku memalingkan muka dan
mengamati jalanan lagi. Sepertinya Hozumi sudah pergi.
“Ba-Baiklah, mari kita terus
maju seperti ini.”
“….Tapi, bukannya ada
kemungkinan kita akan berpapasan dengan orang lain lagi?”
“Kasus seperti tadi sangat
jarang terjadi. Jika kita bergerak terlalu banyak, kita mungkin akan bertemu dengan
ibu-ibu yang pergi ke supermarket kali ini.”
“Menurutku yang begitu jauh
lebih baik daripada bertemu dengan orang-orang dari SMA kita ...”
“Jangan salah. Ada kemungkinan kalau
ada orang tua siswa Orikita di antara ibu-ibu rumah tangga itu. Jangan
meremehkan jaringan gosip ibu-bu. Informasi tentang siapa yang berjalan bersama
pacarnya bisa menyebar dengan sangat cepat. Sama seperti kasus di ruang arsip.”
Ketika aku berbalik untuk
memimpin, Yuzuki tiba-tiba menatapku dengan wajah kosong karena suatu alasan.
“Kamu bilang pacar...”
“Ah, tidak, itu hanya perumpamaan
saja ...”
“Hmm ..."
Dia melihat-lihatku tanpa
menggoda atau menyetujui. Apa yang dia rasakan sekarang?
“Po-Pokoknya, Yuzuki hanya
perlu memikirkan cara menjaga dirimu sendiri sebagai seorang idola.”
“…iya, aku mengerti.”
Yuzuki mengangguk kecil. Entah
mengapa, pandangannya tiba-tiba tertuju pada tanganku.
Kemudian, sekitar lima belas
menit kemudian, kami berhasil melewati krisis dan kembali ke gedung apartemen.
Yuzuki terus memperhatikanku sepanjang jalan. Namun, kami hanya berjalan ddalam
diam tanpa berbicara satu sama lain.
Kami keluar dari lobi dan naik
lift bersama-sama.
Jarak di antara kami hanya sekitar
sepuluh sentimeter.
“Oh ya, bungkus Fabochiki,
biarkan aku membuangnya di sini. Maaf sudah membuatmu membawanya.”
“Terima kasih.”
Yuzuki yang berdiri di sebelah
kiri memberikan bungkus itu padaku dengan tangan kanannya.
Aku menerimanya dengan tangan
kiriku, menggulungnya, dan memasukkannya ke dalam saku jaketku.
Tangan kanan Yuzuki dan tangan
kiriku kini menjadi bebas.
Tiba-tiba, serasa ada sensasi
listrik yang melintas di otakku.
“...!”
Mungkin itu hanya imajinasiku
saja. Atau mungkin hanya kebetulan.
Namun, aku tidak punya
keberanian untuk memeriksa dengan mata kepalaku sendiri.
Di ujung jari kelingking tangan
kiriku, ada sedikit kehangatan.
Yuzuki terus menatap ke depan
tanpa berkata apa pun.
Hanya ada satu jari yang saling
terhubung di antara kami berdua.
Tidak ada percakapan di antara
kami berdua.
Lift akhirnya tiba di lantai
delapan. Kami keluar dari lift secara bersamaan.
Anehnya, kecepatan langkah kami
sejalan dan posisi tangan kami tidak bergeser sedikit pun.
Meskipun aku tahu bahwa itu
tidak ada gunanya, aku berharap agar waktu tidak cepat berlalu.
Aku melewati apartemen nomor
809 dan merenungkan beberapa meter hingga apartemen sudut nomor 810.
“Terima kasih sudah mengantarku,
Suzufumi.”
“Jadi kamu baru mengatakan itu
pada jarak segini?”
Yuzuki tertawa saat melontarkan
candaan itu. Aku juga ikut tertawa. Jari kelingking kami terpisah.
“Aku akan pergi latihan malam
ini dan tidur di ruang tunggu kantor setelah itu. Sampai jumpa lagi.”
“Ya, sampai jumpa.”
Yuzuki mengangkat tangan
kirinya dan aku membalasnya dengan tangan kananku, lalu dia pergi ke kamar unit
apartemennya.
“…Seriusan...”
Seketika itu juga aku
berjongkok di tempat dengan perasaan yang aneh.
Aku masih mengingat sensasi
yang muncul di ujung jari kelingking tangan kiriku. Hanya ada kehangatan yang
samar-samar, seolah-olah aku baru saja terbangun dari mimpi indah.