[LN] Reset Seishun Jilid 1 Bab 18 Bahasa Indonesia

 

Chapter 18 — Apa Itu Cinta?

 

Aku akhirnya dipindahkan ke kelas khusus pada awal minggu.

Gedung kelas khusus sedikit terpisah dari gedung sekolah kelas reguler. Jaraknya tidak terlalu jauh.

Aku dan Hanazono sedang menunggu Tanaka sembari duduk di bangku halaman setelah sepulang sekolah. Kami melihat para siswa yang bersiap-siap untuk melakukan aktivitas klub.

Meskipun mereka adalah siswa yang sama, siswa yang memiliki kegiatan klub tinggal di sekolah untuk waktu yang lebih lama. Berkeringat bersama teman-teman mereka. Itulah yang dinamakan masa muda. Kamu akan mendapatkan perspektif yang lebih luas yang tidak dapat kamu alami sebagai anggota klub langsung pulang ke rumah.

Ada suatu masa ketika aku merasa ragu apakah akan bekerja paruh waktu atau bergabung dengan klub.

Pada akhirnya, aku memilih bekerja paruh waktu sambil juga mempelajari lingkungan masyarakat. Setelah bekerja paruh waktu, aku bisa memahami betapa sulitnya pekerjaan itu. Suasana di tempat kerja terasa mirip dengan sekolah.

Aku jadi memahami bahwa sekolah adalah versi kecil dari lingkungan masyarakat.

“Kurasa aku bisa merasa lega karena Tanaka-san berada di kelas yang sama denganmu... Toudo, it-itu bagus sekali, iya ‘kan.”

“Ya ... Aku berharap kalau Hanazono juga bisa sekalian datang ke kelas khusus.”

Aku mengatakan itu dengan tulus. Meskipun Tanaka ada di sana, tetap saja aku masih merasa takut untuk pergi ke gedung sekolah yang tidak aku kenal.

“Eh, itu sih mustahil. Aku cuma memiliki nilai yang rata-rata dan hanya bisa berolahraga seperti orang normal.”

“Hmm, kalau begitu, kamu bisa menjadi pendampingku——”

“Kamu ini bicara apa? ... kamu pasti akan baik-baik saja. Meskipun aku tidak ada di sini, meskipun kamu membuat kesalahan, kamu bisa melangkah maju.”

Wajah Hanazono yang tersenyum sungguh cantik.

Aku tidak tertarik pada kecantikan atau kejelekkan orang. Wajah orang-orang yang disebut selebriti, semuanya terlihat sama di mataku.

Aku tidak bisa mendapatkan kesan yang baik melalui layar. Mengapa Hanazono terlihat begitu indah sekarang?

“Yooo~ makasih sudah menunggu! Aku tidak ada jadwal pekerjaan paruh waktu hati ini, jadi akhirnya kita bisa pulang bersama!”

Tanaka mendatangi kami dengan berlari kecil.

Hanazono melambaikan tangannya pada Tanaka.

“Terima kasih buat kerja kerasmu, Haru! Oh, tunggu sebentar .....Bukannya rambutmu kelihatan kusut?”

“Uhehehe, aku ketiduran kayak kayu….aku langsung terbangun dan buru-buru datang ke sini.”

“Astaga, kamu tidak boleh tidur selama jam pelajaran tau. Hah? Tsuyoshi, kamu kenapa?”

Hanazono menyisir rambut Tanaka. Meski Tanaka merasa enggan, dia tidak melawan.

Aku sedang melihat mereka berdua.

Untuk beberapa alasan, entah kenapa, detak jantungku meningkat. ...Aku kembali merasakan sedikit emosi yang tidak kuingat.

 

——Apa ini merupakan perasaan suka sebagai teman? Memang, perasaan ini sedikit mirip dengan rasa suka yang dulu kumiliki terhadap Hanazono.

Akan tetapi, perasaan ini sedikit berbeda dari perasaan yang kumiliki pada waktu itu. Pertama-tama, aku memiliki perasaan yang serupa dengan perasaan yang aku miliki pada waktu itu—— Aku juga memiliki perasaan tersebut kepada Sasaki-san dan Igarashi-kun. Apa sebenarnya perasaan suka itu? Sesampainya di rumah nanti, ayo kita tuliskan ke dalam buku catatan.

Tanaka menepak ringan tubuhku. Aroma Tanaka dengan lembut menempel di tubuhku.

Baunya terasa begitu lembut. Aku jadi mulai mengantuk karenanya.

“Fufu, Toudo, mulai besok kita bisa sekelas ya! Aku sangat menantikannya!”

“.........”

“Lah, kamu denger enggak sih? Haru lagi berbicara denganmu, tau!?”

“Hmm, maaf, aku sempat sedikit mengantuk ...”

Ketika aku berkata demikian, Tanaka meletakkan tangannya di dahiku dengan penuh kekhawatiran.

“Apa kamu baik-baik saja, Toudo? Apa kamu masuk angin? Atau kamu lagi demam?”

Sentuhan tangannya yang sejuk terasa begitu nyaman. Tetapi untuk beberapa alasan, aku merasa sangat malu.

Apa sebenarnya perasaan ini...? Aku menatap Hanazono dengan ekspresi gelisah di wajahku.

“Hanazono, tolong bantu aku...”

“Hmph, masa bodo. Lagipula, jarang-jarang melihatmu bisa malu seperti ini.”

“Syukurlah, sepertinya kamu tidak demam, ya! Maksudku, kamu merasa malu? Aku sama sekali tidak merasakannya.”

“Coba lihat, ujung telinganya terlihat sedikit memerah, ‘kan? Itu bukti kalau Tsuyoshi merasa malu.”

Tak disangka, Hanazono mengetahui sesuatu yang bahkan tidak kuketahui.....

“Seperti yang diharapkan, tidak ada yang bisa menandingi Hana-chan!”

Aku bangkit dari bangku, mempersiapkan diri dan hatiku... Yup, tidak ada masalah.

“Hmm, ini tentang rencana ke-kencan kita besok.”

“Fueeh? Itu kencan!?”

Tanaka memandang Hanazono dengan wajah terkejut. Aku pun bingung dan menatap Hanazono juga.

“Tunggu kalian bedua, jangan memandang wajahku begitu! Kalian berdua yang hendak jalan-jalan berduaan ‘kan, jadi itu adalah kencan! Kamu juga Tsuyoshi, jangan ragu-ragu begitu! Ayo kita pulang!”

Hanazono bangkit dari bangku dan mulai berjalan. Aku dan Tanaka terlambat mengikutinya. Tidak ada pembicaraan di antara kami. Namun, rasanya jarak di antara aku dan Tanaka terasa lebih dekat sekitar sepuluh sentimeter dari biasanya.

Detak jantungku berpacu semakin cepat. Perasaan ini sebenarnya apa?

Tanpa disadari, Tanaka sedang menatap wajahku dari samping.

“......Te-Tentang kencan besok... Aku sangat menantikannya.”

Suara Tanaka terdengar lebih kecil dari biasanya, tapi suaranya terdengar langsung di telingaku.

“A-ah, ya, a-aku juga... akan mengurusnya—”

Entah mengapa, rasanya sudah lama sekali aku menggunakan kata-kata itu—

 

Setelah menyusul Hanazono, kami bertiga berjalan pulang bersama-sama.

“….Jadi, itulah sebabnya aku memutuskan untuk pindah ke kelas khusus.”

Tanpa melibatkan perasaanku, aku menjelaskan situasiku kepada mereka dengan cara yang objektif.

“Hmm, jadi pada akhirnya kamu bisa berbicara dengan teman sekelasmu dengan normal ya, Toudo. Bukannya itu bagus!”

“Michiba, ya... gadis itu benar-benar bodoh. Tapi... kurasa aku juga tidak berhak mengomentari orang lain.”

“Hanazono bukanlah orang bodoh.”

“...Kamu itu cerewet, sih. Lagian, memangnya dengan begitu Michiba akan menjadi lebih tenang sekarang?”

“Hmmm, sulit untuk mengatakannya dalam situasi saat ini. Kemungkinan sekitar 50%. Karena untuk mengubah seseorang, harus ada perubahan mendasar yang dilakukan."

Hal tersebut juga berlaku untuk diriku sendiri.

“Perubahan mendasar? Aku tidak mengerti maksudnya.”

Tanaka mengangguk dengan kebingungan. Ya, dia sungguh menggemaskan.

Aku kemudian melanjutkan penjelasanku.

“Kita sudah menjadi anak SMA. Kita tidak bisa memaksa perubahan pada kepribadian seseorang yang sudah terbentuk. Bahkan dengan keinginan kuat dari orang itu sendiri pun sulit dilakukan. Itu adalah sesuatu yang sangat kuat menurutku.”

“Tapi, jika begitu, bagaimana Michiba—”

“Aku tidak tahu alasannya, tapi kondisi mental Michiba sedang menurun. Momen itu mungkin menjadi kesempatan yang bagus untuk memperbaiki kondisi mental Michiba.”

Makhluk yang lemah akan bergantung pada kata-kata penyelamat. Aku pun begitu. Biarpun Michiba tetap tidak berubah, itu sudah tidak ada hubungannya denganku... tidak, aku hanya perlu mengingat kenangan yang aku habiskan bersamanya. Selain itu, aku yakin kalau semuanya pasti akan baik-baik saja. Michiba di dalam ingatanku di perpustakaan memiliki senyuman yang indah. Tapi aku tidak tahu perasaan apa yang menyertainya. Aku pun tidak tahu apa yang kurasakan. Tapi, semuanya pasti akan baik-baik saja.

“It-Itu sih, ketimbang dibilang perubahan, tapi justru lebih condong ke—”

“Yah, masalah Michiba-san bisa kita serahkan kepada Toudo sendiri, iya ‘kan? Ngomong-ngomong, Hana-chan, gantungan boneka itu kelihatan lucu banget ya! Lihat, aku kan tipe kayak gini, jadi barang-barang lucu kelihatan enggak cocok, iya ‘kan?”

Aku bereaksi terhadap kata-kata itu dan mengarahkan pandanganku kepadanya.

“Kenapa? Karena Tanaka itu imut jadi kamu pasti kelihatan cocok juga dengan barang-barang imut. Ah, maaf. Tadi aku—”

Suara hatiku terlontar begitu saja.

“Uhyaa!? To-Toudo, kamu bikin malu aku saja deh!”

“I-Iya, aku minta maaf soal itu.”

Aku dan Tanaka saling menunduk dalam diam.

Hanazono memandang kami dengan mata sipit dan menghela nafas.

“Aduh, kalian tuh jangan mata terus terus! Astaga, Tsuyoshi, sudah jelas kalau Haru-chan itu cantik! Dia sangat berbeda denganku!”

“Tidak juga, Hanazono juga cantik kok.”

"B-Bodoh! Jangan ngomong yang aneh-aneh!”

Bertentangan dengan kata-katanya yang ceria, Hanazono terlihat sedikit sedih.

Mungkin itu hanya imajinasiku saja?

“Y-Yeah, aku mengerti.”

Aku merasakan tekanan diam dari Hanazono saat kami meninggalkan area sekolah...

 

◇◇◇◇

 

“Baiklah, kalau gitu aku lewat sini! Sampai jumpa besok, ya!”

Aku dan Hanazono melambaikan tangan saat melihat Tanaka pergi.

Hanazono tidak berbicara apa-apa sejak tadi. Apa ada sesuatu yang membuatnya tidak senang? Aku jadi sedikit khawatir.

“Kalau begitu, Hanazono, aku minta bantuanmu untuk melakukan pemeriksaan terakhir pada rencana kencanku.”

“Ah, ya... Tapi tenang saja. Kalian berdua pasti akan baik-baik saja.”

“Be-Benarkah? Tapi aku merasa cemas kalau Hanazono tidak ada di sana.”

“Ayo pergi.”

Hanazono mengucapkan kata-kata itu dengan dingin. Aku jadi khawatir tentang keadaan emosinya. Aku tidak tahu apa penyebabnya.

Tapi, jika tidak ditanyakan, aku tidak bisa melangkah maju. Aku berjalan sambil memikirkan bagaimana cara menanyakan itu kepada Hanazono.

“Yeah, kalian pasti akan baik-baik saja. Kalian berdua terlihat sangat cocok satu sama lain. Ketimbang denganku, aku yakin kamu akan baik-baik saja...”

“Hanazono? Apa yang kamu bicarakan?”

“Tidak, jangan dipikirkan. Selain itu, kamu sudah menyukai Haru-chan, bukan?”

――Aku menyukai Tanaka? Memang, saat aku memikirkan Tanaka, aku merasa begitu bahagia. Aku merasakan kebahagiaan saat bersamanya. Aku sangat menantikan kencan besok. Aku tidak merasa repot sama sekali.

“Aku... tidak tahu tentang itu.”

“Lihat, telingamu memerah, tau. Dan kamu terlihat agak gugup.”

“Apa...?”

Memang benar detak jantungku meningkat saat membicarakan Tanaka. Aku merasa sedikit malu. Apa ini yang dinamakan perasaan menyukai seseorang?

“Aku masih tidak tahu.”

“Haaa~, meskipun kamu tidak tahu, tapi aku bisa mengetahuinya kok! Memangnya kamu pikid sudah berapa lama kita bersama?”

Menurut ingatanku, sudah empat tahun. Sebelum aku bisa menjawab, Hanazono mulai berbicara dengan cepat.

“Dengar baik-baik oke? Besok, kamu akan menyatakan perasaanmu pada Haru-chan! Kalian berdua sudah sangat akrab di tempat kerja, ‘kan?! Jadi, aku yakin kalau semuanya pasti akan baik-baik saja!”

Mengaku suka... Inilah yang Hanazono coba lakukan padaku. Aku merasa seperti sedang menginjak-injak perasaan Hanazono.

Aku tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Tidak ada rasa sakit di dadaku. Namun, ada perasaan tidak nyaman yang menyelimuti pikiranku. Saat aku mencari kata-kata untuk menggambarkan perasaan tersebut, aku sudah sampai di depan rumah.

“Aku akan menghubungimu setelah kencan selesai.”

“Ya, aku akan menunggu.”

Hanazono tidak bergerak. Dia tetap diam sambil menatap ke bawah. Aku bisa mendengar suaranya yang sedang menarik napas dalam-dalam. Hanazono lalu mengangkat wajahnya. Tatapan matanya begitu mengesankan. Aku merasakan kekuatan tekad yang begitu kuat.

 

“….Kamu pasti akan baik-baik saja.”

 

Hanazono hanya mengucapkan itu dan bergegas pulang ke rumahnya. Punggungnya terlihat begitu kesepian. Namun, aku tidak merasakan apa-apa... Meski aku tidak merasakan apa-apa, tapi perasaan tidak nyaman yang menyelimuti pikiranku masih tidak hilang begitu saja.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama