[LN] Reset Seishun Jilid 1 Bab 7 Bahasa Indonesia

 

Chapter 7 — Gadis yang Duduk di Sebelahku

 

Saat masih di sekolah SD, tidak ada orang lain yang hadir kecuali aku sendiri.

Aku sudah terbiasa sendirian. Pada saat itu, ingatan tentang masa-masa TK sudah lenyap tak tersisa.

Namun, kadang-kadang ada pemandangan asing yang muncul di pikiranku.

 

Seorang gadis menangis dan berkata, Jangan lupakan janji kita, ya... Aku sangat mencintaimu. Ayo kita bertemu lagi.

Aku tidak tahu apakah itu nyata atau hanya mimpi.

Tapi ketimbang memusingkan hal itu, aku lebih mementingkan mencoba yang terbaik untuk bertahan hidup setiap hari.

 

◇◇◇◇

 

Seperti biasa, aku makan siang sendirian pada jam istirahat siang.

Hari ini aku membawa bekal dengan nasi acar plum, ikan salmon, potongan kol, dan kinpira (daging atau sayuran yang dipotong tipis dan dimasak dengan bumbu).

Aku merasa kemampuan memasakku menjadi semakin baik. Aku puas dengan hasilnya.

 

Sambil makan siang, aku teringat kejadian pagi tadi.

Ketika aku melihat wajah Hanazono secara langsung, aku merasa malu.

Aku berlari ke sekolah untuk menyembunyikan rasa maluku.

Aku mendengar suara Hanazono yang berseru, “E-Ehh!?” di belakangku, tapi aku berpikir aku bisa membicarakannya nanti dengannya, karena teman selalu bisa berbicara kapan saja.

Selain itu, kami berdua sempat berbicara di lorong selama istirahat. Sepertinya dia masih belum terbiasa dengan reset-ku.

“....Ini benar-benar Tsuyoshi di masa SMP.”

Dia merespon kata-kataku tanpa sengaja.

“U-uuh, me-meski a-aku me-mengetahuiny, tapi... ra-rasanya tetap s-sakit ya... Tapi aku bisa melakukannya... Aku akan berjuang.”

Dia mengatakan bahwa dia tidak merasakan kebaikan sedikitpu dari diriku. Meskipun seharusnya Hanazono memahami hal itu, tetapi entah mengapa, dia tampak sedih, tetapi apa boleh buat.

Hubungan kami baru dimulai sekarang.

 

Teman-teman sekelasku terlihat asyik duduk bersama teman-teman mereka. Meskipun aku tidak termasuk di dalam golongan mereka, rasanya masih cukup menyenangkan bisa melihat hubungan yang baik. Itu membuat suasana hatiku menjadi ikutan lebih baik.

 

“Yoshhh!! Ayo makan! Yamada, apa kamu membeli makanan hari ini?”

“Hmm? Kakakku membuatkan bekal untukku.”

“Aku membawa bekal karaage lagi hari ini!!”

“...Selalu membawa karaage ya... Tapi rasanya memang enak sih."

 

Karaage ya... Kalau dipikir-pikir, aku belum pernah memakannya. Kapan-kapan aku akan mencobanya nanti.

Saat aku sedang memikirkan hal itu, seorang gadis yang duduk di kursi sebelah mulai melirikku.

Kalau tidak salah... namanya Sasaki Miki-san. Aku mengingat nama semua teman sekelas. Aku selalu berusaha untuk bisa diajak bicara kapan saja. Dia anggota klub atletik dan kabarnya sedang mengalami penurunan performa belakangan ini.

“Uh, uhm, Toudo-kun...”

Aku tidak bisa langsung menjawabnya.

Aku belum pernah berbicara dengan Sasaki-san sebelumnya. Meski aku tahu namanya, bukan berarti aku bisa lancar berbicara dengannya.

Aku merasa keringat aneh mulai keluar dari punggungku dan wajahku mulai memerah.

“Toudou-kun, m-maaf tapi, bolehkah aku menggunakan kursi itu nanti? Hari ini temanku dari kelas lain akan datang...”

Butuh waktu beberapa saat bagiku untuk memahaminya.

Di sekitar Sasaki-san ada teman-teman sekelas lainnya dari klub atletik yang sama... Hyoudo-san, Igarashi-kun dari kelas sebelah, Mitobe-san, dan Takizawa-kun.

 

——Aku selalu berjalan-jalan di sekitar sekolah setelah selesai makan jadi tidak masalah. Mereka bisa menggunakan kursi itu sepuasnya. Mungkin Sasaki-san juga memperhatikan kebiasaanku sehingga dia memanggilku.

 

Aku harus menjawab sesuatu kepada Sasaki-san secepat mungkin. Tapi aku tidak bisa berbicara dengan baik. Aku perlu mengatakan sesuatu dengan cepat. Aku harus menghabiskan makan siangku dengan cepat. Isi kepalaku jadi kacau.

“U-um, maaf, apa kamu bisa menunggunya sebentar?”

Aku ingin berbicara dengan suara yang lebih lembut. Tapi kata-kata yang keluar adalah dengan nada yang kasar.

"Uh, um, ya, kamu benar…… m-maaf. T-tentu, kami bisa melakukannya setelah kamu selesai makan...”

Ketika Sasaki-san meminta maaf, kepalaku semakin bingung.

 

Aku tidak bisa makan siang sambil diperhatikan oleh begitu banyak orang.

...Aku perlu menenangkan hatiku di saat-saat seperti ini. Gadis ini meminta sebuah permintaan. Mereka hanya ingin makan siang bersama sebagai teman dekat di klub atletik. Tidak masalah untuk pindah ke tempat lain. Meski bekal makan siangku masih ada sisa sedikit, tapi mendingan aku pergi ke halaman sekarang juga.

Hatiku berdebar. Sudah lama sejak aku berbicara dengan teman sekelas seperti ini.

“--Tidak masalah.”

“Ah... ka-kamu tidak perlu terburu-buru begitu...”

Aku dengan cepat menyimpan kotak makan siang ke dalam tas dan menggantungkannya di bahu. Sekali-kali tidak ada salahnya makan di halaman.

Cuacanya cukup bagus, dan suasasnya juga terasa menyenangkan. Jika aku segera pindah, Sasaki-san dan yang teman-temannya pasti akan senang.

“Te-Terima kasih banyak...”

Ketika aku melirik wajah Sasaki-san——entah mengapa, dia terlihat ketakutan.

“...Apa-apaan itu? Songong banget.”

“...Bodoh, Igarashi. Dibilangan ia bisa mendengarmu--dan selain itu, ia mau memberikan tempat duduknya, jadi itu jelas-jelas salah kita, tau?”

“Tidak, bukannya aku bilang kalau aku tak keberatan menunggu sampai ia selesai makan?”

“Tapi sikapmu malah menunjukkan sebaliknya.”

“Hah? Aku tidak mengerti.”

Aku bangkit dari tempat dudukku dan mencoba menuju ke halaman, tetapi aku mendengar bisikan mereka.

Mengapa mereka ketakutan? Aku hanya dengan sukarela memberikan kursiku, bukan? ...Mengapa mereka malah berbicara buruk mengenai diriku?

Aku mengumpulkan keberanian untuk bertanya. Aku ingin membangun hubungan dari inisiatifku sendiri. Aku sudah berjanji dengan Hanazono kalau aku akan bergerak maju.

Aku memutar balik badanku dan memutuskan untuk bertanya kepada Sasaki-san.

“Hei, Sasaki-san. Apa sikapku benar-benar seburuk itu?”

Wajah Sasaki-san berubah menjadi pucat saat melihatku kembali.

“E-eh, ah, ja-jadi.., ka-kamu mendengarnya... a-aku….M-maaf...”

“Apa? Miki tidak melakukan sesuatu yang buruk, akulah yang mengatakannya.”

“U-Ummm, mari kita berhenti sampai di sini saja, oke?”

Igarashi-kun berdiri di hadapanku seolah-olah ingin melindungi Sasaki-san...

Aku dibuat bingung.

Mengapa semuanya malah berakhir seperti ini? Aku hanya ingin memberikan kursiku dan mencari tahu alasan di balik bisikan mereka.

 

Pendekatan Igarashi-kun terhadap ototnya tidak buruk, tetapi melihat lengan nya, sepertinya ia masih kurang latihan.

Keseimbangannya sama sekali tidak bagus. Otot-otot perlu dikembangkan lebih merata...

Aku menemukan diriku memikirkan sesuatu yang sama sekali tidak berhubungan dengan situasi saat ini. Hal itu tidak ada bedanya dengan melarikan diri dari kenyataan.

Setiap kali aku mencoba mengobrol dengan teman sekelasku, semuanya selalu berakhir buruk seperti ini.

...Tapi, aku tidak ingin menyerah.

“Oi, katakan sesuatu napa!”

“A-Aku hanya penasaran.”

“...Hah?”

“Aku hanya ingin tahu mengapa Sasaki-san ketakutan.”

Igarashi-kun memandang Sasaki-san dengan ekspresi heran dan bertanya.

“Miki, cowok ini... agak aneh ya?”

“Igarashi-kun... ehm, mari kita berhenti saja, oke? Ka-Karena akulah yang salah...”

“Tidak, kamu tidak perlu meminta maaf kepadaku. ...Apa aku sudah melakukan sesuatu yang salah? Mengapa? Aku hanya ingin tahu saja.”

Igarashi-kun menghela nafas dan berkata padaku.

Haa, seriusan lo? Ehm... kalau tidak salah namamu Toudo, ‘kan? Kamu itu menakutkan, tau. Entah itu wajahmu atau auramu, aku sama sekali tidak tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu seperti misterius. Maaf, sifatku adalah mengatakan apa yang kupikirkan. ...Tidak heran Miki ketakutan. Oh, ngomong-ngomong, kamu mau makan siang di mana?”

“Karena cuacanya bagus, jadi aku akan makan di halaman.”

“Sialan, kamu berencana makan sendiri di tempat kumpul para gadis! Yah, itu salah kami karena menciptakan atmosfer seperti itu. Maaf tentang itu. Apa karena itu, apa kamu tidak punya teman, ya? Melihat reaksi Miki, mungkin kamu beneran tidak punya.”

“I-Igarashi-kun, u-ucapanmu terlalu berlebihan....”

“Oh, benarkah? Maaf tentang itu.”

Sasaki-san, yang berada di belakang Igarashi-kun, terlihat menyesal dan meminta maaf. Aku tidak sepenuhnya memahami apa kelasahan mereka.

“Be-Benarkah? Aku... berpikir aku melakukan sesuatu yang salah...”

“Tidak, jika kita hanya melihat perkataanmu, kamu adalah orang yang baik. Itu salah kami sendiri karena ketakutan. Jangan khawatir, aku akan membantu menyembuhkan Miki, jadi jangan terlalu memikirkannya!”

Jadi inilah kekuatan cowok normies...

Aku bisa berbicara dengan normal.

Aku benar-benar terharu. Setiap kali aku mengatakan sesuatu, aku mendapatkan tanggapan.

“Aku menghargai perhatianmu. Sekali lagi, aku akan pergi ke halaman...

 

Ada seseorang yang masuk ke dalam kelas.

Pada saat yang bersamaan, aku mendengar suara decakkan lidah dari jauh.

 

“Oiii~~, Tsuyoshi. Ayo kita makan siang... Hah? Apa-apaan dengan suasana ini...”

Hanazono mendekatiku sembari membawa kotak makan siang di tangannya.

“Oh, uh, ini adalah Igarashi-kun. Dia memberitahuku berbagai hal. Aku hanya mengungkapkan rasa terima kasihku.”

“Achaa... sepertinya aku tidak bisa mengatasi ketika kelas yang berbeda... Hey, Tsuyoshi, datanglah ke kelasku!”

“Aku mulai lapar. Hanazono, ayo pergi ke halaman karena cuacanya bagus. Oh——Kalau begitu,  Igarashi-kun dan yang lainnya, selamat mennikmati makan siangmu. Dan Sasaki-san...”

“Iy-Iya?”

“Maaf karena sudah membuatmu takut....”

Aku merasa wajahku terlihat tegang. Aku mencoba tersenyum semaksimal mungkin.

Igarashi-kun tiba-tiba menepuk pundakku. Meski itu tidak sakit... tapi mengapa?

“...Hah? Otot-otomu luar biasa... Puhahaha! Toudo, ternyata kamu cukup menarik juga! Kapan-kapan kamu harus datang main dengan tim atletik lain kali, oke! Selain itu, bukannya kamu benar-benar punya teman? Kecuali Hanazono, yang merupakan gadis imut dengan kepribadian yang mengecewakan. Dia tidak pernah membuat teman laki-laki. Hanazono, aku tidak benar-benar mengenalmu, tapi aku merasa senang untukmu.”

“Igarashi... kamu sangat menjengkelkan. Aku akan membunuhmu...”

Aku memutuskan untuk menyela.

“Aku baru saja berteman dengan Hanazono pagi ini.”

“Hah? Bukanya kalian sudah bersama sejak sebelumnya... Aku tidak benar-benar mengerti, tapi terserah apa katamu.”

Aku juga menepak bahu Igarashi. Apa ini tanda persahabatan?

“Aduh! Sakit!?... tenagamu terlalu kuat! Baiklah, kalian pergi ke halaman! Kami akan makan di sini!”

“Kalau gitu, kami pamit dulu...”

Ketika aku melihat Sasaki-san, dia membungkukkan kepalanya ke arahku. Gerakannya itu terlihat begitu menggemaskan.

 

——Ahh, jadi begini rasanya berinteraksi dengan orang lain. Sekalipun aku membuat kesalahan, aku bisa memperbaikinya.

 

Aku kembali mendengar decakkan lidah lagi.

 

“Hei, bisa sedikit tenang enggak sih? Jangan mengacaukan kelas kita dengan orang luar. Oh iya, Toudo bagian dari kelas kita, ya? Karena ia biasanya selalu sendirian jadi kupikir ia berbeda.”

“Tungg—, Rokka-chan, jangan begitu dong.”

"Nah, aku akan memberikanmu tempura, jadi jangan marah lagi ya.”

Aku bisa merasakan tatapan Michiba sejak tadi.

Aku terlalu sibuk berurusan dengan Sasaki-san dan Igarashi-kun, jadi aku memilih untuk mengabaikannya.

“Padahal ia begitu serius mengajariku belajar, bahkan ketika aku dulu memanggilnya Sensei, ia kelihatan senang~. Apa ia meninggalkanku begitu saja? Atau mungkin ia kembali bersama si gadis pembohong? Eh? Apa ikatan antara kita sudah pudar, ya? Hahaha.”

Aku memiringkan kepalaku dengan keheranan.

Sebelah mananya yang dia anggap lucu? Aku sama sekali tidak mengerti.

“——Ehmm, apa kamu ingin aku mengajarimu? Aku tidak terlalu mengenal Michiba, jadi itu agak sulit...”

“Hah!? Ka-Kamu tidak kenal...apa-apaan dengan sikapmu itu!? Benar-benar menyebalkan...Dasar introvert sejati. Padahal aku sudah mengajakmu pergi karaoke berdua tapi kamu menolak...Sebenarnya kamu ingin pergi kencan berdua denganku, ‘kan! Kamu benar-benar cowok yang tidak peka!”

Apa ini bisa kuanggap sebagai kedengkian?

Aku tidak peduli dengan kedengkian yang aku dapatkan dari orang-orang yang tidak ada hubungannya denganku.

Aku sudah mereset hubunganku dengan Michiba.

Aku menghapus kenangan tentang sesi belajar yang pernah aku lakukan di masa lalu. Ingatan itu sudah berubah menjadi catatan dingin di dalam kepalakuku. Tidak ada emosi yang terlintas sama sekali.

“Aku ingin pergi berduaan saja dengan Michiba? Maaf, aku tidak mengerti apa yang  kamu katakan.”

“Hah? Kamu, tidak mengerti... Kamu sedang meledekku, ya!? Kamu sudah menunggu selama dua jam karena ingin bertemu denganku, kan? Kamu ingin bertemu denganku, bukan?”

“Ah, kejadian waktu itu ya. Jadi kamu sengaja membuatku menunggu demi kepuasan egomu sendiri. Begitu rupanya, kamu memang orang yang membosankan ya, Michiba.”

Aku berbicara pada diriku sendiri untuk memastikan faktanya.

Namun, suasana di dalam kelas mendadak berubah jadi gaduh.

“Memangnya ada sesuatu yang terjadi antara Rokka dan Toudo?”

“Sepertinya dia membuat Toudou kesal karena sudah membuatnya menunggu terlalu lama――”

“Uwaaah, itu sih parah banget.”

“Toudo mengajarinya belajar, iya ‘kan?”

“Itu sih tidak ada hubungannya dengan kita, mendingan ayo makan!”

“Kasihan banget ya, Toudo-kun.”

“Eh, suara Toudo terdengar tanpa emosi sama sekali, loh? Serem banget...”

Aku tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian. Aku ingin segera pergi dari tempat ini.

“Hanazono, ayo pergi ke halaman. Ehm, ada apa?”

“...Tidak, bukan apa-apa. Ayo pergi.”

Ketika aku hendak pergi, Michiba tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya.

“Tu-Tunggu sebentar napa! Mengatakan bahwa itu demi kepuasan egoku sendiri... itu sangat menyebalkan. Jelas-jelas kalau aku lebih baik daripada gadis itu! Kamu benar-benar tidak bisa menilai orang dengan benar. Dia itu gadis pembohong, iya ‘kan? Dia menyebutmu sebagai cowok yang gampang dimanfaatkan, bukan!?”

Aku berhenti dan menatap Michiba.

Aku masih tidak bisa memahaminya. Permasalahanku dengan Hanazono seharusnya tidak ada hubungannya dengan Michiba.

Aku tidak punya kewajiban untuk menjelaskannya.

 

“Itu sama sekali bukan urusan Michiba. Jangan mengejek temanku lagi.”

 

Suasana kelas menjadi hening.

Aku tidak terlalu suka suasana kelas yang begitu sunyi. Aku lebih suka suasana yang ramai dan bising di kelas. Mengapa suasananya tiba-tiba menjadi begitu sunyi?

Apa karena aku dan Michiba-san sedang berbicara?

Setelah beberapa saat kemudian, suasana kelas mulai kembali riuh. Meskipun iyu bukan suasana yang aku sukai.

 

“Eh…hah...? Ka-Kamu, selama ini kamu tidak pernah marah dengan apapun yang aku katakan, kan? Tu-Tunggu sebentar...”

 

Marah? Aku tidak memiliki perasaan yang begitu mendalam.

Kata-kata yang tanpa emosi sudah cukup untuk orang yang tidak ada hubungannya denganku.

“Biar kutebak, apa kamu merasa cemburu? Karena aku berteman dengan Hanazono.”

“Hah!? Ma-Mana mungkin aku merasa cemburu pada kalian!! Da-Dalam pelajaran pun aku bahkan bisa belajar sendiri!”

Begitu ya, jadi dia tidak memahami makna dari sesi belajar bareng itu.

“Itu sih mustahil. Sesi belajar itu bukan untuk meningkatkan pengetahuan dasar. Itu hanya untuk mendapatkan nilai tinggi dalam ujian dengan cepat. Aku rasa kamu tidak akan bisa mendapatkan nilai yang sama di ujian berikutnya.”

“Eh..., ka-kamu cuma menggertak saja, ‘kan? Ta-Tapi, jika aku menggunakan metode yang sama—”

“Aku memprediksi soal ujian berdasarkan kecenderungan dan kepribadian setiap guru. Mana mungkin itu bisa dilakukan sendirian.”

Wajah Michiba mendadak terlihat pucat. Apa dia sedang tidak enak badan? Aku berharap ada seseorang  yang bisa membawanya ke ruang UKS.

“Heee? Ka-Kalau begitu, ayo ajarilah aku lagi! Ra-Rasanya tidak adil kalau gadis pembohong saja!!”

Sepertinya pembicaraan kami masih tidak berjalan lancar.

Apa mungkin ini karena kurangnya komunikasi dari pihakku?

Aku harus menjelaskan dengan lebih jelas kepada Michiba-san.

“Maaf... Aku tidak punya niatan untuk mengajarimu lagi. Aku tidak ingin berhubungan denganmu lagi... Dan... Aku akan mengatakan ini hanya sekali lagi kepada Michiba-san. Jangan mengolok-olok temanku.”

“Ah, uh... ta-tapi...”

Tubuh Michiba-san mulai gemetar. Sudah kuduga, sepertinya dia sedang tidak enak badan.

Saat ini bukan waktunya untuk berbicara denganku.

Aku harus mengatakannya dengan keras agar supaya dia bisa mendengarku.

Mungkinkah keributan teman sekelas membuatnya sulit untuk mendengarnya?

 

“Tolong diam sebentar――”

 

Ketika aku mengucapkan kata-kata itu, semua aktivitas di kelas berhenti sepenuhnya.

Tidak ada tanggapan dari Michiba-san...

...Jika suasananya begitu sunyi, dia pasti bisa mendengarnya dengan jelas, ‘kan? Mungkin lebih baik kalau aku mendekatinya sedikit――

Aku mendekati Michiba-san.

“Eh? Ap-Apa!? He-Hentikan... Ja-Jangan mendekat――”

Tubuh Michiba-san gemetar semakin parah.

“Ja-Jangan... aku takut...”

Pada saat itu, kepalaku ditepak dari belakang. Rasanya tidak terlalu sakit, sih.

Rupanya itu perbuatan Igarashi-kun.

“Dasar bego! Kamu itu sangat menakutkan, tahu!? Kamu kelihatan sangat mengintimidasi! Bahkan aku yang seorang pria sampai merasa gugup, tau? Nah, biarkan aku menangani ini, pergilah dengan si cantik yang menyedihkan itu untuk makan!”

“...Oh ya, benar. Igarashi-kun, kamu sungguh orang yang baik.”

“Be-Berisik! Pergilah sekarang! Ayo Michiba, minumlah teh dan tenangkan dirimu.”

Igarashi-kun yang bingung dan malu terlihat menyilaukan di mataku.

Aku merasakan suasana di kelas menjadi lebih santai berkat Igarashi-kun.

Michiba yang tidak bergerak sedikit pun, sedang dihibur oleh teman-temannya dan diajak bicara. Aku yakin kalau ini semuanya akan menjadi kesalahanku. Tapi, aku tidak peduli.

Aku mempunyai teman yang bernama Hanazono.

Sekarang, aku merasa lapar. Ayo pergi ke halaman.

Aku sudah menyia-nyiakan banyak waktu.

Pada akhirnya, aku tidak benar-benar mengerti apa yang ingin dikatakan Michiba-san.

Karena dia bukan orang yang takkan terlibat denganku lagi, mending ayo lupakan saja.

Aku menggenggam tangan Hanazono yang membeku dan meninggalkan ruang kelas.

 

◇◇◇◇

 

Di masa sekolah SD,  hubungan antar manusia yang seperti ini sama sekali tidak ada.

Orang dewasa hanya melihatku sebagai angka.

Aku ingat mereka yang senang atau sedih hanya karena angka-angka itu.

Hanya ada satu orang dewasa yang baik. Dia memuji atas usahaku. Dan kadang-kadang dia memberiku permen yang sangat manis.

Itulah satu-satunya kesenanganku.

Sekarang kalau dipikir-pikir lagi, itu adalah hal yang sangat menyedihkan.

 

◇◇◇◇

 

Waktu istirahat siang berakhir dengan begitu cepat...

Aku kehabisan waktu untuk berbicara santai dengan Hanazono. Yang kami lakukan hanyalah menyantap makan siang di halaman tengah dan semuanya selesai. Aku merasa sedih...

 

Jadi hari ini, kami berdua memutuskan untuk pulang bersama dan mengambil jalan memutar seperti dulu.

Kira-kira sudah berapa hari telah berlalu? Rasanya seakan-akan itu sudah menjadi masa lalu yang jauh.

 

Kami memutuskan untuk masuk ke restoran keluarga bernama Saigeria. Ini adalah pertama kalinya Hanazono dan aku masuk ke restoran keluarga. Biasanya kami hanya mampir di tempat burger atau toko krepes saat pulang. Aku merasa sedikit gugup.

Kami memesan minuman di meja minuman bebas.

“Tsuyoshi, dulu aku selalu berpikir bahwa jika kamu menyebabkan masalah, aku bisa memonopoli semuanya untuk diriku sendiri... Tapi, kamu tahu, aku juga harus berubah,” kata Hanazono sambil menyeruput minuman berwarna hijau.

Apa maksudnya dengan perkataan itu? Aku jadi penasaran...

Aku jadi teringat saat lulus dari sekolah SD, ketika aku minum jus untuk pertama kalinya.

Itu terjadi ketika aku berkunjung ke rumah Hanazono dan bibi memberikannya padaku.

 

Rasanya manis... dan lezat. Pada waktu itu, aku berpikir kalau indra perasaku akan hancur. Aku terkejut bahwa ada minuman seperti ini di dunia.

Berkat peristiwa karaoke tempo hari, aku mengetahui mengetahui bagian minuman bebas.

Fakta bahwa aku bisa meminum minuman yang luar biasa ini sebanyak yang aku mau adalah sesuatu yang mengejutkan. Dunia ini sungguh begitu luas...

 

“Eh, kamu dengar nggak sih!”

“Tidak masalah. Hanazono, apa perilakuku selama istirahat siang tadi... baik-baik saja?”

“Kamu pasti memikirkan hal yang berbeda, kan? Yah, tidak apa-apa sih. Menurutku kamu sudah lebih baik daripada dulu... Mengenai perdebatanmu dengan Igarashi, yah itu hanya kesalahpahaman biasa.”

“Igarashi-kun sungguh orang yang baik.”

“...Ia memang bukan orang jahat. Tapi ada banyak yang tidak suka padanya karena kepribadiannya yang seperti itu.”

 

Apa? Bahkan Igarashi-kun yang begitu juga tidak disukai? Saya tidak percaya.

“Pada akhirnya, ada bagusnya kamu bisa mendapat kesempatan untuk berbicara dengan teman sekelasmu, tapi karena insiden Dojo..."

“Hmm? Mengapa begitu? Hubunganku dengan Michiba seharusnya sudah berakhir.”

“Karena insiden Michiba, teman sekelasmu mungkin berpikir kalau kamu menakutkan. Dasar gadis itu... dia benar-benar membuatku jengkel. Bahkan memikirkannya saja membuatku marah. Tapi kurasa itu ada bagusnya karena berkat itu dia jadi membeberkan perbuatan buruknya sendiri...”

“Aku tidak punya niatan untuk terlibat lagi dengan Michiba.”

“—Menurutku Michiba mungkin akan tenang untuk sementara waktu. Dia akan mencoba mendapatkan kembali kepercayaan kelas. Kurasa dia takkan datang menemuimu sendiri. Tapi kita sedang membicarakan Michiba di sini... aku masih khawatir.”

Aku terkejut.

Saat itu, Igarashi-kun dan Sasaki-san juga menggunakan kata “menakutkan”.

Memangnya aku menakutkan? Kupikir penampilanku cukup normal. Aku mencoba untuk tidak mencolok dan sederhana sebanyak mungkin.

Apa aku memberikan kesan seperti itu kepada teman sekelasku? Tidak ada yang memberitahuku. Tidak ada yang berbicara denganku. Baik Michiba dan Sasami juga tidak mengatakan apa-apa. Apa karena mereka hanya memanfaatkanku saja?

“H-Hanazono juga berpikir kalau aku menakutkan?”

“...Waktu SMP sih, iya. Tapi sekarang sudah berbeda, oke? Kamu itu baik hati. Sangat, sangat baik hati. Saking baiknya sampai-sampai membuatku menyukaimu... A-Ah, enggak, se-sekarang aku hanya menganggapmu sebagai teman... Ahem, tapi semua orang tidak tahu seberapa baiknya kamu!”

 

Aku merasa sedih karena orang-orang menganggapku menakutkan. Kupikir aku bisa menjadi teman dengan Igarashi-kun dan Sasaki-san sedikit demi sedikit, tapi ternyata tidak———

Mungkin lebih baik tidak memiliki hubungan dengan siapa pun... agar hatiku tidak terluka.

Kalau begitu….jika aku menghapus hubunganku——

 

Kemudian, Hanazono menatapku dengan senyuman tipis.

“Jangan khawatir, sekarang aku akan bersamamu kali ini. Jadi, mari kita pelan-pelan membuat teman. Jangan menghapus hubungan yang telah kita bangun, oke?  Mari kita melangkah maju bersama... karena Tsuyoshi adalah orang yang baik, orang-orang yang paham pasti akan mengerti.”

“Begitu ya, jika aku menghapusnya, aku tidak bisa maju... Hanazono, terima kasih telah menjadi temanku sekali lagi.”

“Yeah...”

Setelah itu, kami terus berbicara di Saigeria. Ketika waktunya bagiku untuk bekerja paruh waktu, pembicaraan kami harus ditunda hingga besok.

Mengobrol santai dengan teman tuh... ternyata menyenangkan, ya. Aku menghabiskan waktu ini sambil memikirkan hal-hal seperti itu.

 


 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama