[LN] Otonari no Top Idol-sama Jilid 1 Bab 11 Bahasa Indonesia

Ronde 11 — Karena Di Sinilah Tempat Kembalinya Sasaki Yuzuki

 

Dia itu jahat. Dia selalu mencoba membuatku makan. Karena dia selalu menyiapkan makanan enak setiap hari, akhirnya aku jadi sangat menantikan untuk pulang ke apartemen.

Dia itu suka ikut campur. Dia dengan keras kepala ingin merawatku. Meskipun dia bilang dia bukan penggemarku, dia pura-pura menjadi penggemar, dan berbohong dengan pernyataan cinta palsu untuk melindungiku yang menjadi idola.

Pada malam hari ketika aku makan kue Galette, aku menyadari perasaanku kepadanya. Setelah itu, aku bersaing dengan senior sekolahnya yang juga teman kecilnya. Aku belajar di rumahnya. Aku jajan bersamanya setelah sepulang sekolah. Saat pulang, meskipun hampir ketahuan oleh seseorang, aku tidak ingin berpisah darinya.

Perasaanku semakin hari semakin kuat. Semakin aku berbagi waktu dengannya, Sasaki Yuzuki di balik topeng bernama Arisu Yuzuki semakin menunjukkan wajah aslinya.

Aku ingin tahu hatinya. Aku ingin mendekatinya.

Dan pada hari itu di dalam lift. Aku dengan sengaja menyentuh jari kelingkingnya.

Setelah berpisah dengannya di depan ruangan 810, saat aku kembali ke kamarku, aku merangkul jari kelingking yang tadi disentuhnya dengan tangan yang lain. Aku tidak ingin kehilangan kehangatan dari dirinya.

Dia selalu ada di dalam hati Sasaki Yuzuki. Selama aku tidak benar-benar melupakan dirinya dari hatiku, aku tidak bisa menjadi Arisu Yuzuki.

 

Itulah sebabnya aku membuat kesalahan saat konser live. Karena aku membawa Sasaki Yuzuki ke atas panggung.

 

Para penggemar mendukungku sebagai seorang idola yang sempurna.

Aku yang tidak sempurna bukanlah diriku.

Demi tidak mengulangi kesalahan yang sama, kali ini aku harus menghapus Sasaki Yuzuki.

Aku seenaknya saja membuka hatiku, mempermainkanku, menyentuh jarinya, dan akhirnya menjauh darinya dengan sepihak.

Aku menjadi muak dengan diriku sendiri karena terlalu egois.

Aku sangat membenci Sasaki Yuzuki.

 

 

“Maaf, tolong diulang sekali lagi!”

Staff itu memberikan ekspresi wajah yang mengisyaratkan “lagi?”. Para anggota lain pun semakin terlihat lelah.

Besok adalah hari acara tahunan yang sudah menjadi tradisi, yaitu hari pertemuan penggemar untuk [Spotlights].

Dibandingkan dengan konser biasa, ada sedikit yang harus diingat, dan lagu yang akan ditampilkan semuanya sudah menjadi lagu andalan.

Namun, meskipun sudah melakukan latihan berulang kali, kami masih belum puas dengan hasilnya.

Baik vokal maupun koreografi, semuanya sudah diingat dengan baik. Kami sudah menyelesaikan semua catatan dari latihan sebelumnya.

Namun, ada sesuatu yang kurang. Ini masih belum bisa disebut sempurna.

Persiapan untuk konser dan pertemuan penggemar sudah dimulai berbulan-bulan sebelumnya, dan melibatkan banyak perusahaan. Artinya, kami bertanggung jawab atas usaha dari puluhan bahkan ratusan orang. Yang lebih penting lagi, kami tidak ingin mengecewakan para penggemar dengan komentar seperti “Mereka sudah berubah setelah sukses”.

“Sekarang mari istirahat sebentar! Kita lanjutkan dalam sepuluh menit!”

Dengan isyarat dari seseorang, istirahat pun dimulai secara paksa. Meskipun begitu, aku tetap memeriksa koreografiku di depan cermin.

Sama seperti pertunjukan di Tokyo, ada banyak pihak yang terlibat juga akan hadir dalam pertemuan penggemar kali ini. Keberhasilan acara ini akan berdampak langsung pada skala konser yang akan diadakan di masa depan.

“Hei, Yuzuki. Sebaiknya kamu istirahat sebentar.”

Ketua memanggilku. Aku mengenakan persona ‘Arisu Yuzuki saat istirahat’ dan tersenyum dengan sopan.

“Terima kasih. Setelah aku memeriksanya sekali lagi, aku akan istirahat.”

“...Tolong jangan memaksakan diri, ya.”

Orang yang rajin dan tidak suka kalah. Itulah citra Arisu Yuzuki versi anggota lain.

“Hanya sekali lagi.” Dengan mengatakan itu, aku tahu bahwa Ketua akan mundur.

Aku terus mengulanginya sampai dua atau tiga kali. Aku fokus hingga setiap ujung jari dan serat otot.

“...Mengapa..?”

Seharusnya tidak ada kesalahan.

Polanya makananku sudah kembali normal. Beratku juga sudah badan turun, dan kondisi tubuhku seharusnya sudah dalam kondisi prima.

Aku benar-benar tidak tahu apa yang kurang.

Pada akhirnya, aku tidak pernah puas dengan gerakan yang kulakukan hari itu.

 

 

Pada tengah malam. Aku sedang berbaring telentang di ranjang hotel, terengah-engah.

Sebotol air mineral yang belum dibuka terletak di samping tempat tidur.

Aku bahkan tidak bisa meminum air.

Setelah latihan selesai, aku berlatih di depan cermin di kamar mandi selama berjam-jam.

Namun, situasinya masih tetap sama seperti siang hari.

Jika aku membuat kesalahan lagi di jumpa penggemar besok. Jika rasa takut terlihat di wajahku. Bagaimana jika para penggemar menjadi kecewa? Memikirkannya saja membuatku merasa diliputi kecemasan.

Ini adalah pertama kalinya aku merasakan keinginan untuk melarikan diri. Bahkan pada acara debutku dan ketika aku terpilih sebagai center, aku tidak pernah merasa seperti ini.

Diriku yang sekarang bukanlah Arisu Yuzuki maupun Sasaki Yuzuki, hanya seorang pengecut. Aku berusaha lari dari tanggung jawab, dari para idola dan dari para penggemar yang menantikan acara tersebut.

Seseorang beritahu aku. Apa yang harus kulakukan?

Seseorang tolong jawab. Apa aku didiskualifikasi sebagai idola?

Aku sudah melakukan semua yang aku bisa.

Aku sudah membuang hari-hariku yang berharga, menjauh dari orang yang aku cintai, menutup perasaanku yang berharga.

Lantas, apa lagi yang harus aku korbankan?

Seseorang tolong marahi aku. Seseorang tolong salahkan aku. Seseorang tolong bimbing diriku.

“Seseorang......”

Tolong aku.

Mana mungkin aku bisa mengatakan kalimat egois seperti itu, jadi yang bisa kulakukan hanyalah meringkuk di tempat tidur.

 

Ding, dong.

 

Bel pintu kamarku tiba-tiba berbunyi, membuatku tersadar kembali.

“……Ya?”

Kira-kira siapa, ya. Tanggalnya akan segera berubah. Aku rasa manajer atau staf tidak punya urusan untuk datang jauh-jauh ke kamarku.

Aku tidak ingin membuka pintu. Aku tidak ingin ada orang yang melihat wajahku yang menyedihkan.

Untungnya, karena hotel ini mahal, setiap kamar memiliki interkom canggih dengan monitor. Mendingan aku hanya perlu menjawabnya memalui pintu dan menyuruhnya pergi sesegera mungkin.

Aku adalah idola yang tak terkalahkan, Arisu Yuzuki.

Sambil mengatakan itu pada diriku sendiri, aku memakai topengku yang compang-camping dan mengintip ke monitor.

“……Yang benar saja?”

Orang yang berdiri di balik pintu bukanlah manajer maupun staf.

Aku mepaskan rantai dan menurunkan tuas pintu.

Cahaya masuk melalui celah di pintu, dan aku menyipitkan mataku karena silau cahaya.

“Yo.”

Orang yang muncul adalah seorang anak SMA overprotektif yang bernama Mamori Suzufumi.

 

 

“...Suzufumi, kenapa kamu bisa ada di sini...”

“Aku akan menjelaskannya nanti. Ayo pergi.”

Aku meraih tangan Yuzuki dan langsung menuju lift.

“Tu-Tunggu!”

Walaupun sudah larut malam, Yuzuki tidak mengenakan yukata hotel, melainkan masih mengenakan baju latihan berlengan pendek. Aku penasaran sudah berapa lama dia berlatih di dalam kamarnya?

Kami berdua dengan cepat naik taksi yang sudah diparkir di depan hotel. Aku duduk di kursi belakang dan menarik tangan Yuzuki yang masih kebingungan di luar pintu.

“Pak sopir, tolong antar kami ke 'Residensi Orikita',”

Tempat di mana kami bisa bersama-sama bukan di hotel maupuan sekolah.

“Bagaimana kamu bisa tahu hotel tempatku menginap?”

Yuzuki sepertinya berusaha mendapatkan kembali ketenangannya, dan suaranya tenang.

Aku tersenyum bangga dan mengangkat smartphone. Di layar smartphone-ku terdapat akun media sosial resmi [Spotlights].

“Aku punya teman yang benar-benar otaku tulen. Penguntit internet tuh sungguh menakutkan, kan?"

“Apa kamu mengetahuinya dari penggalan informasi di media sosial? Tapi aku belum memposting lokasinya kan?”

“Meskipunpun Yuzuki sangat berhati-hati, tapi belum tentu dengan anggota lain. Mereka mungkin memposting hal-hal seperti ‘Kami menginap di hotel yang sama sehari sebelum jumpa penggemar,’ atau ‘Berbagi pemandangan malam yang indah' secara sembrono. Dengan menggabungkan informasi dari beberapa tahun lalu, aku bisa menemukan hotel itu.”

Setelah bangunannya sudah teridentifikasi, sisanya hanya tinggal proses eliminasi. Pertama-tama, aku mengamati pengguna lift dengan seksama. Saat mendengarkan percakapan orang-orang yang lewat, aku menemukan dua wanita yang jelas-jelas sedang membicarakan hal-hal terkait hiburan. Mereka mungkin manajer atau staf kantor agensi.

Selanjutnya, aku memperhatikan baik-baik di lantai mana lift yang mereka naiki akan berhenti. Menurut guru otaku tulen yang sering memberikan informasi, ‘Jika staf berjenis kelamin sama dengan talenta, mereka lebih mungkin untuk tinggal di lantai yang sama.’ Dengan begitu, lantai tempat mereka berada sudah bisa teridentifikasi.

“Ta- Tapi, kamu tidak bisa mengoperasikan lift tanpa kartu kunci, kan?”

“Itulah sebabnya aku mendapat dukungan dari Otaku tulen. Dia menyediakan satu kamar untukku.”

Ketimbang menyebutnya dukungan, rasanya lebih seperti aku memaksanya untuk bekerja sama berkat rekaman video itu tempo hari .

“Eh~...”

Seperti yang diharapkan, Yuzuki juga terkejut. Dia menjauh dariku di kursi belakang dan bersandar di pintu.

Yah, aku tidak bisa menyangkalnya. Sekarang setelah sampai sejauh ini, aku benar-benar penguntit yang hebat.

Meskipun aku mendapatkan kartu kunci sementara dari Mikami-sensei, aku harus membayar biaya menginap sebagai imbalan atas kerjasama. Sekarang, mungkin dia sudah menunggu-nunggu acara jumpa fan besok di kamar yang luas.

Strategi ini hanya bisa dilakukan karena mereka adalah idola yang sedang naik daun [Spotlights]. Jika mereka adalah bintang besar yang bisa memenuhi stadion besar di wilayah ibukota, kemungkinan semua kamar di lantai tersebut sudah dipesan oleh para staf terkait.

Setelah mencapai lantai yang dituju, aku memilih kamar yang tidak terdengar suara televisi atau percakapan dari ruangan yang lampunya menyala saat aku mengamatinya dari luar. Jika terdengar suara latihan di dalam kamar, itu berarti aku sudah menemukannya.

“Kamu harus menambahkan 'pentingnya melek internet' ke dalam agenda rapat ulasan jumpa penggemar. Kebetulan, otaku tulen yang dimaksud tampaknya adalah 'tipe orang yang ingin menjaga jarak tertentu dari idol favoritnya', jadi itu lumayan melegakan.”

Akhirnya, mobil taksi tiba di apartemen. Aku membayar biaya perjalanan kepada sopir dan turun lebih dulu.

Ketika aku melintasi pintu masuk yang terbuat dari kaca, Yuzuki dengan ragu-ragu mengikutiku dari belakang seraya menjaga jarak. Kami naik lift bersama dan aku menekan tombol lantai delapan.

Di dalam lift, kami menjaga jarak satu sama lain.

Setelah keluar dari lift, kegelapan malah sudah menyelimuti bangunan. Dua jenis langkah kaki bergema di apartemen pada tengah malam.

Aku membuka pintu apartemen 809 dan mengundang Yuzuki masuk.

“Ayo, duduklah.”

Saat aku memintanya duduk di sofa ruang tamu, Yuzuki duduk dengan tatapan bingung di matanya.

“Sudahlah, ceritakan tujuanmu. Kalau mereka tahu aku menyelinap keluar hotel, nanti akan terjadi keributan besar. Aku bahkan meninggalkan ponselku di hotel.”

“Baiklah...”

Setelah selesai mencuci tangan dan berkumur, aku bergerak ke dapur yang terhubung dengan ruang tamu. Di atas meja dapur, berbagai bahan makanan sudah disiapkan dan dibiarkan pada suhu ruangan.

“...Jangan bilang, kamu akan memasak?”

“Sekarang sudah terlambat. Itulah satu-satunya alasan aku membawa Yuzuki ke sini.”

“….. kamu sampai repot-repot melakukan semuanya…. hanya untuk ini?”

Bisa dibilang, itulah reaksi yang wajarSaya menguntitnya secara online dan diam-diam membawanya keluar untuk makan malam.

Yuzuki bangkit dari sofa.

“... Aku pulang. Aku harus latihan di hotel.”

Langkahnya terdengar  semakin menjauh menuju ke koridor.

Jika dia ingin pulang, aku tidak akan memaksanya untuk tinggal. Tapi sebelum itu, aku akan melakukan yang terbaik.

Ketika Yuzuki menggenggam gagang pintu, aku mulai memberikan komentar.

“Pertama-tama, masukkan daging babi yang dipotong lebar 5 cm ke dalam air mendidih. Dengan direbus terlebih dahulu, lemak yang berlebih akan menghilang dan rasanya akan menjadi lebih segar.”

Aku tidak mendengar suara pintu terbuka. Itu berarti Yuzuki sedang mendengarkan.

“Selanjutnya, panaskan wajan dengan minyak wijen, ptongan bawang putih, dan  jahe secukupnya. Setelah aroma mulai tercium, taburkan potongan daun bawang dan tumis sebentar. Setelah daun bawang mulai terlihat matang, tambahkan daging babi yang telah direbus tadi dan aduk rata menggunakan spatula.”

Mungkin Yuzuki juga mulai menyadari sekarang, mengenai hidangan apa yang sedang aku masak.

“Tuangkan campuran kecap asin, mirin, sake, dan bumbu masak Cina ke dalam wajan, lalu aduk hingga merata. Setelah bumbu meresap ke seluruh daging, hidangan sudah siap. Hari ini, nasi bukan dari kemasan, aku memasak nasi sendiri untuk donburi. Konsistensi nasi agak keras agar bisa menyerap bumbu dengan baik.”

Jangan lupa letakkan rumput laut di tengah nasi dan takuan sebagai penyegar mulut.

Ini adalah Butadon Spesial yang pertama kali aku sajikan kepada Yuzuki.

“Aku hampir selesai, bisakah kamu membersihkan meja sekarang?” kataku.

“Tolong berhenti!”

Suara Yuzuki bergema di seluruh ruangan.

“Aku mohon, tolong hentikan...”

Ini pertama kalinya aku mendengar suara menyakitkan Yuzuki.

“Jika Suzufumi merasa kecewa padaku, semuanya akan kembali seperti semula. Mengapa kamu begitu peduli padaku? Mengapa kamu tahu bahwa aku menderita? Mengapa kamu begitu baik padaku...”

Suara tetesan air jatuh ke lantai akhirnya terdengar.

“...Sejak awal, aku selalu menganggap Yuzuki luar biasa.”

Aku memberinya pujian tulus tanpa hiasan apapun.

“Sejak kita bertemu sebagai tetangga, aku selalu melihat sisi asli Yuzuki dari dekat. Bahkan seorang idol pun bisa merasa lapar, makan dengan rakus, bau bawang jika memakannya, dan mereka tidak ada bedanya dengan kita. Itu hal yang wajar, tapi seorang idol juga manusia yang sama seperti kita.”

Ya, hanya itu saja, tidak lebih maupun kurang.

Tidak peduli seberapa jauh aku menyelidiki Arisu Yuzuki, aku tidak bisa benar-benar memisahkan dirinya dari Sasaki Yuzuki.

Yuzuki membuka mulutnya yang tertutup rapat.

“...Tapi seorang idol adalah wadah untuk menerima harapan, doa, dan impian semua orang. Menjadi wadah yang diisi dengan idealisme semua orang dan mewujudkannya, itulah arti menjadi seorang idol. Sisi asli diriku hanya mengganggu. Aku ingin segera menyingkirkan diriku sendiri demi semua orang...”

“Kalau begitu, aku akan bertanya, apa Yuzuki termasuk dalam 'semua orang' itu?”

“...Hah?”

Bagian dalam mata Yuzuki saat  menatapku, terlihat kosong.

Mungkin pikiran itu tidak sepenuhnya salah. Sejak kecil, Yuzuki telah terus-menerus melihat puluhan atau bahkan ratusan idol, sementara aku hanya berinteraksi dengan idol selama sebulan. Bobot kata-kata kami benar-benar berbeda.

“Aku berpikir bahwa menjadi seorang idol yang mengorbankan segala kepentingan pribadi demi penggemar bukanlah yang terbaik. Karena itu terlalu menyedihkan.”

Aku menyadari kalau aku mengatakan sesuatu yang kasar. Dalam pandangan tertentu, mungkin saja ini akan menjadi penyangkalan terhadap segala hal yang telah dilakukan Yuzuki.

Tapi apakah benar-benar cukup hanya dengan memenuhi harapan semua orang? Apa itu benar-benar yang diinginkan Yuzuki? Di mana sebenarnya letak impian Yuzuki sendiri?

“Bukankah hal yang terpenting ialah menerima dan memeluk keinginanmu sendiri, menjadikannya bagian dari dirimu sendiri dan tetap menjadi sosok ideal di depan para penggemarmu?”

Mungkin ada beberapa dari mereka mungkin menyebutnya 'kebohongan' atau 'citra palsu'. Tapi menurutku tidak ada yang salah dengan kedua kata tersebut.

Kebohongan adalah doa untuk ‘aku ingin menjadi seperti ini,’ ‘aku ingin orang-orang melihatku seperti ini’ dan citra palsu adalah wujud dari doa tersebut.

Seorang idol adalah kebohongan dan citra palsu, namun tetap menjadi sosok ideal, itulah yang membuatnya indah.

“Tidak masalah jika kamu ingin makan. Baik itu menyantap Butadon dengan rakus, menambahkan keju ke Milanese Doria, atau memakan galette yang berat di rumah dan puas berbaring, atau bahkan membeli makanan favorit Favochiki setelah sekolah. Semakin besar keinginan Sasaki Yuzuki, semakin menonjol kehebatan Arisu Yuzuki yang berhasil mengendalikan keinginan itu di atas panggung.”

Ini bukan hanya soal makanan. Aku yakin kalau seorang idol juga ingin pergi bersenang-senang sesekali, ingin memiliki teman di sekolah, ingin merasakan kencan seperti orang biasa, bahkan mungkin saja ingin merasakan cinta.

Semua itu adalah keinginan yang wajar bagi setiap orang. Tidak ada alasan untuk merasa bersalah. Tidak perlu menghentikannya begitu saja.

“Jadi, dengarkanlah suara Yuzuki sendiri, bukan hanya suara para penggemar.”

Dan yang terpenting, kamu akan tetap menjadi simbol idol yang mempesona di depan para penggemar, namun tetap mempertahankan dirimu sendiri.

 

Bukannya yang begitu pasti jauh lebih keren?

 

“Aku menyukai Yuzuki yang bersinar di atas panggung. Aku lebih menyukai Yuzuki yang berjuang dengan tekun setiap hari untuk mencapai hal itu. Setidaknya bagiku, Sasaki Yuzuki yang ingin kamu buang itu sangat berharga bagiku."

“Aku... aku...”

Suara Yuzuki gemetar. Dia berjuang mati-matian untuk menahan sesuatu yang hampir meluap.

“Aku... aku ingin menjadi idol yang ideal dengan impianku, tapi aku tidak memiliki cukup waktu dan keterampilan. Jadi, aku harus menahan keinginanku untuk mendekati impianku... Aku hanya bisa menguranginya semuanya sejauh yang bisa...”

Menahan, menahan, dan terus menahan. Aku yakin sesuatu yang seperti itu pasti akan hancur suatu saat nanti.

“Aku takkan mengatakan kalau kamu harus memanjakan dirimu sendiri. Tapi, cobalah untuk sedikit lebih mencintai dirimu sendiri. Yuzuki bukanlah robot tanpa perasaan. Kamu bukanlah ilusi yang hanya hidup di layar. Kamu adalah manusia biasa, seorang gadis SMA biasa, dan tetanggaku yang biasa.”

Aku berbalik ke kompor dan mulai menyelesaikan hidangan lainnya.

Hidangan itu kusajikan setelah kusimpan dalam lautan minyak, lalu kubelah menjadi potongan kecil dengan pisau.

Uap panas mengepul naik dari potongan ayam. Aku meletakkannya di sisi kiri mangkuk, dan menambahkan sedikit saus garam khusus yang memberikan rasa asam di atasnya. Taburkan wijen putih dan daun selada cincang, dan sekarang sudah selesai.

“Yuzuki, kamu bilang ingin mencobanya, ‘kan?”

Itu adalah percakapan di jalan pulang suatu hari. Kami berdua memegang makanan dari minimarket.

——Aku mendengar kalau katanya ada resep variasi 'Favochiki Don'

——Wah, aku ingin mencobanya tapi kalorinya tinggi banget.

Aku ingin dia merasa senang.

Aku ingin dia tertawa.

Aku ingin dia makan mangkuk daging berminyak ini.

“Oleh karena itu, jangan menangis.”

Topeng yang disebut kebanggaan mulai terkelupas menjadi kucuran air mata.

Aku membersihkan meja rendah dan meletakkan mangkuk spesial. Aku meraih tangan Yuzuki yang menangis di depan pintu, dan merasakan kalau dia meremasnya kembali dengan lembut. Aku terus memegang tangannya dan membawanya ke tempat duduk spesial.

Aku bertanya lagi pada Yuzuki yang duduk di depan mangkuk.

“Apa kamu tidak lapar?”

“...Aku tidak lapar.”

“Ada mangkuk daging berisi campuran 'Babi Platinum' dan 'Fabochiki buatan sendiri' di sini. Sayangnya, aku sudah makan malam."

“...Aku tidak tahu tentang itu.”

“Kalau begitu, mangkuk campuran yang baru saja aku buat akan masuk ke dalam kulkas. Meskipun tidak ada masalah dari segi kebersihan jika dipanaskan kembali, kerak renyahnya, nasi putih yang dimasak dengan sempurna, semuanya rasanya akan turun tingkat. Aku ingin menghindarinya.”

“...Meskipun sangat disayangkan, tapi mau bagaimana lagi.”

Ini adalah sebuah ritual, yang juga dikenal sebagai penyajian. Ini adalah perang suci yang telah kami ulangi berkali-kali.

“Untungnya, ada satu lagi manusia di ruangan ini selain dariku. Jika gadis itu mau mengambilnya, itu akan menjadi kebanggaan bagiku sebagai koki, dan dia akan bisa mengisi perutnya, bisa dibilang sambil menyelam minum air.”

“Sudah kubilang, aku—”

Kruyuukkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk.

Sebelum mulutnya bisa menuntaskan kalimat, seekor serangga yang berdiam di perutnya mengungkapkan kebenaran sejati.

“…Apaan sih!”

Setelah mendengar kebenaran dari perutnya, wajah Yuzuki memerah sampai ke telinganya. Suaranya kasar, dan tangannya sedikit gemetar. Dia sibuk menangis dan merasa malu.

“Jadi, apa yang akan kamu lakukan?”

Ketika aku menyeringai dengan licik, Yuzuki menggigit bibirnya dengan penyesalan.

“…Hasinya besok ada pertunjukan jumpa penggemar, tau.”

“Kalau begitu, kamu harus mengumpulkan semangat.”

“Selain itu, jika aku makan semangkuk besar daging dan minyak seperti ini tengah malam, itu pasti akan membuat sakit perut kan?”

“Apa yang kamu bicarakan sekarang? Perutmu tidak selemah itu, ‘kan?”

Kenyataannya, saat dia makan donburi babi sebelumnya, dia baik-baik saja keesokan harinya, bukan?

Kalau soal makanan, aku mengenal Yuzuki lebih baik dari orang lain. Sekaranglah saatnya untuk menantangnya.

“…Jika kamu begitu teguh, itu sangat disayangkan, tapi aku akan mengambilnya.”

Ketika aku merebut sumpit yang kuletakkan di seberang meja, meski Yuzuki tidak mengeluarkan suara, bibirnya mengucapkan “ah”. Akhirnya, ketika aku menyentuh mangkuk donburi campuran, tangan kanannya menyentuh tangan kiriku.

“Hmm, ada apa?”

“…Aku akan melakukannya.”

Yuzuki merebut sumpit dariku.

“Aku ingin mencapai puncak sebagai seorang idola. Karena aku yakin hanya dengan usaha saja masih tidak akan cukup.”

Selanjutnya, dia menarik mangkuk nasi ke arahnya.

“Aku tidak akan lagi mengatakan bahwa aku akan memotong citra asliku. Aku akan mewujudkan diriku sebagai seorang idola yang ideal setelah memenuhi keinginan dari para penggemar dan juga keinginan dari Sasaki Yuzuki. Aku akan mendapatkan semuanya dan menjadi idola yang paling keren dari pada siapapun!”

Dengan perasaan lega yang tersembunyi di dalam hati, aku dengan sengaja menampilkan senyuman sinis.

“Kalau begitu, apa kamu punya sesuatu yang ingin kamu katakan padaku?”

Mulai sekarang, segalanya akan berhubungan langsung dengan kemenangan dan kekalahan dalam pertempuran.

Mungkin Yuzuki juga menyadari hal itu. Dia mengigit bibir bawahnya dan menatapku dengan tajam.

“Ayo, katakan padaku. Apa keinginanmu, Yuzuki?”

“......biarkan, aku”

“Hm? Aku tidak bisa mendengarmu dengan jelas. Ayo katakan sekali lagi.”

“~~~~~”

Dengan tubuh gemetar, dia menghembuskan nafas dalam-dalam.

...Dan kemudian,

Yuzuki yang telah memutuskan untuk bersiap-siap hingga ke tulang sumsum, memohon padaku dengan mata berwarna amber yang berkaca-kaca.

“─Tolong, izinkan aku memakan makananmu, Suzufumi♥♥♥♥

Penaklukan hati melalui makanan telah selesai──.

Akhirnya, saat ini telah tiba.

Pertarungan antara seorang idola dan seorang siswa SMA laki-laki akhirnya berakhir dengan kemenangan Mamori Suzufumi.

“Mau bagaimana lagi, deh. Kalau begitu, aku akan memberimu makan!”

Akhirnya, aku berhasil membuat Yuzuki memohon sendiri. Perasaan kuasa menyeluruh melintasi tubuhku, dan aku merasakan adrenalin membanjiri otakku. Aku telah berhasil!

Namun, setelah permintaannya dikabulkan, Yuzuki tidak segera mulai makan.

“Ada apa? Tidak mau makan?”

“…. Aku sudah bilang kan?”

Tiba-tiba, mata Yuzuki berkilauan secara misterius.

“Hm?”

Sumpit yang baru saja diambil dari tanganku kembali diberikan padaku.

“Ini apa maksudnya...”

Yuzuki meletakkan kedua tangannya di atas lututnya dan dengan penuh semangat memohon.

 

“Kalau begitu, tolong suapi aku ya~♥♥♥♥

 

Yuzuki tetap polos seperti biasanya, dan memiliki senyuman pamungkas yang memikat semua orang yang melihatnya.

“Eh...!”

“Eh? Bukannya tadi kamu bilang 'aku akan memberimu makan' kan?”

“Tidak, maksudku bukan seperti itu...”

“Kamu tidak mau menyuapiku makan?”

Sepertinya itu adalah campuran dari godaan, tapi sepertinya dia juga benar-benar memintanya. Rasanya sang idola Arisu Yuzuki dan Sasaki Yuzuki yang asli menyatu dalam satu kesadaran.

“Baik, baik! Baiklah! Kalau begitu, setidaknya tutup matamu.”

“Hmm...”

Dari awal, tindakanku hari ini sudah melampaui batas. Melakukan suapan ‘Aa~n’ seperti ini adalah hal yang sangat mudah bagiku.

Yuzuki lalu memejamkan matanya. Wajahnya begitu sempurna seperti karya seni yang ingin aku pandang selamanya. Bibirnya sedikit terbuka seperti kuncup bunga yang siap mekar, menantikan makanan.

Saat aku menatap wajah Yuzuki yang anggun, aku menyadari sesuatu.

Bukannya ini terlihat seperti saat pasangan menikah yang akan berciuman di pernikahan mereka!

Aku meminta Yuzuki menutup matanya untuk menghindari rasa malu, tapi justru sebaliknya, itu membuat semuanya menjadi lebih memalukan.

Pada saat itu, jantungku mulai berdebar-debar. Aku yakin kalau wajahku pasti sudah memerah seperti daging babi platinum sebelum dimasak. Tapi setelah sampai di sini, aku tidak bisa mundur. Aku menenangkan hatiku yang gelisah dan mengangkat daging dan nasi dengan sumpit.

“…Baiklah, ayo mulai”

“…Ya”

Sebagai ganti dari ciuman pernikahan, aku dengan diam-diam mengatakan,

 

“Baiklah, ayo buka mulutmu.”

 

Sambil meletakkan kedua tangannya di atas lututnya, Yuzuki mencondongkan tubuhnya ke depan. Tangan kanan dan kiri yang rapat perlahan-lahan mulai terbuka, seperti salju yang mencair di musim semi.

“Aaah

Bibirnya yang berwarna pink muda terbuka seperti anak burung yang ingin makan. Gigi yang rapi, lidah yang menggoda, dan tenggorokan tempat makanan akan meluncur semuanya membuat hatiku terpikat.

Aku menahan rasa malu dan memberikan suapan pertama mangkok nasi kepada Yuzuki. Setelah melepaskan sumpit dari mulutnya, bibirnya rapat kembali.

“Bagaimana rasanya?”

“Mmm~

Suara tersebut memiliki nuansa yang memikat. Tanggapan tersebut jauh lebih membahagiakan daripada sekedar pujian “enak”.

Namun, di saat yang sama, rasa malu juga melanda, aku tidak bisa menatap wajah Yuzuki dengan jelas.

Aku memberikan sumpit mepada Yuzuki dan mendorongnya untuk melanjutkan makan.

“Eh, kamu tidak mau menyuapiku makan sampai habis?”

Kali ini, nada bicaranya jelas-jelas sedang menggoda, jadi aku hanya bisa menjawab dengan “Cerewet”.

Sekali lagi, Yuzuki meraih daging babi dan nasi dengan sumpitnya sendiri, lalu mengunyah perlahan.

“…Aa…

Saat kata-kata kekaguman terucap, matanya melebar dan kecepatan dia menggerakkan sumpitnya tiba-tiba meningkat.

“Saos kental yang meliliti daging babi, begitu masuk ke dalam mulut, langsung terasa nikmatnya. Ketika dicampur dengan nasi putih, rasanya manisnya semakin terasa. Aroma daun bawang yang segar melewati hidung begitu menyenangkan...

Mungkin karena telah lama menahan diri dalam makanan, tampaknya indera perasa Yuzuki jadi semakin sensitif.

Dia juga tidak lupa menambahkan telur ke dalam mangkuk dan mencampurnya dengan daging. Pahlawan yang diselimuti saus dan disebut “daging babi” itu mengenakan jubah kuning kecokelatan dan terbang ke dalam mulut gadis itu.

“Daging yang bumbunya kental sekarang terasa lembut dan langsung meleleh di dalam mulut. Ketika dicampur dengan saus, rasanya seperti sukiyaki Semangkuk nasi saja tidak akan pernah cukup untuk makanan seperti ini~

Dalam sekejap, hampir separuh sudah masuk ke dalam perutnya. Mungkin seharusnya aku memberikan nasi dalam porsi besar.

“Dan sekarang saatnya...”

Dengan penuh semangat, dia memasuki wilayah “Fabochiki”.

Dia menggigit potongan besar daging paha ayam yang telah dipotong kecil, bersama dengan nasi putih.

“Mmm~!”

Dia bergumam sambil mengibaskan kakinya di atas bantal, napasnya menjadi tidak teratur.

“Teksurnya renyah dan terasa begitu ringan. Rasanya seperti menginjak salju segar di dalam mulut. Sensasi renyahnya begitu menyenangkan~

Rupanya keputusanku untuk membuat lapisan tepungnya tipis adalah keputusan yang tepat.

“Rasa garam, perasan lemon, dan lada hitam semuanya pas. Aroma wijen putih dan daun shiso juga begitu segar. Meskipun ini makanan digoreng, rasanya tidak bertabrakan dengan kekentalan daging babi. Keduanya sama-sama nikmat~

Peran takuan yang diletakkan di sisi piring tidak hanya sebagai penyegar mulut, tetapi juga sebagai tombol reset. Ketika mencari makanan, mulutnya terbuka lebar dan senyumnya merekah seperti bunga raksasa. Aku memang suka melihat Yuzuki bersinar di atas panggung, tetapi aku lebih suka melihat Yuzuki dyang seperti ini.

“Terima kasih atas hidangannya yang lezat!”

Yuzuki menyelesaikan makanannya dengan senyum cerah di wajahnya.

Bahkan tidak ada setetes pun kuah yang tersisa di mangkuk, apalagi sebutir nasi.

“…...”

Ada keheningan yang memenuhi ruang tamu untuk beberapa saat.

Yuzuki meletakkan sumpitnya dan dengan lembut meletakkan tangannya di atas tanganku. Seolah-olah dia ingin mencuri kehangatan tubuh, semangat, dan hatiku melalui sentuhan tangan.

“Terima kasih, untuk semuanya.”

“Kamu tidak perlu berterima kasih segala. Kita berdua sudah saling mengenal dekat, bukan?”

Ketika aku mengatakan hal itu dengan tegas, dan Yuzuki dengan malu-malu tersenyum, memperlihatkan gigi putihnya.

“….Aku ingin terus menjadi seorang idola dan memberikan yang terbaik kepada semua orang. Aku ingin dengan bangga mengatakan bahwa karena orang di dalam Arisu Yuzuki adalah Sasaki Yuzuki, itulah sebabnya aku bisa menjadi idol terbaik. “

“Begitu, ya.”

“Demi mencapai puncak atau mengalahkan rival, aku berpikir kalau aku tidak punya pilihan selain bekerja keras. Aku sudah menghabiskan waktu, tenaga, dan masa mudaku... Tapi kali ini, aku tidak akan mengorbankan diriku sendiri.”

“Kuasa itu bagus.”

“Jadi kumohon, tolong tetaplah peduli padaku. Jika aku terlihat akan pergi jauh, tolong hentikan aku berkali-kali. Katakan padaku bahwa aku boleh tetap di sini.”

Di depanku ada mata yang dipenuhi rasa percaya, campuran antisipasi dan rasa malu.

Dengan campuran harapan dan rasa malu, tatapan mata yang dipenuhi kepercayaan terbentang di depanku.

“Serahkan saja padaku. Aku akan selalu menjadi pendukung terbesar untuk Sasaki Yuzuki. Baik saat berada di atas panggung yang tak terjangkau atau menghilang di balik layar, aku akan selalu membawakan makanan untukmu berkali-kali.”

“Terima kasih, Suzufumi.”

Wajah Yuzuki langsung bersinar cerah seolah-olah beban di dalam hatinya sudah terangkat.

“...Sekarang, setelah makan, aku harus kembali ke hotel! Aku ingin memeriksa koreografiku sekali lagi sebelum tidur!”

Karena lalu lintas di sekitar sini lumayan padat, jadi dia bisa langsung menemukan taksi begitu keluar.

Kami meninggalkan ruang tamu dan bergerak menuju pintu masuk.

“Aku akan mengantar sampai bawah... kurasa lebih baik jangan, ya?”

“Ya. Aku ingin Suzufumi mengantarku sampai di sini. Karena di sinilah tempat kembalinya Sasaki Yuzuki.”

Senyum percaya diri itu bukanlah akting atau kebohongan, tapi kepercayaan yang tulus.

Ah, dia terlihat begitu keren. Aku merasa kagum dengan penampilannya yang mengesankan.

“Kalau begitu, aku pergi dulu ya”

Yuzuki mengangkat tangan kanannya. Agak tinggi untuk bersalaman.

Aku membalas tangannya yang terangkat ke atas kepalaku dengan tos.

“Ohh tentu saja, hati-hati!”

Entah itu ekspresi maupun gerakan tubuhnya, semuanya bersinar.

Bagaikan bulan yang bersinar di langit malam yang cerah.

 

Pintu depan dibuka dengan lebar dan Yuzuki melangkah keluar.

Tidak ada keraguan dalam langkahnya. Cahaya bulan menerangi wajahnya dengan gemerlap.

 

Penampilan Yuzuki saat dia menuju lift di lorong umum terlihat persis seperti seorang idola yang bergegas dari balik panggung menuju sorotan panggung.

 

 

Sebelumnya  |  Daftar isi  |  Selanjutnya

close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama