Ronde 11 — Karena Di Sinilah Tempat Kembalinya Sasaki Yuzuki
Dia itu jahat. Dia selalu
mencoba membuatku makan. Karena dia selalu menyiapkan makanan enak setiap hari,
akhirnya aku jadi sangat menantikan untuk pulang ke apartemen.
Dia itu suka ikut campur. Dia
dengan keras kepala ingin merawatku. Meskipun dia bilang dia bukan penggemarku,
dia pura-pura menjadi penggemar, dan berbohong dengan pernyataan cinta palsu
untuk melindungiku yang menjadi idola.
Pada malam hari ketika aku
makan kue Galette, aku menyadari perasaanku kepadanya. Setelah itu, aku
bersaing dengan senior sekolahnya yang juga teman kecilnya. Aku belajar di
rumahnya. Aku jajan bersamanya setelah sepulang sekolah. Saat pulang, meskipun
hampir ketahuan oleh seseorang, aku tidak ingin berpisah darinya.
Perasaanku semakin hari semakin
kuat. Semakin aku berbagi waktu dengannya, Sasaki Yuzuki di balik topeng
bernama Arisu Yuzuki semakin menunjukkan wajah aslinya.
Aku ingin tahu hatinya. Aku
ingin mendekatinya.
Dan pada hari itu di dalam lift.
Aku dengan sengaja menyentuh jari kelingkingnya.
Setelah berpisah dengannya di
depan ruangan 810, saat aku kembali ke kamarku, aku merangkul jari kelingking
yang tadi disentuhnya dengan tangan yang lain. Aku tidak ingin kehilangan
kehangatan dari dirinya.
Dia selalu ada di dalam hati
Sasaki Yuzuki. Selama aku tidak benar-benar melupakan dirinya dari hatiku, aku
tidak bisa menjadi Arisu Yuzuki.
Itulah sebabnya aku membuat
kesalahan saat konser live. Karena aku membawa Sasaki Yuzuki ke atas panggung.
Para penggemar mendukungku
sebagai seorang idola yang sempurna.
Aku yang tidak sempurna
bukanlah diriku.
Demi tidak mengulangi kesalahan
yang sama, kali ini aku harus menghapus Sasaki Yuzuki.
Aku seenaknya saja membuka
hatiku, mempermainkanku, menyentuh jarinya, dan akhirnya menjauh darinya dengan
sepihak.
Aku menjadi muak dengan diriku
sendiri karena terlalu egois.
Aku sangat membenci Sasaki
Yuzuki.
★ ★ ★
“Maaf, tolong diulang sekali
lagi!”
Staff itu memberikan ekspresi
wajah yang mengisyaratkan “lagi?”.
Para anggota lain pun semakin terlihat lelah.
Besok adalah hari acara tahunan
yang sudah menjadi tradisi, yaitu hari pertemuan penggemar untuk [Spotlights].
Dibandingkan dengan konser
biasa, ada sedikit yang harus diingat, dan lagu yang akan ditampilkan semuanya
sudah menjadi lagu andalan.
Namun, meskipun sudah melakukan
latihan berulang kali, kami masih belum puas dengan hasilnya.
Baik vokal maupun koreografi,
semuanya sudah diingat dengan baik. Kami sudah menyelesaikan semua catatan dari
latihan sebelumnya.
Namun, ada sesuatu yang kurang.
Ini masih belum bisa disebut sempurna.
Persiapan untuk konser dan
pertemuan penggemar sudah dimulai berbulan-bulan sebelumnya, dan melibatkan
banyak perusahaan. Artinya, kami bertanggung jawab atas usaha dari puluhan
bahkan ratusan orang. Yang lebih penting lagi, kami tidak ingin mengecewakan
para penggemar dengan komentar seperti “Mereka sudah berubah setelah sukses”.
“Sekarang mari istirahat
sebentar! Kita lanjutkan dalam sepuluh menit!”
Dengan isyarat dari seseorang,
istirahat pun dimulai secara paksa. Meskipun begitu, aku tetap memeriksa
koreografiku di depan cermin.
Sama seperti pertunjukan di
Tokyo, ada banyak pihak yang terlibat juga akan hadir dalam pertemuan penggemar
kali ini. Keberhasilan acara ini akan berdampak langsung pada skala konser yang
akan diadakan di masa depan.
“Hei, Yuzuki. Sebaiknya kamu
istirahat sebentar.”
Ketua memanggilku. Aku
mengenakan persona ‘Arisu Yuzuki saat
istirahat’ dan tersenyum dengan sopan.
“Terima kasih. Setelah aku memeriksanya
sekali lagi, aku akan istirahat.”
“...Tolong jangan memaksakan
diri, ya.”
Orang yang rajin dan tidak suka
kalah. Itulah citra Arisu Yuzuki versi anggota lain.
“Hanya sekali lagi.” Dengan
mengatakan itu, aku tahu bahwa Ketua akan mundur.
Aku terus mengulanginya sampai
dua atau tiga kali. Aku fokus hingga setiap ujung jari dan serat otot.
“...Mengapa..?”
Seharusnya tidak ada kesalahan.
Polanya makananku sudah kembali
normal. Beratku juga sudah badan turun, dan kondisi tubuhku seharusnya sudah
dalam kondisi prima.
Aku benar-benar tidak tahu apa
yang kurang.
Pada akhirnya, aku tidak pernah
puas dengan gerakan yang kulakukan hari itu.
★ ★ ★
Pada tengah malam. Aku sedang
berbaring telentang di ranjang hotel, terengah-engah.
Sebotol air mineral yang belum
dibuka terletak di samping tempat tidur.
Aku bahkan tidak bisa meminum
air.
Setelah latihan selesai, aku
berlatih di depan cermin di kamar mandi selama berjam-jam.
Namun, situasinya masih tetap
sama seperti siang hari.
Jika aku membuat kesalahan lagi
di jumpa penggemar besok. Jika rasa takut terlihat di wajahku. Bagaimana jika
para penggemar menjadi kecewa? Memikirkannya saja membuatku merasa diliputi
kecemasan.
Ini adalah pertama kalinya aku
merasakan keinginan untuk melarikan diri. Bahkan pada acara debutku dan ketika
aku terpilih sebagai center, aku
tidak pernah merasa seperti ini.
Diriku yang sekarang bukanlah Arisu
Yuzuki maupun Sasaki Yuzuki, hanya seorang pengecut. Aku berusaha lari dari
tanggung jawab, dari para idola dan dari para penggemar yang menantikan acara
tersebut.
Seseorang beritahu aku. Apa
yang harus kulakukan?
Seseorang tolong jawab. Apa aku
didiskualifikasi sebagai idola?
Aku sudah melakukan semua yang
aku bisa.
Aku sudah membuang hari-hariku
yang berharga, menjauh dari orang yang aku cintai, menutup perasaanku yang
berharga.
Lantas, apa lagi yang harus aku
korbankan?
Seseorang tolong marahi aku.
Seseorang tolong salahkan aku. Seseorang tolong bimbing diriku.
“Seseorang......”
Tolong aku.
Mana mungkin aku bisa
mengatakan kalimat egois seperti itu, jadi yang bisa kulakukan hanyalah
meringkuk di tempat tidur.
Ding,
dong.
Bel pintu kamarku tiba-tiba
berbunyi, membuatku tersadar kembali.
“……Ya?”
Kira-kira siapa, ya. Tanggalnya
akan segera berubah. Aku rasa manajer atau staf tidak punya urusan untuk datang
jauh-jauh ke kamarku.
Aku tidak ingin membuka pintu.
Aku tidak ingin ada orang yang melihat wajahku yang menyedihkan.
Untungnya, karena hotel ini
mahal, setiap kamar memiliki interkom canggih dengan monitor. Mendingan aku
hanya perlu menjawabnya memalui pintu dan menyuruhnya pergi sesegera mungkin.
Aku adalah idola yang tak
terkalahkan, Arisu Yuzuki.
Sambil mengatakan itu pada
diriku sendiri, aku memakai topengku yang compang-camping dan mengintip ke
monitor.
“……Yang benar saja?”
Orang yang berdiri di balik
pintu bukanlah manajer maupun staf.
Aku mepaskan rantai dan menurunkan
tuas pintu.
Cahaya masuk melalui celah di
pintu, dan aku menyipitkan mataku karena silau cahaya.
“Yo.”
Orang yang muncul adalah seorang
anak SMA overprotektif yang bernama Mamori Suzufumi.
☆ ☆ ☆
“...Suzufumi, kenapa kamu bisa
ada di sini...”
“Aku akan menjelaskannya nanti.
Ayo pergi.”
Aku meraih tangan Yuzuki dan
langsung menuju lift.
“Tu-Tunggu!”
Walaupun sudah larut malam, Yuzuki
tidak mengenakan yukata hotel, melainkan masih mengenakan baju latihan berlengan
pendek. Aku penasaran sudah berapa lama dia berlatih di dalam kamarnya?
Kami berdua dengan cepat naik
taksi yang sudah diparkir di depan hotel. Aku duduk di kursi belakang dan
menarik tangan Yuzuki yang masih kebingungan di luar pintu.
“Pak sopir, tolong antar kami
ke 'Residensi Orikita',”
Tempat di mana kami bisa
bersama-sama bukan di hotel maupuan sekolah.
“Bagaimana kamu bisa tahu hotel
tempatku menginap?”
Yuzuki sepertinya berusaha
mendapatkan kembali ketenangannya, dan suaranya tenang.
Aku tersenyum bangga dan
mengangkat smartphone. Di layar smartphone-ku terdapat akun media sosial resmi [Spotlights].
“Aku punya teman yang
benar-benar otaku tulen. Penguntit internet tuh sungguh menakutkan, kan?"
“Apa kamu mengetahuinya dari
penggalan informasi di media sosial? Tapi aku belum memposting lokasinya kan?”
“Meskipunpun Yuzuki sangat
berhati-hati, tapi belum tentu dengan anggota lain. Mereka mungkin memposting
hal-hal seperti ‘Kami menginap di hotel
yang sama sehari sebelum jumpa penggemar,’ atau ‘Berbagi pemandangan malam yang indah' secara sembrono. Dengan
menggabungkan informasi dari beberapa tahun lalu, aku bisa menemukan hotel
itu.”
Setelah bangunannya sudah
teridentifikasi, sisanya hanya tinggal proses eliminasi. Pertama-tama, aku
mengamati pengguna lift dengan seksama. Saat mendengarkan percakapan
orang-orang yang lewat, aku menemukan dua wanita yang jelas-jelas sedang
membicarakan hal-hal terkait hiburan. Mereka mungkin manajer atau staf kantor
agensi.
Selanjutnya, aku memperhatikan baik-baik
di lantai mana lift yang mereka naiki akan berhenti. Menurut guru otaku tulen
yang sering memberikan informasi, ‘Jika
staf berjenis kelamin sama dengan talenta, mereka lebih mungkin untuk tinggal
di lantai yang sama.’ Dengan begitu, lantai tempat mereka berada sudah bisa
teridentifikasi.
“Ta- Tapi,
kamu tidak bisa mengoperasikan lift tanpa kartu kunci, kan?”
“Itulah sebabnya aku mendapat
dukungan dari Otaku tulen. Dia menyediakan satu kamar untukku.”
Ketimbang menyebutnya dukungan,
rasanya lebih seperti aku memaksanya untuk bekerja sama berkat rekaman video
itu tempo hari .
“Eh~...”
Seperti yang diharapkan, Yuzuki
juga terkejut. Dia menjauh dariku di kursi belakang dan bersandar di pintu.
Yah, aku tidak bisa
menyangkalnya. Sekarang setelah sampai sejauh ini, aku benar-benar penguntit
yang hebat.
Meskipun aku mendapatkan kartu
kunci sementara dari Mikami-sensei, aku harus membayar biaya menginap sebagai
imbalan atas kerjasama. Sekarang, mungkin dia sudah menunggu-nunggu acara jumpa
fan besok di kamar yang luas.
Strategi ini hanya bisa
dilakukan karena mereka adalah idola yang sedang naik daun [Spotlights]. Jika
mereka adalah bintang besar yang bisa memenuhi stadion besar di wilayah
ibukota, kemungkinan semua kamar di lantai tersebut sudah dipesan oleh para
staf terkait.
Setelah mencapai lantai yang
dituju, aku memilih kamar yang tidak terdengar suara televisi atau percakapan dari
ruangan yang lampunya menyala saat aku mengamatinya dari luar. Jika terdengar
suara latihan di dalam kamar, itu berarti aku sudah menemukannya.
“Kamu harus menambahkan 'pentingnya melek internet' ke dalam
agenda rapat ulasan jumpa penggemar. Kebetulan, otaku tulen yang dimaksud
tampaknya adalah 'tipe orang yang ingin
menjaga jarak tertentu dari idol favoritnya', jadi itu lumayan melegakan.”
Akhirnya, mobil taksi tiba di
apartemen. Aku membayar biaya perjalanan kepada sopir dan turun lebih dulu.
Ketika aku melintasi pintu masuk
yang terbuat dari kaca, Yuzuki dengan ragu-ragu mengikutiku dari belakang
seraya menjaga jarak. Kami naik lift bersama dan aku menekan tombol lantai
delapan.
Di dalam lift, kami menjaga
jarak satu sama lain.
Setelah keluar dari lift,
kegelapan malah sudah menyelimuti bangunan. Dua jenis langkah kaki bergema di
apartemen pada tengah malam.
Aku membuka pintu apartemen 809
dan mengundang Yuzuki masuk.
“Ayo, duduklah.”
Saat aku memintanya duduk di
sofa ruang tamu, Yuzuki duduk dengan tatapan bingung di matanya.
“Sudahlah, ceritakan tujuanmu. Kalau
mereka tahu aku menyelinap keluar hotel, nanti akan terjadi keributan besar.
Aku bahkan meninggalkan ponselku di hotel.”
“Baiklah...”
Setelah selesai mencuci tangan
dan berkumur, aku bergerak ke dapur yang terhubung dengan ruang tamu. Di atas
meja dapur, berbagai bahan makanan sudah disiapkan dan dibiarkan pada suhu
ruangan.
“...Jangan bilang, kamu akan
memasak?”
“Sekarang sudah terlambat. Itulah
satu-satunya alasan aku membawa Yuzuki ke sini.”
“….. kamu sampai repot-repot
melakukan semuanya…. hanya untuk ini?”
Bisa dibilang, itulah reaksi
yang wajarSaya menguntitnya secara online dan diam-diam membawanya keluar untuk
makan malam.
Yuzuki bangkit dari sofa.
“... Aku pulang. Aku harus
latihan di hotel.”
Langkahnya terdengar semakin menjauh menuju ke koridor.
Jika dia ingin pulang, aku
tidak akan memaksanya untuk tinggal. Tapi sebelum itu, aku akan melakukan yang
terbaik.
Ketika Yuzuki menggenggam
gagang pintu, aku mulai memberikan komentar.
“Pertama-tama, masukkan daging
babi yang dipotong lebar 5 cm ke dalam air mendidih. Dengan direbus terlebih
dahulu, lemak yang berlebih akan menghilang dan rasanya akan menjadi lebih
segar.”
Aku tidak mendengar suara pintu
terbuka. Itu berarti Yuzuki sedang mendengarkan.
“Selanjutnya, panaskan wajan
dengan minyak wijen, ptongan bawang putih, dan jahe secukupnya. Setelah aroma mulai tercium,
taburkan potongan daun bawang dan tumis sebentar. Setelah daun bawang mulai
terlihat matang, tambahkan daging babi yang telah direbus tadi dan aduk rata
menggunakan spatula.”
Mungkin Yuzuki juga mulai
menyadari sekarang, mengenai hidangan apa yang sedang aku masak.
“Tuangkan campuran kecap asin,
mirin, sake, dan bumbu masak Cina ke dalam wajan, lalu aduk hingga merata.
Setelah bumbu meresap ke seluruh daging, hidangan sudah siap. Hari ini, nasi
bukan dari kemasan, aku memasak nasi sendiri untuk donburi. Konsistensi nasi
agak keras agar bisa menyerap bumbu dengan baik.”
Jangan lupa letakkan rumput
laut di tengah nasi dan takuan sebagai penyegar mulut.
Ini adalah Butadon Spesial yang
pertama kali aku sajikan kepada Yuzuki.
“Aku hampir selesai, bisakah kamu
membersihkan meja sekarang?” kataku.
“Tolong berhenti!”
Suara Yuzuki bergema di seluruh
ruangan.
“Aku mohon, tolong hentikan...”
Ini pertama kalinya aku
mendengar suara menyakitkan Yuzuki.
“Jika Suzufumi merasa kecewa
padaku, semuanya akan kembali seperti semula. Mengapa kamu begitu peduli padaku?
Mengapa kamu tahu bahwa aku menderita? Mengapa kamu begitu baik padaku...”
Suara tetesan air jatuh ke
lantai akhirnya terdengar.
“...Sejak awal, aku selalu
menganggap Yuzuki luar biasa.”
Aku memberinya pujian tulus
tanpa hiasan apapun.
“Sejak kita bertemu sebagai
tetangga, aku selalu melihat sisi asli Yuzuki dari dekat. Bahkan seorang idol
pun bisa merasa lapar, makan dengan rakus, bau bawang jika memakannya, dan
mereka tidak ada bedanya dengan kita. Itu hal yang wajar, tapi seorang idol juga
manusia yang sama seperti kita.”
Ya, hanya itu saja, tidak lebih
maupun kurang.
Tidak peduli seberapa jauh aku
menyelidiki Arisu Yuzuki, aku tidak bisa benar-benar memisahkan dirinya dari
Sasaki Yuzuki.
Yuzuki membuka mulutnya yang
tertutup rapat.
“...Tapi seorang idol adalah
wadah untuk menerima harapan, doa, dan impian semua orang. Menjadi wadah yang
diisi dengan idealisme semua orang dan mewujudkannya, itulah arti menjadi
seorang idol. Sisi asli diriku hanya mengganggu. Aku ingin segera menyingkirkan
diriku sendiri demi semua orang...”
“Kalau begitu, aku akan
bertanya, apa Yuzuki termasuk dalam 'semua
orang' itu?”
“...Hah?”
Bagian dalam mata Yuzuki
saat menatapku, terlihat kosong.
Mungkin pikiran itu tidak
sepenuhnya salah. Sejak kecil, Yuzuki telah terus-menerus melihat puluhan atau
bahkan ratusan idol, sementara aku hanya berinteraksi dengan idol selama
sebulan. Bobot kata-kata kami benar-benar berbeda.
“Aku berpikir bahwa menjadi
seorang idol yang mengorbankan segala kepentingan pribadi demi penggemar bukanlah
yang terbaik. Karena itu terlalu menyedihkan.”
Aku menyadari kalau aku
mengatakan sesuatu yang kasar. Dalam pandangan tertentu, mungkin saja ini akan
menjadi penyangkalan terhadap segala hal yang telah dilakukan Yuzuki.
Tapi apakah benar-benar cukup
hanya dengan memenuhi harapan semua orang? Apa itu benar-benar yang diinginkan
Yuzuki? Di mana sebenarnya letak impian Yuzuki sendiri?
“Bukankah hal yang terpenting
ialah menerima dan memeluk keinginanmu sendiri, menjadikannya bagian dari
dirimu sendiri dan tetap menjadi sosok ideal di depan para penggemarmu?”
Mungkin ada beberapa dari
mereka mungkin menyebutnya 'kebohongan'
atau 'citra palsu'. Tapi menurutku
tidak ada yang salah dengan kedua kata tersebut.
Kebohongan adalah doa untuk ‘aku ingin menjadi seperti ini,’ ‘aku ingin orang-orang melihatku seperti
ini’ dan citra palsu adalah wujud dari doa tersebut.
Seorang idol adalah kebohongan
dan citra palsu, namun tetap menjadi sosok ideal, itulah yang membuatnya indah.
“Tidak masalah jika kamu ingin
makan. Baik itu menyantap Butadon dengan rakus, menambahkan keju ke Milanese
Doria, atau memakan galette yang berat di rumah dan puas berbaring, atau bahkan
membeli makanan favorit Favochiki setelah sekolah. Semakin besar keinginan
Sasaki Yuzuki, semakin menonjol kehebatan Arisu Yuzuki yang berhasil
mengendalikan keinginan itu di atas panggung.”
Ini bukan hanya soal makanan.
Aku yakin kalau seorang idol juga ingin pergi bersenang-senang sesekali, ingin
memiliki teman di sekolah, ingin merasakan kencan seperti orang biasa, bahkan
mungkin saja ingin merasakan cinta.
Semua itu adalah keinginan yang
wajar bagi setiap orang. Tidak ada alasan untuk merasa bersalah. Tidak perlu
menghentikannya begitu saja.
“Jadi, dengarkanlah suara
Yuzuki sendiri, bukan hanya suara para penggemar.”
Dan yang terpenting, kamu akan
tetap menjadi simbol idol yang mempesona di depan para penggemar, namun tetap mempertahankan
dirimu sendiri.
Bukannya yang begitu pasti jauh
lebih keren?
“Aku menyukai Yuzuki yang
bersinar di atas panggung. Aku lebih menyukai Yuzuki yang berjuang dengan tekun
setiap hari untuk mencapai hal itu. Setidaknya bagiku, Sasaki Yuzuki yang ingin
kamu buang itu sangat berharga bagiku."
“Aku... aku...”
Suara Yuzuki gemetar. Dia
berjuang mati-matian untuk menahan sesuatu yang hampir meluap.
“Aku... aku ingin menjadi idol
yang ideal dengan impianku, tapi aku tidak memiliki cukup waktu dan
keterampilan. Jadi, aku harus menahan keinginanku untuk mendekati impianku...
Aku hanya bisa menguranginya semuanya sejauh yang bisa...”
Menahan, menahan, dan terus
menahan. Aku yakin sesuatu yang seperti itu pasti akan hancur suatu saat nanti.
“Aku takkan mengatakan kalau
kamu harus memanjakan dirimu sendiri. Tapi, cobalah untuk sedikit lebih
mencintai dirimu sendiri. Yuzuki bukanlah robot tanpa perasaan. Kamu bukanlah
ilusi yang hanya hidup di layar. Kamu adalah manusia biasa, seorang gadis SMA
biasa, dan tetanggaku yang biasa.”
Aku berbalik ke kompor dan
mulai menyelesaikan hidangan lainnya.
Hidangan itu kusajikan setelah
kusimpan dalam lautan minyak, lalu kubelah menjadi potongan kecil dengan pisau.
Uap panas mengepul naik dari
potongan ayam. Aku meletakkannya di sisi kiri mangkuk, dan menambahkan sedikit
saus garam khusus yang memberikan rasa asam di atasnya. Taburkan wijen putih
dan daun selada cincang, dan sekarang sudah selesai.
“Yuzuki, kamu bilang ingin
mencobanya, ‘kan?”
Itu adalah percakapan di jalan
pulang suatu hari. Kami berdua memegang makanan dari minimarket.
——Aku
mendengar kalau katanya ada resep variasi 'Favochiki Don'
——Wah,
aku ingin mencobanya tapi kalorinya tinggi banget.
Aku ingin dia merasa senang.
Aku ingin dia tertawa.
Aku ingin dia makan mangkuk
daging berminyak ini.
“Oleh karena itu, jangan
menangis.”
Topeng yang disebut kebanggaan
mulai terkelupas menjadi kucuran air mata.
Aku membersihkan meja rendah
dan meletakkan mangkuk spesial. Aku meraih tangan Yuzuki yang menangis di depan
pintu, dan merasakan kalau dia meremasnya kembali dengan lembut. Aku terus
memegang tangannya dan membawanya ke tempat duduk spesial.
Aku bertanya lagi pada Yuzuki
yang duduk di depan mangkuk.
“Apa kamu tidak lapar?”
“...Aku tidak lapar.”
“Ada mangkuk daging berisi campuran
'Babi Platinum' dan 'Fabochiki buatan sendiri' di sini. Sayangnya, aku sudah makan
malam."
“...Aku tidak tahu tentang
itu.”
“Kalau begitu, mangkuk campuran
yang baru saja aku buat akan masuk ke dalam kulkas. Meskipun tidak ada masalah
dari segi kebersihan jika dipanaskan kembali, kerak renyahnya, nasi putih yang
dimasak dengan sempurna, semuanya rasanya akan turun tingkat. Aku ingin
menghindarinya.”
“...Meskipun sangat
disayangkan, tapi mau bagaimana lagi.”
Ini adalah sebuah ritual, yang
juga dikenal sebagai penyajian. Ini adalah perang suci yang telah kami ulangi
berkali-kali.
“Untungnya, ada satu lagi
manusia di ruangan ini selain dariku. Jika gadis itu mau mengambilnya, itu akan
menjadi kebanggaan bagiku sebagai koki, dan dia akan bisa mengisi perutnya,
bisa dibilang sambil menyelam minum air.”
“Sudah kubilang, aku—”
Kruyuukkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk.
Sebelum mulutnya bisa
menuntaskan kalimat, seekor serangga yang berdiam di perutnya mengungkapkan
kebenaran sejati.
“…Apaan sih!”
Setelah mendengar kebenaran
dari perutnya, wajah Yuzuki memerah sampai ke telinganya. Suaranya kasar, dan
tangannya sedikit gemetar. Dia sibuk menangis dan merasa malu.
“Jadi, apa yang akan kamu
lakukan?”
Ketika aku menyeringai dengan
licik, Yuzuki menggigit bibirnya dengan penyesalan.
“…Hasinya besok ada pertunjukan
jumpa penggemar, tau.”
“Kalau begitu, kamu harus
mengumpulkan semangat.”
“Selain itu, jika aku makan
semangkuk besar daging dan minyak seperti ini tengah malam, itu pasti akan
membuat sakit perut kan?”
“Apa yang kamu bicarakan
sekarang? Perutmu tidak selemah itu, ‘kan?”
Kenyataannya, saat dia makan
donburi babi sebelumnya, dia baik-baik saja keesokan harinya, bukan?
Kalau soal makanan, aku
mengenal Yuzuki lebih baik dari orang lain. Sekaranglah saatnya untuk
menantangnya.
“…Jika kamu begitu teguh, itu
sangat disayangkan, tapi aku akan mengambilnya.”
Ketika aku merebut sumpit yang
kuletakkan di seberang meja, meski Yuzuki tidak mengeluarkan suara, bibirnya
mengucapkan “ah”. Akhirnya, ketika aku menyentuh mangkuk donburi campuran,
tangan kanannya menyentuh tangan kiriku.
“Hmm, ada apa?”
“…Aku akan melakukannya.”
Yuzuki merebut sumpit dariku.
“Aku ingin mencapai puncak
sebagai seorang idola. Karena aku yakin hanya dengan usaha saja masih tidak
akan cukup.”
Selanjutnya, dia menarik
mangkuk nasi ke arahnya.
“Aku tidak akan lagi mengatakan
bahwa aku akan memotong citra asliku. Aku akan mewujudkan diriku sebagai
seorang idola yang ideal setelah memenuhi keinginan dari para penggemar dan
juga keinginan dari Sasaki Yuzuki. Aku akan mendapatkan semuanya dan menjadi
idola yang paling keren dari pada siapapun!”
Dengan perasaan lega yang
tersembunyi di dalam hati, aku dengan sengaja menampilkan senyuman sinis.
“Kalau begitu, apa kamu punya
sesuatu yang ingin kamu katakan padaku?”
Mulai sekarang, segalanya akan
berhubungan langsung dengan kemenangan dan kekalahan dalam pertempuran.
Mungkin Yuzuki juga menyadari
hal itu. Dia mengigit bibir bawahnya dan menatapku dengan tajam.
“Ayo, katakan padaku. Apa
keinginanmu, Yuzuki?”
“......biarkan, aku”
“Hm? Aku tidak bisa mendengarmu
dengan jelas. Ayo katakan sekali lagi.”
“~~~~~”
Dengan tubuh gemetar, dia
menghembuskan nafas dalam-dalam.
...Dan kemudian,
Yuzuki yang telah memutuskan
untuk bersiap-siap hingga ke tulang sumsum, memohon padaku dengan mata berwarna
amber yang berkaca-kaca.
“─Tolong, izinkan aku memakan
makananmu, Suzufumi♥♥♥♥”
Penaklukan hati melalui makanan
telah selesai──.
Akhirnya, saat ini telah tiba.
Pertarungan antara seorang
idola dan seorang siswa SMA laki-laki akhirnya berakhir dengan kemenangan
Mamori Suzufumi.
“Mau bagaimana lagi, deh. Kalau
begitu, aku akan memberimu makan!”
Akhirnya, aku berhasil membuat
Yuzuki memohon sendiri. Perasaan kuasa menyeluruh melintasi tubuhku, dan aku
merasakan adrenalin membanjiri otakku. Aku telah berhasil!
Namun, setelah permintaannya
dikabulkan, Yuzuki tidak segera mulai makan.
“Ada apa? Tidak mau makan?”
“…. Aku sudah bilang kan?”
Tiba-tiba, mata Yuzuki berkilauan
secara misterius.
“Hm?”
Sumpit yang baru saja diambil
dari tanganku kembali diberikan padaku.
“Ini apa maksudnya...”
Yuzuki meletakkan kedua
tangannya di atas lututnya dan dengan penuh semangat memohon.
“Kalau begitu, tolong suapi aku
ya~♥♥♥♥”
Yuzuki tetap polos seperti
biasanya, dan memiliki senyuman pamungkas yang memikat semua orang yang
melihatnya.
“Eh...!”
“Eh? Bukannya tadi kamu bilang 'aku akan memberimu makan' kan?”
“Tidak, maksudku bukan seperti
itu...”
“Kamu tidak mau menyuapiku
makan?”
Sepertinya itu adalah campuran
dari godaan, tapi sepertinya dia juga benar-benar memintanya. Rasanya sang idola
Arisu Yuzuki dan Sasaki Yuzuki yang asli menyatu dalam satu kesadaran.
“Baik, baik! Baiklah! Kalau begitu,
setidaknya tutup matamu.”
“Hmm...”
Dari awal, tindakanku hari ini
sudah melampaui batas. Melakukan suapan ‘Aa~n’
seperti ini adalah hal yang sangat mudah bagiku.
Yuzuki lalu memejamkan matanya.
Wajahnya begitu sempurna seperti karya seni yang ingin aku pandang selamanya.
Bibirnya sedikit terbuka seperti kuncup bunga yang siap mekar, menantikan
makanan.
Saat aku menatap wajah Yuzuki
yang anggun, aku menyadari sesuatu.
Bukannya ini terlihat seperti
saat pasangan menikah yang akan berciuman di pernikahan mereka!
Aku meminta Yuzuki menutup
matanya untuk menghindari rasa malu, tapi justru sebaliknya, itu membuat
semuanya menjadi lebih memalukan.
Pada saat itu, jantungku mulai
berdebar-debar. Aku yakin kalau wajahku pasti sudah memerah seperti daging babi
platinum sebelum dimasak. Tapi setelah sampai di sini, aku tidak bisa mundur.
Aku menenangkan hatiku yang gelisah dan mengangkat daging dan nasi dengan
sumpit.
“…Baiklah, ayo mulai”
“…Ya”
Sebagai ganti dari ciuman
pernikahan, aku dengan diam-diam mengatakan,
“Baiklah, ayo buka mulutmu.”
Sambil meletakkan kedua
tangannya di atas lututnya, Yuzuki mencondongkan tubuhnya ke depan. Tangan
kanan dan kiri yang rapat perlahan-lahan mulai terbuka, seperti salju yang
mencair di musim semi.
“Aaah♥”
Bibirnya yang berwarna pink
muda terbuka seperti anak burung yang ingin makan. Gigi yang rapi, lidah yang
menggoda, dan tenggorokan tempat makanan akan meluncur semuanya membuat hatiku
terpikat.
Aku menahan rasa malu dan
memberikan suapan pertama mangkok nasi kepada Yuzuki. Setelah melepaskan sumpit
dari mulutnya, bibirnya rapat kembali.
“Bagaimana rasanya?”
“Mmm~♥”
Suara tersebut memiliki nuansa
yang memikat. Tanggapan tersebut jauh lebih membahagiakan daripada sekedar
pujian “enak”.
Namun, di saat yang sama, rasa
malu juga melanda, aku tidak bisa menatap wajah Yuzuki dengan jelas.
Aku memberikan sumpit mepada
Yuzuki dan mendorongnya untuk melanjutkan makan.
“Eh, kamu tidak mau menyuapiku
makan sampai habis?”
Kali ini, nada bicaranya jelas-jelas
sedang menggoda, jadi aku hanya bisa menjawab dengan “Cerewet”.
Sekali lagi, Yuzuki meraih
daging babi dan nasi dengan sumpitnya sendiri, lalu mengunyah perlahan.
“…Aa…♥”
Saat kata-kata kekaguman
terucap, matanya melebar dan kecepatan dia menggerakkan sumpitnya tiba-tiba
meningkat.
“Saos kental yang meliliti
daging babi, begitu masuk ke dalam mulut, langsung terasa nikmatnya. Ketika
dicampur dengan nasi putih, rasanya manisnya semakin terasa. Aroma daun bawang
yang segar melewati hidung begitu menyenangkan...♥”
Mungkin karena telah lama
menahan diri dalam makanan, tampaknya indera perasa Yuzuki jadi semakin
sensitif.
Dia juga tidak lupa menambahkan
telur ke dalam mangkuk dan mencampurnya dengan daging. Pahlawan yang diselimuti
saus dan disebut “daging babi” itu mengenakan jubah kuning kecokelatan dan
terbang ke dalam mulut gadis itu.
“Daging yang bumbunya kental
sekarang terasa lembut dan langsung meleleh di dalam mulut. Ketika dicampur
dengan saus, rasanya seperti sukiyaki♥ Semangkuk
nasi saja tidak akan pernah cukup untuk makanan seperti ini~♥”
Dalam sekejap, hampir separuh
sudah masuk ke dalam perutnya. Mungkin seharusnya aku memberikan nasi dalam
porsi besar.
“Dan sekarang saatnya...”
Dengan penuh semangat, dia
memasuki wilayah “Fabochiki”.
Dia menggigit potongan besar
daging paha ayam yang telah dipotong kecil, bersama dengan nasi putih.
“Mmm~!”
Dia bergumam sambil mengibaskan
kakinya di atas bantal, napasnya menjadi tidak teratur.
“Teksurnya renyah dan terasa
begitu ringan. Rasanya seperti menginjak salju segar di dalam mulut. Sensasi
renyahnya begitu menyenangkan~♥”
Rupanya keputusanku untuk
membuat lapisan tepungnya tipis adalah keputusan yang tepat.
“Rasa garam, perasan lemon, dan
lada hitam semuanya pas. Aroma wijen putih dan daun shiso juga begitu segar.
Meskipun ini makanan digoreng, rasanya tidak bertabrakan dengan kekentalan
daging babi. Keduanya sama-sama nikmat~♥”
Peran takuan yang diletakkan di
sisi piring tidak hanya sebagai penyegar mulut, tetapi juga sebagai tombol
reset. Ketika mencari makanan, mulutnya terbuka lebar dan senyumnya merekah
seperti bunga raksasa. Aku memang suka melihat Yuzuki bersinar di atas
panggung, tetapi aku lebih suka melihat Yuzuki dyang seperti ini.
“Terima kasih atas hidangannya
yang lezat!”
Yuzuki menyelesaikan makanannya
dengan senyum cerah di wajahnya.
Bahkan tidak ada setetes pun
kuah yang tersisa di mangkuk, apalagi sebutir nasi.
“…...”
Ada keheningan yang memenuhi
ruang tamu untuk beberapa saat.
Yuzuki meletakkan sumpitnya dan
dengan lembut meletakkan tangannya di atas tanganku. Seolah-olah dia ingin
mencuri kehangatan tubuh, semangat, dan hatiku melalui sentuhan tangan.
“Terima kasih, untuk semuanya.”
“Kamu tidak perlu berterima
kasih segala. Kita berdua sudah saling mengenal dekat, bukan?”
Ketika aku mengatakan hal itu
dengan tegas, dan Yuzuki dengan malu-malu tersenyum, memperlihatkan gigi
putihnya.
“….Aku ingin terus menjadi
seorang idola dan memberikan yang terbaik kepada semua orang. Aku ingin dengan
bangga mengatakan bahwa karena orang di dalam Arisu Yuzuki adalah Sasaki
Yuzuki, itulah sebabnya aku bisa menjadi idol terbaik. “
“Begitu, ya.”
“Demi mencapai puncak atau
mengalahkan rival, aku berpikir kalau aku tidak punya pilihan selain bekerja
keras. Aku sudah menghabiskan waktu, tenaga, dan masa mudaku... Tapi kali ini,
aku tidak akan mengorbankan diriku sendiri.”
“Kuasa itu bagus.”
“Jadi kumohon, tolong tetaplah
peduli padaku. Jika aku terlihat akan pergi jauh, tolong hentikan aku
berkali-kali. Katakan padaku bahwa aku boleh tetap di sini.”
Di depanku ada mata yang
dipenuhi rasa percaya, campuran antisipasi dan rasa malu.
Dengan campuran harapan dan
rasa malu, tatapan mata yang dipenuhi kepercayaan terbentang di depanku.
“Serahkan saja padaku. Aku akan
selalu menjadi pendukung terbesar untuk Sasaki Yuzuki. Baik saat berada di atas
panggung yang tak terjangkau atau menghilang di balik layar, aku akan selalu
membawakan makanan untukmu berkali-kali.”
“Terima kasih, Suzufumi.”
Wajah Yuzuki langsung bersinar
cerah seolah-olah beban di dalam hatinya sudah terangkat.
“...Sekarang, setelah makan,
aku harus kembali ke hotel! Aku ingin memeriksa koreografiku sekali lagi
sebelum tidur!”
Karena lalu lintas di sekitar
sini lumayan padat, jadi dia bisa langsung menemukan taksi begitu keluar.
Kami meninggalkan ruang tamu
dan bergerak menuju pintu masuk.
“Aku akan mengantar sampai
bawah... kurasa lebih baik jangan, ya?”
“Ya. Aku ingin Suzufumi
mengantarku sampai di sini. Karena di sinilah tempat kembalinya Sasaki Yuzuki.”
Senyum percaya diri itu
bukanlah akting atau kebohongan, tapi kepercayaan yang tulus.
Ah, dia terlihat begitu keren. Aku
merasa kagum dengan penampilannya yang mengesankan.
“Kalau begitu, aku pergi dulu
ya”
Yuzuki mengangkat tangan
kanannya. Agak tinggi untuk bersalaman.
Aku membalas tangannya yang
terangkat ke atas kepalaku dengan tos.
“Ohh tentu saja, hati-hati!”
Entah itu ekspresi maupun gerakan
tubuhnya, semuanya bersinar.
Bagaikan bulan yang bersinar di
langit malam yang cerah.
Pintu depan dibuka dengan lebar
dan Yuzuki melangkah keluar.
Tidak ada keraguan dalam
langkahnya. Cahaya bulan menerangi wajahnya dengan gemerlap.
Penampilan Yuzuki saat dia
menuju lift di lorong umum terlihat persis seperti seorang idola yang bergegas
dari balik panggung menuju sorotan panggung.