BAB SS 4
Amane
menganggap dirinya memiliki ingatan yang cukup baik. Meskipun Ia tidak memiliki
kemampuan sehebat ingatan
fotografis, Ia mampu menghafal berbagai hal dalam rentang waktu yang lebih
singkat daripada kebanyakan orang dan menyimpan informasi itu lebih lama. Sampai sekarang, ingatannya
telah membantunya dengan baik dalam studinya dan kehidupan sehari-hari, tetapi
kali ini, ia mendapati dirinya mengutuk ingatannya yang luar biasa.
Aku…
malah melihatnya sekilas…
Meskipun
itu tidak lebih dari pandangan sekilas, Amane
menghafal rangkaian teks yang masuk ke dalam penglihatannya saat dirinya memikirkan apa yang harus
dilakukan, ia akhirnya merenungkannya terlalu banyak dan dengan kuat
melekatkannya dalam ingatannya— hal itu.
Karena
itu informasi pribadi, tindakan yang tepat ialah
melupakannya sesegera mungkin. Bahkan mempertimbangkan untuk menggunakannya
adalah tindakan yang sangat tidak pantas bagi siapa pun, dan Amane bisa
membayangkan seberapa
terkejut dan curiganya pihak lain karena tiba-tiba menerima kontak dari
orang asing.
Oleh
karena itu, Amane tidak
boleh bertindak berdasarkan hal itu—semua akal sehat dan alasan yang ia kembangkan sejauh ini dalam hidupnya
menyuruhnya untuk menghapusnya dari pikirannya secepat mungkin.
…Inilah
yang diinginkan dan dibutuhkan Mahiru saat ini, bukan?
Setelah bertekad
untuk menjadikan ulang tahun Mahiru yang terbaik, Amane bersiap untuk melakukan
segala upaya dan tidak membiarkan satu hal pun yang
terlewat. Demi senyum Mahiru, Ia yakin bisa menghadapi
kesulitan apa pun, tidak peduli betapa menantangnya hal ini akan menjadi
kesempatan terbesarnya untuk membuat Mahiru benar-benar bahagia. Itupun jika Amane berhasil mengatasi
hal-hal yang menghambat pikiran moralnya.
Meskipun aku menghubungi orang ini, tidak ada
jaminan bahwa mereka akan menanggapinya.
Siapa pun
akan merasa curiga jika ada orang asing yang
menghubungi mereka secara tiba-tiba. Diabaikan adalah hasil yang paling mungkin
terjadi.
Namun,
jika kebetulan dia
bersedia mendengarkan apa yang kukatakan,
maka…
Secercah
harapan itulah yang menjadi penyebab keragu-raguan Amane.
Sambil
menghela nafas panjang,
Amane berbaring telungkup di tempat tidurnya, sekilas boneka kucing yang ia
terima dari Mahiru memasuki bidang pandangnya. Menghadapi itu, mata boneka itu
seolah bertanya, Apa sih yang sedang kamu
lakukan? sikap dingin dan terus terangnya itu membuat
Amane menghela nafas sekali lagi.
“…Mengambil
langkah pertama itulah yang membuatku khawatir.”
Selain Ia merasa bimbang karena menghadapi dilema
moral, namun di atas segalanya, Amane merasa takut. Takut
untuk menjangkau orang yang telah membentuk diri Mahiru saat ini, bahkan
menjangkau bagian terdalam dari hatinya. Amane takut ditolak.
Dan
bagaimana jika ... bahkan jika Mahiru juga ditolak? Diberi tahu bahwa dia tidak
lagi memiliki hubungan dengan mereka, untuk memiliki tangan yang dekat
dengannya?
Pikiran
bahwa Amane, orang luar, mungkin akan menjadi pemicu penolakan seperti itu,
membuat tekad yang ia kumpulkan goyah dan membeku. Dari apa yang didengar
Amane, orang ini tidak tampak seperti tipe orang yang melakukan hal seperti
itu, dan dia bisa mengatakan dengan pasti bahwa mereka sangat peduli pada
Mahiru. Namun, baginya untuk melangkah ke dalam hal ini, itu memang jalan yang terlalu
lembut untuk dia injak.
“... Serius,
apa yang harus kulakukan?” Amane bergumam pelan, tidak pada siapa pun kecuali
dirinya sendiri.
Berbalik, ia
mengambil catatan yang ditulisnya sendiri dan mengangkatnya ke arah cahaya di
atasnya, sambil memejamkan mata.