Epilog
Di
halaman kuil. Suara kering dari geta yang menginjak batu paving bergema dengan nyaring. Lampion berwarna-warni menghiasi kios-kios yang menarik perhatian.
Sembari
diiringi dengan suara teriakan yang ceria, musik festival
terdengar dari suatu tempat, dan suasana di sekitar dipenuhi dengan semangat
festival.
Aku
menunggu seseorang sambil
mengenakan yukata, bersandar pada tiang gerbang
torii yang besar.
“Banyak yang
bilang kalau wanita biasanya membutuhkan waktu lebih lama.”
Aku
mengeluarkan smartphone dari kantong kecil dan memeriksa jam, sekitar sepuluh
menit sebelum waktu yang dijanjikan. Sepertinya ini bukan karena pihak lainnya yang terlambat, melainkan
aku saja yang selesai bersiap lebih awal
dari rencana.
Suara
langkah kaki mendekat, jadi aku menyimpan smartphone ke dalam kantong kecil dan
mengangkat wajahku.
Di sana,
Nene-chan yang mengenakan yukata melambaikan
tangannya sambil berjalan dengan langkah yang pendek.
“Maaf
sudah membuatmu menunggu.”
“Aku
tidak menunggu sama sekali, aku juga baru
datang.”
Meskipun
kami melakukan percakapan yang terkesan standar, pandanganku tertuju pada
Nene-chan.
Kesanku
yang pertama adalah warna hitam. Hitam kini menjadi warna identitas Nene-chan
dalam pikiranku. Dengan warna dasar itu, renda putih terlihat di sekitar
pergelangan tangan dan kerahnya, sementara rambutnya yang diikat rapi dihiasi
dengan pita renda hitam, bukan kanzashi. Di pinggangnya terikat sesuatu
yang mirip korset, bukan obi. Sementara kakinya, dia
mengenakan sepatu balet dengan sol kayu, bukan geta.
Gaya penampilan campuran Jepang dan Barat ini
seolah-olah mencerminkan Nene-chan yang
biasanya memiliki aura anggun namun juga mengenakan fashion yang trendy.
Potensi
tinggi Nene-chan tidak kalah menarik perhatian.
“Baik Nene-chan dan cara mengenakan yukatamu terlihat sangat imut, aku cukup menyukainya.”
“Eh!”
Nene-chan
menutup mulutnya dengan tangannya karena terkejut. Lambat laun, ekspresinya
berubah dari terkejut menjadi malu-malu.
“...
Terima kasih, aku agak khawatir karena ini cukup agresif.”
“Benarkah?
Kelihatannya memang agresif, tapi menurutku itu kelihatan bagus.”
Ehehe, Nene-chan tersenyum malu-malu.
Meskipun
penampilannya terlihat kuat, sisi polosnya yang bahagia adalah hal yang
membuatnya terlihat imut.
“Penampilan
Yukata Arata-san juga sangat keren.”
Yukata
yang aku kenakan terlihat biasa-biasa saja
dibandingkan dengan Nene-chan. Yukata
berwarna biru tua dengan
sedikit pola vertikal, yukata yang sangat
umum.
“Apa iya?”
“Iya,
karena Arata-san yang memakainya, jadi terlihat
keren.”
Aku tidak
bisa merasakan kebohongan apa pun dalam perkataan
Nene-chan saat dia menganggukkan
kepalanya.
“Terima
kasih, aku senang mendengarnya.”
“Kamu
terlihat seperti Tuan Muda dari
keluarga Yakuza tertentu.”
Bagaimana
dengan kesan itu?
Aku memang
memiliki tatapan mata yang
tajam dan berbadan cukup
tinggi, jadi mungkin ada kesan mengintimidasi.
“Jangan-jangan,
mungkin itu sebabnya pria
berpenampilan kuat itu membungkuk dan memberi
hormat padaku....?”
“Eh masa~,
hal seperti itu beneran
terjadi?”
“Hal itu
terjadi beberapa kali saat menunggu Nene-chan.”
“Fufu,
aku ingin melihat pemandangan itu.”
Meskipun
itu bukan hal yang bisa dianggap sebagai lelucon. Dihormati oleh orang yang
tampak menakutkan tanpa tahu alasannya cukup menakutkan.
“Siapa
tahu, mungkin mereka salah paham dan memberikan berbagai keuntungan.”
“Itu sih tidak mungkin.”
Dengan
suasana seperti itu, kami berkeliling mengunjungi
beberapa kios.
Dia
berusaha untuk mendapatkan banyak shift demi
menambah uang, tetapi karena masalah Himeno-san sudah
teratasi, kami bisa
datang ke festival ini. Aku benar-benar merasa senang.
“Kita
mendapat banyak bonus, ya.”
Setelah
selesai berkeliling, tangan Nene-chan dipenuhi dengan makanan yang tidak bisa
dipegang semua. Ada cumi
bakar, permen apel, ayam
goreng, baby castella, cokelat pisang, dan senbei
susu.
“Kita
membeli banyak untuk Nene-chan.”
“Padahal
kamu sendiri tahu bukan itu masalahnya.”
Duhh, Nene-chan menggembungkan pipinya dengan cemberut.
Ini
bukanlah makanan yang diberikan oleh para penjual yang mengira aku adalah Tuan Muda, melainkan makanan yang
diberikan oleh mereka
yang terpesona oleh kecantikan dan keanggunan Nene-chan, yang dengan alasan
efek promosi, berlomba-lomba memberikannya.
Orang-orang
di sekitar yang melihat apa yang dibawa Nene-chan pasti merasa terpengaruh
untuk membeli, jadi jelas sekali ada
efek promosinya.
Orang-orang
cantik memang beruntung, dan saat itu aku menyaksikan pemandangan itu.
“Aku
tidak bisa membiarkanmu membawa
semuanya sendiri, jadi aku akan membantumu,
Nene-chan.”
“Bolehkah
aku minta tolong?”
Dengan
menerima beberapa makanan darinya, aku bisa menghindari masalah.
“Jika
keadaan menjadi sulit, kamu bisa mengandalkanku. Kamu
selalu tidak mengatakan apa-apa dan menanggung semuanya sendiri, Nene-chan.”
“Iya sih,
tapi meskipun tidak mengatakan apa-apa, Arata-san
pasti akan membantuku, ‘kan?”
Ketika
dia menatapku dengan pandangan menengadah,
aku hanya bisa mengangguk.
“Dan
ingat, jangan sampai terpisah.”
“Ya.”
“Jangan
tiba-tiba menghilang atau pulang tanpa memberi tahu."
“Baik.”
Percakapan kami berlanjut dengan suara dentingan yang menyenangkan.
Kemudian,
kami duduk di tempat yang disediakan untuk para tamu
dan mulai melahap makanan yang kami terima.
“Enak
sekali.”
“Ya,
rasanya enak. Makanan dari kios-kios ini memang bisa memberikan suasana festival, tapi rasa bumbunya agak kuat.”
“Jangan
mengeluh tentang apa yang diberikan.”
Meskipun
aku tidak mengeluh, rasanya sulit untuk tidak membandingkannya dengan masakan
Nene-chan yang sudah mengecap
di lidahku.
“Aku jadi ingin makan masakan Nene-chan.”
“Ya,
ya, kamu bisa memakannya nanti besok.”
Dengan
tatapan penuh kasih sayang
seperti seorang ibu yang menghibur anaknya, aku merasakan pesona yang berbeda
dengan kepolosan yang aku rasakan saat bertemu dengannya, dan hatiku tercekam
erat.
Sementara
itu, waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba.
Suara
tajam dan keras seperti tiupan seruling memecah udara, dan bunga-bunga cahaya bermekaran di langit malam di atas kami.
Beberapa detik kemudian, suara ledakan yang mengguncang inti tubuhku membuatku
merasa seolah-olah aku berubah menjadi
sebuah drum.
“Indah
sekali.”
“Ya,
indahnya.”
Selama
liburan musim panas semasa SMA dulu,
aku selalu sibuk dengan belajar dan kerja paruh waktu, dan setelah menjadi
pekerja kantoran, aku tidak punya cuti musim
panas dan tidak pernah menghadiri acara
festival. Ini adalah pertama kalinya aku merasakan kembang api begitu dekat.
“Nene-chan.”
“Ada
apa?”
Kami
terus berbicara dengan sedikit suara lebih keras sambil melihat pertunjukkan kembang api.
“Aku
mempercayai bahwa kehidupan damaiku saat ini merupakan sesuatu yang diberikan oleh
Nene-chan. Itulah sebabnya, aku
akan kesulitan tanpa kehadiranmu.”
“Mungkin
kehidupanmu akan menjadi lebih berlika-liku kalau ada
Nene di sini, loh?”
Haha,
mungkin itu benar,
pikirku sambil mengenang masa-masa sebelumnya. Nene-chan juga tertawa
bersamaku.
"Di
semester kedua, ada berbagai acara seperti
festival olahraga dan festival budaya. Mungkin
perkataanku terdengar sedikit tidak pantas,
tapi aku akan merasa jika bisa menjadi bagian
dalam masa muda Nene-chan.”
“Arata-san
akan selalu ada di tengah masa muda Nene.”
Aku
terkejut dan menoleh ke arahnya,
kemudian tatapan mataku bertemu dengan
senyuman Nene-chan.
Setelah
beberapa detik saling menatap, Nene-chan mengalihkan pandangannya kembali ke
langit malam.
Nene-chan,
aku ingin kamu melihat ke atas dengan mata berbinar-bukan, bukan menunduk. Dan aku
ingin terus melihatnya
di sampingmu, aku benar-benar berharap demikian.
Jika
suatu hari nanti, kita bisa menyebut pertemuan kebetulan di hari itu sebagai
takdir, aku meyakini kalau perasaan
tanpa nama ini juga akan mendapatkan namanya.
Di bawah pancaran cahaya kembang api yang terus bermekaran dan berjatuhan, aku hanya terpukau oleh wajah
sampingnya yang begitu indah.
Sebelumnya || Daftar isi || Selanjutnya