Bonus Cerita Pendek — Hari Di Mana Aku Menjadi Ryou-Chin
Orang
pertama yang memanggil Satou
Ryoko dengan sebutan Ryo-chin adalah Narasaka
Maaya.
Pada musim
semi kelas dua, saat bunga sakura sudah berguguran sepenuhnya. Akhir April. Dengan pergantian
kelas, Ryoko yang kembali kehilangan teman dekatnya menjadi semakin pemalu dan
mengasingkan diri di dalam kelas.
Keinginan
untuk tidak menonjol membuatnya hanya memperkenalkan namanya saat perkenalan
diri, dan meskipun dia tahu akan merasa kesepian, dia tidak berhasil
mendapatkan teman untuk makan siang bersamanya.
Sebuah
desahan jatuh ke dalam kotak makan siangnya yang berisi tamagoyaki.
Ngomong-ngomong,
Ryoko memakan bekalnya di kantin.
Jika di
kelas, makan sendirian akan terlihat mencolok── di
tambah lagi di sini dia bisa
mendapatkan teh gratis.
Sambil
mengunyah kombu yang direbus, Ryoko berpikir tentang bagaimana cara mengubah
situasi ini.
Meskipun
dia sudah memahami peta distribusi teman di dalam kelas, posisi di kelas akan
ditentukan oleh kelompok mana yang didekati, jadi dia harus berhati-hati dalam
memilih target.
Sampai di
titik itu, dia menyukai ide tersebut.
Ryoko adalah gadis yang sedikit suka berkhayal.
“Apa di
sebelah sini, kosong?”
Dia
mengangkat wajahnya mendengar suara itu. Senyuman
cerah yang menawan itu hampir membuatnya menundukkan wajahnya secara
refleks.
“Ah,
itu…”
Senyum
alami yang terpancar dan sapaan itu datang dari Narasaka Maaya, yang dikenal sebagai
siswa paling ceria dan komunikatif di kelas. Dia adalah siswa yang menduduki
peringkat pertama dalam daftar teman yang ingin dimiliki Ryoko.
“Umm,
namamu Satou-san… kan?”
“Ya!
Namaku Satou Ryoko! Zodiak favoritku adalah Virgo!"
“Virgo?
Berarti kamu lahir di bulan September?”
“Ah,
tidak, bukan begitu. Aku hanya menyukainya saja. Aku lahir di──"
──Eh, aku tadi ngomong apaan sih?
“Ahaha.
Jadi, kamu hanya menyukainya saja ya. Satou-san tuh menarik, ya. Jadi, aku boleh
duduk di sini?”
“Ah,
silakan. Ya, tidak apa-apa.”
Apanya yang tidak apa-apa?
Dia sama sekali tidak mengerti. Ryoko merasa tertekan.
Maaya
tidak menyadari penurunan semangat Ryoko, dan setelah meletakkan nampan berisi
kari udon di meja, dia duduk di sebelahnya. Kari udon? Betapa mengerikannya itu. Bagi Ryoko, memilih menu
terlarang seperti itu, yang sulit dimakan tanpa menumpahkan kari, adalah hal
yang sangat menakutkan.
Begitu
Maaya duduk, teman-temannya juga mulai duduk di sebelah dan di depannya.
Tentu
saja, semua orang adalah siswa dari SMA Suisei,
tetapi ada beberapa wajah yang tidak dikenalnya, yang bukan teman sekelas.
“Satou-san, terima kasih ya~” “Sudah
mulai ramai, ya?” “Ayo, makan!”
Ryoko merasa
panik ketika dikelilingi oleh empat gadis termasuk Maaya. Dia
tidak bisa makan dengan tenang di tengah kelompok yang bersinar seperti
ini!
Apa boleh
buat. Dia harus segera makan dan kembali ke kelas.
Dengan pemikiran itu, Ryoko berusaha memaksimalkan kemampuan penyembunyiannya. Dia berusaha untuk
menjadi batu di pinggir jalan. Ini adalah pemikiran seorang penyendiri.
“──Ayase-san
itu keliahatan menakutkan, ya?”
Dia
terkejut dan mengangkat wajahnya. Hmm, apa yang baru saja mereka katakan…
“Apa
yang sedang kamu bicarakan?”
“Habisnya,
Maaya juga berpikir begitu, kan?”
Teman-teman
Maaya membicarakan seorang teman sekelas bernama Ayase Saki (tentu saja, Ryoko
mengingat semua nama lengkap teman sekelasnya. Dia berusaha keras mengingatnya
agar siap jika ada yang menyapanya. Meskipun sejauh ini belum pernah
berguna).
Ayase
Saki adalah gadis tangguh dengan rambut panjang yang diwarnai cerah, kuku yang
terawat, dan aksesori yang bergaya. Dia adalah sosok wanita dewasa yang berbeda
dari diri Ryoko yang masih anak-anak, dan Ryoko sangat mengaguminya. Dia berada
di peringkat kedua dalam daftar orang yang ingin didekati.
Sepertinya
percakapan itu berkaitan dengan Ayase Saki.
Ryoko
juga menyukai gosip, tapi tidak menyukai pembicaraan yang membicarakan orang lain di
belakang mereka. Gosip yang disukai Ryoko adalah
tentang siapa yang berpacaran dengan siapa. Dia sangat menyukai cerita cinta.
Karena zodiak favoritnya
adalah Virgo.
“Cukup
sampai di situ saja. Karena itu juga salah Chobi.”
“Eh~?”
wajah Chobi, yang bernama Inomata Miko, tampak tidak puas. Dia dipanggil Chobi
karena namanya Ino-Miko. Itu adalah nama yang diberikan langsung oleh Maaya.
Ryoko merasa iri.
“Kamu
jelas-jelas menghalanginya karena berdiri di pintu keluar,” Maaya menasihati temannya dengan
nada tegas.
Namun,
segera setelah itu, dia dengan lembut menambahkan, “Yah, aku juga kadang
melakukannya, jadi tolong ingatkan aku saat itu. Boleh saja kalau mau
menendangku.” Dia
tidak lupa untuk mencairkan suasana. Orang seperti inilah yang bisa disebut
sebagai komunikator sejati, pikir Ryoko. Dia sangat ingin berteman dengan
orang ini. Hmm? Eh, apa dia baru saja memanggil namaku? Ryoko mengangkat
wajahnya.
“Jadi,
eh, Satou-san, apa kamu mau ikutan ke karaoke?”
Ketika
dia muncul dari lautan pikiran, percakapan sudah berjalan, dan dia diundang
untuk karaoke setelah sekolah.
Ah, eh,
itu… dia mau pergi. Ingin pergi. Pasti akan
pergi. Namun, kata-kata itu tidak keluar.
“Aku
takkan memaksamu, tapi jika Ryou-chin datang, rasanya pasti lebih menyenangkan.”
“Ryou-chin!?”
“Namamu Satou Ryoko-san, ‘kan?
Makanya aku memanggilmu
Ryo-chin."
“Aku
akan pergi!”
Sejak
hari itu, Satou Ryoko
pun menjadi Ryo-chin.
