
Chapter Ekstra 2 — Habataki Otoha adalah Pemilik Indera Arah yang Unik
Habataki
Otoha adalah seorang diva.
Pada awalnya,
dia hanyalah seorang pengunggah di situs
video. Kini, dia telah menjadi salah satu artis terkemuka yang terkenal di
seluruh dunia. Suara indahnya memikat banyak orang, dan meskipun saat ini dia
sedang hiatus, masih ada banyak penggemarnya yang berharap dia
kembali.
Namun, Habataki Otoha juga seorang manusia biasa
dan seorang siswa SMA.
Saat ini,
dia memiliki waktu untuk menjalani kehidupan sebagai pelajar. Ketika dia
kembali beraktivitas, waktu luangnya seperti sekarang ini pasti akan berkurang,
tapi dia telah menetapkan kebijakan untuk memprioritaskan pendidikan sebisa
mungkin dengan berkonsultasi dengan manajernya.
Tiga
tahun di SMA merupakan waktu
yang hanya bisa dinikmati sekali seumur hidup.
Tiga
tahun itu pastinya akan menjadi
bekal bagi kehidupannya sebagai seorang artis di masa depan, dan mungkin berkat
pengalaman yang didapat selama hiatus, dia merasakan ada peningkatan dalam
suara dan ekspresinya dibandingkan sebelumnya.
Salah
satu alasannya adalah keberadaan orang yang dicintainya, Yagiri Eito. Dan satu alasan lagi adalah
kehadiran teman-teman yang bisa dia percayai. Meskipun mereka adalah rival bagi
Otoha, waktu yang dihabiskan bersenang-senang bersama mereka terasa
menyenangkan dan sangat berharga.
…Mungkin
pengantar ini sedikit terlalu panjang.
Intinya,
Habataki Otoha adalah seorang diva dan seorang siswa SMA.
Kini dia
sedang berada di puncak masa mudanya――――oleh karena itu.
“……Ini di mana, ya?”
Meskipun dia tersesat di dalam sekolah, itu
juga bagian dari masa muda.
“……Kenapa
tempat kantin di sekolah ini sering berubah sih?”
Kantin di
Akademi Tenjouin memiliki lokasi yang
tetap. Itu hal yang wajar.
Namun,
Habataki Otoha adalah pemilik indera arah yang unik――――dapat dikatakan dia
adalah orang yang tidak punya orientasi arah, dan dia sendiri tidak mengakui
hal itu dengan tegas, sehingga pemikiran seperti ini muncul.
“……Tidak
masalah. Jika aku terus berjalan,
aku pasti akan menemukannya.”
Otoha
yang sudah terbiasa dengan kejadian seperti ini, terus berjalan di lorong.
Lokasi
kantin bersifat bergerak (※
sebenarnya tidak bergerak). Namun, ini tetaplah kantin
sekolah. Jika dia berjalan menyusuri sekolah, dia pasti akan menemukannya.
“……Ini di mana, ya?”
Beberapa
menit kemudian. Otoha sudah berada di luar sekolah.
Tanpa dia
sadari, dirinya sudah
keluar.
Sebagai
langkah berjaga-jaga, dia membawa kacamata hitam dan topi untuk menyamar――tepatnya,
dia diperintahkan oleh manajernya untuk membawanya sebagai persiapan menghadapi
situasi seperti ini――itu adalah keputusan yang tepat.
“………………Aku
harus kembali.”
Bahkan Otoha
pun menyadari bahwa sebaiknya dia perlu kembali
ke sekolah.
Sambil
berusaha kembali ke jalan yang sama――――tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah
toko roti.
“………………………………”
Perutnya
sudah mendesaknya untuk
segera makan.
Keputusan
Otoha pun cepat.
“……Rasanya enak
sekali. Aku menemukan toko yang bagus.”
Beberapa
menit kemudian. Otoha berjalan sambil mengunyah roti melon.
Dia juga
dengan cerdik telah membeli air dari
minimarket terdekat, jadi tidak perlu
khawatir tentang kekurangan cairan.
“……Toko
tersembunyi yang luar biasa. Aku harus memberitahu semua orang…… mmm.”
Roti melon
yang dibeli di toko yang secara kebetulan dia singgahi itu sangat lezat.
Dia
sedikit menyesal tidak membeli satu lagi.
Namun,
waktu istirahat terbatas. Jika tidak segera kembali, dia tidak akan sempat menghadiri kelas.
Begitu
memikirkan hal itu, tiba-tiba.
“…………?”
Di taman
dekat situ, dia melihat seorang gadis kecil yang duduk di bangku dengan
menunduk.
Dia
sedang menangis. Seolah-olah dia berusaha
menahan suara dan air matanya. Karena
dia tidak menangis terisak-isak, jadi orang-orang di
sekitarnya mungkin hanya melihatnya duduk di bangku.
“……Ada
apa?”
Tanpa
sadar, Otoha bertanya kepadanya.
Mungkin
karena dia merasa akrab dengan sosok yang menahan semua perasaan dan bahkan
menekan emosinya.
“Aku
kebetulan menemukan
kucing…… tapi aku malah terpisah
dari…… ibu…"
Mungkin
dia terpisah dari ibunya saat perhatiannya teralihkan
oleh kucing.
Perut
gadis yang menangis itu mengeluarkan suara menggemaskan.
“…Ini,
kamu boleh memakannya.”
Otoha
mengulurkan roti isi krim yang
dibelinya sebelumnya. Gadis
itu merasa ragu sejenak, tetapi mungkin
karena kelaparan, dia mulai makan roti itu dengan
lahap.
“……Apa rasanya enak?”
“……Iya.
Terima kasih, Onee-chan.”
Gadis itu
mengangguk. Air matanya sudah mengering, dan dia tampak asyik menikmati
roti.
Melihat penampilannya yang
begitu, Otoha teringat pada dirinya yang dulu.
Setelah
kehilangan ibunya, dia tidak dapat menahan kesedihannya dan melarikan diri dari
rumah sendirian.
Sebelum
air mata mengaburkan pandangannya, dia mendapati dirinya sendirian di taman
dekat rumah.
Saat itu
juga perutnya lapar, dan dia menangis dengan suara tertekan.
Dia
sendirian sampai matahari terbenam. Tidak ada orang yang muncul untuk
memberinya roti.
“――――――――……♪”
Dirinya
memejamkan mata dan mengingat masa lalu.
Dia menyanyikan
melodi yang indah.
Lagu itu
bergema lembut di bawah langit, menghangatkan hati gadis kecil itu.
(……Saat
itu juga, aku mulai bernyanyi.)
Otoha
kecil menyanyi sendirian. Perutnya kelaparan, lelah menangis, dana tidak ada yang bisa
dilakukan.
Dengan
harapan untuk bertemu ibu yang tidak akan pernah dia temui lagi, dia menyanyi
sendirian.
Pada waktu itu, tidak ada yang
menemukannya.
“Ah……!
Ketemu……!”
Rupanya
ibu gadis kecil itu telah menemukannya.
“Astaga!
Kamu bikin ibu khawatir saja!”
“Maaf……”
“Tapi,
syukurlah……!”
Ibu gadis
itu memeluknya yang tampak lesu. Sepertinya dia sudah mencarinya cukup
lama.
“Maaf,
sepertinya anakku sudah
merepotkanmu…”
“……Tidak
merepotkan. Yang penting dia sudah
ditemukan dengan selamat.…… Lain kali jangan
jauh-jauh dari ibumu, ya.”
“Iya……
terima kasih, Onee-chan.”
Gadis
kecil itu yang mengucapkan terima kasih menatap wajah Otoha.
“Onee-chan,
apa jangan-jangan kamu…………”
“…………”
Otoha
tersenyum tipis sambil menyentuh bibirnya dengan jari.
“……Ini
rahasia, oke.”
Dengan
senyuman nakal, gadis itu menutup mulutnya dengan tangannya dan
mengangguk.
Kemudian,
ibu dan anak itu berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada Otoha sebelum
pergi dari taman.
Sekarang
mereka berpegangan tangan erat....
agar tidak terpisah.
“…………Aku merasa iri.”
Pemandangan
itu sangat menggembirakan, tetapi ada sedikit kesedihan di dalam hati dan
perasaan iri yang tidak bisa ditahan.
Itu
adalah sesuatu yang tidak bisa dilakukan Otoha lagi, dan sesuatu yang tidak
pernah dia lakukan.
“……………………”
Saat
Otoha kecil, tidak ada yang datang menemuinya. Tidak ada yang mengajaknya
berpegangan tangan. Pada akhirnya,
dia keluar dari taman sendirian dan kembali ke rumah sendirian.
Saat itu,
dia belum mengalami kebingungan arah.
Dia
terbiasa berjalan ke sana kemari mencari ibunya yang seharusnya tidak ada…… dan
entah bagaimana, dia mengembangkan rasa arah yang unik seperti sekarang.
“……Aku
juga, harus pulang.”
Waktu
istirahat makan siang hampir
berakhir.
Sama seperti dulu, sendirian――――.
“Otoha-san.”
“…………Eito?”
Saat
Otoha berusaha keluar dari taman sendirian, Eito
muncul di depannya.
“Aku
tidak melihat keberadaanmu di mana pun,
jadi aku mencarimu. Kurasa tebakanku benar kalau aku perlu
mencarimu sampai di luar sekolah.”
“……Bagaimana
kamu bisa mengetahuinya kalau aku ada di sini?”
“Karena aku
mendengar suara nyanyian Otoha-san.”
Lalu Eito, seolah-olah itu hal yang biasa, mulai mengulurkan tangannya.
“……Aku boleh menggenggam tanganmu?”
“?Tentu
saja. Jika Otoha-san tidak keberatan.”
“……Terima
kasih.”
Otoha dengan ragu-ragu meletakkan
jarinya, dan Eito
menggenggamnya dengan lembut namun tegas.
Hangat
yang menyentuh tangan yang sebelumnya kosong itu memenuhi hati Otoha.
“Baiklah, gimana kalau kita
pulang sekarang? Aku
akan mengantarmu ke sekolah.”
“……Iya.
Mari pulang. Bersama.”
Kali ini,
dia tidak sendirian dalam perjalanan pulang.
Perasaan
itu sangat membahagiakannya.