Kokou no Denpa Bishoujo Vol 1 Chapter 8 Bahasa Indonesia

Chapter 8

 

Bermandikan cahaya menyilaukan dari dua matahari—satu besar, satu kecilNoble Lark melesat melewati gedung-gedung pencakar langit  di kota medis Farlance, terbang bagai embusan angin bersama rekannya, Sang Juru Selamat Mesianik.

Hal yang paling menonjol ialah sayap putihnya yang megah dan berwibawa. Masing-masing sayapnya sepanjang tinggi badannya sendiri, mengepak kuat seolah terbang sudah menjadi nalurinya. Matanya terpaku pada targetnya: Sang Pengganggu yang dikenal sebagai Sylphie, yang bergerak dengan kelincahan tak wajar menembus bentang alam di depannya. Beberapa saat yang lalu, dia menyerang salah satu markas Mesianik di Farlance, menjatuhkan dua orang yang kembali. Dia sedang mengejarnya.

── Ini adalah Sisi Astral, dunia spiritual. Sebuah saluran yang diakses oleh pasien CCD.

Misalnya saja Farlance, meskipun berbeda dalam tekstur dan kepadatan struktur, tapi tempat tersebut mencerminkan tata letak kota Kutsuna di dunia nyata. Rumah Noble Lark di Sisi Material berfungsi sebagai markas bagi para Mesias di sini. Di sisi lain, SMA Iryoudai adalah benteng tanpa pintu masuk yang terlihat. Namun, posisi umum di peta hampir identik.

Kemungkinan besar, karena ada universitas kedokteran di sana, tempat ini menjadi Kota Medis di sini. Entah karena Sisi Astral merupakan manifestasi dari citra bersama kolektif penyelam, pelengkap dari imajinasi masing-masing penyelam, atau dunia yang benar-benar terpisah, hal itu masih menjadi bahan perdebatan bahkan di antara para penyelam. Namun setidaknya, bagi Noble Lark—Sasuga Hibari—itu adalah medan perang tempat dirinya dapat bertarung dengan indra arah bawaan, betapapun kebetulannya hal itu.

Dia menuju ke area festival Farlance, Lark. Dengan kecepatanmu, kau seharusnya bisa mendahuluinya. Kupikir kita bisa menjepitnya dari kedua sisi, tapi—

Apa yang akan ia katakan jika melihatku seperti ini?

Sembari mengepakkan sayapnya di udara, Hibari berpikir demikian di dalam hatinya.

Penampilan Noble Lark, gadis petarung seperti yang pernah dia gambarkan, bagaikan sesuatu yang langsung muncul dari game atau komik: helm biru langit, pelindung dada berkilap cermin dengan warna yang sama, baju zirah yang dirancang untuk kelincahan di sekeliling tubuhnya, rok yang dirancang untuk menangkis serangan, dan sepatu bot berbulu yang dirancang untuk menendang langit. Senjata utamanya adalah tombak panjang yang kokoh. Rasanya hampir menggelikan seperti cosplay—dia tak bisa menahan diri untuk tidak merendahkan diri.

Bahkan di dunia ini, akal sehat tampaknya masih meminjam dari Sisi Material. Jika kamu menyukai game, wujudmu mungkin menyerupai karakter gim. Jika kamu menyukai musik, seperti teman yang terbang di sampingnya, wujudmu mungkin menyerupai santo musikal. Bagaimanapun, begitu kamu terbang di langit, kamu tak lagi terikat oleh realitas.

(── Dia bilang itu awalnya cuma sanksi hukuman, bukan?)

Kilas balik itu kembali menghantamnya—apa yang baru saja terjadi di Sisi Material. Sebuah kenangan yang tak akan pernah dia lupakan, tak peduli seberapa keras dia mencobanya.

Butuh waktu lama baginya untuk menyadari bahwa dirinya telah dikhianati sejak awal. Karena hatinya sudah begitu bergantung padanya sehingga tak bisa kembali begitu saja.

Maka kenangan yang terikat pada perasaan itu—begitu cemerlang, begitu indah—terlalu berharga untuk sekadar dikunci.

 

Ya. Aku menyukaimu, Sasuga Hibari. Kamu unik—baik di dunia ini maupun di Sisi Astral.

 

── Hanya satu kalimat itu saja yang dibutuhkan untuk membuatnya jatuh cinta pada Masaomi.

Sebut saja dirinya bodoh, sebut saja dirinya naif—tapi cuma Masaomi satu-satunya pria yang menerima Sasuga Hibari, dan Sisi Astral bersamanya.

Entah dalam keadaan tertidur atau terjaga, menyelam atau tidak, keberadaannya selalu menempati bagian penting dalam benak Hibari. Sebagai kekasih. Sebagai Guardian. Masaomi telah menjadi jangkar emosionalnya. Hibari tak tahu seberapa besar perasaan itu telah benar-benar tersampaikan padanya. Karena raut wajah Masaomi mustahil dibaca. Namun kehangatan yang dia rasakan setiap kali mereka bersentuhan— itu nyata. Itu saja sudah cukup untuk membuatnya percaya padanya.

Dan sekarang dia harus menyegel kenangan berkilauan berwarna musim panas itu bagaikan permata yang tersembunyi dari pandangan.

── “Dia hanya berkencan denganmu karena sanksi permainan atau karena rasa kasihan, kan?”

Pengungkapan yang menyakitkan dan kejam itu telah menghalanginya untuk menanyakan kebenaran.

Sebab jika Masaomi tidak mengingkarinya—jika itu benar-benar hanya sanksi permainan—maka semua yang ia katakan kepadanya hanyalah kabut gelap dan dusta yang dibangun di atas tipu daya.

Dan Sasuga Hibari… dia mungkin takkan pernah pulih dari keputusasaan itu.

...Lark? Hei, Lark? Kau dengar? Kalau kamu terus melamun seperti itu, para Pengganggu akan melakukan apa pun yang mereka mau pada kita."

(Gawat. Fokus. Aku harus fokus.)

...Ya. Aku baik-baik saja. Maaf. Tapi jangan ikut gerakan menjepit. Mungkin itu jebakan yang dimaksudkan untuk memisahkan kita. Mari kita pertahankan jumlah kita agar kita bisa bertahan jika memang begitu.

“Siap.

Meskipun Hibari berusaha tetap menjaga penampilannya, ia sepenuhnya sadar ia tenggelam dalam pikirannya. Dan setiap kali pikirannya melayang ke masa lalu, rasanya seperti ada rasa sakit yang tajam menusuk langsung ke pelindung dada yang dikenakannya.

Sisi Astral ini—alam spiritual ini—merupakan tempatnya. Di mana ia dbisa menjalankan misinya: mengoreksi tindakan egois para Pengganggu. Keyakinan itu tidak berubah. Dia masih mengejar Sylphie, yang baru saja menyerang salah satu markas mereka di Farlance. Setidaknya, itu benar. Seharusnya begitu.

Namun—dia masih saja meraih kebohongan manis itu.

Bisikan setan yang mengisyaratkan bahwa mungkin—hanya mungkin—dia bisa menjadi “pacar normal.”

Dirinya telah tergoda oleh aroma yang manis, namun, yang tertinggal di mulutnya sekarang hanyalah rasa pahit yang luar biasa.

Pacar yang normal—itu berarti meninggalkan Sisi Astral dan hidup di dunia nyata.

Dan kenyataan bahwa keinginan seperti itu sudah tertanam dalam dirinya.

(—Meskipun pada awalnya aku hanyalah seorang pacar karena sanksi permainan.)

Berpegang teguh pada pikiran yang merendahkan diri itu hanyalah sebuah harapan yang rapuh— Ia tidak pernah mengatakannya kepadaku secara langsung.”

Mungkin, mungkin saja, itu bukan sanksi permainan. Mungkin ia benar-benar—

Aku melihatnya! Tempat festival!

Suara rekannya memecah lamunannya yang sunyi.

Lapangan Festival Farlance merupakan replika dari Taman Atletik Kutsuna. Bila dilihat dari atas, lapangan itu merupakan alun-alun batu persegi panjang yang luas, dikelilingi di keempat sisinya oleh dinding-dinding misterius yang dibangun dari konstruksi batu yang tumpang tindih, mirip gerbang kuil. Hanya ada dua pintu masuk—satu di depan, tempat Sylphie Pengganggu baru saja melarikan diri, dan satu lagi di ujung yang berlawanan. Bagian tengah alun-alun ditinggikan di atas tangga yang cukup curam untuk menguras tenaga hanya dengan menaikinya. Tepat di tengah-tengah ketinggian itu terdapat sebuah peti batu besar tanpa tujuan atau fungsi yang jelas.

“Persis seperti perkataanmu. Kita benar-benar dipancing ke sini.

Noble Lark mengangguk.

Dari balik peti batu raksasa—yang tingginya lebih dari dua meter—tiga Pengganggu lainnya muncul, seolah-olah sedang menunggu mereka mendarat di dekat pusat alun-alun. Fakta bahwa mereka sengaja bersembunyi agar tak terlihat dari udara memperjelas: ini jebakan.

“Aku sebenarnya tidak ingin bertarung di sini, tapi kurasa kamu tidak mau mendengarkan alasan, kan?”

"Pertanyaan bodoh sekali, kalian para Mesias. Memang, 'orang-orang' itu mungkin berharga bagi kalian yang cinta keadilan—tapi bagi kami, mereka hanyalah 'benda'. Kami tidak peduli berapa banyak yang terjebak dalam baku tembak. Ini mungkin markas kecil kalian untuk saat ini, tapi menggunakan sandera? Wah, itu kemenangan mutlak. Hahaha!

Salah satu Pengganggu yang baru datang mencibir dan mengejek mereka.

“Kamu tahu kan kalau Farlance adalah wilayahku— wilayah kekuasaan Noble Lark ?”

Noble Lark?! Salah satu dari Empat Kilatan Surgawi Bunga Angin yang terkenal itu?!

Ekspresi mereka langsung berubah. Sejujurnya, gelar itu bukanlah sesuatu yang akan dipilih Sasuga Hibari sendiri, tetapi entah ketenaran atau keburukan, jika itu bisa digunakan sebagai senjata intimidasi, dia akan menggunakannya. Persis seperti saat pertama kali menolaknya.

Dadanya kembali berdenyut nyeri. Bahkan dengan baju zirah terberkati yang menangkis sebagian besar serangan, baju zirah itu tak mampu menyembuhkan luka hati.

Kalau kita bisa mengalahkan orang sehebat dirinya di sini, kita akhirnya bisa bebas bermain-main tanpa khawatir. Hei, cepat cari saja pasaknya— kalian gak mau dia panggil bala bantuan, kan?

Santai saja. Kita berempat. Meskipun dia agak merepotkan, kita hanya perlu menyelesaikannya sebelum dia meniup peluitnya.

Mereka mengobrol sependapat, tetapi tidak ada koordinasi yang nyata di antara mereka. Hibari melirik tajam ke arah kelompok Pengganggu yang terpisah-pisah dan mendesah jijik. Arogan sekali, berpikir mereka bisa menjebaknya hanya dengan empat orang.

Ini adalah markas Mesias—dan dia adalah Noble Lark , pelindungnya.

Menunggu tanpa mengamankan taruhannya dulu? Itu kesalahan fatal.

“Mungkin aku belum pernah mengatakannya sebelumnya, tapi Sisi Astral adalah tentang kendali wilayah.”

Hibari kembali mengingat sesuatu yang pernah dia jelaskan kepadanya. Sambil menggelengkan kepala, dia mencoba mengusir kenangan pahit-manis yang menyertainya.

Pertarungan antara Mesias dan Pengganggu di Sisi Astral mungkin sekilas tampak seperti pertarungan psikis, tetapi pada kenyataannya, pertempuran mereka lebih seperti permainan perebutan wilayah.

Di zona pertempuran khusus seperti arena festival ini, tim dapat menanam pasak untuk mendeklarasikan kendali markas. Menahannya selama lima belas menit akan mengubah radius 500 meter di sekitarnya menjadi benteng mereka. Di dalam zona tersebut, kemampuan akan diperkuat, sementara musuh akan dibatasi. Karena hanya satu pasak yang dapat berada dalam radius yang sama, untuk merebut markas musuh, diperlukan pembongkaran dan penggantian markas asli—diikuti dengan pertahanan lima belas menit lagi. Bahkan ada teknik-teknik kecil tentang cara menanam pasak dengan lebih efisien, yang semakin meningkatkan pengalaman bermain.

Singkatnya: pasangkan pasak terlebih dahulu, dan jadikan markas kapan pun ada kesempatan. Bertarung hanyalah hasil sampingan alami dari proses itu.

Tunggu dulu. Orang berambut keriting itu lumayan, tapi Noble Lark ini —dia lumayan enak dipandang, ya?

“Tidak akan seburuk itu, kau tahu... menganiayanya secukupnya agar dia tidak dipulangkan, dan membuatnya menjerit sedikit.”

Benar, kan? Senang melihatnya menangis dan memohon, lalu meremukkan wajahnya saat dia terpuruk.

Hah! Dasar brengsek. Yah, aku memang mau menghajarnya habis-habisan, jadi cara mana pun cocok buatku.

Memang, sebagian besar Pengganggu adalah orang-orang bejat yang menyimpang—egois, kasar, dan kecanduan kekerasan pertempuran di Sisi Astral. Beberapa hanya ingin melawan para Mesias. Yang lain ingin menghancurkan Sisi Astral itu sendiri. Dan dampak dari tindakan mereka pasti meninggalkan jejak—besar atau kecil—di Sisi Material.

Itulah sebabnya para Mesias harus membersihkan mereka—demi menjaga ketertiban. Dan terkadang, itu berarti merebut pangkalan musuh dengan paksa.

Gelar bergengsi dan berlebihan milik Noble Lark—peringkat ketiga dalam Empat Kilatan Surgawi Bunga Angin—merupakan hasil langsung dari serangan berulang kali terhadap wilayah yang dikuasai musuh.

“Kalian sudah selesai bicara?

Ya, persetan dengan pasaknya. Ayo kita nikmati waktu kita bersama, sayang."

Ada satu aturan tak tertulis yang dianut oleh para Mesias dan para Pengganggu—

Jika kamu tak menyukai sesuatu, hancurkan saja dengan cita-cita dan kehendakmu yang mahakuasa. Aturan di dunia ini berbeda dengan di sanajauh lebih sederhana.

Dan bagi Sasuga Hibari saat ini, kesederhanaan itulah yang dia butuhkan.

Cinta atau benci, kebenaran atau kebohongan, ia atau dirinya—tak satu pun yang penting.

Semua itu hanyalah kebisingan yang menganggu pikiran.

Baiklah kalau begitu. Asal kamu tahu, suasana hatiku sedang buruk sekali sekarang. Aku tidak akan menahan diri.

Meski gejolak berkecamuk dalam hatinya, bilah gambaran yang menembus pikiran Hibari terus meluas.

Dia menarik napas dalam-dalam.

Begitu pertempuran dimulai, bimbingan roh akan menyulut panas dalam tubuh. Pikiran-pikiran yang melayang akan berhamburan bagai kabut.

Genggamannya pada tombak bergagang panjang itu semakin erat. Tak peduli bagaimana mereka menyerangnya, dia bisa menepisnya. Keyakinannya membuncah tanpa henti, perasaan mahakuasa menguasai hatinya.

Lalu—dia membiarkannya begitu saja.

Ayunan kasual. Tanpa gaya, tanpa hiasan.

Dan hanya dengan itu, para Pengganggu di hadapannya tertiup pergi bagaikan daun yang tertiup angin, tak bergerak sebelum mereka menyadari apa yang telah terjadi.

Hembusan angin kencang merobek udara di belakang tombak itu. Baru sekarang angin menderu menanggapi serangan dahsyat Noble Lark.

Tubuh para Pengganggu tu memudar, tersapu arus.

Return —fenomena saat otak penyelam lumpuh sementara akibat kerusakan berat, memutuskan hubungan kognitif yang menyatukan kesadaran di Sisi Astral, dan secara paksa menarik mereka kembali ke Sisi Material.

Keempatnya pasti sekarang terjebak dalam tubuh berat mereka di dunia nyata, menderita sakit kepala hebat dan mual.

Hibari sendiri telah mengalami reaksi tidak menyenangkan yang sama berkali-kali.

Kamu terlihat sedang dalam kondisi sulit, Lark—tapi kamu hebat. Kupikir kita mungkin perlu menanam kembali pasaknya kalau kita kewalahan, tapi ternyata kamu sudah mengatasinya—benar-benar kewalahan.

Ada taktik—seperti bom dalam gim tembak-menembak—di mana menanam kembali pasak di markas yang sudah ada akan, lima belas menit kemudian, secara paksa mengembalikan semua pasukan musuh di area tersebut. Namun, jika pasak itu dicabut saat pemasangan ulang, markas tidak hanya akan kembali, tetapi juga membekukan pemain di tempat selama tiga puluh detik. Sebuah langkah yang berisiko. Dan seperti yang tersirat dari pujian rekan baiknya, taktik semacam itu bahkan belum terlintas dalam pikiran mereka. Sebegitu dahsyatnya hal itu.

── Aku seharusnya tidak bisa melakukan ini sebelumnya.

── Aku seharusnya memutuskan hubungan dengan dunia ini dengan obat itu.

Dan kemudian, seolah diberi isyarat, dia teringat percakapannya dengan Keiji, teman Masaomi.

“Datanglah ke belakang gedung olahraga sepulang sekolah. Kurasa kamu sudah bosan dengan ajakan-ajakan seperti ini, tapi ada cowok di kelasku—Kusunoki—yang katanya ingin membicarakan sesuatu denganmu.

Pertama kali, ia bertingkah seperti teman yang ikut campur dan mencoba menjembatani pengakuan temannya.

"Jadi, kudengar kalian berdua resmi pacaran. Selamat. Dan hei, dia bilang kamu mungkin bisa bantu perawatan. Kedengarannya mencurigakan, kan? Aku mengerti. Tapi intinya—keluargaku juga punya penyakit yang sama. Jadi, hei, kalau kamu pacar temanku, setidaknya aku akan berusaha membantu."

Kedua kalinya, sebagai teman sah pacarnya.

Maukah kamu mencoba menjadi pasangan 'normal' dengan Masaomi? Obat ini mungkin bisa mewujudkannya.

Dan yang ketiga kalinya—ia memakai kedok dewa sekaligus iblis.

Meski begitu, Keiji telah menjelaskan efek obat itu dengan sangat adil. Itulah sebabnya Hibari tidak bisa langsung memutuskan. Dia terus bergelut dengan obat itu untuk waktu yang lama. Mengabaikan berkali-kali Keiji menghubunginya, menghindari tugasnya sebagai seorang Guardian .

Kalau dipikir-pikir lagi, mungkin itu tak lebih dari sekadar melarikan diri. Dia tak bisa memahaminya. Apa semua yang ia ceritakan kepada Masaomi hanyalah kebohongan? Atau hanya awalnya saja yang merupakan kebohongan? Atau mungkin... tidak ada kebohongan sama sekali. Sekeras apa pun ia memikirkannya, ia tak menemukan jawabannya. Lalu Keiji memberinya pilihan baru— obat —dan pikirannya hampir hancur karena beban itu.

Misalnya, anggap saja pengakuan itu memang sanksi permainan. Apa Masaomi akan memilih versi Astral Diver-nya, atau versi normal-nya? Sasuga Hibari si gadis aneh, atau Sasuga Hibari si gadis biasa?

Seandainya saja dirinya normal, bahkan jika awalnya hanya sankso permainan—bahkan jika semua yang dibangun setelahnya palsu—mungkin dia bisa memulai lagi. Mungkin dia bisa menjadi pacar normalnya.

(Kalau begitu mungkin... aku harus—)

Jika dia melepaskan Sisi Astral, mungkin dia bisa tetap di sisinya.

Keseimbangan emosionalnya sudah runtuh. Begitu Hibari mulai berpikir seperti itu, dia sudah selangkah lagi menuju jurang kehancuran.

Dan dari situlah, kejatuhannya sudah ditentukan.

Gagasan bahwa hubungan mereka hanyalah sanksi permainan, seperti yang terlihat melalui mata teman-teman sekelasnya yang tidak berperasaan—entah benar atau tidak—dia tidak lagi memiliki kejernihan mental atau emosional untuk mempertanyakannya.

Jadi dia berpegang pada bagian penjelasan Keiji yang mudah dipahami, membiarkan dirinya bergantung pada kebutuhan emosionalnya, dan meminum obat itu.

(Demi menjadi pacar yang normal.)

Pacar yang asli, bukan karena sanksi permainan.

Tetapi bahkan saat itu—dia juga mendengar bagian yang tidak menyenangkan.

“Hasil bagi pasien yang mengonsumsi obat tersebut adalah…”

── Dalam kasus terburuk, mereka tidak akan pernah kembali.

Hibari menunduk menatap tangan yang menggenggam tombaknya. Bayangan apa yang baru saja dia lakukan beberapa saat lalu terputar kembali di benaknya.

Kekuatan destruktif yang dilepaskan oleh satu ayunan tombak terasa luar biasa kuatnya, seperti sesuatu yang langsung muncul di game. Tapi ini Sisi Astral—tak seorang pun bertarung sesuai aturan realitas di sini.

Dan terutama sekarang, arena festival ini berada di bawah kendali Messianik. Angin bertiup sangat kencang mendukungnya.

Meski begitu, dia seharusnya tidak memiliki kebebasan sebanyak ini.

Berarti, satu-satunya penjelasan yang tersisa ialah

 

“Baiklah sekarang… tampaknya kamu sudah 'terjatuh' cukup jauh, ya kan, Noble Lark?”

 

Seketika dia mendengar suara itu, kehadiran rekannya langsung lenyap.

Dia melompat mundur secara naluriah—satu kepakan sayap putihnya melontarkannya sejauh tiga meter.

Penyelam baru yang baru saja mengembalikan seorang Messian dalam satu serangan, bahkan tanpa menimbulkan teriakan, tidak mengejarnya.

Bahkan dari jarak sejauh ini, bahkan tanpa melihat wajahnya—Hibari bisa merasakannya. Senyum puas dan mengejek itu, penuh kegembiraan.

Aduh, dan tepat ketika kau akhirnya ingat namaku. Maaf, tapi kurasa sudah saatnya kita akhiri hubungan kita yang rumit ini, Wind. Apa aksi kecilmu itu dimaksudkan untuk menunjukkan kepercayaan diri?

Wind —yang disebut-sebut sebagai bos para Pengganggu yang beroperasi di wilayah Farlance. Hoodie indigo khasnya, dengan tudung yang ditarik rendah menutupi wajahnya, begitu familiar dengan banyaknya bentrokan mereka sehingga Hibari bersumpah untuk tidak pernah membeli pakaian berwarna itu, bahkan saat berada di Sisi Material.

(── Aku sudah bilang begitu padanya, kan? Saat kencan pertama kita.)

Hibari masih mengingat seberapa terkejutnya Masaomi dengan pernyataannya yang tiba-tiba dan blak-blakan. Ekspresinya tak berubah, tetapi dia masih bisa merasakan komentar bisu di matanya— “Kamu tidak perlu mengatakannya sejauh itu juga kali”. Ia berusaha membuat kencan itu menyenangkan dengan caranya sendiri, dan saat itu, ia bahkan belum siap menerima pertimbangan seperti itu.

Sekali lagi  Hibari menyingkirkan ingatan itu. Di mana pun dia berada, atau apa pun yang dia lakukan, sosok Masaomi terus-menerus muncul di benaknya. Hibari tak pernah membayangkan bisa begitu terpaku pada orang lain.

“Melamun di depanku? Kamu cukup berani. Itu 'Pendalaman' yang luar biasa.

Kaki Wind yang panjang, terekspos oleh celana pendek berpotongan tajam, bergerak dengan langkah berirama saat dia berbicara dengan nada seperti dia hendak bersiul.

Sampai sekarang, kamu hanyalah Messian menyebalkan yang terus muncul—tapi kalau gadis setengah matang itu sudah sampai sejauh ini, mungkin aku akhirnya bisa bersenang-senang. Aku muak terus-terusan diganggu di taman bermainku. Kupikir sudah waktunya kita bereskan semuanya.

Suara tinggi dan serak yang familiar itu—suara yang sudah sering didengar Hibari. Nadanya sopan, tetapi Hibari bisa dengan jelas mendengar nada merendahkan di baliknya.

Seorang penyelam berdandan aneh. Semua pertarungan mereka di masa lalu hanyalah permainan baginya. Dia akan melawan Noble Lark sampai bosan—lalu menghilang. Berkali-kali.

Dan dia bisa melakukan itu karena kemampuannya yang luar biasa. Seorang penyelam dengan bakat yang luar biasa dan sama sekali tidak peduli dengan Sisi Material, yang otaknya mampu menahan penyelaman yang dalam dan lama. Itulah yang memberinya kebebasan yang mengerikan.

Dan sekarang, penyelam tingkat tinggi itu akhirnya menyadari Noble Lark sebagai musuh yang layak dilenyapkan.

Baiklah, terima kasih. Aku merasa terhormat telah menarik perhatianmu.

Menyentuh lembut ornamen bersayap di helmnya, Hibari mengatur napasnya. Dia baik-baik saja—ketenangannya belum hilang.

Dengan kata lain, Noble Lark—Sasuga Hibari—kini telah diakui sebagai penyelam sejati yang telah meninggalkan Sisi Material. Sebagai seorang Penyelam Astral, itu hampir seperti pujian.

 

(──Lalu kenapa... kenapa rasanya begitu menyedihkan?)

 

Jika aku mengalahkanmu, tak akan ada lagi Pengganggu di Farlance yang berani menentangku. Setelah itu, mengubah dunia ini tak akan sesulit dulu. Aku akan melindungi dunia yang kucintai—dengan caraku sendiri.

(──Apa itu... yang membuatku merasakan sakit ini?)

 

Emosi yang mengkhianati kata-katanya bergema di hatinya seperti engsel yang mengerang.

“Dan aku penasaran, dunia manakah yang benar-benar kamu cintai?”

Usai mendengar pertanyaan Wind, Hibari mendapati dirinya tersedak saat hendak menjawab. Sekali lagi, dia tidak bisa langsung menjawab.

Sisi Astral atau Sisi Material? Mengapa dia bahkan mencoba memenuhi misi Mesias? Apa artinya semua itu?

Semakin dirinya ragu, keraguan itu semakin merasuk ke dalam hatinya bagai racun.

Jadi Sasuga Hibari— Noble Lark —melakukan satu-satunya hal yang bisa dia lakukan.

Dia berhenti berpikir.

Untungnya, Wind memilih saat itu untuk berbicara lagi—

“Kamu sudah tidak membutuhkan Guardian-mu yang biasa lagi? Atau kau sudah menyingkirkannya? Kecerobohanmu itu... membuatmu tampak lebih seperti kami para Pengganggu, iya ‘kan?

Krang.

Suara mental terdengar di kepala Hibari—seperti bunyi palu baja yang dipukul.

Dia telah disentuh di bagian yang seharusnya tidak disentuh.

Itu lebih dari cukup untuk membuatnya meledak.

“Menjijikkan. Semuanya. —Akan kuhancurkan semuanya.”

Tanpa ragu, Noble Lark menancapkan kembali pasak itu ke tanah di pangkalnya.

 

※※※※

 

Aku tidak keberatan kalau kamu ingin mengejekku, tapi menjelek-jelekkan gadis yang tidak ada di sini itu tindakan yang payah.”

Dalam suatu pertemuan acak di lorong, seorang anak laki-laki yang tidak disebutkan namanya telah mengatakan sesuatu yang melekat dalam benak Hibari lebih dari yang seharusnya.

Dia sudah terbiasa dihina seperti korban tabrak lari—kata-kata kasar dari orang asing. Rasanya memang tak pernah enak, tetapi dia telah membangun toleransi yang cukup untuk menepisnya dengan ‘sosok’ yang acuh tak acuh.

Itulah sebabnya kata-kata itu—yang diucapkan secara kebetulan, diucapkan untuk membelanya—tetap terkenang padanya.

Entah siapa nama murid itu, pikirnya. Itulah betapa besar penghematan yang telah Hibari dapatkan saat itu.

 

── Aku menang.

Bebas dari emosi, tenang dan sabar, Noble Lark menilai situasi secara objektif dan mencapai kesimpulan itu.

── Aku mengalahkan Wind—perwujudan kekerasan, kekejaman, dan badai.

Senjata Wind ialah tongkat sepanjang lengannya, seperti tongkat konduktor. Dengan senjata tersebut, dia bisa melepaskan ledakan kejut seperti gelombang yang menyapu semua yang ada di jalurnya—seperti sihir angin versi terpelintir. Kepribadiannya yang ceria dan sadis semakin mempertegas citra karakter kuat-nya. Dia sering menyerang sambil menyeringai, tangan di saku, hanya untuk pamer.

Namun, begitu dia mencabut tongkat itu, bencana selalu datang. Setiap kali dia menggunakannya untuk berperang, kehancuran pun mengikutinya.

Namun—kali ini—berbeda.

Mungkin tidak seimbang, tapi mereka bertarung. Mereka berdua enar-benar bertarung.

Hampir seperti semakin Hibari membenci dunia nyata, semakin kuat dia jadinya—sebuah sistem yang ironis dan menyakitkan.

 

Aku sudah menyukaimu sejak lama. Ayo, berpacaran denganku. Aku mohon padamu.

Siapa yang mengatakan hal seperti itu dengan wajah datar?

Itu bukan kegugupan. Itu juga bukan keseriusan. Nada bicaranya sungguh berbeda—mustahil diungkapkan dengan kata-kata.

Dia langsung menyadari bahwa itu anak laki-laki yang sama. Apa ia membelaku karena menyukaiku? Tidak... sepertinya bukan dmeikian. Wajahnya tidak menunjukkan apa-apa.

Hibari mungkin berharap, mungkin, akan sesuatu yang berbeda. Tapi tak cukup untuk mengharapkannya.

── Itu hanya pola lama yang terulang lagi, pikirnya pada dirinya sendiri.

 

Nah, sekarang aku mengerti. Tombakmu yang tak terkalahkan itu—sangat mengesankan. Kurasa gelarmu sebagai salah satu dari Empat Kilat Surgawi Bunga Angin bukan lagi sekadar isapan jempol belaka.

“Jika hanya itu yang kamu punya, kamu boleh menangis setelah kamu Dikembalikan —!”

Wind tidak meremehkan Pendalaman milik Noble Lark —sama sekali tidak. Dia telah menembakkan gelombang kejut dengan tongkatnya sejak awal.

Namun, setiap kali Noble Lark menyerang dengan tombaknya, dia dengan mudah menangkal serangan Wind—persis seperti yang dikatakan oleh kekuatannya yang luar biasa.

Dan ketika dia mengejarnya, Wind selalu mundur ke jarak aman. Meskipun mampu menciptakan penghalang gelombang kejut untuk menetralkan hampir semua serangan, dia tetap menjaga jarak.

Hal menunjukkan dia sekarang menganggap tombak Noble Lark sebagai ancaman sesungguhnya.

 

Kamu terus bertingkah seolah-olah tidak ada yang akan memahamimu. Berhentilah."

Perkataan Masaomi sangat mengena hatinya.

Hibari meyakinkan dirinya sendiri bahwa, seperti biasa, tak seorang pun akan pernah memahaminya. Bahwa keadaannya tak akan pernah berubah.

Dia ingin seseorang memahami Sisi Astralnya, jati dirinya yang aneh dan tak mudah dipahami, yang hanya bisa disebut denpa. Namun, dia telah mengubur keinginan itu sendiri, menyangkalnya sebelum orang lain bisa.

(── Mungkin… ini baik-baik saja.)

Itu pertama kalinya dia merasakan hal itu. Rasa panas menjalar di dadanya begitu kuat hingga dia ingin berteriak. Rasanya seperti kebohongan. Mustahil untuk dipercaya.

Namun, ketika menoleh ke belakang—Hibari menyadari bahwa dia mungkin telah jatuh cinta pada saat itu juga.

 

Wind, mungkin kamu agak ceroboh kalau ini tantangan yang kamu anggap remeh. Sepertinya waktunya anginmu mereda akhirnya tiba!"

Pertarungan telah lama berlangsung di udara. Sebuah pertarungan tiga dimensi yang sesungguhnya. Sejauh apa pun Wind mundur, sayap putih Hibari mampu menutup jarak dalam sekejap.

Dia mengayunkan tombak besarnya dengan mudah, tak memberi Wind kesempatan untuk membalas. Bahkan di tengah gerakan yang begitu dahsyat, tudung kutukan Wind tak pernah lepas—bukti bahwa itu bukan pakaian asli, melainkan desain avatar yang sengaja dipilih.

(── Waktunya habis, pengecut bersembunyi di balik tudung.)

Kecepatan, kekuatan, dan tekad yang tak kenal takut—setiap elemen telah diasah hingga setajam silet.

Tanpa memikirkan pertahanan, hanya mengarahkan serangannya ke depan, Noble Lark menghitung waktu di dalam kepalanya. Dua belas menit sejak pertempuran dimulai. Tiga menit lagi dan pasak akan terpasang kembali sepenuhnya. Setelah itu, area tersebut akan diselimuti oleh penghalang khusus Mesias.

Dan kemudian, penyelam mana pun yang ditetapkan sebagai terlarang dari area tersebut—termasuk Wind—akan dipulangkan secara paksa .

 

Maksudmu itu bahkan tidak terlihat di wajahku? Wah, agak mengejutkan. Aku bersenang-senang, lho.

Perkataannya masih saja terdengar membual, pikirnya sambil merasa sedikit merajuk.

Masaomi selalu bersembunyi di balik ekspresi yang tak terbaca itu, membuat Hibari terus menebak-nebak—selalu membuat jantungnya berdebar kencang karena ketidakpastian.

Beberapa kebiasaan sudah terlalu mengakar. Dia tidak bisa begitu saja memercayai semua hal.

Tapi meski begitu—saat-saat ini, menghabiskan waktu di Sisi Material, berbagi segalanya tentang Sisi Astral dan dirinya sendiri—

Itu adalah kenangan paling berharga yang dimilikinya.

Hibari tidak dapat menahan diri untuk tidak semakin jatuh cinta padanya.

 

Nagi, ya? Aku benci itu. Aku benci kata itu, dan aku bahkan benci perasaan membencinya.

Dia mungkin seorang gamer, pikir Noble Lark. Maksudku, Penyelam Astral pertama.

Di dunia di mana realitas dikesampingkan, seseorang dapat menggunakan kekuatan yang tidak nyata, menegaskan dominasinya dengan teman-temannya—seolah-olah dalam sebuah permainan.

Sama seperti yang dilakukannya sekarang.

“Yah, kalau terus begini, aku pastinya akan terdorong keluar.”

Walaupun nyaris tak mampu menahan gempuran badai Noble Lark—yang diperkuat oleh restu markasnya—Wind masih memperlihatkan senyum puas yang menyebalkan di sudut mulutnya.

Bahkan dengan hukuman bertempur di dalam benteng musuh, dia tetap mempertahankan sikap itu. Lebih buruk lagi—

“Biar aku tanya lagi—apakah kamu benar-benar baik-baik saja tanpa Guardian-mu ?

Brak.

Bentak Noble Lark.

Hanya menyebutkan hal itu saja sudah cukup untuk membuatnya kalut dan jijik.

Jika Wind berani menyentuh ingatan itu— ingatan sanksi permainan itu —untuk kedua kalinya…

“Beraninya kamu!

Meski tahu betul kalau itu ejekan yang memancing, Hibari tidak bisa mengabaikannya.

Dia ingin menusukkan tombaknya ke mulut yang menyeringai itu dan menempelkan kepala Wind yang terpenggal di pangkalan mereka sebagai peringatan.

 

Jangan khawatir, oke? Aku Guardianmu. Aku siap mendukungmu... jadi santai saja.

Masaomi menerima tawaran menjadi Guardiannya seperti sebuah lencana kehormatan.

Tak peduli Hibari merupakan orang macam apaMasaomi akan menerima semua sinyal “denpa”-nya dengan kepekaannya yang tenang dan sabar.

Karena itu

Untuk sesaat, pemikiran itu terlintas— mungkin tidak akan terlalu buruk jika Sisi Astral menghilang seluruhnya.

Dan itu membuatnya merasa seperti sedang menyangkal masa lalunya sendiri—dirinya yang pernah menolak Sisi Material.

Emosinya jungkir balik, berputar-putar di otaknya bagai sumsum tulang yang dikeruk. Racun tajam memurnikan pikirannya, menimpa inti dirinya dalam sekejap.

Dia membantin tutupnya rapat-rapat, mengubur keinginan samar dan tak berarti itu ke dalam lubang ingatannya.

Dia selalu tahu kebenarannya. Dia tak perlu ragu.

Pacar biasa? Versi Sasuga Hibari tanpa Sisi Astral? Yang tidak bisa memancarkan sinyalnya?

Mana mungkin versi itu bisa sampai ke hatinya.

Jadi versi dirinya saat ini—yang semakin terpuruk—adalah satu-satunya jawaban yang tepat . Satu-satunya yang bisa membalas orang yang menjadikannya pacar dalam sanksi permainan.

Karena—

Sekarang, tidak ada lagi yang dapat dilakukan selain mempercayainya.

 

Tombaknya semakin tajam, seolah bereaksi terhadap emosinya. Semakin tajam dan runcing, Hibari menjelma menjadi predator dalam nama dan wujud, menerjang penyelam yang menyandang nama angin.

Dan akhirnya—dia menangkap ekor Wind.

Tombaknya merobek sisi jaket berkerudung itu.

Bahkan senyum puas Wind pun membeku—setidaknya begitulah yang terlihat.

Hibari akhirnya berhasil menembus penghalang Wind yang seharusnya tidak bisa ditembus—pertahanannya yang tak terkalahkan, kini retak.

Senyum buas tersungging di bibir Noble Lark. Bagaimana mungkin dia tidak tertawa?

Semua kenangan indah nan beracun yang telah menggerogoti pikirannya—sudah saatnya untuk mengakhirinya.

── Di dunia ini, aku akan mengklaim segalanya.

Dia akan menumbangkan bahkan sosok yang sangat kuat, dan berkuasa penuh atas Sisi Astral.

Jadi rasa sakit di dadanya, kerinduan akan dunia lain itu—

“Semuanya ──── mendingan menghilang sajaaaaaa!!”

Tombaknya menerjang udara, menembus angin, menuju sumber penderitaannya, untuk melahap musuh di hadapannya—

 

── Maaf, tapi sayang sekali. Kamu membiarkan kakimu terbuka lebar.”

 

Tiba-tiba, berkah dari pangkalan itu lenyap.

Tombaknya, yang tumpul dan memendek, bergerak lebih lambat daripada yang diinginkan bayangannya. Karena perlindungannya hilang, serangannya tersendat—ditolak oleh penghalang Wind sekali lagi, kekuatannya terkuras.

Berkah telah hilang. Sebuah kebuntuan yang fatal. Pembekuan yang Dipaksa.

Sialan, gerutunya dalam hati.

Sensasinya terasa familier. Hibari tahu persis apa yang terjadi— pasaknya telah ditarik.

Karena dia terlalu fokus pada kebenciannya, pada keinginannya untuk menghancurkan Wind, hingga dia mengabaikan musuh yang tersembunyi.

Dia telah melupakan esensi dunia ini: ini adalah permainan perebutan wilayah. Menghancurkan kepingan hanyalah cara—bukan tujuan.

Noble Lark, yang terobsesi untuk menghancurkan Wind, telah kehilangan pandangan terhadap kebenaran tersebut.

Dan tentu saja, itu berarti pancang baru telah ditanam—oleh para Pengganggu.

Tiga puluh detik yang terasa seperti selamanya itu mencekik Noble Lark, seolah mengejek rasa urgensinya yang semakin kuat untuk bertindak cepat. Kegelapan—sentuhannya yang meraba dan membelai—menggerogoti sayap, anggota tubuh, dan cita-citanya, membuatnya melayang di udara dalam posisi yang mengerikan, seolah-olah dia terpaku di tempat, tak mampu menggerakkan satu otot pun. Sekalipun ia ingin membebaskan diri, inti jiwanya—esensi Penyelamnya—telah tertusuk dan tertelan oleh pedang terkutuk. Sebuah ikatan yang dipaksakan oleh aturan dunia.

Dia menyesal tidak memanggil Penyelam lain saat tempat ini masih menjadi markasnya. Tapi semuanya sudah terlambat. Begitu suatu lokasi tidak stabil, pemanggilan tidak mungkin lagi. Dengan kata lain—tidak akan ada bala bantuan.

“Sepertinya sayapku terlalu berat… untuk mengembalikanku menjadi 'Nagi' saja, bagaimana menurutmu?”

Sebelum pikirannya sempat memproses kata-kata itu, tubuhnya yang tak berdaya—masih terikat oleh efek tiang pancang—terbanting ke tanah.

Tubuhnya yang telah melayang lebih dari sepuluh meter di udara, tiba-tiba jatuh. Tak ada waktu untuk mengepakkan sayap—hanya jatuh langsung ke Ground Zero. Benturan dahsyat itu, cukup kuat untuk menghentikan jantungnya dalam sekejap, menggores medan perang suci dan meremukkan tubuh Noble Lark sepenuhnya.

Gah—!

Seluruh oksigen terkuras paksa dari paru-parunya. Didera rasa sakit dan penderitaan yang mendalam, Hibari terengah-engah. Zirah gadis perang itu hancur berkeping-keping, dan rambutnya yang berlumuran darah kebiruan keperakan terurai dari celah-celah helmnya. Lengannya—bahkan ujung jarinya—menolak untuk merespons, seolah lumpuh oleh rasa tak berdaya yang luar biasa.

Dari sudut pandangnya yang datar, dia melihat tombaknya, yang telah lama terlempar dari tangannya, lenyap seiring hancurnya bayangan yang seharusnya terurai. Sejujurnya, sungguh ajaib dia masih bisa mempertahankan posisi loncatnya dalam kondisi seperti ini. Cepat atau lambat, Noble Lark sendiri pasti akan terlempar dengan paksa.

“…Haa… agh… haah…!”

Dipadukan dengan erangan terengah-engah yang mencabik jiwanya, ada perasaan yang tak terelakkan bahwa seseorang sedang mendekat. Siapa pun orangnya, mereka tidak dibekukan paksa—jadi kemungkinan besar mereka bukan sekutu. Artinya, orang yang mencabut pasak itu pasti Sylphie si Pengganggu.

Pada saat yang sama, rasa terikat oleh sulur-sulur gelap itu lenyap. Tiga puluh detik pasti telah berlalu. Namun, kerusakan mental yang dideritanya begitu parah sehingga dengan atau tanpa tiang pancang, itu tak banyak berpengaruh.

Sambil menggertakkan giginya untuk menahan rasa sakit, dia mengangkat wajahnya—dan menatap ke arah orang yang telah mencabut pasak itu.

Dia bahkan lupa akan hangatnya darah yang mengalir di dahinya, dan menghembuskan napas terakhirnya sambil tersentak kaget.

“K-Kamu… Kenapa…?”

"Kenapa? Bukankah sudah jelas? Lagipula, ia adalah Guardianku.

Wind menjawab pertanyaan Noble Lark , tetapi hampir tidak terdengar di telinganya.

Karena satu kenangan tunggal telah menguasai seluruh pikirannya.

Kata itu — Nagi —diucapkan oleh Wind untuk mematahkan keinginannya.

Dia pernah mendengarnya sebelumnya. Nama saudara perempuannya. Nama seseorang. Seorang pasien CCD. Ketiga kalinya. Sebuah percakapan. Tentang dia. Dari temannya.

 

── Adik perempuanku juga menderita penyakit yang sama. Namanya Nagi. Orito… Nagi. ──

 

Jadi begitulah, pikir Noble Lark —tidak, Sasuga Hibari akhirnya mengerti.

“Orito… kun…?”

Masih di bawah tatapan Wind, orang yang kini berdiri kokoh di jalannya— Guardiannya —memakai wajah yang tak lain adalah Orito Keiji.

Rambutnya yang panjang, berwarna cokelat yang dicat sempurna, sedikit bergoyang, dan di telinganya, anting-anting berkilau merah seperti matahari terbenam. Guardian yang berdiri di sana dengan pakaian kasual—begitu canggung hingga terasa surealis—tidak menjawab.

Karena para Guardian tidak memiliki kehendak mereka sendiri. Kecuali Wind memerintahkan mereka untuk berbicara, mereka takkan bersuara. Mereka hanya bergerak atas kehendak majikannya, menjadi pedang atau perisai sesuai kebutuhan. Tak lebih dari sekadar teman yang hampa dan tak bernyawa.

Bahkan Keiji yang dikenal Hibari pun tak pernah memiliki tatapan kosong seperti itu. Tatapan itu mungkin terbakar oleh rasa frustrasi, tetapi tatapan itu juga menyimpan keyakinan teguh setiap kali ia berinteraksi dengannya.

Sesuatu dalam dadanya bergejolak—rasa sakit yang menusuk dan menusuk yang tidak ada hubungannya dengan tubuhnya yang terbanting ke tanah.

(Aku menggunakannya dengan cara yang sama... jadi mengapa?)

Mengapa versi Keiji ini tampak… menyedihkan baginya?

...Jadi kalian saling kenal di sana. Harus kuakui, itu bukan bagian dari rencana.

Sama sekali tidak menyadari siksaan batin yang dialami Sasuga Hibari, Wind mendarat dengan santai di samping Guardiannya dengan sikap percaya diri, seolah-olah semua itu tidak berarti apa-apa.

Dia Guardianku. Namanya Oracle. Ia adalah satu-satunya makhluk yang bisa memberiku 'Kemenangan'. Sebuah simbol harapan itu sendiri. Tidak seperti yang asli dari sisi sana.

Saat dia mengucapkan hal yang asli, sebuah distorsi tersungging di bibirnya—sebuah emosi yang tidak dapat dia sembunyikan tertanam dalam ingatan Hibari.

(Dia pasti meninggalkan sesuatu yang berharga di dunia nyata juga...sama sepertiku.)

Oracle tidak akan mengkhianatiku. Dan dia tidak akan pernah kalah. Ia  Guardian terkuat. Itulah sebabnya aku menyegelnya sampai sekarang. Karena kalau tidak... semuanya akan terlalu mudah.

Kesombongan seperti itu… akan membuatmu terbunuh.”

Itu bukan kesombongan. Itu namanya ketenangan.

Dikatakan bahwa kekuatan seorang Guardian sebanding dengan kekuatan ikatan mereka di dunia nyata.

Hubungan antara Wind —Orito Nagi—dan kakak laki-lakinya Keiji masih belum jelas.

Tapi bagi Wind untuk memperlihatkannya dengan begitu berani… dia pasti cukup percaya diri untuk menghancurkan Noble Lark tanpa usaha.

"Baiklah. Ini agak mengecewakan, tapi aku akan tetap menggunakan pangkalan ini selagi aku di sini.

Dengan senyum penuh kemenangan yang mengembang di bibirnya, Wind mengeluarkan perintah kepada Oracle.

Tanpa senjata, Oracle dengan santai mengangkat satu kaki untuk memenuhi perintah tuannya.

Tak mungkin ini sekadar ketukan ringan untuk menyatakan kemenangan. Jika ia masih bisa menyebut dirinya yang terkuat bahkan tanpa senjata, maka serangan ini pastilah sebuah serangan mematikan—ledakan dan mutlak.

Noble Lark menutup matanya tanda menyerah.

Kalau dia diusir dari sini, markas ini pasti akan jatuh ke tangan pasukan Sylphie si Pengganggu. Hanya itu saja sudah membuat frustrasi.

Namun, yang lebih menyakitkan adalah kesadaran yang terpendam—bahwa tanpa seorang Guardian, dia bahkan tak bisa melukai Wind. Bahwa kekalahannya segampang ini.

(Bahkan setelah meninggalkan kenyataan… jarak sejauh ini masih tetap ada di antara kita. Ah… entah di sisi sana maupun sisi ini… aku hanyalah orang yang setengah-setengah)

Hibari menyadari kalau dirinya egois. Dia sendiri yang salah paham, terbawa suasana, lalu kecewa dan membuang segalanya. Namun, emosi yang memenuhi hatinya yang hancur sama egoisnya dan mustahil dihentikan.

(Suaranya yang mengatakan ia menyukaiku. Kehangatan tangannya di kulitku, seolah berusaha menyembunyikan detak jantungnya. Wajah lelaki yang berbagi frekuensi yang sama.)

Selamat tinggal, Noble Lark . Sebelum medan perang berikutnya... Kuharap kamu jatuh lebih dalam lagi, oke?

Saat tongkat Wind terayun ke bawah, tekanan mematikan yang dapat menghancurkan jiwanya mendekat.

Namun, sesaat sebelum keinginan itu sampai padanya, Noble Lark —Sasuga Hibari—membisikkan keinginannya dengan napas tegang.

 

“Masaomi-kun ──────── tolong bantu aku—”

Oke.”

 

Suaranya sampai padanya.

Dan begitulah, sosok mematikan yang siap mengakhiri hidupnya tak pernah menyentuh Noble Lark.

“…Hah?”

Dia mengerjap tak percaya, menatap sosok yang menolak pengusiran paksa dirinya.

Bahkan sebelum dia mendongak, dia sudah tahu pasti siapa orangnya.

Hei, Keiji. Kamu benar-benar cowok yang paling parah kalau di sini lagi coba tendang pacar orang lain. Aku yang tendang. Enggak—aku baru aja tendang.

Kusonoki Masaomi berdiri di sana, berbalut kesetiaan untuk melindungi semua yang ada di belakangnya. Suaranya hanya terdengar oleh Sasuga Hibari—dalam gelombang suara yang sangat pribadi—saat ia melangkah ke tanah Sisi Astral seolah-olah tanah itu bukan apa-apa.

Itu wajahnya yang biasa dan dapat diandalkan.

Dan terlepas dari segalanya, detak jantung Hibari berdebar begitu kencang hingga tak kunjung tenang. Sakit. Sakit… namun tetap saja membuatnya bangga.

Punggung itu—berdiri di sana untuk melindunginya dari setiap bencana—merupakan wujud sempurna dari seorang Guardian bagi Noble Lark.

Mungkin itu hanya pandangan biasnya. Mungkin itu terlalu berlebihan dalam memuja diri sendiri. Namun hal itu tidak membuatnya menjadi kurang benar.

 

 

 

Sebelumnya  |   Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama