Kokou no Denpa Bishoujo Vol 1 Epilog Bahasa Indonesia

Epilog — Aku Sekali lagi disuruh menjadi ‘Guardian’ oleh Gadis Halu

 


Pemandangan yang pernah dilihat di suatu tempat. Sebuah pemandangan yang terpatri kuat di benak dan tak pernah memudar.

Itulah pemandangan musim panas yang mirip sinyal nyentrik.

Seperti biasa, area di belakang GOR sekolah tampak berantakan dan tak terawat. Insinerator masih teronggok di sana seperti sebelumnya, dan cahaya merah darah dari matahari terbenam, seperti hembusan terakhir matahari itu sendiri, kini bahkan lebih singkat daripada sebelumnya. Hal itu semakin menambah nostalgia yang sunyi. Bahkan suara gagak, meskipun menyeramkan, kini terdengar seperti lagu tambahan dramatis yang membangun klimaks.

Sasuga Hibari berdiri di sana, sama seperti yang dilakukannya hari itu.

Kusonoki Masaomi berdiri di sana, persis seperti yang dilakukannya hari itu.

Tetapi perasaan yang berputar-putar di dalam hati mereka berdua sepenuhnya berbeda.

Masaomi, berdiri di hadapan seorang gadis yang tidak berubah sedikit pun sejak hari itu—masih secantik dulu—hanya bisa merasakan ketegangan yang menyakitkan.

 

※※※※

 

Ketika Masaomi kembali dari Sisi Astral ke Sisi Material dan tersadar kembali, ayah Hibari memasuki ruangan hampir di saat yang sama. Tepat satu jam telah berlalu. Sebuah janji suci.

Ia tidak ingat posisi apa yang ia tempati sebelum mengonsumsi obat itu, tetapi tampaknya, ia telah menyelam sedemikian rupa sehingga setengah badannya menindih badan Hibari yang sedang tidur di tempat tidur. Melihat kejadian malang itu, kesan ayah Hibari terhadapnya pun hancur total.

Jika Hibari tidak kembali tak lama kemudian, laporan polisi bukanlah hal yang mustahil.

Ketika ibu Hibari tiba dengan panik setelah mendengar cerita itu, dia memeluk Hibari dengan erat bak pegulat profesional. Setelah Masaomi berhasil membuktikan bahwa tidak ada hal yang tidak senonoh terjadi, ayah Hibari-lah yang tersisa dan meminta maaf sedalam-dalamnya. Suasananya sungguh heboh.

Entah itu efek samping obat atau akibat dari penyelaman yang lama, Hibari tetap dalam keadaan linglung hampir setengah tertidur sepanjang waktu. Masaomi, yang merasa pusing sendiri, buru-buru mundur. Menolak dengan sopan tawaran orang tua Hibari untuk tinggal makan malam saja sudah merupakan perjuangan tersendiri, tetapi setelah semua yang baru saja terjadi, ia terlalu lelah untuk melanjutkan. Lebih dari segalanya, ia merasakan malu yang luar biasa dari semua hal yang terdengar keren yang ia katakan di Sisi Astral. Versi ideal dirinya itu benar-benar berlebihan. Ia sudah bisa membayangkan dirinya sendiri, dalam waktu dekat, wajah terbenam di bantal sambil berteriak Ughhhhh! dan berjingkrak-jingkrak. Ia bisa dengan jelas membayangkan Hinata berteriak, "Diam dan tidurlah, dasar Onii bodoh!”.

Mengesampingkan momen menyedihkan itu—untuk saat ini—Masaomi mengirimi Hibari satu pesan setelah dia pulang ke rumah malam itu.

Selamat datang kembali. Ayo bertemu lagi di sekolah setelah keadaan membaik.

Tak ada balasan. Namun tak lama kemudian, ia melihat status ‘dibaca’ muncul, dan dengan itu, Masaomi akhirnya bisa tertidur.

 

※※※※

 

Dan sekarang, di depan insinerator sepulang sekolah, Masaomi dipenuhi dengan penyesalan yang mendalam.

Mengapa ia tidak mengirim pesan Ayo ketemuan besok ?

Liburan musim panas—yang pernah dianggap sebagai akhir—terasa terlalu lama tanpa Hibari. Karena ia meninggalkan jeda yang begitu lama, ia jadi punya terlalu banyak waktu untuk berpikir.

Dan sekarang, semuanya sudah terlambat untuk tiba-tiba berkata, Sebenarnya, ayo kita bertemu hari ini. Lagipula, ia masih anak SMA yang pengecut. Jadi, Masaomi tak punya pilihan selain membiarkan sisa liburan musim panas berlalu begitu saja, diliputi pikiran-pikiran gelisah, menunggu semester baru dimulai.

Selain itu, Hibari tidak menghubunginya lagi sejak itu.

Dan yang lebih parahnya lagi, Hibari melewatkan upacara pembukaan. Tanpa disadarinya, ujian keterampilan pasca-libur sudah tiba. Rasanya salah memanggilnya di minggu ujian. Dan tanpa disadarinya—begitu saja—bulan September telah tiba.

Hasil akhir dari pilihan orang bodoh.

—Dan masih saja.

“Rasanya sudah lama kita tidak ketemuan,” katanya.

“Iya, jawab Hibari. Liburan musim panas sudah berakhir. Bagaimana ujianmu, Masaomi-kun?

“Jangan tanya,” katanya sambil mengangkat kedua tangannya sebagai tanda protes— Jangan!

Hibari terkekeh pelan.

Dia tersenyum untuknya.

Senyum itu menghapus semua penyesalan kecil Masaomi dan dengan lembut mendorongnya maju.

“Aku tahu agak aneh berbicara di sini seperti ini secara tiba-tiba…”

"Ya. Sejujurnya, kupikir kita seharusnya pulang bareng saja.”

Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku. Aku cuma ingin membicarakannya di sini.

Tempat di mana sanksi permainan itu dimulai.

Tempat di mana hubungan mereka dimulai.

── Dan kemudian.

“Hibari… Aku tahu ini terlalu mendadak, tapi kumohon, dengarkan aku sampai akhir.”

Jadi, kau memintaku untuk berhenti menyelam dan tinggal bersamamu? Apa itu semacam... tuntutan yang mengikat?

“Aku bukannya memintamu untuk jangan menyelam. Tapi kalau kamu pergi ke Sisi Astral, aku akan sendirian sampai kamu kembali. Nanti aku dicap aneh—pria yang melamun memeluk perempuan di depan umum.

Kedengarannya seperti ancaman. Tapi... kuakui, kedengarannya lucu juga.

“Yang benar saja,” kata Masaomi, tetapi mata Hibari tampak setengah serius.

Mata tetap jernih dan lurus seperti sebelumnya.

── Mata itu…

Jantungnya mulai berdebar kencang. Ekspresi macam apa yang ia tunjukkan sekarang? Masaomi tak bisa melihat dirinya sendiri—sungguh menyebalkan. Apa itu wajah kusam dan biasa-biasa saja yang sama seperti saat pertandingan hukuman yang panas membara itu? Atau...?

“Meski begitu, meski itu berarti berakhir dalam situasi seperti itu… ada sesuatu yang perlu kudengar, Hibari.”

Oke.

Sama seperti dulu—tapi, tidak seperti dulu lagi. Mereka berdua.

Namun anehnya, itu terasa benar.

“Sasuga Hibari-san… Kumohon, putuslah denganku.”

Kalau dipikir-pikir lagi, bahkan sore itu sepulang sekolah, ia sudah merasakan ke sinilah arahnya.

 

※※※※

 

Di samping adik perempuannya—Orito Nagi, yang terbangun untuk pertama kalinya dalam lebih dari setahun—Orito Keiji duduk diam, hanya memegang tangan adik perempuannya yang lemah dan seperti ranting dan berdoa.

“…cha…sa...kit…”

Suaranya, yang sudah lama tidak digunakan, belum bisa membentuk kata-kata yang tepat.

Namun Keiji mengerti.

── Onii-chan. Sakit.

Tentu saja... Tentu saja. Aku menggenggam tanganmu seperti ini...! Aku sudah dewasa, sialan. Menggenggam tangan adik perempuan yang kutinggalkan, meskipun ia terluka dan penuh luka... Aku menggenggamnya seolah takkan pernah melepaskannya...

Keiji tidak tahu apa yang telah dilakukan Nagi di Sisi Astral itu, dunia di dalam pikirannya.

Yang ia tahu hanyalah ketika ia menerima telepon dari rumah sakit dan bergegas ke kamarnya bersama Kasuka, rasanya seperti tempat itu baru saja dihantam tornado lokal. Benar-benar hancur.

Saat itu, Kasuka-lah yang memberikan Keiji dorongan yang ia butuhkan saat dirinya merasa ragu di ambang pintu.

Lebih baik menyesali sesuatu daripada tidak punya apa pun untuk disesali.

Benar. Inilah masa muda yang ia janjikan untuk Nagi. Ia rela meninggalkan sahabatnya, bahkan pacar sahabatnya, demi melindungi ruang ini—kali ini—untuk Nagi.

Setiap kali ia melangkah masuk ke ruangan itu, luka-luka baru muncul di sekujur tubuhnya. Tercabik angin kencang, dihantam peralatan yang beterbangan, dan bahkan ketika tak ada yang mengenainya, darah mengucur deras dari kulitnya bagai kutukan. Sungguh mengherankan ia belum mati.

Setelah apa yang terasa seperti seabad—atau mungkin hanya sejam—akhirnya Keiji sampai di tempat tidur. Ia menggenggam tangan Nagi, yang menyembul dari balik selimut, dalam pelukannya bagai harta karun yang berharga.

Kumohonkumohon

“Gh—!”

Rasa sakit yang menusuk menusuk dadanya, seolah jantungnya tertusuk. Rasanya seluruh tubuhnya seperti tertusuk—dan jika ia melepaskannya, jika ia menyerah sekarang, semuanya akan berakhir. Begitu mudah.

Tetapi baik Masaomi maupun Kasuka tidak akan memaafkan Keiji karena pingsan di sini seperti seorang pecundang.

Dan begitu pula Nagi.

Aku tidak meminta ampun...! Kamu bebas mengutukku, membenciku, maupun balas dendam—apa pun! Cuma...!

Jangan cuma berbaring di sana. Tatap mataku dan jawab aku—!

Perubahannya terjadi seketika dan dramatis. Badai mereda seakan tak pernah terjadi sebelumnya. Tempat perlindungan yang mengamuk kembali menjadi kamar rumah sakit yang tenang. Dan doanya—setidaknya kepada seseorang yang bukan Tuhan—telah mencapai sasarannya.

Beberapa saat kemudian, Nagi perlahan membuka matanya.

Bahkan saat mata mereka bertemu, dan Keiji tetap terdiam karena tidak percaya, tatapan Nagi mengungkapkan banyak hal.

 

── Onii-chan yang satu lagi keren banget. Dia selalu datang menyelamatkanku. Tapi akhirnya... dia juga enggak mau mendengarkanku, kan?

 

Keini merasa seperti bisa mendengar kata-kata tanpa suara. Dengan ekspresi agak kesal, Nagi menatap lurus ke mata Keiji.

Seolah mencoba menjembatani waktu, ruang, dan jarak di antara hati mereka hanya dengan mata mereka.

Maaf... karena sudah menjadi kakak yang buruk. Tapi mulai sekarang, sedikit demi sedikit, aku bersumpah akan selalu ada untukmu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi, jadi... jadi kumohon—tinggallah di sini, sedikit lebih lama. Oke?

Maaf, katanya lagi.

Orito Keiji, yang masih menganggap dirinya sebagai seorang garis keras yang bangga, tidak akan menangis.

Air mata tidak punya tempat di pintu gerbang.

Sedikit demi sedikit, untuk memahami dunia Nagi.

Meski hanya sedikit, untuk melindungi dunia Nagi.

── Wah, aku juga benar-benar berubah menjadi pria denpa sejati, ya.

Wajahnya membentuk setengah senyum, setengah meringis, ia menggenggam tangan adik perempuannya seperti dia ingin menghancurkannya, namun masih menunda menekan tombol panggil perawat— sedikit lebih lama, pikirnya.

“Si cowok pembohong itu... apa ia pikir ia juga masih bertahan seperti ini di sana? Atau dia masih berpura-pura? Pokoknya—yah, cowok-cowok itu memang bodoh, ya...

“Kalian berdua sama-sama bodoh—aku juga bodoh, jadi kita bertiga adalah orang idiot!

Kasuka mengatakannya dengan nada nakalnya yang biasa. Keiji menggoyangkan kepalanya dengan jenaka dan teringat sahabatnya yang berandalan yang tidak ada di sana.

Mungkin karena tidak bisa mengatakan “Semoga beruntung” di hadapannya adalah salah satu alasan mengapa dia menjadi orang yang keras kepala.

ᯤ

※※※※

 

── Aku mengkhianati mata itu.

Atau lebih tepatnya, Masaomi sudah mengecewakannya jauh sebelum pengkhianatan. Ia bahkan belum benar-benar menghadapinya sejak awal. Bajingan macam itu memang ada—namanya Kusonoki Masaomi.

Seseorang seperti Sasuga Hibari tidak pantas mendapatkan pria seperti itu.

Seseorang seperti pria yang suka berbohong karena sanksi hukuman seperti itu seharusnya tidak boleh mendekatinya.

Hibari tampak tenang dari luar, tidak menunjukkan tanda-tanda emosi.

Mungkin dia juga merasakannya.

Bahwa apa pun yang terjadi, segala sesuatunya tidak bisa berjalan seperti semula lagi.

Ekspresi Hibari tidak berubah sedikit pun saat dia menatap Masaomi. Menahan diri untuk mengalihkan pandangannya, Masaomi terus menatap matanya.

Keheningan terus menyelimuti mereka, ditelan oleh bayang-bayang matahari terbenam yang semakin panjang.

Seperti ada tombak yang ditekan ke tenggorokannya—tombak Noble Lark yang sama dari Sisi Astral—ketegangan di antara kedua mantan kekasih ini berderak seperti duel terakhir.

Dan Hibari-lah yang berhasil menembus keheningan yang tampaknya tak berujung itu.

Kali ini.

Suaranya jelas. Tegas.

Kali ini… ini bukan sanksi permainan, kan?”

Itu bukan pertanyaan. Melainkan konfirmasi.

Ya. Itu bukan kebohongan.

Masaomi menjawab dengan mata terbelalak, begitu kering hingga terasa seperti akan berdarah.

Aku benci kebohongan. Tapi... aku lebih benci lagi kalau ada yang tidak mau mengatakan yang sebenarnya.

Ekspresi Hibari seketika berubah. Begitu keseimbangannya hancur, segalanya hancur dalam sekejap. Dirinya hancur berkeping-keping. Begitu saja. Itu bukti betapa besar kepercayaannya pada Masaomi.

Tanpa peduli roknya menjadi kotor, dia menjatuhkan diri ke tanah, menutupi wajahnya dengan kedua tangan, gemetar—entah karena malu, sedih, atau kecewa.

Masaomi sudah mengetahuinya sejak lama.

Tidak ada emosi di wajahnya? ── Ya, benar.

Suara yang tenang? ── Tidak mungkin.

Lagipula, Hibari selalu meraih dan menyentuh jepit rambutnya. Motif berbentuk sayap itu—dia selalu menggenggamnya tanpa sadar ketika ingin melarikan diri ke dalam dunia idealnya. Itu berarti dia sedang menanggung sesuatu.

Ekspresi seperti topeng itu, suara tegang yang berusaha keras agar tidak gemetar—Masaomi mengenali semuanya.

Itu adalah gelombang denpa beracun yang sama yang selalu dipancarkannya terhadap teman sekelas dan pelamar yang gigih. Namun medan listriknya, dinding pertahanannya—tidak berhasil pada Kusonoki Masaomi.

Karena dia bisa menangkap frekuensi Sasuga Hibari dengan keras dan jelas.

Jadi sebelum intinya benar-benar runtuh—ia mengirimkan sinyalnya sendiri.

 

Sasuga Hibari-san... Aku menyukai denpa-mu. Kumohon—sekali lagi, apa kamu mau berpacaran denganku?

Hibari perlahan menurunkan tangannya yang menutupi wajahnya, memperlihatkan senyum berkaca-kaca yang pernah ia kenakan di Sisi Astral.

Matanya berbicara dengan jelas— Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan.

Masaomi diam-diam melangkah maju dan membantunya berdiri dengan tangannya.

Hibari terasa ringan, seperti cangkang kosong. Dengan lembut, Masaomi menopangnya dan berkata,

Aku benar-benar tak tahan membayangkan melanjutkan hubungan palsu yang dibangun di atas kebohongan. Aku tahu ini egois, tapi aku ingin melenyapkan semua yang tercipta dari sanksi permainan itu... dan memulai dari awal. Jadi—ini adalah pengakuan terburuk dan parah yang bisa dibayangkan. Lebih buruk dari sanksi permainan. Tapi ini kebenaran. Aku yang sebenarnya, tanpa satu pun kebohongan.

Inilah wajah asli Kusonoki Masaomi—pria membosankan yang berpura-pura menjadi pacarmu.

Sarafnya hampir putus. Pikirannya terasa kosong. Meski begitu, entah bagaimana Masaomi berhasil mengatakan apa yang perlu ia katakan. Apa yang harus ia katakan.

…Itu saja?

Suara Hibari tajam dan keras. Seperti dugaannya. Sebuah pengakuan yang begitu berat sebelah, begitu egois—tak mungkin itu baik-baik saja. Kamu takkan bisa asal mengatakan “Aku menyukaimu atau Ayo berpacaran, atau menyebutnya permainan lalu putus. Seharusnya memang begitu.

Maka Masaomi pun berbicara sambil menyeka keringat di telapak tangannya yang basah ke celana seragamnya—keringat itu bukan karena panas, melainkan karena rasa bersalah—seolah-olah mengakui dosa-dosanya.

Sama seperti di Sisi Astral, Hibari-lah yang akan menghakimi. Ia hanya perlu mengungkapkan perasaannya.

Karena itulah pengakuan yang sesungguhnya. Sebuah pertaruhan serius, semua atau tidak sama sekali.

Aku belum pernah membahas ini sebelumnya, tapi... tepat sebelum masuk SMA, aku hampir mati dalam kecelakaan mobil. Aku koma beberapa lama. Dan selama itu, aku berpikir— Wah, orang-orang memang mati begitu saja. Jadi kupikir apa yang terjadi, atau seberapa dalam perasaanku, tidak penting. Ketika saatnya mati, itu terjadi begitu saja. Jadi, tidak ada gunanya berusaha sekuat tenaga. Aku akan puas hanya dengan menjalani hidup biasa.

Masaomi terus melanjutkan.

Tapi kemudian aku bertemu denganmu. Mengobrol denganmu. Kita akhirnya ....mulai berpacaran. Dan aku mulai berpikir, mungkin tidak memberikan segalanya akan sia-sia. Kehidupan yang biasa-biasa saja, membosankan, dan biasa-biasa saja itu? Persetan dengan itu.

Ya ampun, Masaomi meringis menyadari betapa kikuk perkataannya—bahkan pada dirinya sendiri.

Ada banyak sekali yang ingin ia katakan, tapi ia tidak dapat mengungkapkannya.

Dulu di Sisi Astral, Masaomi bisa mengatakannya begitu mudah. Tapi di dunia nyata, ucapannya terdengar blepotan. Kesenjangan antara ideal dan kenyataan—mungkin itulah mengapa para Penyelam Astral merindukan dunia lain itu.

Meski begitu, saat ini, ia dan Hibari berdiri kokoh di dunia nyata. Jika frekuensi mereka tak selaras, jika sinyal denpa mereka tak berhasil—maka ia terpaksa melemparkan hatinya pada Hibari.

Masaomi tidak tahu seperti apa raut wajahnya.

Namun Hibari, yang setengah menangis, menatapnya dengan mata terbelalak—jadi itu pasti pemandangan yang luar biasa.

“Aku harus menyelamatkan dunia.”

Hibari pernah mengatakan hal yang sama sebelumnya, saat dia mencoba mendorong Masaomi menjauh.

Dengan caranya sendiri—mungkin karena pertimbangan atau ketulusan—dia menawarkan metode untuk melindungi dirinya dari denpa.

Penolakan yang tegas. Tapi kali ini, Masaomi tak bisa mundur.

Aku tahu. Makanya... biarkan aku menunggangi denpa penyelamat duniamu. Meski aku hanya suara bising bagimu... aku tetap ingin berada di sisimu.

“Kedengarannya seperti dipaksa masuk ke dalam sanksi permainan.”

Kata-katanya menusuk sangat dalam, dan Masaomi menunduk melihat kakinya karena malu.

Sekalipun dirinya pantas mendapatkannya… mengetahui perasaannya tidak sampai padanya sungguh menyakitkan.

“Apa kamu tahu seberapa sedihnya aku ketika aku menyadari hubungan kita dimulai karena sanksi permainan?”

"...Ya. Aku tahu. Aku memang pria brengsek. Benar-benar pria kurang ajar.

Kamu membuatku merasa bisa menerima segalanya—Sisi Astral, Sisi Material, semuanya. Kamu mengangkatku ke surga... lalu langsung menjatuhkanku ke neraka. Dan bahkan setelah semua itu, kamu masih saja mengatakan hal-hal ini. Bukannya menurutmu itu sangat egois?

── Ya. Ini gawat.

Bahkan seseorang yang tidak peka dan membosankan seperti Masaomi dapat merasakannya dengan jelas. Nada bicara Hibari dingin, logikanya tajam. Ia mengutuknya dengan ketenangan yang mencekam.

Masaomi sudah tahu hal ini akan terjadi. Ia sudah menyiapkan diri. Namun—ditolak oleh orang yang dicintainya jauh lebih menyakitkan daripada yang bisa ia tanggung.

...Maaf. Sungguh. Jadi, silakan—putuskan sambunganku. Akhiri dengan bersih.

Seorang bajingan sepertiku, yang membuat Hibari merasa seperti ini, seharusnya ambruk begitu saja ke dalam senja seperti sampah—

 

“Tapi orang yang pertama kali mengangkatku ke surga… tetaplah kamu, Masaomi-kun.”

 

…Hah?

Jangan pasang wajah seperti itu, Masaomi-kun. Aku belum memberimu jawabanku."

Menghadapi penolakan, Masaomi tampak begitu putus asa, begitu menyedihkan, dan benar-benar konyol.

“Jika kamu menangis karena ini… itu pasti berarti sesuatu.”

Itulah sebabnya Kusonoki Masaomi bahkan tidak menyadari bahwa dirinya sedang menangis.

“Ap… huh… tunggu, apa aku menangis?”

Seperti benar-benar berantakan. Tapi—melihatmu terpuruk seperti itu, rasanya agak lucu. Berbeda dari wajah datarmu yang biasa. Melihatmu sekarang, jelas sekali bahwa apa yang kita alami hanyalah sanksi permainan. Kau terlalu putus asa.

Jari-jari Hibari yang panjang dan ramping dengan lembut menyeka air mata dari pipi Masaomi.

Sentuhan itu hangat dan lembut. Namun, Masaomi merasa bisa menerimanya, meskipun ternyata itu akan menjadi perpisahan terakhirnya.

Masaomi, sekarang dalam kebingungan total, tidak tahu lagi apa yang dipikirkan Hibari.

Apa maksudnya semua ini? Apa ini baik atau buruk? Apakah ini denpa atau normal?

Apa dia… punya hak untuk tetap di sisi Hibari?

“Aku adalah seorang Penyelam Astral. Jika sesuatu terjadi di Sisi Astral, aku harus memprioritaskannya sebagai Yang Mesianik.

Aku tahu. Dan itulah alasannya—di sana, aku ingin kamu menjadikanku Guardianmu lagi. Sekalipun aku bukan pacarmu di dunia ini.

Masaomi tak kuasa menahan diri untuk tak menatapnya. Menyedihkan, dan dirinya sadar betul. Tapi jika berusaha bersikap tenang berarti kehilangan Hibari, itu merupakan sesuatu yang akan ia sesali bahkan sampai mati.

Kalau kau putus asa, kau harus menunjukkannya.

Ada seulas senyum getir. Sangat pahit—tapi tak salah lagi, itu tetap senyum Hibari.

“Sejujurnya—kamu sama sekali tidak normal.”

“Jika itu demi dirimu, Hibari, aku tidak perlu menjadi normal.”

“Jadi kamu membuang gelar pacar pertamaku dan puas menjadi yang kedua?”

“Eh… baiklah… kurasa… ya?”

Kamu memang abnormal. Tapi... mungkin itu bukan hal yang buruk. Malahan, mungkin lebih baik begitu.

Ia pasti menunjukkan ekspresi kebingungan, karena Hibari memberinya jawaban dengan senyum nakal yang dapat membuat dewi cemburu.

Kalau kamu sampai segitunya, maka aku tetap menjadikanmu sebagai Guardianku—Guardian dari Noble Lark, Empat Kilatan Surgawi Bunga Angin Peringkat Tiga. Anggap dirimu merasa terhormat, oke? Selain itu… aku tidak ingat pernah menolakmu sebagai pacarku, Masaomi-kun. Iya, ‘kan?”

Senyum puas dan penuh kemenangan yang diperlihatkan Hibari saat itu—Masaomi tidak akan pernah melupakannya seumur hidupnya.


Penuh kegembiraan, Masaomi mengeluarkan gemuruh perayaan pertama dalam seluruh hidupnya.

Entah itu denpa atau apa pun—ini bukan lagi sanksi permainan. Beginilah seharusnya pengakuan yang sesungguhnya.

Itu bukan sanksi permainan, tetapi burung gagak tetap saja berisik sekali, sinar matahari putih tidak memberi ruang bagi mata, cuaca panas, poninya menempel di dahinya dengan bau keringat—semuanya, musim panas yang biasa untuk siswa kelas 2 SMA.

"Hei, Hibari. Tadi, waktu kamu bilang 'mungkin itu lebih baik', apa maksudmu?

Dengan tatapan yang seolah berkata, Oh? Kamu tidak mengerti?, Hibari—tetap—sangat cantik.

“Karena… pepatah bilang kalau cinta pertama tidak pernah berhasil.”

Di musim panas ketika orang paling nyentrik di sekolah, Sasuga Hibari, menyiarkan sinyal denpa-nya dengan keras dan jelas—dan Masaomi menerimanya dengan keras dan jelas—

Kusonoki Masaomi mendapatkan pacar keduanya.

Begitulah musim panas yang penuh denpa ini berakhir.

 

 

Sebelumnya  |   Daftar isi  |  Selanjutnya

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama