
Bonus Cerita Pendek — Pada suatu hari, Secangkir Teh yang Diberkahi
――――Kebun
Rumah Keluarga Tendou.
Sambil
ditemani cangkir teh dan kue-kue favorit yang sudah
disiapkan untuk pesta teh, aku merasakan aura yang luar biasa di sekelilingku, mengawasi para kucing garong lainnya dengan tatapan
tajam.
“““…………………………”””
Jika dalam adegan manga, mungkin akan ada efek suara ‘gogogogogo...’ karena suasana di dalam kebun
dipenuhi dengan tekanan yang mengintimidasi.
Suasananya mirip seperti
dua ahli yang saling mengamati langkah satu sama lain, hampir seperti mereka
sudah siap untuk meraih senjata di pinggang.
“Fufufu...
Selamat datang, para kucing garong kelas
kakap. Selamat datang di pertemuan untuk memuja dan
menghormati Tendou Hoshine. Seperti yang bisa kamu
lihat, aku sudah menyiapkan gelas perayaan.”
Sejujurnya,
perkataanku tadi cuma
gertakan. Tapi aku tidak bisa menunjukkan celah sedikit pun kepada para kucing garong
ini.
“Ini
adalah sikap yang terpuji.”
Dengan
cangkir teh yang memiliki suhu yang pas, aku meneguknya untuk menghilangkan
dahaga.
Miu juga,
dengan sedikit senyuman di sudut bibirnya, dengan anggun meletakkan cangkir di
atas piring.
“Rupanya
kamu sudah menyiapkan gelas untuk merayakan kemenanganku
sendiri.”
“Kamu boleh bersenang-senanglah khusus untuk hari ini. Yang namanya pemenang memiliki hati yang lapang dada. Mereka
bisa mengabaikan omong kosong pecundang
yang salah mengira dirinya sebagai pemenang.”
Percikan
api yang tak kasat mata mulai
berhamburan di antara Miu dan aku.
Otoha
diam-diam menatap percikan-percikan yang tak terlihat, namun nyata di antara
kami. Gadis ini selalu pendiam, tapi hari ini sedikit berbeda. Entah bagaimana,
dia tampak lebih santai.
“Oh,
ada apa, Otoha? Kamu bahkan lebih pendiam dari biasanya.”
“Bisa
jadi Otoha-san yang
sangat berbakat ini menyadari bahwa dirinya
yang kalah kali ini.”
“……………………”
Otoha menyesap minumannya dengan santai selama
sekitar lima detik. Setelah
itu, dia kembali menghabiskan tujuh detik untuk meletakkan cangkir di piring
mengikuti Miu.
“…Kalian
berdua sangat imut ya.”
““Hah?””
Ketenangan
Otoha. Ini mirip seperti,
ya, mirip seperti orang dewasa yang sedang melihat anak-anak.
Seorang
mahasiswi menyebalkan yang mengalami
cinta orang dewasa (haha) dan melihat gadis SMA dengan tatapan hangat
seolah-olah berkata “manis
sekali!”.
“…Rasanya nostalgia banget. Aku juga pernah mengalaminya.”
““Hah?””
“…Ayo silakan, lanjutkan? Karena itu
akan membuatku
tersenyum.”
““Hahhhhhh~~~~~~~~~~~~!?””
Dia merasa sudah menang! Kucing garong kelas kakap ini
merasa kalau dirinya sudah
menang!
Tapi kalian berdua masih sangat naif sekali, Otoha!
Dan Miu!
Aku juga
bisa melihat bahwa semua itu hanya gertakan!
...............................Ini
hanya gertakan saja, ‘kan? Iya kan? Katakan iya.
“…Hmph,
baiklah. Jika kamu bilang begitu, mari kita mulai――――”
Pemenangnya
adalah aku. Hari ini, di sini! Aku akan membuat mereka mengerti!
“――――Pertemuan
Laporan Kencan!”
Hal ini
terjadi pada suatu hari, beberapa waktu setelah masalah
keluarga Eito selesai.
“Dibutuhkan
sanksi untuk para pelanggar
perjanjian.”
Perjanjian
Antar Kucing Garong.
Perjanjian
yang singkat dan rapuh itu hanya menjadi formalitas belaka kurang dari sehari
setelah ditandatangani.
Ketika
kami menyelidikinya, ternyata berantakan, karena kami bertiga melanggar
perjanjian.
Sanksi
untuk pelanggaran perjanjian seharusnya ialah
berperan sebagai asisten kucing garong
lainnya.
Namun, karena
semua orang melanggar perjanjian (meskipun Miu mengklaim bahwa dia tidak
melanggar, kita abaikan saja), janji untuk patuh sebagai asisten juga tidak
bisa dipercaya.
Oleh
karena itu, kesepakatan yang kami dapatkan ialah “Aku, Otoha, dan Miu masing-masing
akan berkencan dengan Eito selama satu hari”. Tentu
saja, selama kencan tidak boleh campur tangan. Pengawasan juga dilarang. Kencan
itu sendiri juga harus disetujui oleh Eito setelah masing-masing mengajukan
permohonan. Singkatnya, ini mirip dengan apa yang kulakukan dengan Otoha
sebelum liburan musim panas. Dan pertemuan hari ini merupakan melaporkan bagaimana kencan
masing-masing berlangsung.
Mengapa
kita bertiga saling melaporkan? —Jujur saja,
untuk mencari tahu.
Seberapa
jauh hubungan mereka dengan Eito
sudah berkembang.
“Baiklah,
pertama-tama, aku yang duluan.”
Tak
kusangka, rupanya Miu lah yang mengambil langkah
pertama.
(Apa jangan-jangan...
kencannya dengan Eito
berjalan sangat baik!?)
Aku
berusaha sekuat tenaga agar tidak terlihat berkeringat.
“Aku
melakukan kencan rumahan dengan Eito-sama.”
““――――Kencan di rumah…!?””
Ketegangan
dan ketakutan.
Kata ‘kekalahan’ melintas di benakku. Otoha juga menunjukkan ekspresi
terkejut. Padahal sebelumnya dia sangat percaya diri. Namun, aku bisa memahami
perasaannya.
Ada
banyak pilihan. Dengan kekayaan dan sumber
saya keluarga Shigenin,
dia seharusnya bisa pergi ke luar
negeri.
Dari
semua pilihan yang tersedia, Miu justru memilih untuk berkencan di
rumah.
Berani. Dia sangat berani…!
Dan
langkah tersebut adalah sesuatu
yang tidak bisa kulakukan. Karena dalam kasus aku, kencan di rumah tidak bisa
dianggap sebagai kencan di rumah. Karena itu akan terasa seperti biasa! Eito
sudah tinggal dan bekerja di rumahku!
“…Lalu?”
Namun.... setelah
berhasil menenangkan dirinya, Otoha dengan tenang bertanya kembali.
“…Apa saja
yang sudah kalian lakukan di rumah?”
“Pertama-tama, aku mengajak Eito-sama mengelilingi kediamanku, lalu
menyajikan kue teh yang dipesan khusus, dan kami mengobrol. Setelah itu, kami
berjalan-jalan di taman...”
“…Apa
itu benar-benar kencan di rumah?”
“Kamu bilang
apaan?”
Aku
segera ikut menyela jawaban Otoha.
“Kamu masih
saja naif seperti biasanya ya, Miu. Apa yang kamu lakukan
bukanlah kencan.”
“Ti-Tidak, jelas-jelas itu kencan rumah yang luar
biasa!”
“Tapi bukannya itu sama saja dengan mengundang teman ke rumahmu untuk bermain!”
“Ugh...!”
Sepertinya
aku menyinggung perasaannya. Seperti
yang kuduga, suasananya tidak terlalu menyenangkan!
“…Kegiatan semacam itu memang bisa menjadi
kencan di rumah jika dilakukan oleh pasangan.
Tapi saat ini, Eito dan Miu hanyalah teman.”
“Bagimu
itu mungkin kencan di rumah, tetapi bagi Eito itu tidak lebih dari sekadar
pertemanan! Seranganmu tidak berhasil!”
“Kuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!”
Fyuh.
Sepertinya bagian Miu
berhasil bertahan.
Selanjutnya...
“Otoha.
Mari kita dengar. Soal kencanmu.”
“…Hmph.
Hoshine. Kamu yakin takkan menyesalinya nanti?”
“Apa
maksudmu?”
“…Hoshine
dan Miu mungkin akan merasa cemburu.”
Otoha
tersenyum kecil seakan-akan
sedang mengejek kami.
“Baiklah.
Ayo, siapa takut!”
“Aku
akan menerimanya!”
“…Kami melakukan kencan ala Diva.”
““Ke-Kencan
ala Diva…!?””
Kejutan lain. Sebuah dampak baru langsung menghantam
otakku.
Dia
memiliki gelar khusus Diva! Dia memanfaatkan keunggulan itu tanpa ragu! Ini contoh sempurna untuk tidak mempedulikan keadaan!
“Se-Secara spesifiknya, apa saja yang kamu lakukan?”
“...Aku
pergi mengunjungi lokasi konser yang akan
datang. Bersama dengan Eito. Hanya aku dan Eito di lokasi itu. Hanya ada kita berdua saja... dan
aku berdiri di atas panggung, mempersembahkan lagu. Konser istimewa yang
dikhususkan hanya untuk Eito...”
““…………!?
””
Tak
disangka-sangka! Sempurna! Dia
telah memanfaatkan gelar Divanya sebaik mungkin,
situasi yang sempurna! Sebuah pertunjukan yang tidak memalukan dengan sebutan kencan ala Diva!
“...Setelah
selesai bernyanyi, Eito bertepuk tangan dan memujiku. Dan... dirinya memberiku surat.”
“Surat?
Jangan-jangan, dia menuliskannya? Pendapat tentang lagu...!”
“...Hahaha.
Dari surat itu, bisa dilihat. Berbeda dengan Miu, Eito tidak melihatku dari
sudut pandang teman. Isi yang penuh kasih sayang.”
Bukan
dari sudut pandang teman... begitu!?
Apa jangan-jangan Eito memandangnya dari
sudut pandang kekasih...?
“...Surat itu berisi komentar mengenai
jalur lokasi, kekhawatiran tentang keamanan, komentar tentang pengaturan dan
pertunjukan, serta peralatan. Sangat jelas bahwa Eito melihatku dari sudut pandang
calon suami.”
“Bukannya itu cuma sudut
pandang dari manajer?”
“..........................!?”
“Kenapa
kamu kelihatan terkejut begitu? Bagaimana pun juga, isi suratnya itu jelas-jelas bukan sudut pandang
kekasih.”
Justru
aku yang terkejut tanpa alasan. Hah... rasanya bikin
jantungan saja.
“...Bagaimana
denganmu, Hoshine?”
“Bener banget.
Tendou Hoshine. Kamu sendiri, kencan seperti apa yang
kamu lakukan?”
“Kencan
seperti apa, ya... jika harus aku katakan, ‘bermacam-macam’.”
“...Aku
dan Miu sudah berbicara baik-baik.”
“Bukankah menurutmu rasanya sedikit
kurang berkelas jika hanya satu orang yang mengelak?”
“Aku
tidak sedang mengelak. Persis seperti yang kukatakan.
Hahaha... mencoba menjatuhkan Eito hanya dengan satu jenis kencan, seperti
kencan di rumah atau kencan penyanyi, meskipun istimewa, tetap saja itu cuma setingkat kucing garong!”
“………….”
“Jangan-jangan...!”
“Ya,
benar sekali! Aku sudah melakukan berbagai macam kencan!”
““――――...!””
Otoha dan
Miu ternganga. Mereka dibuat tercengang.
Seolah ingin mengatakan, “Oh, aku tidak pernah kepikiran begitu!” Ahahaha! Naif, naif, mereka masih sangat naif! Memang
waktu yang diberikan hanya satu hari! Tapi, tidak ada aturan yang melarang kita
hanya melakukan satu jenis kencan!
“Itu
bukan sekadar berbagai jenis kencan! Ini adalah kencan yang berdasarkan
berbagai pendekatan yang telah kurancang sebelumnya!”
“Hal
seperti itu! Pada akhirnya hanya pengulangan dari strategi yang gagal!”
“Jangan bikin aku ketawa! Diriku yang dulu lah yang gagal! Bukan diriku yang
sekarang! Aku tumbuh dan berevolusi setiap hari! Lagipula, menggunakan strategi
yang sama juga merupakan bagian dari perhitungan!”
“...Eh?
Jangan-jangan... menargetkan perbedaan...?”
“Bagus
sekali, Otoha... Tepat sekali! Justru karena sama, perbedaan antara aku yang
dulu dan aku yang sekarang akan semakin terlihat! Jika kamu berpikir ini hanya
pengulangan, kamu akan terbakar!”
“Ugh...!
Baiklah, ceritakan padaku!”
“...Hoshine,
kencan 'bermacam-macam' apa yang kamu lakukan?”
Ah,
rasanya menyenangkan! Melihat dua kucing
garong kelas kakap ini merasa kesal rasanya sangat menyenangkan!
“Kami berbagi payung berdua! Menaiki kereta bersama! Bermain permainan papan! Pergi ke Wonder Festival
Land!”
“...Jadwal
yang padat.”
“Lalu,
bagaimana?”
“Tentu
saja, aku dikalahkan di semua perjalanan!”
“...Kamu dengan percaya diri mengumumkan
kekalahan.”
“Rasanya
menyegarkan, ya.”
“Aku
tidak ingin mendengar itu dari kalian!”
Habisnya...
habisnya, mau
bagaimana lagi ‘kan...!
Jantungku
selalu berdebar sangat kencan saat kami berbagi payung
bersama, berdesakan di dalam kereta membuatku
bergetar, aku hampir
pingsan karena kata-kata manis saat bermain board game, dan di Wonder Festival
Land, hatiku terpesona oleh Eito yang nakal...! Bukan aku yang menjatuhkan, tapi
aku yang dijatuhkan!
“Jadi,
pada akhirnya kita...”
“...seperti
biasa, kita semua gagal.”
“Sekali
lagi, kita semua mengalami kekalahan total.”
Pertemuan
laporan ini sudah mulai menyerupai pesta untuk merayakan kerja keras kita.
“...Jadi,
baiklah, sambil merayakan kekalahan, bagaimana kalau kita bersulang?”
“Untuk
apa?”
“...Untuk
persahabatan kita?”
““…………Baiklah,
kalau begitu....””
Aku
merasakan firasat yang kuat. Jika
salah satu dari kami berhasil menjalani hubungan
romantis dengan Eito suatu hari
nanti.
Ketika
saat itu tiba, kami pasti akan bersulang seperti ini.
Sebuah
gelas untuk merayakan kebahagiaan teman.