Chapter 3
Jenazah
itu ditemukan di bawah jembatan layang
daerah terpencil. Tempat itu sering digunakan sebagai
tempat tinggal sementara bagi para tunawisma, di mana polisi
melakukan pengusiran berulang kali. Oleh karena itu, wanita yang menemukannya
awalnya menganggapnya hanya sampah. Apalagi
jenazah itu dibungkus dengan terpal biru yang semakin memperkuat kesannya. Besar dan tidak berbentuk,
tampaknya sulit untuk dibuang. Jelas-jelas
terlihat bahwa itu merupakan
barang yang dibuang secara ilegal. Sebenarnya, saksi
mata sempat ingin melewati ‘sampah’ itu.
Namun,
dia tidak jadi melewatinya
karena melihat ada sepatu yang mencuat. Ketika melihat ada kaki bersepatu yang mencuat
dari terpal biru, saksi mata
segera melaporkannya kepada polisi.
Itu adalah keputusan yang bijak. Jika dia melihat isinya, dia mungkin akan
memimpikannya selama enam bulan ke depan.
Di dalam
terpal tersebut terdapat jenazah
seorang gadis kelas dua SMA yang bernama Marui
Mitsuko. Penyebab kematiannya diduga akibat kehilangan darah, tetapi kebenarannya masih belum
diketahui. Hal ini disebabkan oleh banyaknya bekas pukulan dan luka akutan di
tubuhnya. Bahkan petugas kepolisan pun tertegun
ketika melihat jejak kekerasan yang mengerikan di seluruh
tubuhnya. Apa alasan di balik kematian tragis gadis
ini? Marui Mitsuko sudah beberapa hari dilaporkan menghilang, dan
polisi sedang mencarinya. Namun hasilnya justru begini.
Orang tua
Marui Mitsuko sangat terguncang melihat keadaan putri
mereka yang telah berubah seperti itu, sehingga mereka bahkan tidak bisa
berbicara dengan baik. Tidak mengherankan. Kejamnya kenyataan melampaui
imajinasi mereka.
Di paha
Mitsuko terdapat luka yang tampak seperti diukir paksa dengan pisau cutter. Luka yang menjalar secara
radial itu kemudian disebut ‘kupu-kupu’. Di bagian dalam paha yang
ramping, akup berwarna merah kehitaman terbuka dengan susah payah. Luka yang
mengerikan itu telah menjadi bahan pembicaraan sejak penemuan jenazahnya. Luka yang terukir dengan
kekuatan hampir seperti ditusukkan itu mencerminkan abnormalitas dari
pembunuhan sadis ini.
Setelah
itu, polisi sering kali berhadapan dengan mayat yang memiliki bekas luka ‘kupu-kupu’.
Pada saat sekitaran jenazah Marui
Mitsuko ditemukan, Inspektur Irumi
Touko dari Kepolisian Metropolis
Tokyo sedang membuat laporan tentang seorang siswa SMA yang mengakhiri hidupnya dengan gant*ng diri
di area jungle gym taman umum. Namanya
Nozumi Kenta, berusia enam belas tahun. Penyebab kematiannya adalah sesak napas
akibat gantung diri. Penemunya adalah seorang lelaki tua yang sedang
berjalan-jalan dengan anjingnya di dekat situ.
Sebenarnya,
kasus bunuh diri memang selalu
hal yang menyedihkan, tetapi ketika itu melibatkan seorang siswa SMA, kasus itu menjadi lebih serius. Sambil
memeriksa foto-foto Kenta semasa hidupnya,
Irumi menghela napas panjang.
Wajahnya yang tampan terlihat kelelahan. Melihat keadaan Irumi, Takakura yang lebih muda
menyapanya dengan nada ringan.
“Bagaimana,
Irumi-senpai?”
“Apa
maksudmu?”
“Itu
yang ditemukan kemarin pagi, ‘kan?
Penemunya panik dan tidak bisa menjelaskan dengan baik. Apa akhirnya ada unsur
kejahatan?”
“Tidak,
itu murni bunuh diri. Hasil autopsi juga
menunjukkan demikian, dan secara
pribadi aku tidak meragukannya.”
Ditambah
lagi, terdapat surat wasiat yang ditulis tangan dengan
rapi di jungle gym tempat Nozumi Kenta mengakhiri
hidupnya,. “Terima
kasih atas segalanya. Aku
akan mati,” hanya
itu yang tertulis dalam surat wasiat yang terlalu sederhana, tetapi jelas-jelas itu merupakan tulisan tangannya.
“Tapi,
rasanya ada yang aneh,”
“Apanya yang aneh?” balas Takakura
“Akhir-akhir
ini, pola seperti ini terlalu sering terjadi.”
Irumi berkata sambil mengetuk
permukaan tablet dua kali.
“Toride Namiko,
Tabata Yuusaku, Kai Masako, Yamada Natsume, Murai
Hatsuyo, Igashira Kouhei,
Nozumi Kenta, dan Kimura Tamio. Hanya dalam bulan ini, delapan remaja yang sebaya telah bunuh diri. Selain
itu, mereka semua meninggalkan surat wasiat dan dengan jelas menyatakan bahwa
itu adalah bunuh diri.”
“…Itu benar-benar topik pembicaraan yang
tidak menyenangkan.”
“Ini
bukan hanya pembicaraan yang tidak menyenangkan, tetapi juga aneh. Mereka semua
mulai berperilaku aneh lebih dari dua minggu sebelum kematian mereka, dan
kecuali Kimura Tamio, semua meninggal di pagi hari.”
Kali ini,
kasus Nozumi Kenta juga demikian, lanjut Irumi. Nozumi keluar rumah sekitar
pukul empat pagi dan menuju taman terdekat, di mana ia ditemukan meninggal gant*ng diri di jungle gym.
“Seandainya
saja
ada orang di taman pada waktu itu,
mungkin seseorang akan menghentikannya.”
“Ya,
itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan di siang bolong. Namun, salah satu dari
tujuh orang ini… Kai Masako, ditemukan meninggal
dengan lehernya diakut menggunakan pisau cukur di kamar mandi rumahnya sekitar
pukul empat pagi. Kurasa
kita tidak bisa mengatakan dia melakukannya untuk menghindari perhatian publik.
Lalu ada kasus Yamada Natsume. Dirinya
juga mengakhiri hidupnya dengan
melompat dari atap gedung apartemennya sekitar waktu yang sama, tetapi sebagai
seorang penghuni, dirinya bisa
bebas keluar masuk.”
“…Begitu ya.”
“Kesimpulannya,
fakta bahwa ada tujuh kasus bunuh diri pada pukul empat pagi itu sendiri saja sudah aneh.”
“Mungkin
kedengarannya kurang pantas untuk mengatakannya seperti ini, tapi rasanya agak menyeramkan, seolah-olah mereka terkena kutukan.”
“Tapi
kurasa aku takkan sanggup menanggung kengerian yang akan terjadi jika itu bukan
kutukan.”
Irimi mengatakannya dengan wajah
serius. Memang benar. Kematian yang terjadi tanpa adanya intervensi
supranatural, hanya berlangsung dengan tenang, merupakan
mimpi buruk yang mudah dipahami.
“Aku berpiki
ini mungkin kasus bunuh
diri massal.”
“Bunuh
diri massal? Apa mereka saling mengenal?”
“Tidak,
ketujuh orang itu tidak memiliki kontak satu sama lain. Sekolah yang mereka
hadiri, tempat tinggal, dan tanggal kematian mereka semua berbeda. …Yang
mungkin terjadi adalah mereka menggunakan situs bunuh diri massal untuk saling berhubungan dan berjanji untuk mati bersama…”
Dengan kata
lain, pola semacam ini
biasanya dikenal sebagai ‘bunuh
diri ganda online’.
Seseorang yang ingin mati mencari orang lain yang juga ingin bunuh diri di
internet, dan saling curhat tentang rasa sakit yang mereka rasakan saat mereka
meninggal. Bunuh diri ganda online
tidak selalu terjadi pada waktu yang sama di hari yang sama. Para siswa yang
meninggal bahkan tidak perlu memiliki keterkaitan
sama sekali.
Namun, Irumi masih merasakan kejanggalan. Entah
dalam artian baik maupun buruknya, anak-anak yang mencoba
melakukan bunuh diri melalui internet memiliki pola tertentu. Dibandingkan
dengan itu, ketujuh orang kali ini tampak sangat individualis dan tidak
terarah. Meskipun cara dan tanggal bunuh diri mereka berbeda-beda, tapi waktu kematian mereka yang
anehnya sama. Seolah-olah mereka tidak saling berkoordinasi, tapi mengikuti
sesuatu yang lain…
“Apa
tidak mungkin untuk memeriksa akun medsos
dari ketujuh orang yang meninggal itu?”
“Aku
sudah memeriksanya. Namun, tidak ada sesuatu yang
signifikan. Akun mereka sangat bersih. Kata-kata tentang keinginan untuk mati
hanya muncul dalam konteks candaan.”
Mereka
yang mempertimbangkan bunuh diri biasanya akan mengisyaratkan penderitaan sehari-hari atau
pikiran tentang kematian, tetapi akun Nozumi Kenta hanya menyisakan cuitan
sepele tentang pelajaran dan klub sepak bolanya, serta kecemasan biasa tentang
masa depan.
“Selain
itu, ketujuh orang itu tidak terhubung melalui
media sosial. Tentu saja, ada kemungkinan mereka menggunakan
aplikasi messenger untuk berkomunikasi secara pribadi dan menghapusnya sebelum
bunuh diri, tetapi… tidak mungkin meminta pemulihan sembarangan kepada pihak
pengelola tanpa mengetahui media sosial mana yang mereka gunakan.”
Jika
menghitung yang ada di dalam dan luar negeri, ada begitu banyak media sosial
seperti bintang-bintang
di langit. Menentukan mana yang mereka gunakan dan mana yang tidak hampir
mustahil. Meskipun mereka
mencoba menjelajahi yang utama, usaha untuk mengungkapnya sangatlah besar. Irumi berencana untuk mencoba
beberapa, tetapi hasilnya mungkin akan memakan waktu yang lama.
“Yah,
tapi ada juga kesamaan yang cukup
signifikan.”
“Eh, ada ya? Kalau iya, tolong
ceritakan dong.”
“…Aku sendiri merasa bimbang. Mungkin
ini cuma pandangan biasku
yang berusaha menemukan kesamaan secara berlebihan. Ini mungkin hanya pengaruh
tertentu. Atau mungkin sebuah sekte baru, atau benda terkutuk yang nyata.
Itulah sebabnya, ini akan menjadi yang terakhir—”
“Sepertinya
kamu punya banyak waktu luang ya, Irumi. Hanya berbicara panjang lebar
dengan anak muda, apa kamu sudah merasa
seperti jadi polisi?”
Pada saat
itu, terdengar suara dengan nada kedengkian.
“Aku
di sini malah menangani kasus pemukulan yang
sangat menjengkelkan.”
“Itu
pasti melelahkan.”
Irumi menjawab tanpa terpengaruh,
sementara Himuro Mamoru mendengus dengan kesal. Dalam beberapa waktu terakhir,
Himuro terlihat seperti seorang lelaki tua yang kelelahan. Meskipun dia belum
genap berusia empat puluh tahun, jasnya yang kusut dan janggutnya yang tidak
terawat, serta matanya yang cekung memberikan kesan demikian.
Namun,
tubuhnya tetap berotot seperti sebelumnya, membuatnya terlihat semakin tidak
seimbang.
“Karena
Detektif Himuro sedang menyelidiki dengan serius, aku juga bisa fokus pada
tanggung jawabku sendiri. Aku berterima kasih untuk itu.”
“Ucap si
Rubah licik. Jika kamu begitu berterima kasih, kenapa kamu tidak menyiapkan
secangkir teh untuk menyambutku?”
“Itu
di luar tugasku.”
Mungkin
karena dijawab dengan tenang, Himuro mendengus keras dan berusaha kembali ke
tempatnya. Dari belakang, Irumi
memanggil, “Ah, bolehkah
aku berbicara sebentar?”
“Detektif
Himuro bertanggung jawab atas kasus
pembunuhan pemukulan di bawah jembatan, ‘kan?
Bisakah kamu memberitahuku detailnya? Aku mendengar
kalau korbannya adalah seorang pelajar
SMA."
“Kenapa
aku harus memberitahumu? Kamu bertanggung jawab atas para orang-orang menhera yang
sudah mati.”
“Dengar,
tidak masalah jika kamu menyerangku, tetapi tidak ada alasan untuk merendahkan
anak-anak yang sudah mati, ‘kan?”
“Detektif
Himuro, bukannya ucapanmu sedikit berlebihan?”
Takakura
yang sejak tadi mendengarkan, ikut menyela.
Takakura menatap Hinomuro dengan ekspresi jijik.
“Setelah
kejadian seperti itu, sekarang kamu menyerang Irumi-senpai?
Sepertinya kamu tidak menyadari betapa merepotkannya situasi itu.”
"Hah? Kamu tahu siapa yang sedang
kamu ajak bicara? Semoga saja kamu sudah
mempersiapkan dirimu.”
“Sikap
seperti itulah yang menyebabkan situasi seperti itu terjadi—”
“Tunggu,
Takakura.”
Irumi
menghentikannya dengan suara tenang.
“Jangan
buat aku harus memperhatikan hal-hal seperti ini.”
Setelah
Irumi mengatakan itu, suasana
sedikit mendingin. Himuro mendengus sekali lagi dan segera pergi entah ke mana.
Takakura menghela napas kecil, mungkin menuju tempat merokok.
“Sepertinya
Himuro-san bertingak sedikit aneh akhir-akhir
ini.”
“…Polisi
juga manusia, jadi kadang-kadang mereka
bisa tertekan secara mental.”
“Sepertinya
Himuro-san belum pulih dari kejadian itu, ya?”
“Entahlah,
aku tidak tahu.”
Himuro
Mamoru telah menembak mati seorang
tersangka sekitar enam bulan yang lalu.
Pria yang
ditembak mati itu ditangkap saat melakukan perampokan di minimarket, tetapi dia
mencoba merebut pistol yang dipegang Himuro dalam sekejap. Akibatnya, Hinomuro
dan pria itu terlibat perkelahian, dan pada akhirnya pria tersebut ditembak mati.
Himuro
menjadi sasaran kritik peas. Tidak
mengherankan. Kepolisian Jepang pada dasalnya tidak akan menembak
kecuali dalam situasi yang sangat mendesak. Selain itu, tragedi ini sepenuhnya
disebabkan oleh kesalahan Himuro sendiri.
Himuro
telah menjadi polisi yang sangat baik selama bertahun-tahun. Berkat
prestasinya, ia tidak pernah secara terbuka dihukum. Selain reputasi buruk dan
serangan media, tidak ada yang terjadi.
Namun,
sejak kejadian itu, Himuro jelas-jelas
berubah. Ia tampak kehilangan
ketenangan dan sering mengalami masalah dengan orang-orang di sekitarnya.
Seperti yang terjadi sebelumnya, dia mulai terlibat dalam konflik dan terjebak
dalam delusi yang berlawanan.
Ada
pendapat bahwa dirinya
seharusnya menjalani konseling kejiwaan.
Namun, Irumi berpikir Hinomuro yang berada
dalam keadaan seperti itu takkan
menerima hal itu dengan mudah.
“Cuma
dirinya sendiri yang bisa mengatasinya. Sebenarnya, sudah banyak
orang di sekitarnya yang memberi nasihat.”
Apa benar-benar ada cara untuk
menyelamatkan orang seperti itu? Bagaimana cara menyelamatkan seseorang yang
menolak pengobatan dan terus-menerus mengalami kehancuran? Dengan pikiran
seperti itu, Irumi
mengambil dokumen yang ditinggalkan oleh Himuro. Tanpa tujuan tertentu, dia
mulai membolak-balik halaman.
“Kali
ini, seorang siswa sebaya yang
menjadi korban pembunuhan pemukulan...”
Ketika
dia tiba di sebuah halaman, dia terkejut.
“…Mustahil.”
“Ada
apa?”
“Tadi
aku pernah bilang bahwa ada kesamaan lain di
antara anak-anak yang sudah mati, ‘kan?
Ini dia.”
Irumi membuka tablet dan menunjukkan
layar yang menampilkan beberapa foto yang terlampir. Foto-foto tersebut
memperlihatkan bagian tubuh yang diperbesar—lengan atas, dada, dan telapak
kaki.
Semua
foto tersebut menunjukkan bekas luka merah kehitaman. Ukuran, bentuk, dan
tingkat penyembuhannya bervariasi, tetapi luka-luka itu tampak seolah-olah
terukir paksa dengan pisau yang tumpul, memiliki keanehan yang sama.
“Mungkin
setiap orang memiliki toleransi dan kemampuan yang berbeda terhadap rasa sakit.
Karena ada variasi ini, meskipun kemungkinan sangat kecil—aku berpikir mungkin
saja luka serupa terjadi secara kebetulan. Itulah sebabnya aku tidak secara langsung membicarakan luka ini.
Nah, menurutmu ini terlihat seperti apa?”
Di hadapan Takakura yang terdiam, Irumi berkata dengan tegas.
“Menurutku,
ini terlihat seperti kupu-kupu.”
Seolah menambahkan, Irumi menunjukkan foto yang
dilampirkan pada keterangan Marui iutsuko.
Foto tersebut menunjukkan luka berbentuk kupu-kupu yang terukir di pahanya.
“Jadi itulah
benar penghubung di antara kesembilan
korban. Meskipun ada perbedaan antara
yang bunuh diri dan yang dibunuh, semua siswa yang baru-baru ini meninggal
memiliki bekas luka
berbentuk kupu-kupu yang sama.”
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
Aku
bangun jauh lebih awal daripada jam alarm. Kemarin, aku langsung tidur begitu
sampai di rumah, jadi kurasa itu membuat waktu tidurku tergeser. Hari ini,
aku merasa terganggu dengan tidurku yang biasanya hanya tujuh jam. Matahari
baru saja terbit. Cahaya merah yang mengingatkan pada matahari terbenam
menyusup masuk melalui celah-celah tirai.
Aku
melihat seseorang kehilangan nyawanya tepat di hadapanku.
Aku menerima pengakuan mengejutkan dari Kei. Semua itu terlalu mengejutkan
sehingga aku hampir tidak bisa menerimanya. Aku bahkan tidak bisa makan malam dengan
baik dan hanya mengurung diri di kamar.
Aku tidak
ingin memikirkan apa pun. Jika aku tidak menenangkan pikiranku, pembunuhan
kemarin akan kembali menghantuiku.
Meski
begitu, perutku tetap lapar karena melewatkan
makan malam, dan tenggorokanku sangat kering. Aku tidak bisa terus
mengabaikannya dan melanjutkan
tidur, jadi aku perlahan-lahan meninggalkan
kamar.
Di dalam
kulkas, ada udang goreng yang dibungkus plastik. Selada pendampingnya sudah
layu. Mungkin itu makanan yang seharusnya disajikan untuk makan malam. Aku
membuka plastiknya dan memakan udang goreng yang dingin tanpa saus. Rasa yang
sudah lama tidak kutemui membuat lidahku sedikit kesemutan dan aku merasakan
nyeri di tenggorokanku. Tapi, rasanya
enak.
Rasa
laparku mulai berkurang, dan aku merasa
seperti kembali menjadi manusia. Ketika aku selesai makan udang goreng, aku
merasa sangat tenang. Setelah meletakkan piring kosong di wastafel, aku kembali
ke dalam kamarku dan langsung mencari [Blue Morpho].
Namun, hal
yang kutemukan hanyalah situs-situs berkualitas rendah dan forum
yang penuh dengan mitos urban. Bahkan ketika aku melihat situs yang membahasnya
dengan serius, isinya tidak jauh berbeda dari yang sudah kuketahui. Hanya ada beberapa orang yang
meninggalkan komentar dengan serius menanyakan cara bergabung dengan Blue
Morpho.
Masih ada banyak orang yang menganggapnya
sebagai mitos urban belaka. Permainan pelarian dari dunia nyata, Blue Morpho.
Slogan vulgar, “Permainan
yang akan membunuhmu jika dimainkan”
dan kata “eliminasi” yang diucapkan Kei dengan serius
tidak berkaitan dengan baik, dan pada akhirnya
pikiranku kembali tertuju pada bunuh diri Kimura
Tamio.
Orang-orang
yang berbicara tentang Blue Morpho semuanya
memberikan komentar skeptis seperti, “Mana
mungkin seseorang bisa mati
karena hal seperti ini”
atau “Orang yang mati karena ini pasti
sudah akan mati meskipun tidak ada ini.”
Aku hampir saja membahas tentang Kimura Tamio. Melalui Blue Morpho, orang
benar-benar bisa mati.
Namun,
aku juga berpikir. Semua orang tidak dapat membedakan antara orang yang bunuh
diri karena terpengaruh oleh Blue Morpho dan yang tidak. Mengenai Kimura Tamio,
mereka hanya menganggapnya sebagai kasus bunuh
diri biasa.
Jika
begitu, Blue Morpho mungkin secara diam-diam mengubah dunia tanpa disadari oleh
semua orang. Jika itu terjadi, mungkin hanya orang-orang yang tidak terbawa
arus seperti yang dikatakan Kei yang akan selamat. ...Meskipun itu terdengar
konyol jika memikirkan seluruh populasi negara ini, aku merasa Kei bisa
mewujudkannya. Jika itu yang terjadi,
mungkin orang-orang seperti diriku
benar-benar akan menghilang.
Sambil
memikirkan hal itu, tibalah waktunya untuk bangun seperti biasa. Setelah
bersiap-siap, aku meninggalkan
kamarku dan melihat ibuku yang
mengenakan jas sedang menyiapkan sarapan di ruang makan.
“Selamat
pagi, Nozomu. Aku sudah mencarinya di
kulkas, tapi kamu hanya makan udang goreng
saja ya?”
“…Aku
terbangun tengah malam dan, umm,
itu kelihatan enak.”
“Padahal
ada nasi di dalam rice cooker.”
Ibuku yang tidak tahu apa-apa itu
berkata sambil tertawa, membuat perutku terasa nyeri.
Sejak beberapa tahun lalu, aku terus menyimpan rahasia dari orang ini.
Ketika
aku menyalakan televisi untuk memeriksa berita, pemberitaan
bunuh diri Kimura Tamio masih belum
tersiarkan. Di televisi, ada isu tentang dugaan sumbangan
ilegal dari seorang politisi.
Setelah
keluar lebih awal dari biasanya, aku menekan bel rumah Kei, dan mendengar suara
Kei yang berkata, “Tunggu
sebentar,” serta suara
ibunya dari belakang. Ketika pintu dibuka dengan suara berdentang, Kei muncul seperti biasanya.
“Selamat
pagi, terima kasih buat kemarin.”
“…Terima
kasih untuk apa…”
“Yah,
kamu sudah menemaniku, ‘kan? Itu
sebabnya.”
Kei
tersenyum tanpa beban saat mengatakannya. Saat aku
kebingungan haru membalas bagaimana, Kei mengambil
tanganku.
“Kamu
mengajakku pergi ke sekolah, kan? Ayo cepat pergi.”
Kei menarik
tanganku seolah-olah kami adalah sepasang kekasih. Tanpa bisa melepaskan
diri, aku terus berjalan bersamanya menuju halte bus.
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
“Kumohon.
Jika aku salah, Miyamine, kamu
harus menghentikanku di sini."
Saat dia
mengatakan itu, aku
langsung teringat kembali pada adegan
perosotan saat itu, dan gambaran Kei yang berdarah muncul di pikiranku. Aku
juga teringat saat Kei mengatakan bahwa dia telah membunuh Nezuhara. Dan saat
Kimura Tamio melompat. Napasku menjadi tersenggal-senggal,
dan otakku terasa panas.
“Kamu sama
sekali tidak salah.”
Kata-kata
tersebut terlontar dari mulutku tanpa sempat berpikir jernih.
“…Kei
sama sekali tidak salah. Aku tidak
akan memberitahu polisi. Tenang saja, aku berada
di pihakmu, Kei.”
Aku
sendiri merasa kata-kata itu terasa kosong.
Aku tidak merasa bisa menilai situasi dengan tenang. Apa yang kupikirkan saat
itu hanyalah keinginan agar Kei tidak ditangkap oleh polisi.
Setelah
itu, aku tidak ingat apa yang kukatakan. Air mataku menggenang di pelupuk
mataku dengan menyedihkan, seolah-olah
aku yang sedang memohon pengampunan kepada Kei.
Kata-kataku
yang seolah akan berlangsung selamanya terhenti oleh bibir Kei.
Saat Kei
menciumku, aku mendadak teringat
pada novel yang ditulis Schnitzler. Sebagai bukti kepercayaan, tokoh utama
memberikan surat rujukan ke rumah sakit kepada saudaranya. “Aku ingin kamu menilai apakah aku
gila atau tidak,” katanya,
menyerahkan segalanya padanya.
Situasiku
yang sekarang sama saja. Aku dipercayakan segalanya oleh Kei.
Timbangan moral dan kasih sayangku
mulai tidak seimbang.
Aku ingin
menjadi pahlawan yang melindungi Kei dari luka dan menyelamatkannya dari
ketidakadilan dunia. Namun, yang bisa kulakukan hanyalah mengakui
pembunuhannya.
D Aku bisa merasakan suhu tubuh Kei yang sedikit hangat melalui genggaman tangan kami. Berjalan di sampingnya saja membuatku merasa euforia, dan dadaku terasa kesemutan. Kei secara alami mengalihkan percakapan, jadi aku tidak bingung untuk berbicara. Bahkan keheningan yang muncul di antara kami terasa nyaman.
Namun,
kenangan kemarin masih muncul kembali di bawah
pancaran cahaya pagi. Gambaran yang tajam menyelinap di antara
udara lembut, tidak membuat saat ini hanya menjadi kebahagiaan biasa.
Mungkin
Kei menyadari keadaanku, saat kami tiba di sekolah, dia berkata, “Apa kamu penasaran tentang Blue
Morpho?”
Tanpa
sadar, aku tertegun sejenak.
Menanggapi hal itu, Kei melanjutkan perlahan.
“Kalau
begitu, datanglah ke ruang OSIS setelah sekolah, ya?”
Kei
membisikkan itu di dekat telingaku. Kata ‘Blue
Morpho’ bergema
dalam nada yang sama seperti obrolan biasa.
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
Sesampainya
di ruang OSIS seperti yang dikatakan, selain Kei, di sana juga ada Miyao. Begitu Miyao melihatku,
dia langsung berseru, “Ah!” dengan suara ceria, lalu
cepat-cepat mendekat.
“Aku
sudah mendengar semuanya loh~, akhirnya kamu mulai berpacaran dengan Yosuga-senpai, ya?”
“Hah?”
Tanpa
sadar aku melihat ke arah Kei. Dia
menatapku dengan ekspresi
nakal dan menunjukkan tanda peace kecil.
“Kalau
begitu, aku pulang dulu. Selanjutnya silakan menikmati
waktu kalian berdua.”
Wajah
Miyao menunjukkan senyuman yang tidak bisa
disembunyikan. Di ruang OSIS yang hanya diisi kami berdua, suara Kei terdengar.
“……Maaf,
aku terlalu senang. Apa kamu keberatan?”
“Bukannya
aku keberatan sih…”
“Syukurlah.”
Kei tertawa
dengan suara yang tidak biasa. Aku
jarang sekali melihat Yosuga Kei terlihat ceria. Dia tampak
seperti gadis biasa yang perasaan cinta lamanya
akhirnya terwujud setelah memendamnya selama
bertahun-tahun. Masih terbawa suasana riang
begitu, Kei melanjutkan.
“……Kita mau membicarakan tentang Blue
Morpho, kan? Dari mana kita mulai?”
“Mulailah
dari apa yang ingin kamu bicarakan, Kei.”
“Kalau
begitu, bisakah kamu mendekat sedikit? Supaya tidak terdengar dari luar.”
Miyao
yang keluar takkan pernah membayangkan bahwa kami sedang membahas hal seperti
ini. Aku menuruti permintaan Kei dan
duduk di kursi di sampingnya. Kei sengaja mendekatkan kursi kami hingga paha
kami bersentuhan.
“………Aku,
masih, belum bisa menerima semuanya, …jadi, Kei, sejak kapan kamu mulai
melakukan ini?”
Konyolnya,
aku merasa terpisah antara diriku yang gelisah dan diriku yang dengan tenang
mewawancarai motivasi Kei. Meskipun aku tidak bisa melaporkan atau
menghentikannya, aku merasa aneh karena ingin mengetahui tentang Kei. Seolah meninggalkan
perasaanku yang kacau, Kei mulai bercerita.
“Konsep Blue Morpho sudah ada sejak lama. Setelah aku yakin bahwa hal ini bisa membantuku mencapai tujuanku, aku memulainya dengan orang pertama.”
Dengan
begitu, Kei mulai bercerita tentang bagaimana semuanya bermula.
Orang
pertama yang dipilihnya berasal dari situs
media sosial. Sebagian besar siswa SMA memiliki akun tersebut, di mana mereka
memposting jurnal pribadi dan foto untuk dibagikan kepada publik. Kei memilih
satu orang dari sekian banyak akun dan mengirim pesan.
“Orang
yang kupilih saat itu adalah seorang gadis
yang terus-menerus mengungkapkan keinginannya
untuk mati, tetapi tidak mendapatkan tanggapan apapun. Jika ada pengguna yang
menghibur atau memberikan sedikit reaksi, aku akan menghindarinya. Secara
samar-samar, aku mengirim pesan kepada anak itu yang hanya mencari pertolongan,
dan pertama-tama menunjukkan empati dengan mengatakan, 'Aku juga ingin
mati.' Kami langsung segera
akrab.”
Sampai pada titik itu, aku bisa membayangkan
dengan mudah. Kei adalah gadis yang bisa akrab dengan siapa saja. Dia bisa memahami perasaan orang lain dan
tahu bagaimana membuat orang lain merasa senang.
Karya
favoritnya adalah cerpen-cerpen yang agak kurang dikenal dari para penulis
terkenal yang muncul di buku-buku pelajaran. Meskipun tentu saja tidak dianggap
sebagai mahakarya, karya-karya tersebut tidak asing bagi mereka yang memiliki
minat pada sastra. Kei memujinya karena
mengetahui cerpen-cerpen seperti itu dan ingin mendengar pendapatnya tentangnya.
“Apa
yang bisa kamu ketahui dari mendengar pendapatnya?”
“Yah,
kurasa itu tentang bagaimana dia ingin diperhatikan.”
Setelah mereka berdua semakin akrab,
Kei mulai menggali penyebab kesedihan gadis itu. Rupanya,
mereka juga berbicara melalui aplikasi panggilan. Setiap malam, gadis itu terus
menceritakan betapa tidak beruntung dan sengsara kehidupannya kepada Kei. Meskipun semua
itu tampak sepele, dengan terus-menerus mengulanginya, gadis itu mulai percaya
bahwa dia benar-benar berada dalam kesedihan yang tidak bisa diperbaiki.
Setelah
itu, semuanya menjadi lebih mudah. Kei hanya perlu mengakui betapa unik dan tak
terhindarkan ketidakberuntungan gadis itu. Dua bulan setelah mereka
berhubungan, gadis itu mengirim pesan kepada Kei, mengatakan seberapa senangnya dia bisa bertemu dengan Kei, sebelum
akhirnya dia melakukan bunuh diri.
“Apa kamu yang menyuruhnya mati, Kei?”
“Aku
hanya berbicara dengannya.”
Ketika
mendengar cerita itu, aku jujur merasa bingung untuk menilainya.
Apa bisa
dikatakan bahwa Yosuga Kei
telah membunuh orang pertama itu? Aku tahu ada undang-undang
tentang penghasutan bunuh diri. Namun, Kei hanya berbicara dengan gadis itu.
“Setelah
gadis itu, ada dua atau tiga orang yang melakukan hal yang sama. Semuanya terjadi saat aku di kelas
tiga SMP.”
Aku merasa
sedikit merinding ketika membayangkan bahwa selama mengajariku, dia
juga terus-menerus mengakui keinginan bunuh diri seseorang?. Aku menyukai suara lembut Kei saat
mengajarkanku. Apa dia menggunakan suaranya itu untuk 'mengalirkan' seseorang setiap malam?
“Setelah
beranjak SMA, aku menciptakan Blue
Morpho. …Tapi, pada dasarnya, kamulah yang
menciptakan sistem Blue Morpho,
Miyamine.”
“Aku?”
Suaraku tanpa sengaja terdengar parau.
“Atau
mungkin bisa dibilang Nezuhara-kun.”
Ucap Kei seraya mengernyitkan dahinya.
“Aku
sudah memikirkan hal itu sejak lama. Kemudian, aku mulai melihat sesuatu.
Mengapa orang-orang di sekitarnya tidak bisa menghentikan perundungan itu.”
Kei
melanjutkan dengan ekspresi cerdas yang sama saat dia mengajarkanku.
“Perundungan
Nezuahara semakin meningkat seiring berjalannya waktu, ‘kan? Setiap hari mulai semakin meningkat.”
“……Memang,
begitu.”
“Jika
Nezuhara-kun melakukan hal ekstrim sejak
awal, orang-orang di sekitarnya pasti akan menghentikannya.”
Kei
berkata dengan nada tegas.
“Kurasa
mereka bisa mengatakan bahwa itu sudah berlebihan. Namun, saat Miyamine
benar-benar terluka, orang-orang di sekitarnya tidak peduli, kan? Itu karena
mereka sudah terbiasa dengan niat jahat. Awalnya dimulai dengan pengabaian dan
celaan, kemudian menyembunyikan alat tulis, menyembunyikan buku pelajaran,
menyembunyikan sepatu, dan kemudian menyiramu
dengan air atau mengurung…
itu semua menjadi semakin ekstrem, ‘kan?
Dalam situasi seperti itu, perlawanan
psikologisnya sangat kecil. Sehingga pada akhirnya, ketika kekerasan langsung
dan mengerikan terjadi, mereka tidak merasakan apa-apa.”
Memang
benar seperti yang dikatakan Kei. Awal mula semuanya benar-benar hal sepele,
dan semua orang merasa tidak masalah untuk mengabaikannya. Bahkan pada awalnya, aku juga berusaha untuk tidak peduli
dengan hal itu.
Tapi, mungkin karena itulah, semua
orang—termasuk Nezuhara sendiri—
mulai terbiasa menyakitiku.
“Pertama-tama, berikan instruksi yang
sederhana.”
Sambil berbicara,
Kei mengangkat jari telunjuknya.
“Aku
memberikan tugas mudah
yang bisa dilakukan tanpa masalah. Instruksi pertama yang diberikan di Blue
Morpho adalah 'gambar simbol kupu-kupu di atas kertas yang tersedia.'
Ini mudah dan bisa dilakukan dengan cepat, ‘kan?
Semua orang pasti bisa melakukannya. Selanjutnya, berikan instruksi kecil
seperti 'ukur panjang pergelangan tanganmu' atau 'beli pena baru
untuk Blue Morpho,' dan mereka juga akan melakukannya. Kemudian, mereka
juga akan mulai mengikuti instruksi seperti 'coba gambar kupu-kupu di atas
pergelangan tanganmu.'”
Instruksi
yang diberikan Kei benar-benar hal sepele. Memang tampaknya sedikit demi
sedikit meningkat, tetapi itu mudah dilakukan.
“Tapi,
menggambar kupu-kupu dan bunuh diri dengan terjun bebas itu sangat berbeda.”
“……Hei,
Miyamine. Apa kamu masih mengingatnya?
Kamu pernah bilang padaku bahwa kamu ingin mati.”
Begitu dia mengatakannya, kesadaranku seolah
kembali ke depan loker khusus staf pengajar. Itu adalah hari ketika aku
menangis dan memohon di depan Kei yang bersikeras bahwa aku harus memberi tahu
orang dewasa.
“……Aku
masih mengingatnya. Ketika
Kei tahu tentang ensiklopedia
kupu-kupuku…”
“Saat
Miyamine mengatakan itu, aku sangat terkejut. Aku bertanya-tanya mengapa
Miyamine bisa mengatakan hal seperti itu. Dan aku menyadari. Miyamine, saat itu
kamu hampir tidak bisa tidur, kan?”
“Ya.
…Aku menderita insomnia.”
“Benar.
Itulah sebabnya kamu tidak
bisa membuat penilaian rasional,
dan mentalmu hampir mati. Menghilangkan tidur adalah sesuatu yang bisa membuat
orang menuju kematian. Itulah sesuatu
yang kupelajari dari kasus Nezuhara-kun
dan Miyamine.”
Seolah-olah
sedang menimba air, Kei menggali pengetahuan dari peristiwa itu.
“Setelah
membiasakan mereka dengan instruksi, aku mulai memberikan instruksi itu pada pukul
empat pagi. Aku terus memberikan instruksi yang mengurangi
waktu tidur mereka. Aku meminta mereka naik ke atap di pagi hari
dan menunggu dalam kegelapan. Atau membiarkan
mereka keluar dari rumah di pagi hari dan menuju jembatan. Dengan begitu,
kemampuan berpikir pemain akan menurun secara nyata.”
“Apa yang
terjadi setelah itu?”
“Pada
tahap ini, aku menyaring mereka sampai batasan
tertentu. Mereka yang mengikuti instruksi tanpa banyak bertanya memiliki
kecocokan. Jika sudah begitu, aku akan
berbicara dengan mereka. Persis seperti orang yang pertama itu. Kemudian, aku meminta mereka menyelesaikan tugas-tugas yang
tersisa, dan itu saja.”
Kei
melambaikan tangan seperti sihir, lalu menggenggamnya dengan erat.
“Kamu sulit
mempercayainya bahwa manusia bisa mati seperti itu? Aku mengerti perasaanmu. Tapi, sudah ada tiga puluh enam
orang yang meninggal dengan cara begini.”
Angka
tiga puluh enam itu terasa
tidak nyata. Yang bisa kuingat
hanyalah Kimura Tamio yang mati tepat
depan mataku.
“Apa kamu masih mengendalikan Blue
Morpho sekarang?”
“Ya,
benar.”
Kei
menatap lurus ke arah mataku. Matanya
yang besar memantulkan ekspresiku yang bingung dan menyedihkan.
“…Jadi?”
“Jadi
apanya?”
“Apa
yang bisa kulakukan untukmu, Kei?”
Kalimat
itu terasa sangat menyedihkan pada saat seperti ini. Setelah beberapa saat, Kei
berkata.
“Aku
ingin kamu memperhatikanku.”
Berbeda
dengan suaranya yang berwibawa, wajah Kei tampak kusut dan lemah.
“Karena aku orang yang lemah, jadi mungkin aku akan tersesat atau ingin melarikan diri. Supaya itu tidak terjadi, kamu ingin kamu mengawasiku.”
Sudah
lama aku tidak melihat Kei yang
seperti ini. Suaranya mengingatkanku pada saat dia terjebak di dalam kotak
lompat dulu.
“Miyamine, kamu selalu ada di sampingku dan selalu memperhatikanku. Kamu mungkin tidak menyadari seberapa besar dukungan yang
aku dapatkan darimu.”
Kei berdeham pelan dari tenggorokannya.
Mungkin dia sedang menahan air mata. Setelah mengatakan itu, Kei perlahan-lahan menutup kelopak matanya dan melanjutkan.
“Begitu
juga dengan Kimura-kun. Karena Miyamine ada di sana,
aku bisa melihat dengan jelas apa yang telah kulakukan. Jika aku sendirian,
mungkin aku sudah melarikan diri.”
Aku
teringat wajah Kei yang kelihatan tegak tidak seperti
biasanya. Mungkin di taman itulah Kei baru pertama kali
menyaksikan kematian seseorang yang telah dia
perintahkan. Dia mungkin benar-benar menghadapi arti dari menganjurkan seseorang bunuh diri.
Aku
penasaran apa yang dipikirkan Kei saat itu ketika melihat percikan merah itu?
Saat itu,
Kei perlahan meletakkan tangannya di dadaku. Bagian hatiku, tempat di mana aku
bisa merasakan detak jantungku yang cepat.
“…Tapi,
jika Miyamine mau menjadi Polaris-ku, aku takkan merasa
takut lagi. Aku berjanji. Aku yakin
aku takkan goyah. Jadi Miyamine, aku akan mengatakannya
sekali lagi. …Tetaplah di sampingku. Kamu yang akan mengamati kebenaranku.”
Setelah
berkata begitu, Kei menghela napas dalam-dalam. Bersamaan dengan napas itu,
matanya terlihat berkaca-kaca.
Aku tidak
tahu harus berbuat apa.
Meskipun
sudah sampai di titik ini, aku masih merasakan perlawanan yang kuat terhadap
Blue Morpho. Gadis yang
kusukai adalah Yosuga Kei
yang memberikan pidato pencegahan bunuh diri.
Dialah
Kei yang menarik tanganku yang tidak bisa berbicara dengan baik saat kami baru
bertemu, dan Kei yang merangkulku erat-erat. Namun, Kei yang sama itu
berusaha menghadapi Nezuhara Akira demi aku dan dikurung,
serta Kei yang menyelamatkan sepatuku dari loker staf pengajar.
Dan Kei jugalah yang membunuh Nezuhara Akira demi menyelamatkanku yang di ambang kematian, dan menciptakan Blue Morpho supaya orang-orang sepertiku tidak
muncul.
Yosuga Kei
yang sangat kucintai tak terelakkan
terhubung dengan dirinya yang sekarang. Jika aku mencoba menarik garis pemisah
di suatu tempat, itu berarti aku harus menyangkal Kei yang sebelumnya.
Lebih
dari segalanya, akulah yang menyebabkan
Kei berubah secara drastis.
Seandainya
saja aku tidak dibully waktu itu. Seandainya
saja Nezuhara Akira tidak memperhatikanku. Atau seandainya Kei tidak terjebak di dalam
kotak lompat. Jika itu yang terjadi,
Kei tidak akan menjadi aneh. Kei tidak akan membunuh siapapun. Mungkin rasa bersalah karena
membunuh Nezuhara Akira telah menghancurkan hatinya.
Dan bahkan sekarang, Kei masih terus membunuh
orang dengan hatinya yang
hampir hancur, menggunakanku
sebagai sandarannya. Dia sebenarnya
orang yang sangat baik dari lubuk hatinya. Dia bukan tipe orang yang bisa membunuh dengan
niat jahat.
Meskipun
Kei berjuang dengan perasaannya yang seperti itu, tapi
dia tetap memilih untuk mengoperasikan
Blue Morpho.
Mana
mungkin aku bisa menepis uluran tangan Kei dalam keadaan seperti
itu. Jika hanya ada dua pilihan, melapor atau tetap diam, maka satu-satunya
pilihan yang seharusnya kuambil cuma
satu.
Aku
perlahan mengangkat tangan Kei yang diletakkan di dadaku. Pada saat itu, Kei
menatapku seolah terkejut.
“Semua
akan baik-baik saja… Aku takkan pernah meninggalkanmu,
Kei.”
Untuk
saat ini, hanya ada satu cara untuk bertanggung jawab atas apa yang telah
kulakukan pada Kei, yang telah hancur.
“Apa
pun yang terjadi, aku akan melindungimu. Karena aku
pernah berjanji padamu.”
Sekilas,
aku bayangan seekor kelinci melompat ke dalam api terlintas di benakku. Ini
kisah tentang seekor kelinci yang tidak punya apa-apa untuk diberikan, sehingga
ia membakar dirinya sendiri dan mempersembahkannya kepada Dewa. Namun, cuma ini satu-satunya yang bisa
kulakukan.
Kei yang
menderita karena rasa bersalahnya dan berjuang dengan Blue Morpho yang dia
ciptakan mungkin akan merasa sedikit lebih baik hanya dengan berada di sisiku. Dia akan terus membunuh
orang dengan mempercayai kebenarannya. Kerusakan akan terus meluas.
Tapi
meski begitu, akulah satu-satunya yang bisa mengakui 'kebenaran'-nya.
“Kei
sama sekali tidak salah. …kamu benar, Kei.”
Pada
titik ini, mungkin aku juga sudah mulai gila.
Bersama ensiklopedia kupu-kupu, aku telah meninggalkan sesuatu yang penting
bagiku sebagai manusia.
“Karena aku
adalah pahlawan Kei."
Begitu
aku mengatakannya, Kei langsung memelukku dengan erat. Dia menempelkan wajahnya
di bahuku dan mulai menangis dengan tenang. Aku membalas pelukannya dan mencoba menenangkannyaAku
merasakan kehangatan di bahuku, yang perlahan menjadi basah. Pikiranku mulai
melayang, dibungkus oleh perasaan bahagia yang mendalam.
Di tengah
kebahagiaan itu, ada juga diriku yang tenang. Apa ini benar? Apa ini
baik-baik saja? Dalam sudut hatiku, sebagian
diriku bersuara memperingatkan.
Namun,
Kei tidak bisa dihentikan.
Lebih
dari segalanya, aku tidak mungkin melapor ke polisi. Jika aku melaporkannya, kehidupan Kei akan berakhir.
Mungkin
imajinasi manusia terjebak dalam pola tertentu. Jadi, hal pertama yang
terlintas di benakku adalah jika ini sampai ketahuan, Kei tidak akan bisa lagi
menjadi ketua OSIS. Bahkan sebelum aku memikirkan Kei yang dikritik banyak
orang, atau menerima hukuman berat, hal kecil itu dulu yang terlintas di benakku.
ku
mungkin orang yang menyimpan pikiran-pikiran paling buruk di dunia ini. Tapi
hanya itu diriku yang sebenarnya. Aku akan selalu berada di pihak Kei. Pasti.
Pada waktu
itu, hanya itulah yang kurasakan.
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
Mengenai
Blue Morpho, aku hanya menjadi pengamat. Bukannya
berarti aku mencoba menghindari rasa
bersalah. Karena hanya
ada satu orang yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan orang lain, yaitu
Kei. Kei memperlihatkan segalanya kepadaku, tetapi seperti yang dia katakan,
“Aku ingin kamu mengawasiku,” dia tidak meminta apa pun dariku.
Sudah sepuluh hari berlalu sejak aku menyaksikan bunuh diri Kimura Tamio, dan aku hanya diminta untuk mengawasi kegiatan Kei.
Kei mulai
mengajakku ke dalam kamarnya di rumahnya sebagai
pengganti ruang rapat OSIS. Aku pergi ke kamar Kei dengan alasan bahwa itu
adalah cerita yang akan merepotkan jika didengar orang lain. Sekarang setelah kupikir-pikir lagi, mungkin
Kei mengatakan itu sebagai alasan untuk mengajakku
ke kamarnya. Ah, apa mungkin pemikiran itu terlalu
naif?
Setelah itu,
aku sering mengunjungi kamar Kei berkali-kali, pada
awalnya aku merasa gugup. Sekitar pintu masuk dan suasana
ruang tamu tidak berubah sedikit pun sejak aku masih di sekolah SD. Hanya saja, bingkai fotonya semakin banyak, dan ada foto Kei
saat dia SMP dan SMA.
Meski
begitu, semuanya berbeda dari dulu.
Aku ingat jadi tersipu malu, bertanya-tanya apa
maksud Kei ketika dia dengan santai mengatakan
kalau orang tuanya
mungkin pulang sekitar jam tujuh malam.
Mungkin alasan dia tidak menggoda saat itu karena aku berkeringat deras.
Kamar Kei
tertata rapi dan bersih. Kamar
itu seperti model kamar seorang gadis
SMA, dengan meja belajar besar yang tidak berubah sejak SD, dan di sampingnya ada tempat
tidur dengan selimut motif kotak-kotak merah. Begitu masuk ke dalam kamarnya, Kei langsung meregangkan
tubuhnya, melemparkan jaket seragam dan tasnya ke sana, lalu langsung terjatuh
di tempat tidur.
“…
Bukankah bajumu akan kusut?”
“Ahaha,
kamu bicara seperti ibuku.”
Karena aku
tidak tahu harus berbuat apa, jadi aku duduk bersila di lantai dekat pintu
kamar. Kei melirikku sejenak, tetapi tidak mengatakan apa-apa. Dengan enggan, aku melanjutkan pengamatanku
terhadap kamar itu. Di atas meja belajarnya ada sebuah laptop tipis dan ringan,
dan di sampingnya ada sebuah tablet.
Membayangkan
Blue Morpho dikendalikan oleh benda itu membuatku gugup dengan cara yang
berbeda. Dari kamar seorang siswi berprestasi, jaring laba-laba terbentang, dan
benang yang membentang itu mungkin mengambil nyawa seseorang.
“Apa
kamu tertarik dengan laptopku?”
Kei yang
sudah sepenuhnya bersandar di tempat tidur dengan santai bertanya demikian.
“Di
dalamnya ada aplikasi messenger dan daftar pengelolaan Blue Morpho. Tabletku juga memiliki hal yang sama,
jadi ketika aku ingin berkomunikasi sambil berbaring di tempat tidur, aku
menggunakan tablet.”
Kei
tersenyum sambil berbalik.
Ini adalah pertama kalinya aku melihat Kei dalam keadaan santai seperti ini.
Sambil mengerutkan bajunya, mungkin dia sedang mengirim instruksi kepada
seseorang.
“Kalau
kamu menggunakan tablet dan komputer itu, Miyamine dan aku juga bisa melakukan
hal yang sama. Tapi kamu harus memasukkan kode akses.”
“…
Aku tidak melakukannya.”
Mungkin
perkataanku terdengar dingin, karena Kei sedikit mengerucutkan
bibirnya. Dia tidak menunjukkan rasa jijik, tetapi mungkin itu terlihat seperti
penolakan baginya. Setelah beberapa saat, Kei tiba-tiba mulai berbicara.
“Saat
ini ada tiga puluh sembilan orang yang berpartisipasi dalam permainan. Biasanya aku bisa mengelola sekitar
empat puluh orang, jadi jumlahnya sudah optimal.”
Aku
terlambat memahami bahwa itu adalah kelanjutan dari pembicaraan sebelumnya.
“Apa
ketiga puluh sembilan orang itu semua mengikuti instruksimu?”
“Ya begitulah.
Untuk saat ini.”
Aku
merasa sedikit terganggu
pada kata ‘untuk
saat ini’. Itu
adalah bagian yang selalu mengganggu pikiranku. Apa yang akan terjadi jika seseorang
yang mengikuti instruksi tiba-tiba kembali ke akal sehat mereka dan memberontak terhadap Blue
Morpho? Jika orang seperti itu melapor ke polisi, hal itu bisa menyebabkan segalanya
runtuh dengan cepat.
“Aku
mengerti kekhawatiran Miyamine. Setelah mereka terjebak dalam permainan sampai
batas tertentu, aku berusaha membuat mereka tidak bisa keluar. Aku memegang
informasi pribadi pemain dan informasi yang tidak menyenangkan jika mereka
keluar. Selain itu, Blue Morpho memiliki 'kluster.'”
“Kluster?
... Itu berarti kelompok, ‘kan?”
“Kluster
di Blue Morpho adalah sistem pengawasan timbal balik. Di Blue Morpho, beberapa
orang dikelompokkan dalam kluster untuk berbagi kemajuan pencapaian tugas.
Memberikan pencapaian kecil kepada individu itu efektif, tetapi dengan cara
ini, semua orang saling menunjukkan pencapaian tugas mereka.”
Blue
Morpho adalah sebuah permainan. Permainan akan menjadi lebih menarik jika ada
persaingan, dan Kei sepertinya juga
menyertakan aspek itu.
“Ketika ada kluster yang tidak aktif, aku akan
memilih satu orang dan berinteraksi langsung, sehingga itu akan menjadi
pembicaraan di antara mereka, dan itu akan membuat suasana semakin hidup.
Menjaga semangat setiap kluster tetap stabil adalah kuncinya. Jadi, klaster
awalnya merupakan cara untuk mengelola motivasi, tetapi belakangan ini efeknya
sedikit berbeda.”
Aku baru
benar-benar memahami arti kata-kata Kei beberapa saat kemudian. Saat itu, aku
tidak tahu harus menjawab apa, jadi aku hanya diam dan melihat Kei yang
terbaring di tempat tidur.
Kei yang
melihatku dalam keadaan konyol itu tertawa dan berkata, “Hei, ambilkan tablet itu dong.”
Aku
mengangguk pada kata-kata Kei dan akhirnya berdiri dari lantai. Aku menyerahkan
tablet itu kepada Kei yangsedang berbaring
di atas tempat tidur. Lalu saat
itu, seolah-olah baru
menyadarinya, Kei tertawa dan berkata, “Kenapa kamu tidak duduk di tempat
tidur?”
“Kamar
ini tidak ada bantalnya, ya.”
Karena
tidak bisa menolak, aku duduk di tepian
tempat tidur. Kei berbaring tengkurap sambil memainkan tablet.
“Hei,
lihat ini.”
Gambar
yang ditunjukkan memperlihatkan seorang gadis dengan rambut panjang yang diikat
satu dan dibiarkan tergerai di samping wajahnya. Mungkin itu adalah tangkapan
layar dari layar internet atau sesuatu yang serupa. Kualitas gambarnya buram
dan keseluruhannya gelap. Ekspresi wajahnya yang tampak cemas dan mata yang
menyipit tanpa arah sangat mencolok.
“Kalau tidak
salah namanya Ishikawa Isuzu-san
yang tergabung dalam Kluster F yang paling gampang
dipahami. Tingkat penyelesaian tugasnya adalah tiga puluh
enam, dan dalam dua minggu, Ishikawa-san akan mati.”
Kei
berbicara seolah menjelaskan hasil eksperimennya.
“Dan yang ini Endo Tsuyoshi-kun, ia adalah siswa kelas
tiga SMA yang memimpin di Kluster N. Endo-kun memiliki loyalitas yang tinggi
terhadap Blue Morpho, dan ia sudah mulai mengeluarkan kupu-kupu. Ia direncanakan akan mati dalam tiga
hari.”
“Kupu-kupu?”
Itu
mungkin menjadi motif Blue Morpho yang dipilih
Kei. Seolah-olah sedang menjawab
pertanyaanku, Kei melanjutkan.
“Orang
yang mati mengikuti instruksi Blue Morpho dapat pergi ke 'suaka' yang
bukan di sini. Mereka bisa keluar dari dunia ini dan bereinkarnasi ke dunia
lain.”
“Apa
itu... mirip seperti pembicaraan religius?”
“Manusia
membutuhkan cerita.”
Kei mengatakannya
dengan tenang.
“Menumpulkan
kemampuan berpikir mereka
dan hanya menyelesaikan instruksi saja tidak cukup. Aku sudah bilang sebelumnya
bahwa memberikan sesuatu yang diinginkan kepada orang yang kurang beruntung itu
penting, iya ‘kan?”
“Itulah sebabnya kamu memilih cerita?”
“Mereka
membutuhkan kisah logis yang menjelaskan mengapa
mereka menderita dan untuk apa mereka dilahirkan. Semuanya supaya mereka bisa mati
demi Blue Morpho, bereinkarnasi di surga setelah mati, dan hidup bahagia.
Mereka ingin memiliki cerita yang terstruktur seperti itu.”
Usai mendengar
hal itu, aku teringat pada Kimura Tamio. Aku mengingat ekspresi puasnya.
Aku bertanya-tanya mengapa dirinya
terlihat begitu bahagia. Dirinya pasti
sedang membayangkan suaka yang akan dikunjunginya.
“....Kupikir
orang-orang
yang terbawa oleh Blue Morpho itu bodoh, tetapi sekaligus orang yang malang.
Cerita Blue Morpho adalah kisah
yang dibutuhkan orang-orang seperti itu agar setidaknya mereka bisa merasa
bahagia.”
Kei
tersenyum sedih.
“Kita
masih dalam keadaan kepompong, dan hanya di suaka kita bisa terbang. Bahkan
orang yang putus asa sekarang, jika bisa mempercayainya, bisa merasa bahagia.
...Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membuat mereka mempercayainya.”
Saat Kei
berbicara seperti itu, terlihat jelas sisi hatinya yang baik. Namun, beberapa
detik kemudian, bayangan
itu langsung sirna. Kei berubah menjadi
wajah seorang peneliti murni dan melanjutkan.
“Itulah
sebabnya, di Blue Morpho, kami menghargai kupu-kupu di
atas segalanya. Lihatlah.”
Gambar
yang dia tunjukkan adalah kupu-kupu merah.
Namun, bentuk kupu-kupu itu jauh lebih cacat dibandingkan dengan yang kulihat
di internet. Mungkin karena kualitas gambarnya buruk, jadi aku tidak bisa melihatnya dengan
jelas. Begitu aku memperhatikan lebih dekat, aku tidak bisa menahan diri untuk
tidak mengalihkan pandangan.
Kupu-kupu
itu terlukis di tubuh seseorang. Warna merah garis-garisnya adalah darah orang
itu sendiri.
“Mereka
menggabungkan berbagai tugas, tetapi tugas yang keempat
puluh tetap yang sama. Mengukir kupu-kupu di
tubuh sendiri. Itulah sebabnya kupu-kupu itu muncul. Sepuluh hari setelah
mengukir ini, orang itu akan mati.”
“…Mengapa
melakukan hal seperti itu?”
“Ada
beberapa alasan. Orang yang mendapatkan motif yang terlihat akan memiliki
keputusan yang bulat. Mereka yang bisa dan tidak bisa melakukan ini akan
terpisah dengan jelas, jadi ini juga menjadi upacara peralihan. Gadis ini bisa
mengukirnya dengan indah, jadi dia pasti
akan mati dengan cara yang indah.”
Ekspresi wajah
Kei tidak berubah sama sekali.
Sambil memegang tablet, dia membalikkan tubuhnya sekali lagi. Dengan mulut yang
berbicara tentang keinginan agar orang yang sekarat bisa bahagia, Kei
menunjukkan kupu-kupu yang berlumuran darah. Bersama dengan tubuhnya, hati Kei terus
berputar. Setiap kali aku diperlihatkan realitas Blue Morpho seperti ini, hati
nuraniku yang tersisa penuh penyesalan bergetar dan hampir membuatku muntah.
Aku
merasa seolah-olah sedang diuji. Dia
seakan-akan ingin mengukur seberapa banyak aku bisa melihat
tentang Blue Morpho sebelum aku menyerah. Dalam arti tertentu, ini adalah
proses peningkatan, dan setiap kali aku menerima semua ini, perasaan cintaku kepada Kei mulai
memiliki berat yang tak terpulihkan. Semakin banyak hal yang harus aku alihkan
pandangan demi
membenarkan keberadaan Kei.
Seolah-olah
Kei melihat kebimbanganku, dia mengulurkan tangan ke arahku. Dia melingkarkan
lengan di sekitar bahuku, memberi tekanan dan menjatuhkanku ke tempat tidur.
Kei kemudian duduk di atas
perutku. Dia kemudian berkata dengan lembut, “Apa
kamu sudah tidak menyukaiku?”
Suaranya terdengar seolah-olah takut ditinggalkan. Pertarungan
dan kebimbangan dalam dirinya, rasa takut dan rasa tanggung jawab mengalir
bersamaan.
“…Tidak,
aku tidak membencimu.”
Aku
berbisik dalam hati, “Aku belum
bisa,” ketika
Kei menekan tubuhnya ke dadaku. Dengan pergeseran berat badannya, tempat tidur
berderit.
Entah
mengapa, hari itu akulah yang menciumnya. Seolah melawan gravitasi, aku menutup
mulutnya yang bergerak cepat. Kei sedikit terkejut, tetapi dengan senang hati
menjawab. Setelah kami berciuman beberapa kali lagi, Kei menyandarkan berat
badannya ke tubuhku dan tertidur. Wajahnya yang tertidur tampak tak berdaya.
Mungkin dia merasa mengantuk karena aktivitas Blue Morpho di tengah malam.
Kei yang
mengeluarkan suara tidur pelan itu
terlihat sangat manis. Hal itu semakin membuat situasi menjadi lebih buruk.
Setelah
itu, aku mencoba menggesekkan jari di tablet. Di tempat yang gelap itu, layar
untuk memasukkan kode sandi empat digit muncul. Setelah berpikir sejenak, aku
memasukkan tanggal lahir Kei dan langsung ditolak. Selanjutnya, aku mencoba
tanggal lahirku sendiri.
Benar saja,
kode sandinya berhasil
masuk, dan kunci tablet yang berisi rahasia Blue Morpho terbuka.
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
Tiga hari
kemudian, seperti yang dikatakan Kei, seorang siswa SMA bernama Endo Tsuyoshi
meninggal dunia. Aku
menerima laporan tersebut saat berjalan pulang dari sekolah bersama Kei.
Kegiatan OSIS sangat padat, sehingga ini adalah pertama kalinya kami pulang
bersama dalam tiga hari. Kei menyebutkan nama jalur kereta tertentu seolah-olah mengingat sesuatu.
“Korban dari
kecelekaan di kereta pertama itu adalah Endo-kun, loh.”
Ketika aku
memeriksanya dengan
smartphone-ku, ternyata
benar-benar ada
kecelakaan di kereta jadwal pertama.
Meskipun ada keterlambatan hampir satu jam, tercatat bahwa situasi sudah pulih
sebelum jam sibuk. Di berita tersebut
tidak menyebutjan nama Endo Tsuyoshi atau tentang bunuh diri, tapi aku
bisa dengan mudah mempercayai kalau itu Endo
Tsuyoshi.
Karena
orang mati secara diam-diam, pihak kepolisian belum menyadarinya. Kupu-kupu
yang terukir di tubuh Endo Tusyoshi mungkin
tidak terlihat saat kecelakaan itu terjadi.
Meskipun hatiku masih berdebar kencang, tapi aku tidak merasakan
kejutannya seperti sebelumnya. Mungkin karena kematiannya diproses dengan
terlalu tenang.
Atau mungkin karena aku tidak melihatnya mati secara langsung. Atau mungkin
karena hatiku semakin beradaptasi sejak mulai berpacaran dengan Kei.
“Kamu mau
datang ke kamarku lagi hari
ini?”
Kei
sering mengundangku ke dalam kamarnya. Sejak hari itu, aku
mulai pergi ke kamar Kei dengan sangat alami. Supaya
tidak bertemu dengan orang tuanya, aku keluar rumah segera setelah lonceng jam
enam berbunyi. Kami berdua merupakan,
dalam berbagai arti, memiliki sesuatu yang perlu disembunyikan.
Kamar Kei
dipenuhi buku-buku psikologi. Ada buku-buku terkenal yang bahkan aku mengenal namanya, serta buku-buku
sulit dari penulis yang tidak aku ketahui. Bahkan ada buku aneh berjudul ‘Cara Rahasia Mengendalikan
Orang dengan Cepat’.
Aku terkejut dengan kehausan Kei dengan
pengetahuan.
Selain
itu, ada banyak makalah juga. Bukan hanya yang ditulis dalam bahasa
Jepang, tetapi juga dalam bahasa Inggris, dan banyak di antaranya diberi
catatan tempel. Aku tidak tahu mana di antara semua itu yang sebenarnya
berkontribusi pada pengelolaan Blue Morpho.
Makalah
yang paling rumit di antara semuanya ditulis oleh sosiolog yang bernama Ikeya Sugao. Dalam makalah
tersebut, dijelaskan bahwa manusia yang tidak memiliki subjektivitas lebih
mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang lebih agresif melalui beberapa contoh. Misalnya saja peristiwa kerusuhan
bar di Amerika pada tahun 1824. Atau insiden pemusnahan di desa yang dipimpin oleh
seorang penipu. Makalah tersebut juga mengutip contoh-contoh dari Jepang,
seperti hukuman gantung dan pembunuhan di kamp pelatihan klub orkestra pada tahun 2002.
Aku selalu
berpikir saat membacanya. Kei mungkin menggunakan makalah
ini sebagai referensi untuk membangun Blue Morpho. Dan saat dia merasa ragu
dengan apa yang dilakukannya, dia akan membaca kembali makalah Ikeya Sugao. Fakta bahwa Kei juga mengalami
keraguan membuatku merasa terkejut dan anehnya senang. Aku senang saat mengetahui bahwa meski begitu ragu, namun dia tetap menjalankan Blue Morpho.
Selain
itu, makalah Ikeya Sugao juga menarik bagiku. Melihat
berbagai peristiwa yang tercantum dalam makalah tersebut membuatku berpikir
bahwa apa yang dilakukan Kei memang benar. Orang yang meninggal di Blue Morpho
pasti akan menyakiti seseorang suatu hari nanti.
“Memangnya
itu menarik, ya?”
Tiba-tiba,
Kei bertanya dari belakangku. Dia tersenyum dengan ekspresi yang
agak canggung. Mungkin dia menganggap makalah ini sebagai bukti kelemahannya.
Tanpa
menjawab pertanyaan itu, aku menciumnya, dan Kei tanpa
berkata-kata menggenggam tanganku dan membawaku ke tempat tidur. Jika kelemahan
dan kebingungan Kei yang membuatku berada di sini, maka itulah hadiah terbesar bagiku.
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
Kei yang
terus menjalankan Blue Morpho mulai menunjukkan
tanda-tanda kelelahan yang jelas. Mungkin karena dia
sudah bertekad untuk menjadi master Blue Morpho, Kei tidak
pernah mengeluh. Meskipun mengelola Blue Morpho adalah pekerjaan yang sangat
berat.
Lima
puluh tugas yang diberikan Kei sedikit berbeda tergantung pada karakter dan
kecenderungan individu. Meskipun ada beberapa tugas yang selalu dimulai dengan
hal-hal yang ringan dan mengurangi waktu tidur, yang lainnya disesuaikan secara
rinci berdasarkan jenis kelamin dan sifat individu pemain.
Misalnya saja, instruksi kedua puluh dua yang
diberikan kepada seseorang adalah [menonton
video badai pasir hingga pukul empat pagi],
sementara instruksi yang diberikan kepada orang lain adalah [menghitamkan selembar kertas
catatan dari ujung ke ujung hingga pukul tiga pagi]. Aku
tidak memahami maksud dibalik perintah tersebut,
tetapi tampaknya manusia memiliki kecenderungan tertentu, dan apa yang paling
mengguncang pikiran seseorang berbeda-beda.
Kei
mengelola instruksi-instruksi tersebut secara sistematis dan menciptakan sistem
di mana dia dapat memberikan instruksi hanya dengan menekan satu tombol, tetapi
jumlah hal yang harus dia pahami tetap sangat besar.
Selain
itu, Kei juga memegang peran penting. Dia berkomunikasi dengan orang-orang yang
dianggap memiliki kecocokan dan mengarahkan mereka agar semakin terlibat dalam
Blue Morpho, atau mengajarkan beberapa pemain untuk mengontrol kelompok dengan
lebih lancar.
Sistem
Blue Morpho yang diciptakan dari pengalaman masa kecilnya memang efektif,
tetapi daya tarik misterius Yosuga
Kei adalah senjata terbesarnya dalam Blue Morpho. Setelah berbicara dengan Kei
sekali saja, seorang pemain akan bersumpah setia kepada Blue Morpho seolah-olah
terpesona oleh sesuatu.
Aku tidak
tahu apa yang dibicarakan Kei sebagai game
master dengan para pemain, tetapi aku bisa membayangkan dengan jelas bagaimana
keterampilan komunikasi alaminya dan cara bicaranya yang meyakinkan dapat
memikat seseorang di sisi layar. Kei adalah orang yang seharusnya bisa
melakukan itu.
Namun,
tindakan ini tampaknya juga menjadi penyebab utama kelelahan Kei. Tidak mengherankan. Mengeluarkan instruksi berbeda
dengan mengarahkan seseorang untuk mati dengan kata-katanya sendiri. Aku
berpikir bahwa itu pasti menjadi beban di hati Kei.
Setiap
kali aku melihat Kei dengan ekspresi tertekan menatap tabletnya, dan dia terlihat bingung saat
melihat aplikasi panggilan yang diperolehnya
untuk Blue Morpho, aku teringat akan perjuangan kesepian yang dia hadapi. Kei
yang seharusnya menjadi orang yang populer terlihat sangat kesepian.
Mungkin itulah sebabnya, ketika Kei mengundangku
ke dalam rumahnya, dia mulai bersikap
manja seperti anak kecil. Dia mendekat dan menempelkan tubuhnya padaku di atas tempat tidur, memandangku
tanpa berkata-kata. Ketika aku mengelus kepalanya tanpa mengatakan apa-apa, Kei
tersenyum bahagia dengan mata yang menyipit. Pada
saat itu, untuk sesaat, Kei
tampak seperti gadis SMA
biasa.
Di dalam
kamar, kami berdua saling berciuman tanpa ada yang memulai. Saat aku memeluk Kei, aku
merasakan emosi yang aneh karena
memikirkan seberapa banyak takdir manusia yang terjalin dalam
tubuhnya yang ramping ini.
“Miyamine,” ucap Kei dengan suara lembut yang
hanya bisa kudengar. Setelah
itu, hampir semuanya berjalan dengan sendirinya. Merasakan beban Kei yang
menekanku, aku hanya fokus untuk
memanjakannya. Jika tindakan ini dapat menyembuhkan Kei, itu sudah cukup bagiku.
Setelah
beberapa waktu, Kei tertidur di pangkuanku. Aku yang tak tahu harus berbuat
apa, mengambil tablet yang bersandar di sudut tempat tidur. Kei tidak berhenti
melihatnya. Bahkan, dia tampak senang jika aku melihat apa yang dia lakukan.
Aku
berhasil membuka kode sandi dan melihat isinya. Tablet ini terutama digunakan
untuk hal-hal terkait Blue Morpho, termasuk berbagai layanan media sosial utama
dan aplikasi pesan. Lalu, aku membuka file Excel dan menampilkan tabel terbaru.
Seperti
yang diharapkan dari Kei, daftar tersebut tersusun rapi. Aku membuka kolom Endo Tsuyoshi dan melihat tugas-tugas yang
dimulai tiga hari sebelum dia mati, dihitung dari saat aku berbicara dengan
Kei.
[Empat
puluh delapan - Ceritakan tentang ‘Kawasan
Suci’ kepada
semua orang di kluster.]
[Empat
puluh sembilan - Berbicara
dengan master. Periksa kupu-kupu di cermin dan ajak kupu-kupu berkomunikasi.]
[Lima
puluh - Tugas terakhir. Melompat ke kereta api pertama.]
Tugas
terakhir ini juga telah dicentang. Di bawahnya, ada catatan tambahan yang
bertuliskan 'bunuh diri dengan melompat.'
Daftar
itu juga mencantumkan banyak nama lainnya. Tenogi Yosuke,
Marui Mitsuko, Toyoshiro Yuuka. Masing-masing dari mereka masih
menuju kematian.
Aku
sering membayangkan dunia di mana bakat ini digunakan dengan cara yang benar.
Dalam bayangan itu, wajah Zenna Mikuri
muncul, dan sosok Kei yang tegas berusaha menghentikannya.
Dia
adalah Kei yang kucintai, tetapi juga bukan Kei yang sebenarnya. Pemikiran itu
sangat menyedihkan.
Setelah
menjalani hidup seperti ini selama beberapa waktu, momen pertama yang menentukan bagi
kami akhirnya tiba.
Jenazah Marui Mitsuko, yang seharusnya menjadi
pemain Blue Morpho, ditemukan di pinggir sungai.
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
Berita
itu diliput secara besar-besaran. Kasus pembunuhan di mana seorang gadis SMA yang bersekolah di Tokyo
diserang dan dibunuh oleh beberapa orang.
ebuah
foto dirinya bersama teman-temannya dipublikasikan, beserta nama dan keadaan
kematiannya. Tiga hari setelah kematiannya, motifnya masih belum diketahui.
Polisi masih melanjutkan penyelidikan terhadap kasus ini, tetapi belum ada
tersangka yang ditangkap.
Saat
menonton berita tersebut,
aku terdiam. Aku mengenalinya——
gadis ceria dengan rambut panjang yang diikat kuncir kuda. Nama yang tidak
pernah aku temui itu muncul di atas tempat tidur Kei. Itu adalah nama yang ada
di lembar Excel di tablet itu.
Aku berusaha
menekan jantungku
yang berdebar kencang dan mencoba
mengingatnya kembali.
Dia seharusnya masih berada di sekitar tugas ketiga puluh dua. Baru sekitar
lima hari sejak saat itu. Masih terlalu
cepat untuk mati. Apalagi, Blue Morpho diatur oleh aturan yang ketat.
Hari itu
adalah hari Minggu, jadi aku mengajak Kei ke sebuah karaoke dekat rumah. Karena itu ruangan pribadi yang
terpisah, sehingga kami bisa berbicara tanpa khawatir dengan orang lain.
Di dalam
ruangan yang redup, lampu berwarna-warni yang ceria menerangi suasana. Kei
mengenakan atasan putih dengan rok berwarna hijau muda, seolah-olah mengenakan
cahaya berwarna-warni itu. Tubuh putihnya berubah menjadi merah, biru, dan
kuning saat cahaya dari lampu menyinari.
“Aneh
sekali Miyamine mengajak ke tempat
seperti ini,” katanya.
“…Marui Mitsuko, dia pemain Blue Morpho,
kan? …dia, dibunuh,”
Kei
berbicara dengan santai, jadi aku menjawabnya dengan blak-blakan. Suaraku
gemetar menyedihkan karena
saking terkejutnya. Aku tidak menyangka bahwa Blue Morpho tidak hanya membuat
orang bunuh diri. Aku tidak pernah
bahwa akan ada kasus pembunuhan. Apa yang sebenarnya terjadi? Pemikiran itu berputar-putar di dalam kepalaku, tapi aku tidak bisa
menyusun satu pernyataan pun yang bisa
kutanyakan. Setelah beberapa saat, Kei berbicara.
“Kamu ingat kita pernah bicara
tentang manfaat kluster, ‘kan?”
“…Saat
kita membahas manajemen motivasi?”
“Ya.
Begini, Miyamine. Inilah salah satu keuntungan dari membentuk kluster.
Mekanisme penyucian diri.”
Kei
mengatakannya dengan tenang. Saat itu, Kei memang berbicara tentang ‘produk sampingan’ dari kluster. Aku menyesal tidak
mendengarkan dengan baik. Namun, meskipun aku mendengarnya, apakah aku bisa
menghentikan Marui Mitsuko
dari dibunuh? Dia sudah pasti akan mati, bukan?
“Mekanisme
penyucian diri itu…”
“Pemain
paling takut jika tatanan Blue Morpho terganggu. Kluster tidak akan memaafkan
orang yang mengabaikan norma dan instruksi yang telah mereka perjuangkan.
Sebenarnya, setelah melewati tugas kedua puluh sembilan, Marui Mitsuko tidak lagi mengikuti
instruksi. Mungkin dia merasa takut di tengah jalan. Atau mungkin dia secara
tidak sengaja tertidur karena faktor eksternal. Dan dia berpikir untuk keluar
dari Blue Morpho. Padahal, informasi pribadi sudah lama beredar di kluster.
Akhirnya, Mitsuko mendapatkan hukuman.”
Kei
melanjutkan menjelaskan penyebabnya dengan tenang.
“Pelakunya
mungkin seseorang dari kluster
yang sama. Namun, kluster L yang mungkin telah membunuh Marui Mitsuko hampir semuanya sudah
berevolusi. Orang-orang yang tersisa juga akan menghilang dalam waktu lima
hari.”
“Ini
sudah melewati batas. Kei pasti tahu tentang hal ini. …Kita harus menghentikan
ini──”
“Aku
tahu!”
Pada saat
itu, Kei berteriak dengan suara melengking yang
tidak biasa. Baru pertama kalinya aku mendengarnya
begitu. Lampu di ruangan itu sejenak menjadi gelap, lalu
perlahan-lahan berubah menjadi biru yang dingin.
“…Aku
tahu. Ini tidak benar. Ini salah.”
Suara Kei
dipenuhi kesedihan yang mendalam. Ruangan
karaoke yang gelap membuatku tidak bisa
melihat ekspresi wajahnya. Namun, ada raut
kebingungan yang jarang terlihat di matanya.
“Tapi,
kita tidak bisa membiarkan ini berhenti. Jika pembersihan internal tidak
dimulai, kluster takkan bisa dipertahankan. …Aku tidak pernah membayangkan hal
buruk seperti ini akan terjadi, tapi tanpa
adanya ini, Blue Morpho akan runtuh.”
Aku bisa
memahami apa yang ingin dikatakan Kei.
Demi mempertahankan Blue Morpho,
mungkin diperlukan pencegahan agar para pemain tidak keluar. Namun, cara ini
jelas berbeda dari cara Kei sebelumnya.
“…Kamu tahu tentang mekanisme penyucian
diri kluster ‘kan, Kei? Apa sudah ada kejadian serupa
sebelum insiden ini?”
“…Sekitar
tiga bulan yang lalu, terjadi kasus di mana Yoshio Hidenori-kun, siswa kelas dua SMA, ditusuk di
pinggir jalan. Polisi menyimpulkan itu sebagai
tindakan kriminal oleh orang asing, dan pelakunya belum ditangkap. Seluruh
anggota kluster C tempatnya
bergabung sudah berevolusi.”
Sejujurnya,
aku
tidak mengingat berita tersebut. Mungkin
karena ada berita lain yang lebih mencolok, atau mungkin cara pemberitaan
tentang Marui Mitsuko yang istimewa.
Tiga
bulan yang lalu, itu adalah saat Kei mulai memintaku untuk berada di
sampingnya. Aku mengingat Kei
yang terlihat kehilangan linglung
di dalam ruang OSIS. Apa itu karena dia
mengetahui insiden Yoshio Hidenori? Apa inilah
yang menjadi pemicu Kei untuk mulai meragukan
Blue Morpho?
“Aku
tidak bisa menghentikan pembersihan kluster.”
Menanggapi
dugaanku yang sembarangan, Kei berkata dengan sikap tegas.
“Ini
adalah sesuatu yang diperlukan untuk mempertahankan Blue Morpho. Apapun yang dipikirkan Miyamine
tentang ini, aku akan mengonfirmasi hal ini.”
“…Aku
tidak akan membencimu.”
Aku menjawab
demikian sebelum Kei bertanya.
Namun,
memang benar bahwa aku diserang oleh kecemasan yang mengerikan. Seorang idol
baru dengan polosnya mempromosikan dirinya di TV terdekat. Pagi itu, aku pikir
insiden itu sangat mengerikan, tapi hanya dengan Kei mengatakannya dengan
begitu jelas, aku tak punya pilihan selain mendukungnya.
“…Marui-san juga menyukai lagu dari band asing yang aku
sendiri tidak terlalu mengenalnya.”
Sembari menggumamkan
hal itu pada dirinya sendiri, Kei memainkan sebuah lagu. Sepertinya itu adalah band dari
Inggris, tetapi aku juga tidak mengenal band itu. Melodi yang melankolis
mengalun bersamaan dengan lirik berbahasa Inggris. Kei menatapnya tanpa
bernyanyi.
“Meskipun aku
harus melupakannya, tapi
aku tidak bisa melupakan percakapanku
dengan Marui-san waktu itu.”
Aku
penasaran bagaimana perasaan Kei ketika mengetahui bahwa Marui Mitsuko dibunuh? Rupanya
Marui-san sudah mulai menjauh dari Blue Morpho, jadi
mungkin Kei berusaha meyakinkannya sebelum dia mendapatkan sanksi di dalam
kluster. Namun, Marui-san justru
sudah meninggal.
Kei
menggigit bibirnya dengan lembut. Saat lagu mendekati akhir, Kei menyipitkan
mata dengan ekspresi kesakitan.
“…Kamu boleh melupakannya, Kei. Jika Kei tidak bisa melupakannya, Blue Morpho pasti tidak akan
bisa bertahan…”
Ketika aku
mengatakannya, Kei mengangguk samar dengan ekspresi menyakitkan.
Setelah
itu, kami keluar dari karaoke tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Kami terasa
seperti orang asing. Sudah lama sekali rasanya kami seperti ini.
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
Sesampainya di rumah, aku mencari
informasi tentang kasus pembunuhan Marui Mitsuko,
mencetak semua artikel dan postingan di forum yang aku temui. Berbagai orang
memberikan pandangan mereka tentang kasus pembunuhan ini.
Ternyata,
rumor tentang Blue Morpho cukup menyebar, dan ada beberapa orang yang berhasil
menebak kebenarannya. Namun, ada banyak
orang menganggapnya sebagai khayalan belaka.
Tidak banyak orang yang mampu mengaitkan legenda urban yang umum dengan kasus
pembunuhan yang sebenarnya terjadi.
Selanjutnya,
aku juga mencari informasi tentang Yoshio Hidenori. Berita tentang Marui Mitsuko yang baru saja dilaporkan
hari ini tidak sebanding dengan detail tentang kasus pembunuhan yang
dilakukannya. Sambil mencetak informasi itu, aku berpikir untuk mencari edisi
lama koran di perpustakaan.
Dalam
sekejap, lantai kamarku dipenuhi dengan informasi tentang dua kasus pembunuhan
tersebut. Sambil menyusun satu per satu dengan hati-hati, aku berpikir. Kei
boleh melupakannya. Sebagai
gantinya, aku akan mengingatnya. Setidaknya, aku satu-satunya yang benar-benar
memahami kebenaran dari kejadian ini.
Saat
menyusun berkas, aku teringat bahwa pembunuh berantai cenderung memeriksa
laporan tentang kasus mereka secara obsesif. Aku lupa apakah aku melihatnya di
serial TV atau membaca tentangnya di buku, tetapi aku yakin ada cerita yang mirip seperti itu.
Jumlah
orang yang terlibat dengan Blue Morpho dan meninggal telah meningkat menjadi
enam puluh dua. Besok, jumlahnya akan menjadi enam puluh tiga. Apa pun
ideologinya, Kei tidak diragukan lagi
seorang pembunuh.
Namun,
jika melihat tindakanku, aku sendiri lebih mirip pembunuh.
Mungkin
itu benar. Kei tidak salah. Aku harus melindungi hati Kei,
pikirku sambil terus bergumam sendirian di kamar.
Setelah
itu, aku terus mengumpulkan informasi tentang kasus pembunuhan yang terkait
dengan Blue Morpho. Pada akhirnya, jumlah orang yang dibunuh karena pembersihan
internal kluster mencapai enam, tetapi aku menyimpan semua kasus tersebut dalam
berkas dan meletakkannya di rak kamarku.
Dengan melakukan itu, seolah-olah aku berharap bisa membantu Kei dengan cara
apapun.
Apa pun
motivasiku saat itu, berkas ini sendiri ternyata berguna.
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
Pada hari
berikutnya setelah kami berbicara di karaoke, Kei dan aku kembali menjadi
seperti biasanya. Kami tidak membahas tentang Blue Morpho dan berbicara tentang
ujian akhir yang semakin dekat.
“Setelah
liburan musim panas, ayo pergi mengunjungi suatu tempat. Meskipun kita tidak bisa menginap sih,”
kataku.
Mungkin
karena ada masalah dengan Blue Morpho, pikirku
dalam hati, dan Kei tertawa sambil berkata, “Ayahku tidak akan mengizinkannya, sih.”
“Belakangan
ini, ayah mulai curiga pada Miyamine. Sepertinya ada orang di sekitar yang
melihatnya datang ke rumahku. Dia khawatir kalau kita
melakukan yang aneh.”
“…Tapi
aku sudah pulang sebelum orang tuamu
kembali.”
“Ah,
jadi kamu mengakui kalau kamu melakukan hal yang aneh ya.”
“………………Kei.”
“Yah,
memang benar bahwa aku melakukan sesuatu yang tidak bisa aku katakan.”
Kei
tertawa dengan mengatakan hal yang tidak bisa dijadikan lelucon.
“Namun,
tetap saja, khawatir meninggalkan rumah itu wajar. Jika ada koneksi, aku bisa
memberikan instruksi dari mana saja.”
Kei
tiba-tiba mengubah wajahnya menjadi serius dan mengeluarkan suara besar saat
meregangkan tubuhnya. Sebenarnya, itu hal yang wajar, tetapi Kei tidak memiliki
waktu istirahat. Jika kami terus tumbuh dewasa seperti ini, sepertinya Kei
tidak akan bisa pergi berlibur. Lagipula, ada perjalanan sekolah pada musim panas kelas tiga. Aku penasaran apa yang akan dilakukan Kei nanti?
“Apa
Kei akan terus melanjutkan Blue Morpho?”
“Kata melanjutkan
itu mungkin ungkapan yang aneh... Tapi, aku akan menyelesaikannya sampai akhir.”
“Sampai
akhir?”
Kei memiringkan kepalanya dengan ekspresi
yang tidak bisa dijelaskan dan tidak melanjutkan kalimatnya. Apa itu saat tidak
ada lagi pemain dalam permainan, atau saat Kei merasa sudah cukup? Aku sangat
berharap bahwa kondisi akhir tersebut tidak termasuk kematian atau penangkapan
Kei.
Dalam
makalah Ikeya Sugao yang dia gunakan sebagai rujukan,
tidak ada akhir yang jelas dituliskan. Hanya ada ringkasan tentang bagaimana
manusia terbawa arus. Apa Blue Morpho milik Kei akan mencapai akhir dari
makalah itu?
“Kalau
begitu, kita bisa membuang buku dan dokumen ini. Benda-benda
ini cukup memakan tempat, jadi mungkin sudah saatnya untuk
dibuang.”
Kei
tertawa sambil menepuk rak penuh buku.
“Kurasa cuma
bukan itu saja. Smartphone dan komputer juga,
semua bisa dibuang. Kita bisa mengumpulkan semua barang yang tidak perlu dan
membakar semuanya.”
“Apa
komputer bisa terbakar?”
“Sebagian
besar benda di dunia ini bisa terbakar.”
Meskipun
itu adalah harapan yang konyol, aku berharap suatu saat Blue Morpho akan
memudar dengan sendirinya. Aku ingin sihir yang dimiliki Kei sepenuhnya lenyap,
mimpi tentang Blue Morpho larut, dan Kei bisa sepenuhnya melepaskannya untuk
pergi berlibur. Itulah seluruh impian manisku.
Namun,
Blue Morpho milik Kei tidak memudar, malah semakin terasah.
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
Pesan
yang dikirim oleh Kei muncul di dalam tablet.
'Aku
mengerti. Kamu dan aku sama. Dunia seperti ini tidak pantas untukmu. Meskipun
kamu terus hidup, tidak ada seorang pun yang akan menemukannya. Orang tuamu
akan terus menganggapmu sebagai orang yang gagal seumur hidup.'
Itu hanyalah percakapan yang sepele. Pola
yang umum sebagai pengantar untuk Blue Morpho. Menyerang kelemahan hati lawan,
mengajarkan betapa tidak berartinya kehidupan mereka, betapa bodohnya mereka,
dan seberapa baiknya kalau mereka mati.
Lalu,
setelah beberapa waktu berlalu, dia
mengulurkan tangan membantu.
'Tetapi,
kamu memiliki kemungkinan untuk menjadi istimewa.'
'Manusia
yang menyelesaikan Blue Morpho akan diberikan hak untuk dibebaskan dari
penderitaan ini.'
'Kamu
bisa melakukannya.'
Pesan
yang dikirim bersamaan dengan tantangan itu tampak sepele. Namun, para pemain
yang menerima kata-kata dari Kei seperti terhipnotis dan berusaha mencapai
tujuan. Sederhana, dan seharusnya tidak ada yang terlalu istimewa.
Meskipun
begitu, kupu-kupu Blue Morpho terbang menuju api.
Di dalam
pikiranku, kalimat ini terulang dengan suara Yosuga
Kei. Suara Kei sangat khas. Tidak terlalu tinggi atau rendah,
terdengar seperti alat musik yang bergema. Saat mengikuti suara yang bergetar
saat mengucapkan kalimat, entah kenapa, kepalaku terasa panas. Meskipun begitu,
aku selalu berpikir bahwa kekuatan aneh Kei berasal dari suaranya. Dengan hanya
tulisan seperti ini, kata-kata Kei memiliki kekuatan.
“Kamu
melihat ruang obrolan pribadi, ya?”
Saat aku
menoleh, Kei berdiri di sana. Meskipun cuaca panas, Kei tampak tidak
berkeringat. Dari blus yang dua kancingnya
terbuka, terlihat tulang selangkanya yang menonjol.
“…Hanya
sedikit, karena aku
penasaran.”
“Rasanya
sedikit memalukan. Aku agak malu kalau Miyamine melihatku mengerjakan tugas OSIS.”
Sambil
membandingkan Blue Morpho dengan OSIS
SMA Togamine, Kei mengeluarkan smartphone-nya.
“Apa
kamu akan menelepon? Di siang hari begini?”
“Ya.
Dia telah memimpin kluster dan juga melakukan pembersihan. Jika orang yang
sudah sampai sejauh itu mencoba kembali sadar,
dia akan hancur.”
Kei
mengatakannya dengan tenang. Mungkin, orang yang akan dia telepon sekarang
telah membunuh orang demi Blue Morpho, demi Kei. Tentu saja, setelah sampai
sejauh itu, tidak ada jalan kembali. Jika dia meragukan Blue Morpho, dia pasti
tidak akan mampu menanggung berat dosa yang telah dilakukannya.
Sesuai
dengan pernyataannya, Kei mulai
menelepon seseorang. Dan, sambil tersenyum di bawah sinar matahari sore, dia
berkata lembut kepada pemain yang berada di suatu tempat di dunia ini, “Ini aku.” Kei kemudian berbicara dengan
seseorang secara diam-diam. Suara tawa kecil. Desahan lembut. Suara Kei bergema
di ruangan seperti balada, mengarahkannya kepada kematian.
“…Tidak
apa-apa. Kita pasti akan bertemu lagi di tempat suci. Ketika itu terjadi, aku
pasti akan menemukannya. Sampai jumpa lagi,
Tsutsujima Yoshiharu-kun.”
Suara
manis Kei bergema. Setelah itu, Kei terdiam dan memejamkan matanya sejenak.
Aku tidak
tahu situasi macam apa yang terjadi di
sisi telepon, tapi mungkin Tsutsujima
Yoshiharu sudah meninggal dunia.
Entah dirinya melompat, menggantung
diri, atau mungkin menggorok lehernya sendiri.
Kei memutuskan sambungan telepon dan melempar smartphone-nya ke tempat tidur.
Melihat smartphone yang memantul itu,
aku dengan tenang bertanya.
“Apa
ia mati?”
“…………ya.”
Wajah Kei
berubah menjadi ekspresi murung. Menutupi wajahnya yang hampir menangis dengan
kedua tangan, dia membungkuk. Kei selalu seperti ini ketika seseorang mati.
Meskipun dia sendiri yang mengarahkannya ke arah kematian.
Kei
meregangkan badannya seperti
kucing dan kemudian berbaring di tempat tidur. Ketika aku mengatakan bahwa
seragamnya akan kusut, Kei tertawa dan berkata, “Kamu
mulai lagi begitu.”
Sambil tertawa, perutnya yang datar bergerak naik turun. Tiba-tiba, aku
meletakkan tangan di sekitar pusarnya dan dia berkata, “Geli ih!”
sambil tertawa lagi.
Perut Kei terasa hangat, dan aku bisa merasakan
keberadaan organ di dalamnya.
“Karena
ditekan Miyamine, perutku jadi
berputar-putar.”
Ketika
hanya berdua denganku, Kei terlihat jauh lebih bebas. Semua orang di sekitar
tidak tahu tentang sisi Kei yang seperti ini. Hanya aku yang tahu bahwa Kei
melakukan pembunuhan yang paling tenang di dunia ini.
“Apa
Tsutsujima Yoshiharu tampak puas?”
“…Ya.
Ia terlihat bahagia. Ketika kami
baru bertemu, ia tidak bisa menemukan makna dalam kehidupannya. Setelah bertemu denganku, dirinya bilang dunianya berubah. Dirinya bilang ia merasa senang telah bertemu denganku.”
Hanya
mendengar itu saja kedengarannya seperti
apa yang dilakukan Kei tampak seperti perbuatan baik tak berdosa. Rasanya
dia seperti sedang mencoba menyelamatkan teman masa kecil yang
diintimidasi atau mencari kucing yang hilang hingga senja. Namun, titik akhir
dari tindakan Kei justru
kematian, yang membuat penilaian menjadi kabur. Kei mungkin sedang
menyelamatkan orang. Setiap orang yang terjebak dalam Blue Morpho memiliki
kekurangan, dan mereka menemukan sesuatu untuk mengisi kekurangan itu, lalu
mati sambil berterima kasih kepada Kei.
Seandainya
bunuh diri bukanlah hal yang buruk, Kei mungkin bisa menjadi penyelamat
sejati.
Sebenarnya,
apa bunuh diri itu merupakan
sesuatu yang buruk?
Semua
orang memilihnya sendiri, bukan?
Atau
mungkin, Kei hanyalah cerminan dari Nezuhara Akira yang pernah aku benci? Pada akhirnya, aku bahkan tidak
bisa memahaminya.
Kata-kata “Aku
menemukannya” yang tersimpan
dalam riwayat obrolan. Kata-kata “Sampai
jumpa” yang menjadi pegangan bagi orang
yang mendekati kematian.
“Hei.”
Sekali
lagi, kata-kata Kei menarikku kembali dari jalan pikiran yang sempit.
“Apa
yang sedang kamu pikirkan?”
Kei mengerucutkan
bibirnya seolah-olah cemberut. Gerakan yang mudah dimengerti ini pastinya pose Kei. Itu adalah cara untuk
mendapatkan perhatianku sepenuhnya di tempat ini. Meskipun begitu, aku terjerat
dalam pesona Kei.
“Semua
orang menyukai Kei, ya?”
Kata-kata
itu keluar begitu saja dari mulutku.
Dengan
terus memberikan instruksi, dia
menurunkan rintangan untuk mencapai tantangan. Membuat kluster dan sistem
pengawasan timbal balik. Mengendalikan penolakan dan penerimaan untuk
menghancurkan ego orang lain. Mengurangi waktu tidur dan mencuri daya pikir.
Kadang-kadang, seperti hadiah, memberikan kata-kata yang diinginkan.
Aku
bahkan mulai berpikir bahwa keberadaan Kei
secara keseluruhan mungkin yang membuat Blue Morpho ada. Semua pemain jatuh
cinta pada Kei dan pasti ingin bertemu dengannya
lagi. Sebenarnya, mungkin hanya itu saja.
Dan
mungkin, aku juga hanya salah satu dari mereka.
“Kamu
mengatakan hal yang aneh, ya.”
Kei
berkata dengan wajah bingung dan kemudian tertawa seperti anak kecil. Tidak ada
kesan bahwa dialah orang yang menghasut
seseorang untuk bunuh diri sebelumnya. Meskipun baru saja mengantarkan
seseorang pergi tanpa mengubah ekspresi wajahnya, Kei tetap tidak berubah
sedikit pun.
“…Jangan
tertawa. Aku juga, …mungkin tidak jauh berbeda dari yang lain.”
“Hmm,
jika dipikir-pikir, mungkin benar. Miyamine juga sangat menyukaiku.”
Sungguh
menggemaskan melihat Kei yang dengan mudah mengatakan itu. Melihat Kei yang
tampak senang menggerakkan kakinya, tiba-tiba aku merasa malu. Ketika aku
berusaha menarik kembali pernyataanku, Kei melanjutkan seolah sudah
menunggu.
“Tapi,
ada satu hal yang membedakanmu
dari pemain lainnya, lho?”
“…karena aku tidak mati? Atau, karena tidak mengikuti instruksi?”
“Karena
aku mencintaimu.”
Kei
berbalik dan menghadap ke arahku. Dalam posisi tidur miring, Kei tanpa ragu
merentangkan tangannya ke arahku. Seiring dengan gerakannya,
rambut hitamnya yang indah yang bersandar di bahuku mengalir ke atas sprei
dengan suara lembut.
“Hei, Miyamine. Peluk aku erat-erat?”
Perintah
singkat yang mudah dicapai itu dibisikkan dengan suara Kei. Tentu saja, dia
tidak berbeda denganku dan para pemain Blue Morpho lainnya. Aku merespons
kata-kata Kei. Aku ingin mendapatkan imbalan.
“…Maukah kamu... menciumku?”
Kei yang
berada dalam pelukanku memberikan perintah berikutnya. Dulu aku berpikir bahwa
ini tidak boleh terjadi, tetapi suara Kei yang penuh gairah menutupi pikiran
itu.
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
“Hei, Kei, apa kamu percaya pada
tempat suaka? Maksudku,
pada surga atau neraka?”
Tiba-tiba
aku merasa penasaran dan bertanya pada Kei
yang sedang mengenakan kembali
seragamnya.
Konsep
tempat suaka setelah mati adalah salah satu
inti dari Blue Morpho. Karena percaya bahwa mereka akan bertemu Kei di sana,
para pemain dengan mudah memilih untuk mati. Mereka mengarahkan diri menuju
tempat di mana mereka bisa bertemu Kei, lebih memilihnya daripada dunia nyata
yang penuh luka. Layaknya seperti
kupu-kupu yang mencari nektar.
Atau seperti ngengat yang terbang menuju api.
“Apa kamu mempercayainya,
Miyamine?”
“Bukankah
seharusnya kamu tidak menjawab pertanyaan dengan pertanyaan?"
“Sudahlah, jawab saja.”
“Aku
percaya pada akhirat.”
Sebenarnya,
aku ingin mempercayainya. Mungkin ini bukan kata-kata
yang seharusnya diucapkan oleh seseorang yang hanya menyaksikan apa yang
terjadi di depannya, tetapi aku takut akan kegelapan setelah mati. Membayangkan
bahwa manusia akan menjadi tidak ada setelah mati membuat perutku terasa mual.
Dalam hal ini, konsep tempat suaka
yang diajukan oleh Blue Morpho terasa lembut. Bagus rasanya mengetahui bahwa
ada cahaya di tempat yang akan dituju setelah mati.
Aku
bertanya-tanya apakah Kei, sebagai pencipta, benar-benar percaya pada dongeng
ini. Apa dia akan mengkonfirmasi dengan tatapan jernihnya, atau malah
tertawa?
“Kalau
begitu, kita pasti akan bertemu lagi di sana.”
Tebakanku
meleset. Kei mengatakannya dengan wajah serius dan kemudian mulai berkutat dengan kancing-kancingnya lagi. Sepertinya pertanyaan
yang aku ajukan berakhir di situ.
Kata-kata
yang diucapkan dengan santai itu terus terngiang di benakku.
[Kalau
begitu, kita pasti akan bertemu lagi di sana.]
• 🦋 ──────✧ 🦋 ✦ 🦋✧────── 🦋•
Setelah
itu, Kei tertidur begitu saja. Blusnya sudah kusut hingga tidak bisa diperbaiki
lagi. Sambil melihatnya yang tidur dengan tenang, aku mengambil tablet sekali
lagi tanpa tujuan. Ketika melihat Kei melalui Blue Morpho, aku tiba-tiba
menemukan riwayat pesan yang aneh.
Berbeda
dengan banyak pesan lainnya, interaksi dengan orang tersebut memiliki tanda
bintang. Itu adalah simbol untuk menunjukkan orang yang istimewa. Aku berpikir
mungkin dia adalah seorang pemimpin kluster atau semacamnya, lalu membuka
interaksi tersebut.
Pesan
yang dikirim dari pihak lawan tampaknya telah dihapus satu per satu, dan yang
tersisa hanyalah pesan-pesan yang dikirim oleh Kei. Aku mulai membacanya satu
per satu.
‘Kamu mempunyai nilai keadilan yang sangat kuat,
ya?’
‘Aku
mengerti. Kamu
adalah orang yang sangat berbakat. Karena aku mengetahuinya, aku
ingin berbicara denganmu
seperti ini.’
‘Dosamu adalah sesuatu yang dikenakan
kepadamu. Di
sini, kamu tidak
memiliki nilai hidup. Semua orang akan melemparkan batu kepadamu, dan tidak ada yang akan menghargaimu dengan benar. Tidak lagi,
selamanya.’
Kata-kata
yang seolah-olah menolak pihak lawan dengan dingin, namun sekaligus seperti
mengangkatnya dari kegelapan.
‘Tapi,
aku telah menemukanmu.’
‘Aku
telah menunggu seseorang sepertimu.’
Aku tidak
mengerti mengapa interaksi itu terasa istimewa. Meskipun jarang bagi Kei
menggunakan bahasa formal, dia memang mengubah cara penulisannya sesuai dengan
lawan bicaranya. Namun, apa sebenarnya dosa pihak lawan bicaranya itu?
Tiba-tiba,
aku merasa tidak bisa lagi menahan semua situasi ini, dan aku menekan bagian
pelipis sambil berusaha mengusir rasa tidak nyaman itu. Saat itu, Kei yang
tidur di sampingku sedikit bergerak. Ketika aku meletakkan tanganku di perut
Kei yang tidur nyenyak, secara alami aku mengeluarkan suara, “Apa yang harus
aku lakukan?” Kei yang sedang tidur tidak memberikan instruksi apapun.
Yang bisa
aku lakukan hanyalah terus mengamati Blue Morpho dari dekat.
Namun, tanpa kusadari, Blue Morpho telah mulai mengalami
evolusi besar yang
melibatkan banyak orang berbeda.
