Entah benar
atau tidak, tapi katanya nenekku datang dari bulan
uuuu
Tahun
sekarang perlahan mendekati akhir.
Malam
ini adalah malam bulan purnama kesebelas. Setelah satu bulan lagi, tahun ini
akan hilang seiring dengan berlalunya waktu tahun baru yang tidak menawarkan
janji.
Bahkan
tidak ada jaminan bagi kita - selain
ubur-ubur yang tembus pandang - kalau kita akan bertahan untuk melihatnya.
Untuk
umat manusia di masa ini, hari dan bulan hanyalah sesuatu yang abstrak. Kata
"kematian" adalah bagian dari segalanya di sini. Dari apa yang aku
dengar, orang-orang zaman dahulu menggunakan hari dan tanggal untuk pandangan
yang lebih positif tentang berbagai hal. Kalender bukanlah sesuatu yang
menghabiskan waktu, melainkan simbol siklikal, diperlakukan sebagai sesuatu
yang datang kembali, atau sesuatu seperti itu.
Sederhananya,
penggunaan data kembali. Mereka melakukan daur ulang terlalu jauh. Mereka bilang
kalau manusia pernah serakah dan rakus, tetapi dari sudut pandang kami, mereka
sangat pelit.
Pada
kalender Gregorian, mungkin sekitar tahun 3000 Masehi saat ini.
Umat
manusia yang seperti dulu sudah lama punah. Tak ada lagi jaminan bahwa matahari
akan terus muncul, tapi di sisi lain, tidak ada yang berperang lagi. Namun,
semua peradaban yang dikembangkan manusia selama ribuan tahun tersapu lenyap
bak buih busa. Dengan seenaknya aku mengabaikan beberapa lamaran pernikahan,
dan hari ini, sama seperti kemarin dan hari-hari sebelumnya, aku menghabiskan
waktuku menatap pantai dari dataran tinggi pulau.
Air
di langit, langit di air. Di langit bulan adalah laut yang hancur.
Ketika
aku melihat laut yang berkilauan, tanpa sadar aku menyanyikan sepotong lagu
yang kupelajari dari nenekku.
Lebih
tepatnya, lagu tersebut berasal dari nenek buyutku, dan ketika aku memahami
kata-kata itu sendiri, aku tidak pernah mengerti maknanya. Aku tidak sedang
menjelekkan leluhurku, tapi aku mendapat kesan bahwa dia mungkin agak terlalu girlish. Ini adalah saat-saat ketika kau
bisa merasakan akhir dunia, namun tampaknya dia adalah tipe orang yang hidup
dalam mimpi.
Ibu,
nenekku dan nenek buyutku semuanya berbagi selera yang sama, dan juga, semuanya
memiliki paras yang cantik. Sayangnya, aku sendiri berubah menjadi anak itik
yang buruk rupa. Aku tidak secantik ibuku, dan yang lebih penting, aku tidak
mewarisi sifatnya. Satu-satunya alasan kenapa
aku terus mendapatkan lamaran pernikahan mungkin karena pulau ini.
“Oh?
Kurasa pangeran Arishima sudah kembali ke rumah. "
Aku
merasakan hembusan angin kencang saat mendongak ke atas langit untuk melihat
ada pesawat jet hitam terbang lewat.
Gaww, terdengar suara mesin dari pesawat itu.
Salah
satu jejak terakhir peradaban, jet itu memotong cahaya rembulan saat melayang
pergi. Atau mungkin itu hanya sekedar sisa. Bingkai baja kusamnya bersinar saat
menuju ke langit timur.
Dengan
itu, jumlah lamaran yang gagal sudah mencapai enam belas.
Dan
kali ini juga masuk rekor baru. Aku memaksakan kepadanya suatu tugas yang
bahkan lebih mustahil dari biasanya, dan pelamar itu sudah kabur duluan sebelum
satu hari pun berlalu. Itu belum pernah terjadi sebelumnya sehingga dewan pulau
ini bahkan memarahiku, tapi mau bagaimana lagi. Itu salahnya karena datang di
bulan purnama. Ia harus menyadari bahwa semuanya memiliki waktu dan tempat. Aku
tahu oksigen menipis, tetapi jika kau ingin membicarakan tentang cinta,
setidaknya coba pahami itu.
Pulau
tempat aku tinggal adalah sebuah koloni kecil yang jumlahnya kurang dari lima
puluh orang. Daratan yang memiliki kota terletak jauh di seberang lautan. Tidak
ada pelabuhan di sini, dan yang ada di pantai hanyalah terumbu karang unik yang
berbentuk bulan sabit. Bagi orang-orang yang tinggal di pulau ini, terumbu
karang tersebut adalah bagian dari kehidupan sehari-hari, tetapi bagi
orang-orang di kota itu, tampaknya lebih berharga daripada permata manapun.
Sejak
dari masa nenekku, pulau ini sudah diperlakukan sebagai tanah suci. Benar-benar
dilarang untuk masuk lewat laut, jadi hanya orang istimewa yang memiliki
pesawat terbang yang bisa datang. Alasan aku dipanggil "Hime-sama" oleh orang-orang di kota
juga karena betapa istimewanya pulau ini. Mereka mengatakan bahwa tempat ini
adalah bintang harapan untuk pemulihan umat manusia. Namun, bagi kami yang
tinggal di sini, itu benar-benar biasa. Kami mungkin bahkan tidak bereaksi ketika
kiamat datang.
“Sayang
sekali. Meski kamu bisa bepergian ke luar angkasa, kamu tak akan bisa menemukan
ikan di Bulan. ”
Setiap
kali seorang pelamar tiba, aku menugaskannya dengan sesuatu yang mustahil.
Kali
ini untuk mengambil ikan dari Bulan.
Pergi
ke bulan adalah perjalanan satu arah. Walau masih ada sarana untuk sampai ke
bulan, tapi tidak ada yang tahu cara untuk kembali ke bumi. Kalau cuma pergi ke
sana masih memungkinkan, tetapi kau tidak pernah bisa kembali. Pada dasarnya,
di sana adalah dunia kematian yang hanya bisa kita tatap dari jauh.
Dan
sama kerasnya dengan menyuruhnya pergi ke sana, untuk kemudian menugaskannya
mencari ikan, sesuatu yang jelas tidak ada di bulan, tentu menjelaskan mengapa
pangeran Arishima pergi dengan wajah meradang.
Tapi
aku bersumpah — aku benar-benar serius.
Jika
Ia bisa menyelesaikan tugas yang mustahil ini, aku akan terus berada di
sampingnya sepanjang hidupku.
Karena,
hanya itulah satu-satunya caraku untuk mengukur cinta. Banyak hal telah hilang
dari planet ini, tapi yang paling penting dari semuanya mungkin adalah cinta
yang dimiliki orang untuk mencintai satu sama lain.
◆◆◆◆
Hal
ini sudah bertahun-tahun lamanya sejak bulan menjadi dunia kematian.
Meskipun,
secara teknis, dari awal sudah di anggap dunia kematian bagi umat manusia, jadi
mungkin lebih tepat untuk mengatakan bahwa itu kembali normal.
Rencana
Imigrasi Bulan adalah salah satu strategi yang mereka buat untuk menangani
krisis kelebihan penduduk manusia. Bulan menjadi lahan baru, dan imigrannya
menciptakan sebuah kota, sebuah bangsa di atas permukaan bulan.
Tapi
kemudian bencana besar melanda. Pergeseran kutub juga lumayan dahsyat, tapi
bencana tak terduga yang menimpa umat manusia bahkan lebih kritis, dan menandai
akhir dari umat manusia.
Bagaimana
aku harus mengatakannya?
Umat
manusia tiba-tiba kehilangan semangatnya.
Antusiasme
terhadap perluasan, kegembiraannya untuk penemuan, semangatnya untuk meneruskan
keturunan.
Dan
itu tidak pada tingkat yang sama seperti seorang ibu mengeluh tentang putranya
yang mengunci diri di kamarnya sepanjang hari, tetapi lebih pada skala seluruh
spesies tiba-tiba menyatakan, "Semuanya terlalu merepotkan." Mereka
di sisi ini hanya mendorong peradaban ke tangan orang-orang di sisi lain.
Peradaban
bukanlah keharusan untuk hidup di Bumi.
Tapi
keharusan untuk hidup di Bulan.
Dan
orang-orang di Bumi memberi tahu mereka,
“Tugas
memajukan umat manusia sebagai suatu spesies sekarang terletak di pundak Anda.
Jujur saja, kami sudah merasa lelah. ”
Dan
seperti itu, mereka meninggalkan segalanya pada Bulan.
Setelah
itu, hanya butuh 50 tahun untuk Bumi dan Bulan agar bisa menjadi independen
satu sama lain. Manusia di kedua belah sisi telah memutuskan tidak ada yang
perlu dinegosiasikan lagi, dan mengunci pintu mereka masing-masing. Kami mampu
melakukan apa yang tersisa di Bumi, dan mereka yang ada di Bulan dapat
mengamankan kondisi kehidupan mereka di lingkungan mereka sendiri.
Dan,
cahaya bulan menghilang beberapa dekade kemudian.
Pada
saat yang bersamaan, populasi manusia di Bumi juga ikut menurun drastis.
Lagipula,
tidak ada yang merasa seperti menyebarkan spesies lagi. Ditinggal sendiri, umat
manusia akan punah setelah lima puluh tahun. Satu-satunya alasan mengapa masih
bisa bertahan ialah karena sekitar satu dari sepuluh orang masih menyimpan
keinginan untuk "terus berusaha."
Orang-orang
yang sudah sibuk dengan urusannya sendiri, namun masih memiliki pengabdian dan
ketekunan untuk peduli terhadap orang lain. Itu adalah orang-orang yang
berkumpul dan menciptakan sesuatu yang mirip dengan tempat pertemuan yang lama
— taman untuk kehidupan yang disebut "kota". Aku sendiri belum pernah
ke sana jadi hanya itu yang bisa aku katakan.
Mereka
menyebut diri mereka Komite untuk Memulihkan Kemanusiaan. Suatu gerakan untuk
kembali ke dasar-dasar kehidupan, dengan cinta sebagai prinsip dasar mereka.
Sejujurnya,
aku tidak memahaminya. Bukannya aku menilai apa yang mereka lakukan tidak
menyenangkan atau semacamnya, tapi konsep dua orang yang saling mencintai
adalah sesuatu yang tidak dapat aku pahami. Apakah itu terasa nikmat? Aku hanya
bisa membayangkan itu mengarah pada kegagalan. Aku pikir metode yang lebih
sistematis untuk mendukung satu sama lain akan lebih baik. Kau bisa merasa
nyaman dan egois, dan memiliki tujuan yang jelas. Kau bahkan tidak bisa melihat
ke dalam hati orang lain, jadi aku merasa bahwa mencoba untuk saling memahami
itu bahkan jauh tidak realistis.
Jadi
begitulah alasan dibalik mengapa aku meminta tugas yang mustahil pada setiap
pelamarku adalah karena aku sendiri tidak dapat mengukur kadar cintaku sendiri,
jadi aku meminta orang lain untuk mengukurnya. Jika ia dapat mengambil sesuatu
yang jauh lebih berharga daripada diriku, dan masih bersedia menukarnya
denganku, maka aku akan mempertimbangkan bukti bahwa Ia membutuhkanku.
Aku
menyukai mereka, dan aku menyukai manusia, tapi aku tidak mengerti cinta. Meski
begitu, aku tetap senang. Selama ada matahari, air dan udara, kita bisa
menjalani hidup ini. Kurasa hal-hal seperti ini adalah penyebab umat manusia
akan segera berakhir. Aku merasa sedikit bersalah karenanya baik sekarang
maupun dimasa yang akan datang.
Bintang-bintang
berkelap-kelip, laut yang beriak. Terumbu karang ikut menyanyi untuk cinta
manusia.
Layaknya
ubur-ubur, kita hidup dari hari ke hari, mengambang, singkat.
Aku
memutarkan badanku saat bernyanyi di sepanjang jalan yang gelap.
"Wow!
Mengaitkan kehidupan dengan ubur-ubur? Hebat sekali. "
Sebuah
suara memotong kesendirianku.
Suara
pria, terbungkus dalam kaca hitam yang tidak bisa kulihat.
◆◆◆◆
“Permisi,
mungkinkah anda ini Nona ____?”
Aku
berbalik karena mendengar namaku di panggil, sesuatu yang aneh melayang di
hadapanku
Itu
tampak seperti kendaraan berlapis timah seukuran kotak makan siang, berbentuk
seperti salah satu dari tatakan sashimi itu.
Di
atasnya terdapat sosok kecil yang juga tampaknya terbuat dari timah. Permukaan
sosoknya dipoles seperti ketel, benar-benar halus. Ada dua lubang penglihatan
yang jelas di sekitar tempat wajahnya, tetapi karena cahaya bulan
memantulkannya, aku tidak bisa melihat jelas ke dalam.
Bagaimana
pun juga, Ia memanggil namaku, jadi aku berkewajiban untuk membalasnya.
"Selamat
malam. Kukira aku harus mengatakan, 'Senang bertemu denganmu'?”
“Senang
bertemu denganmu juga. Tolong terima tanda pengenalku. "
Pria
timah kecil itu mengeluarkan selembar kertas kecil. Aku tidak tahu untuk apa,
tapi karena Ia dengan sopan menawarkannya, aku dengan senang mengambilnya.
"Apa
kamu datang dari luar pulau?"
“Ya,
aku datang untuk menemuimu. Jika tidak terlalu keberatan, apa aku boleh
berbicara denganmu sebentar? "
Mataku
terbuka lebar karena terkejut. Tidak sopan untuk mengedipkan kekaguman padanya,
aku tidak bisa menahannya. Seorang pelamar baru? Sangat langka sekali. Banyak
orang datang ke sini untuk melamarku, tetapi ini adalah pertama kalinya aku
bertemu seseorang yang cukup kecil untuk duduk di telapak tanganku.
“Ah,
sebenarnya aku ini seorang pengantar barang. Aku datang ke pulau ini karena
sebagian dari pekerjaanku, dan sebagian lagi karena keingintahuan pribadi. ”
Jas
timah itu mungkin adalah alasan mengapa suaranya terdengar seperti dilapisi
sesuatu.
Pesawat
kecil yang mengambang, dan seorang tamu dengan mengenakan sesuatu yang belum
pernah aku lihat sebelumnya.
Karena
tidak bisa menahan rasa penasaranku, tanpa kusadari aku terlalu memfokuskan
diri mengamati dirinya daripada mengadakan percakapan.
Pria
timah itu tampaknya tidak keberatan, dan mulai bercerita tentang waktu,
generasi, iklim, dan hal-hal lain saat ini. Sepertinya itu obrolan sepele. Tak
perlu dikatakan lagi, balasanku hanya "ya.." atau "umm..".
Percakapan tidak berjalan dengan baik.
Akhirnya
Ia kehabisan topik untuk dikatakan. Ia sepertinya agak kerepotan. Karena malu
dengan keegoisanku, aku berinisiatif memulai topik pembicaraan.
"Kamu
tadi bilang kalau datang ke pulau ini karena sebagian dari rasa ingin
tahu?"
"Iya.
Aku juga seorang pedagang. Alasan lainnya aku datang ke sini adalah karena
dirimu. Aku ingin bertukar sesuatu yang aku miliki dengan sesuatu yang kau
miliki. Bagaimana menurutmu?"
Ia
bilang alasan ia datang untuk membeli sesuatu yang ia butuhkan. Kali ini
giliranku yang merasa sedikit bermasalah.
Alasannya,
seorang tamu yang langka ini pasti tidak akan menemukan apa pun yang Ia
inginkan di pulau ini.
“Kamu
lebih baik meminta pada orang lain. Aku tidak punya sesuatu yang penting. ”
“Sebaliknya,
pedagang pada dasarnya membeli apa yang kurang. Aku memiliki banyak hal yang
kurang di sini. Dan sebaliknya juga berlaku. Apa kau mengetahui cerita
tertentu? Mungkin yang belum pernah didengar di tempat lain, dan belum pernah
dipublikasikan? ”
Sekali
lagi, tanpa alasan tertentu, aku menatap tajam pada pria timah yang melayang di
hadapanku ini.
Mungkin
karena, ia telah membuat permintaan seperti anak kecil, meskipun memiliki
ketenangan seperti orang dewasa.
Kata-katanya
menyentuh lubuk hatiku. Biasanya aku akan mengabaikan permintaan seperti ini,
tapi kali ini aku merasa terdorong untuk membantunya.
“Aku
punya satu hal — lagu yang mungkin kamu inginkan. Itu adalah kisah yang aku
pelajari dari nenekku, apa itu cukup? ”
“Cerita
turun-temurun? Tentu saja itu bernilai. Aku benar-benar minta maaf, tetapi aku
tidak bisa mendengar semua yang kau katakan dengan jelas, jadi jika kau tidak
keberatan, apa kau bisa menuliskannya untukku? ”
Pria
itu tampaknya tidak bisa mendengarku dengan baik. Aku sedikit terkejut melihat
bagaimana kita berhasil mengadakan percakapan sejauh ini. jika itu masalahnya,
tetapi setelah memikirkannya, aku menyadari bahwa kita sebenarnya tidak banyak
berbicara.
“Maaf
aku tidak bisa. Karena aku tidak bisa membaca atau menulis. "
“Memang,
aku sangat menyadari akan hal itu. Aku
akan pergi meninggalkan pulau ini pada bulan purnama berikutnya, jadi aku akan
memintamu untuk menuliskannya hingga selesai. Mungkin ini terdengar sombong, tapi
aku bisa mengajarimu langsung. ”
Ia
memukul dadanya dengan kepalan tangannya yang kecil, seolah berkata,
"Serahkan saja padaku!" Itu tidak meningkatkan kepercayaan diriku
sedikit pun. Kekurangan belajarku baru sekarang kembali untuk mengutukku. Umat
manusia sudah lama berakhir, namun hidupku masih penuh masalah.
Kami
akan mengesampingkannya dulu untuk saat ini.
“Ngomong
ngomong, kau bilang ubur-ubur itu kuat. Kenapa bisa begitu?"
Aku
menanyakan pertanyaan pertamaku.
“Ini
terjadi cukup lama, tetapi kerabat ubur-ubur berhasil memecahkan masalah
biologis mendasar penuaan melalui kematian sel. Ini adalah salah satu dari
beberapa bentuk kehidupan yang telah berhasil mencapai keabadian. Dengan
demikian, ubur-ubur, bertentangan dengan apa yang kau harapkan, bentuk
kehidupan yang cukup kuat. ”
Tanpa
diduga, ia menanggapinya dengan sopan bersamaaan dengan kata-kata rumit yang
tidak kumengerti.
Tags:
Oneshot