Chapter 4 – Amane dan Satsuki
Satsuki
sedang dalam suasana hati yang baik.
Tak
peduli seberapa kecilnya, dia sudah menjadi bagian dari cowok yang baik dan
lembut itu. Ia bahkan memuji penampilan celemeknya. Jantungnya terus berdetak
kencang saat membayangkan apa yang akan terjadi besok.
Satsuki
tinggal di perumahan tradisional Jepang. Usai melewati gerbang depan, ada sosok yang membuatnya bergidik takut.
Ada
saudara tiri tanpa ekspresi tengah berdiri di pintu masuk.
Satsuki
dan Amane adalah saudara tiri — mereka dari ayah yang sama, tetapi berbeda ibu; ayah
mereka menikah lagi sebelum Satsuki lahir. Karenanya, wajah dan sosok
mereka berdua sangat berbeda satu sama lain.
Satsuki
sangat mirip dengan ibunya; jelas-jelas dia mewarisi kecantikannya. Lalu-
“Ngapain
kamu ngelamun terus, Satsuki?”
Suaranya
sangat dingin. Itu bukanlah nada yang biasa kamu gunakan dengan saudaramu
sendiri, terlepas punya ikatan darah atau tidak.
“Kamu
pergi ke tempat Yamanaka, ‘kan? ... Apa kamu habis berhubungan badan?”
Satsuki
terbelalak.
“T-Tidak. Kamu
sa— “
“Jangan
membalas balik!”
Nada
menghina langsung keluar dari mulutnya, yang mana juga datang langsung dari
hatinya. Satsuki merasa punggungnya mengigil mendengar bentakan Amane.
Itu suara Amane saat dia
marah. Tapi kenapa? Padahal sebelumnya
— ketika Satsuki berhasil mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk memberitahu
kalau dia akan pergi ke tempat Tooru — Amane tidak mengatakan apa-apa sama
sekali.
Di
tengah kebingungan Satsuki, Amane mendekat ke Satsuki. Dan kemudian
...
Gedebuk!
Menerima
dampak penuh dari pukulan, Satsuki jatuh tak berdaya. Rasa sakit yang
tumpul muncul di pinggulnya.
“A-Amane
...”
“Meski
kamu sangat cerdik? Sungguh mengecewakan. Cowok Yamanaka Tooru itu
pasti pengecut impoten.”
“Tunggu,
Ia bukan—”
“Sudah
kubilang jangan membalas balik!”
Dia
berteriak keras. Jika Satsuki membalas lagi lebih dari ini, dia mungkin akan
mengalami sesuatu yang lebih buruk ketimbang kata-kata penghinaan lagi.
Mungkin
puas dengan diamnya Satsuki, Amane menatap matanya sembari mencibir.
“Aku
tidak bilang apa-apa saat kamu pergi karena aku berharap kamu akan diperkosa
oleh Yamanaka itu. Sangat disayangkan.”
“
... Amane ...”
“
... sungguh membosankan. Tapi terserah. Semua cowok adalah binatang. Cepat
atau lambat, Kamu akan mengetahuinya. Aku tak sabar untuk itu.”
Amane
kembali ke dalam rumah. Tetapi sebelum menutup pintu depan, dia menengok
ke belakang dan memanggilnya.
“Aku
akan terus mengawasimu. Sementara itu, jaga sikapmu baik-baik. Dan
aku seharusnya tidak perlu memberitahumu ini, tapi taruh es di wajahmu. Kamu
tidak ingin ada yang curiga, bukan ?! ”
Satsuki
melihat pintu depan yang dibanting lalu menundukkan kepalanya.
Tidak
ada lagi air mata untuk ditumpahkan. Ini normal.
Satsuki
selalu mengalami kekerasan setiap kali ada sesuatu yang mengganggu suasana hati
Amane. Ibu mereka tak berdaya melawannya dan ayah mereka menutup mata pada
kelakuan Amane.
Tidak
ada yang membantu Satsuki.
“Hei,
Miyamoto.”
Secercah
kebahagiaan terakhirnya. Suara Tooru bergema di kepalanya.
Ya,
ini bukan apa-apa. Selama Tooru ada untuknya, dia bisa mengatasi apa
pun. Satsuki selalu bisa bangkit kembali.
Satsuki
berdiri dan memastikan Amane atau ayahnya tidak ada di pintu masuk sebelum
menuju ke dalam.
Rada stres si amane:b
BalasHapus