u
Sudut Pandang si Senpai u
Aku akhirnya membuat
kesalahan.
Saat ini aku sedang
berlari menuju stasiun dengan semua tenaga yang kupunya.
Alasannya adalah
karena aku hampir terlambat naik kereta. Aku tak bisa mengungkapkan apa
yang aku rasakan saat ini.
Sebenarnya, bukan
berarti aku akan terlambat jika aku ketinggalan kereta ini. Tapi tetap
saja, aku harus bergegas semampuku ... untuk apa? Aku menjadi panik tanpa
sadar, kepalaku terasa nge-blank.
Hmm. Sudah
kuduga, itu pasti karena dia ada di sana, ‘kan? Mungkin aku sendiri juga
berharap untuk berbicara dengan Kouhai-chan setiap pagi.
vvvv
Hari ini adalah hari
Rabu, dan hari ini tak biasanya cerah di tengah musim gugur yang biasanya turun
hujan.
Jika cuacanya hujan, aku
akan berjalan ke stasiun, tapi karena aku bisa pergi dengan sepedaku di cuaca
cerah, aku bisa tidur sepuas-puasnya sampai menit terakhir.
Dan kemudian, aku
terlalu dimanjakan pada menit terakhir tersebut.
Saat aku menyadari
kalau waktunya sudah mepet, aku langsung bangun terburu-buru dan mengayuh
sepeda, tentu saja aku masih menaati rambu-rambu lalu lintas, dan setelah
memarkir sepedaku ke tempat parkir dekat stasiun, hanya tinggal satu menit
sebelum kereta tiba.
Lalu, sekarang. Aku
meninggalkan gerbang tiket sekitar lima detik setelah kereta tiba di peron.
Aku melihat
sekeliling platform. Di sekitar kerumunan pekerja kantor berjas hitam, ada
Kouhai-chan yang mengenakan kardigan krem. Ketika bel keberangkatan
berbunyi, tatapan kami bertemu. Jarak antara kami cukup jauh, dan suaraku
takkan mencapainya. Untuk saat ini, ayo naik kereta dulu. Aku
menunjuk ke arah kereta, mencoba memberitahunya untuk bertemu nanti.
Aku berlari ke pintu
kereta yang masih terbuka.
Ketika aku melirik ke
arah Kouhai-chan, dia tetap diam di posisinya karena suatu alasan, dia bahkan
tidak mencoba naik kereta. Dia juga menggelengkan kepalanya ke arahku.
Eh? Kenapa?
Sesaat setelah aku
menghentikan kaki, pintu kereta ditutup. Orang-orang yang turun dari
kereta menuju pintu gerbang tiket, hanya menyisakan Kouhai-chan dan diriku di
peron. Aku bisa mendengar hembusan angin dingin bertiup.
Aku selalu naik
kereta bersama Kouhai-chan. Itu adalah fakta. Aku mendekatinya, dan
Kouhai-chan mulai berbicara padaku.
“Keterlambatan yang
baik.”
“Tak masalah. Kita
tidak membuat janji khusus kalau kita harus naik kereta itu juga.”
“Walau begitu, sepertinya
Senpai sudah berlari sekuat tenaga. Lihat, bukannya senpai masih
ngos-ngosan sekarang?”
Aku jarang
olahraga. Seperti yang kuduga, hanya mengandalkan pendidikan olahraga di
sekolah saja tidak cukup.
“Apa itu buruk?”
“Bukan. Malah sebaliknya,
aku merasa senang.”
“Ha?”
“Ini artinya, Senpai
memperlakukanku dengan sangat penting, bukan?”
“Haa ...”
Sangat penting, ya.
Aku ingin tahu apakah
karena Kouhai-chan sendiri yang penting, atau hubungan antara Kouhai-chan dan
diriku yang penting, atau bahkan bukan kedua-duanya. Mungkin, karena ada
seseorang bisa diajak bicara di kereta setiap pagi yang penting?
Aku sendiri tidak
tahu jawabannya. Namun, pilihan yang terakhir seakan-akan memperlakukannya
sebagai pengganti buku. Atau lebih tepatnya, orang yang menemaniku di
kereta selalu buku.
“Tapi, Senpai juga
sedikit tidak keren.”
“Cerewet.”
Apa kau tidak pernah
diajari kalau kau tidak boleh mengolok-olok orang lain yang sedang berusaha
keras?
“Ngomong-ngomong,
Senpai. Kenapa hal seperti ini bisa terjadi?”
Ah, itu bukan 「pertanyaan hari ini」, ya? Tapi yah,
tidak ada alasan bagiku untuk ragu dalam menjawab ini.
“Singkatnya, itu
karena hari ini cerah.”
“Hari ini tentu saja
cerah, tapi apa hubungannya dengan itu?”
Karena hari ini
cerah, aku bisa menggunakan sepeda. Aku bisa bermalas-malasan di rumah
sampai menit terakhir, tapi aku malah menjadi terlalu santai, begitulah aku
menceritakan kembali kejadian hari ini ke Kouhai-chan.
Lalu, Kouhai-chan
hanya menjawab ketus.
“Bodoh banget.”
“Itu bukanlah sikap memperlakukan
Senpai-mu.”
“Tapi senpai, kamu
tidak menyangkal kalau kamu bodoh.”
Aku mencoba mengubah
topik, tetapi dia terus mengorek kembali. Seperti biasa, dia benar-benar
seorang gadis yang bisa membuat segalanya berjalan sesuai keinginannya.
“Aku juga sempat
berpikir kalau aku sendiri benar-benar bodoh.”
“Lalu, Senpai memang bodoh,
kan?”
“Bukannya rasanya
berbeda bila mengatakannya sendiri dan meminta orang lain mengatakan itu kepada
kita?”
“Bodooh, bodooh”
u Sudut Pandang si Kouhai u
“Tapi, aku juga lega
karena hari ini tidak hujan.”
“Memangnya kenapa?”
“Saat sarapan, aku
tidak perlu khawatir payung mana yang harus aku gunakan hari ini.”
Di sekolah kita,
gedung sekolah, kafetaria, dan kantin memiliki gedung sendiri-sendiri, dan
tidak terhubung dengan atap. Dengan kata lain, para siswa perlu menyiapkan
payung mereka sendiri untuk melewati gedung, atau bisa kena sedikit basah kuyup
di hari hujan.
Ngomong-ngomong,
bagaimana Senpai makan siang? Aku belum memutuskan pertanyaan hari ini,
jadi ayo kita tanyakan ini.
“Ah. 『Pertanyaan hari ini』. Senpai, di
mana biasanya kamu makan siang?”
“Di dalam kelas.”
Jawaban langsung.
“Dengan siapa?”
“Aku makan sendiri.”
“Eh?”
Yah, aku sudah
menduganya.
“Apa kamu membelinya?”
“Tidak, aku bawa bekal
sendiri. Bukannya repot kalau harus bolak-balik buat beli makan siang
setiap hari?”
“Bekal makan
siang? Senpai, apa kamu ...?”
“Ini buatan ibuku,
ibuku. Aku sangat berterima kasih untuk itu, sih”
Senpai serasa seperti
Ia bisa memasak, tetapi seperti yang diharapkan dari Senpai, ya?
u
Sudut Pandang si Senpai u
Karena kami berdua
tidak terlalu peduli satu sama lain di sekolah, pertanyaan yang begini terasa sangat
menyegarkan.
“Lalu, ini adalah『 pertanyaan hari ini 』dariku. Di mana
Kouhai-chan biasa makan siang?”
“Aku selalu makan di
kantin. Harganya juga murah.”
Ada kantin yang
bersebelahan dengan gedung sekolah. Murah, cepat, dan rasanya
enak. Sahabat terbaik bagi pelajar.
“Apa kau baik-baik
makan di tempat yang bukan bahan instagramable?”
“Aku sempat melakukan
itu selama seminggu, dan aku langsung merasa lelah.”
Aku tidak tahu
tentang itu.
“Senpai, tau ngga? Kamu
boleh membawa bekal makan siang di kantin. Lain kali, apa kamu mau makan
siang bareng?”
Makan siang bareng
dengan Kouhai-chan yang cantik, di kantin sekolah?
Aku sendiri tak
keberatan jika cuma makan, asalkan tidak ada orang. Tapi biasanya ada banyak
siswa di kantin, apalagi pada saat istirahat makan siang, ‘kan?
“Ehh…”
“Apa yang membuatmu
merasa sungkan, senpai!”
“Itu kau.”
“Eh”
“Nah, apa yang kita
lakukan sekarang tidak masalah karena tidak ada yang melihat kita. Tapi,
pasti ada temanmu atau temanku di kantin sekolah, ‘kan? Oleh sebab itu,
rasanya bakal repot meladeni urusan setelah itu, atau yah ...…”
Jika aku makan siang
berdua bersama seorang gadis, orang-orang pasti akan melihat kami dengan
tatapan aneh, ‘kan? Aku tidak menginginkan itu.
“Kalau begitu, aku
akan membawa teman-temanku juga. Jadi, tidak ada masalah ‘kan. Yup, sudah
diputuskan, senpai.”
“Ehh?”
“Jika Senpai tidak
datang, aku akan pergi dan menemuimu langsung di kelas ... tapi, aku tidak tahu
Senpai ada di kelas mana.”
Setiap angkatan, SMA
kami punya sepuluh kelas. Rasanya bakal cukup merepotkan jika harus
menyusuri tiap kelas demi mencari seseorang.
“Aku takkan
memberitahumu, oke?”
“Mau bagaimana
lagi. Kalau begitu, aku akan menunggu sampai besok.”
Kouhai-chan terus melanjutkan
dengan memberitahuku kalau aku harus mengambil keputusan besok.
Bukan saja aku mulai
berinteraksi dengannya di luar sekolah, tapi sekarang di dalam sekolah juga. Aku
penasaran kepasrahan seperti apa itu. Haa ...
Hal yang kuketahui
tentang Senpai-ku, nomor ㉜
Sepertinya, ibunya
selalu membuatkan bekal makan siang untuknya setiap pagi.