u Sudut Pandang si Senpai u
“Selamat pagi, Senpai.
Hujan ya.”
“Ya, memang.”
Kouhai-chan
melambaikan payung basahnya ke bawah untuk membuatnya kering, dan menyapaku.
“Tapi bukannya tak
masalah meski hujan atau cerah hari ini?”
“Aku ada pelajaran
olahraga hari ini. Aku tidak menyukainya karena sempit.”
Begitu ya.
Jika cuaca cerah,
para siswa bisa menggunakan lapangan, tapi jika hujan, mereka harus berbagi
aula olahraga dengan kelas lain yang ada pelajaran olahraga juga. Secara alami,
jumlah gerakan mereka akan terbatas.
Bagiku, lengang
berarti aku bisa bermain beberapa pertandingan dan melakukan banyak hal yang aku
sukai, dan sempit, berarti aku tidak harus menggunakan energi sebanyak itu yang
mana aku juga merasa senang.
“Yah, karena hujan,
jadi mau bagaimana lagi.”
“Betul sekali.”
Pengumuman bergema,
dan kereta pun tiba di peron.
uSudut Pandang si Kouhaiu
Di dalam kereta, aku
menghadap ke jendela di tempat yang biasanya.
Rintikan hujan turun
satu demi satu di luar, dan jendela menjadi buram karena suhu yang lembab. Ketika
aku menggosok jendela dengan ujung jari, aku bisa melihat bayangan senpai di
belakangku.
“『 Pertanyaan hari ini 』. Senpai, apa kamu
suka hujan?”
“Hujan, ya.”
Senpai juga melirik
ke luar jendela ketika Ia menjawabku.
“Aku tidak membenci
hujan itu sendiri. Yang aku benci adalah suhu dinginnya.”
“Hari ini memang sangat
dingin, bukan?”
Aku serius
mempertimbangkan di rumah apakah aku harus mengenakan jaket atau tidak. Tapi
karena aku tidak punya rencana untuk main setelah pulang sekolah, jadi aku
membatalkan ide tersebut.
“Rasanya mager buat keluar dari selimut.”
Seriusan deh, orang
ini benar-benar ...
“Senpai benar-benar
suka tidur, ya.”
“Aku tak berpikir ada
orang yang membenci tidur.”
“Bagaimana dengan
orang yang menderita insomnia?”
“Bukannya mereka lebih
seperti『 kepengen tidur tapi tidak bisa tidur 』? Aku tidak
pernah merasakan hal itu jadi aku tidak tahu.”
“Aku juga tidak tahu.”
Tapi ada kalanya saat
kakiku terasa dingin di musim dingin, yang mana hal tersebut membuatku tidak
bisa tidur sebentar.
“Lalu, bagaimana dengan
Kouhai-chan? Apa kau suka hujan? Itu 『pertanyaan hari ini』dariku.”
Aku bertanya kepada
senpai tentang hal itu, tetapi aku belum memikirkan jawabanku sendiri.
Hujan hujan…
Tiba-tiba aku
teringat kalimat yang pernah aku dengar beberapa saat sebelumnya.
“Hujan, kapan itu akan
berhenti ......”
Aku menyisir
rambutku, dan membuat suaraku sedikit lebih rendah dari biasanya.
“Itu ‘kan kalimat dari
gim perahu.”
Jadi yang itu, ya.
“Nn, aku tidak tahu.”
“Ha?”
“Maksudku, aku tidak
suka ruang sempit untuk pelajaran olahraga, tapi bukan berarti aku membencinya
juga.”
Eh? Aku mungkin
mengatakan sesuatu yang mirip dengan jawaban senpai sebelumnya.
“Hujan itu sendiri
penting, dan membuat suasana hati kita menjadi sedikit lebih baik juga, ‘kan?”
“Entah.”
“Bagaimanapun. Apa
yang ingin aku katakan adalah, aku tidak membenci hujan itu sendiri.”
“Bukannya jawabanmu
sama dengan jawaban aku? Jangan mencuri jawaban orang lain.”
Aku tidak mencurinya.
Hanya saja saat aku
menyadarinya, jawabanku menjadi sama dengan jawaban senpai.
u Sudut Pandang si Senpai u
“Ngomong-ngomong,
senpai. Apa Senpai punya permen?”
“Aku tidak suka
permen.”
Secara alami,
pembicaraan kami terhenti di sini. Bukannya kita perlu memaksa diri kita
untuk berbicara. Aku mengeluarkan buku baru yang tiba kemarin dari tasku.
Saat aku
mengeluarkannya, aku ingat.
Omong-omong, aku pernah
membenci hujan sebelumnya. Jika itu diriku dari sebulan yang lalu, aku
akan segera menjawab dengan ini. Namun, aku tidak menyadarinya sama sekali
sampai aku mengeluarkan buku ini.
Mungkin ini. Pengaruh
Kouhai-chan muncul bahkan pada hal semacam ini juga, sungguh menakutkan.
“Aku jadi ingat.”
Entah apa yang
merasukiku untuk memulai kembali percakapan kami yang berhenti.
Kouhai yang sudah
mulai melihat smartphone-nya berkedut, dan menatapku dengan ekspresi
terkejut. Aku merasa agak malu ketika dia menatapku secara langsung.
“Dulu, aku benci yang
namanya hujan.”
“Haa. Tapi Senpai
tadi bilang kalau kamu tidak membencinya sebelumnya.”
“Itu bohong.”
“Jadi ini pelanggaran
dalam kontrak?”
“Jawabanku yang tadi
memang benar. Atau bisa dibilang kalau aku benar-benar lupa tentang buku.”
Sebenarnya, aku
benar-benar tidak mau mengakuinya, tetapi hal tersebut tak pernah terlintas di
dalam benakku sama sekali.
Ketika aku berbicara
dengannya, aku lupa bahwa kertas sangat sensitif terhadap air hujan dan air.
“Buku? Memangnya
ada hubungannya dengan hujan?”
“Sangat berhubungan. Aku
membaca buku di peron, ‘kan? Aku harus naik kereta, ‘kan?”
Ekspresi Kouhai-chan
menunjukkan kalau dia tidak mengerti apa yang ingin aku katakan.
“Dan, karena stasiun
ini hanya stasiun kecil, atap platform jadi terbatas, membuat buku yang aku
baca mudah terpapar…..”
“Hujan?”
“Ya, hujan.”
“Bukannya itu cukup
normal?”
“Tapi sebenarnya kau tidak
ingin kena hujan, ‘kan?”
Dia berkedip ke
arahku, bulu matanya melambai.
“Eh. Uhm. Tolong
tunggu sebentar. Itu cuma sebentar, bukan? Itu hanya beberapa tetes, ‘kan?”
“Yah…”
“Bukannya bisa
langsung mengering? Di dalam kereta juga hangat.”
Hmmmm ...
“Bukan itu masalahnya
... Bukan itu ...”
“Tapi aku mengerti kalau
Senpai sangat menjaga buku-bukumu.”
Kouhai-chan berkata
dengan enggan.
“Lagian, jika Senpai
tidak ingin basah, Kamu bisa memasukkannya ke dalam tas, ‘kan?”
“Apa kau tidak pernah
mengalami saat ada adegan seru-serunya sampai-sampai kau tidak ingin menutup
buku!”
“Sungguh orang yang
merepotkan. Memangnya sangat penting sampai membacanya pada saat seperti
itu?”
“Aku sudah memutuskan
untuk membaca buku di kereta.”
“Bagaimana kalau
sekarang? Kita sudah berada di dalam kereta, Senpai.”
Kouhai-chan
menyeringai jahat.
“Aku ingin tahu siapa
yang menganggu waktu perjalananku yang damai.”
Berkat orang itu,
jumlah bacaanku telah menurun akhir-kahir ini.
“Siapa orangnya?”
“Itu kau!”
“Aku mengerti. Tapi
aku pikir Senpai lah orang yang memanggilku barusan,”
Kouhai-chan
mengayunkan smartphone di tangannya. Aku merasakan daya tarik ketika
melihatnya melakukan itu.
Ah, ini buruk.
“Itu artinya, Senpai
juga ingin berbicara denganku, ‘kan?”
Dia mengembalikan kata-kataku
dengan sesuatu yang sangat tidak menyenangkan. Apa ini berarti aku tidak
bisa melarikan diri lagi?
“Itu tidak salah, tapi
...”
“Tapi benar, ‘kan?”
“…Iya nih.”
Aku kalah lagi.
Dan juga, saat kami
sedang berebat, gerbong kereta sudah sampai di stasiun yang kami
tuju. Waktu membacaku yang berharga ...
Ini yang
terburuk.Benar-benar terburuk.
Hal yang kuketahui
tentang Senpai-ku, nomor ㉚
Sepertinya, Ia benci kalau
buku-bukunya basah.