Watashi no Shiranai, Senpai no Hyakko no Koto Chapter 30



u Sudut Pandang si Senpai u
Selamat pagi, Senpai. Hujan ya.”
“Ya, memang.”
Kouhai-chan melambaikan payung basahnya ke bawah untuk membuatnya kering, dan menyapaku.
Tapi bukannya tak masalah meski hujan atau cerah hari ini?”
Aku ada pelajaran olahraga hari ini. Aku tidak menyukainya karena sempit.”
Begitu ya.
Jika cuaca cerah, para siswa bisa menggunakan lapangan, tapi jika hujan, mereka harus berbagi aula olahraga dengan kelas lain yang ada pelajaran olahraga juga. Secara alami, jumlah gerakan mereka akan terbatas.
Bagiku, lengang berarti aku bisa bermain beberapa pertandingan dan melakukan banyak hal yang aku sukai, dan sempit, berarti aku tidak harus menggunakan energi sebanyak itu yang mana aku juga merasa senang.
Yah, karena hujan, jadi mau bagaimana lagi.
“Betul sekali.”
Pengumuman bergema, dan kereta pun tiba di peron.

uSudut Pandang si Kouhaiu
Di dalam kereta, aku menghadap ke jendela di tempat yang biasanya.
Rintikan hujan turun satu demi satu di luar, dan jendela menjadi buram karena suhu yang lembab. Ketika aku menggosok jendela dengan ujung jari, aku bisa melihat bayangan senpai di belakangku.
Pertanyaan hari ini . Senpai, apa kamu suka hujan?”
Hujan, ya.
Senpai juga melirik ke luar jendela ketika Ia menjawabku.
Aku tidak membenci hujan itu sendiri. Yang aku benci adalah suhu dinginnya.”
Hari ini memang sangat dingin, bukan?
Aku serius mempertimbangkan di rumah apakah aku harus mengenakan jaket atau tidak. Tapi karena aku tidak punya rencana untuk main setelah pulang sekolah, jadi aku membatalkan ide tersebut.
Rasanya mager buat keluar dari selimut.
Seriusan deh, orang ini benar-benar ...
Senpai benar-benar suka tidur, ya.
Aku tak berpikir ada orang yang membenci tidur.
Bagaimana dengan orang yang menderita insomnia?
Bukannya mereka lebih seperti kepengen tidur tapi tidak bisa tidur ? Aku tidak pernah merasakan hal itu jadi aku tidak tahu.”
Aku juga tidak tahu.
Tapi ada kalanya saat kakiku terasa dingin di musim dingin, yang mana hal tersebut membuatku tidak bisa tidur sebentar.
Lalu, bagaimana dengan Kouhai-chan? Apa kau suka hujan? Itu pertanyaan hari inidariku.”
Aku bertanya kepada senpai tentang hal itu, tetapi aku belum memikirkan jawabanku sendiri.
Hujan hujan…
Tiba-tiba aku teringat kalimat yang pernah aku dengar beberapa saat sebelumnya.
Hujan, kapan itu akan berhenti ......
Aku menyisir rambutku, dan membuat suaraku sedikit lebih rendah dari biasanya.
Itu ‘kan kalimat dari gim perahu.
Jadi yang itu, ya.
Nn, aku tidak tahu.
Ha?
Maksudku, aku tidak suka ruang sempit untuk pelajaran olahraga, tapi bukan berarti aku membencinya juga.
Eh? Aku mungkin mengatakan sesuatu yang mirip dengan jawaban senpai sebelumnya.
Hujan itu sendiri penting, dan membuat suasana hati kita menjadi sedikit lebih baik juga, ‘kan?
Entah.
“Bagaimanapun. Apa yang ingin aku katakan adalah, aku tidak membenci hujan itu sendiri.”
Bukannya jawabanmu sama dengan jawaban aku? Jangan mencuri jawaban orang lain.”
Aku tidak mencurinya.
Hanya saja saat aku menyadarinya, jawabanku menjadi sama dengan jawaban senpai.

u Sudut Pandang si Senpai u
Ngomong-ngomong, senpai. Apa Senpai punya permen?”
Aku tidak suka permen.
Secara alami, pembicaraan kami terhenti di sini. Bukannya kita perlu memaksa diri kita untuk berbicara. Aku mengeluarkan buku baru yang tiba kemarin dari tasku.
Saat aku mengeluarkannya, aku ingat.
Omong-omong, aku pernah membenci hujan sebelumnya. Jika itu diriku dari sebulan yang lalu, aku akan segera menjawab dengan ini. Namun, aku tidak menyadarinya sama sekali sampai aku mengeluarkan buku ini.
Mungkin ini. Pengaruh Kouhai-chan muncul bahkan pada hal semacam ini juga, sungguh menakutkan.
“Aku jadi ingat.”
Entah apa yang merasukiku untuk memulai kembali percakapan kami yang berhenti.
Kouhai yang sudah mulai melihat smartphone-nya berkedut, dan menatapku dengan ekspresi terkejut. Aku merasa agak malu ketika dia menatapku secara langsung.
Dulu, aku benci yang namanya hujan.
Haa. Tapi Senpai tadi bilang kalau kamu tidak membencinya sebelumnya.”
“Itu bohong.”
Jadi ini pelanggaran dalam kontrak?
Jawabanku yang tadi memang benar. Atau bisa dibilang kalau aku benar-benar lupa tentang buku.”
Sebenarnya, aku benar-benar tidak mau mengakuinya, tetapi hal tersebut tak pernah terlintas di dalam benakku sama sekali.
Ketika aku berbicara dengannya, aku lupa bahwa kertas sangat sensitif terhadap air hujan dan air.
Buku? Memangnya ada hubungannya dengan hujan?”
Sangat berhubungan. Aku membaca buku di peron, ‘kan? Aku harus naik kereta, ‘kan?”
Ekspresi Kouhai-chan menunjukkan kalau dia tidak mengerti apa yang ingin aku katakan.
Dan, karena stasiun ini hanya stasiun kecil, atap platform jadi terbatas, membuat buku yang aku baca mudah terpapar…..
“Hujan?”
Ya, hujan.
Bukannya itu cukup normal?
Tapi sebenarnya kau tidak ingin kena hujan, ‘kan?
Dia berkedip ke arahku, bulu matanya melambai.
Eh. Uhm. Tolong tunggu sebentar. Itu cuma sebentar, bukan? Itu hanya beberapa tetes, ‘kan?”
“Yah…”
Bukannya bisa langsung mengering? Di dalam kereta juga hangat.”
Hmmmm ...
Bukan itu masalahnya ... Bukan itu ...
Tapi aku mengerti kalau Senpai sangat menjaga buku-bukumu.
Kouhai-chan berkata dengan enggan.
Lagian, jika Senpai tidak ingin basah, Kamu bisa memasukkannya ke dalam tas, ‘kan?
Apa kau tidak pernah mengalami saat ada adegan seru-serunya sampai-sampai kau tidak ingin menutup buku!
“Sungguh orang yang merepotkan. Memangnya sangat penting sampai membacanya pada saat seperti itu?”
Aku sudah memutuskan untuk membaca buku di kereta.
“Bagaimana kalau sekarang? Kita sudah berada di dalam kereta, Senpai.”
Kouhai-chan menyeringai jahat.
Aku ingin tahu siapa yang menganggu waktu perjalananku yang damai.
Berkat orang itu, jumlah bacaanku telah menurun akhir-kahir ini.
“Siapa orangnya?”
“Itu kau!”
“Aku mengerti. Tapi aku pikir Senpai lah orang yang memanggilku barusan,”
Kouhai-chan mengayunkan smartphone di tangannya. Aku merasakan daya tarik ketika melihatnya melakukan itu.
Ah, ini buruk.
Itu artinya, Senpai juga ingin berbicara denganku, ‘kan?
Dia mengembalikan kata-kataku dengan sesuatu yang sangat tidak menyenangkan. Apa ini berarti aku tidak bisa melarikan diri lagi?
Itu tidak salah, tapi ...
“Tapi benar, ‘kan?”
“…Iya nih.”
Aku kalah lagi.
Dan juga, saat kami sedang berebat, gerbong kereta sudah sampai di stasiun yang kami tuju. Waktu membacaku yang berharga ...
Ini yang terburuk.Benar-benar terburuk.



Hal yang kuketahui tentang Senpai-ku, nomor
Sepertinya, Ia benci kalau buku-bukunya basah.


close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama