Karena aku selalu memikirkan hal itu, aku jadi tidak bisa tidur nyenyak kemarin.
Apa butuh waktu satu jam setelah tiba di kasur sampai aku tertidur? Aku terus khawatir tanpa henti.
... Tentu saja, bukan berarti itu bisa muncul dalam mimpiku. Jika sudah mencapai tahap itu, kurasa itu sudah buruk. Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa lagi.
Aku tidak bisa tidur nyenyak, dan ketika aku terbangun oleh alarm smartphone-ku, aku ingin memukul diriku sendiri.
Ini bukan berarti orang itu (siapa lagi selain Kouhai-chan?) akan mengajakku keluar hari ini. Aku juga tidak punya janji untuk keluar hari ini.
Tapi, aku sepenuhnya sadar bahwa hari ini adalah 11 November, dan aku ingin melakukan sesuatu pada pukul 11:11:11. Karena itu, aku bangun jam 10 pagi, walaupun hari ini adalah hari libur.
Hanya angka yang sempurna dari 1 saja sudah sampai membuatku bersemangat, ya. Aku benar-benar masih anak-anak.
Kemarin, aku juga bertingkah seperti anak kecil, sungguh. Aku tidak berharap betapa sulitnya bangun di pagi hari.
Tapi, itu akan berakhir jika aku tidak bangun sekarang. Bukan hanya karena kualitas tidurku menurun karena bangun bukan pada jam biasanya, aku juga tidak bisa melakukan apa yang sudah aku jadwalkan. Keduanya benar-benar tidak baik.
Aku mengumpulkan motivasiku dan bangkit. Aku lalu pergi ke ruang tamu.
Ibuku tampak terkejut ketika melihat kehadiranku, dan memanggilku.
“Oh, tumben sekali. Apa kamu akan keluar?”
“Tidak.”
“Pasti ada sesuatu, bukan? Ayo mengaku saja.”
“Tidak, aku benar-benar tidak punya urusan hari ini, serius.”
Benarkah ~? Ibuku menatapku, tapi aku mengabaikannya dan memakan sarapanku dengan tenang.
“Kamu akan di rumah hari ini, ‘kan?”
“Uhn.”
“Kalau begitu, Aku akan melaporkannya ke Maharu-chan.”
“Buhh,”
Aku hampir menyemburkan kopi setelah diberitahu hal yang mengejutkan.
“Eh, apa, barusan?”
“Aku bilang Maharu-chan. Tidak apa-apa?”
Tak diragukan lagi, dia adalah Kouhai-chan. Yoneyama Maharu-chan. Sungguh, terima kasih banyak.
Ini pasti ulahnya. Dia berhasil menggaet hati ibuku, dan membuat ibuku memberitahunya tentang gerak-gerikku. Apa yang sebenarnya mereka lakukan, serius.
“Iya…”
“Bagaimana dengan makan siang? Apa ibu harus membuat satu porsi lagi?”
Mengapa Ibu berbicara seolah-olah dia akan datang, bu.
“Porsiku saja sudah cukup.”
“Ya ampun, Kamu tidak perlu malu-malu segala, loh.”
“Bukan itu. Kami tidak janjian untuk hari ini.”
“Jadi kamu akan pergi bersamanya besok, ya? Semoga perjalananmu menyenangkan.”
Usai mengatakan itu, ibuku menghilang ke belakang rumah untuk mencuci pakaian.
Kenapa dia bisa tahu? Apa itu intuisi ibuku, atau orang itu yang membocorkannya?
Ketika aku melihat jam, sudah hampir jam 11.
Ayo bersiap-siap untuk ritual.
Aku menata makanan ringan yang aku beli di meja dengan baik, dan mengambil foto yang bagus dengan aplikasi smartphone-ku.
Aku mengunggahnya di profil Twitter-ku, dan mengetik teksnya.
Lalu aku membuka situs yang menunjukkan waktu yang tepat di komputer-ku.
Pukul 11:11:11 akan segera terjadi.
Karena aku sudah mempersiapkan sebanyak ini, hal konyol semacam ini membuatku merasa bersemangat.
Sepuluh menit lagi.
Aku menatap kosong ke Twitter.
Tinggal satu menit lagi.
Aku menatap jam dengan saksama.
Sepuluh detik tersisa. 9 ... 8 ...
Ketika aku akan men-tweet pada waktu yang tepat, suara interkom menggangguku.
“Keita, buka pintunya!”
Suara ibuku juga menyadarkanku kembali dari keadaan linglung.
“Ah. Ya ya.”
Aku tidak tahu apakah aku men-tweet pada 11:11:10, 11, atau 12, tapi bagaimanapun, "Happy Pocky & Pretz Day!" Tweet-ku berhasil diposting saat aku berdiri dari kursi.
u Sudut Pandang si Kouhai u
Aku datang ke rumah senpai, karena aku punya alasan untuk melakukannya.
Ketika aku turun dari sepeda, ada pemberitahuan dari smartphone-ku. Itu adalah pesan dari ibu Senpai. Hmm. Senpai akan berada di rumah sepanjang hari. Tidak ada masalah kalau begitu.
Di keranjang sepedaku, ada berbagai camilan yang aku beli di sebuah toko dalam perjalanan ke sini.
Karena Ia sangat malas, Ia pasti lapar, ‘kan? Suplemen gula sangatlah penting.
Hari ini, karyawan toko sangat ingin menjual Pocky, jadi aku banyak membelinya.
Ketika aku menekan interkom, aku bisa mendengar pin pon yang akrab.
Setelah menunggu sebentar, ada suara dari speaker.
“Ya, siapa itu ... eh, ini kau? Aku sedang di tengah-tengah momen genting, tau.”
Ternyata itu Senpai.
“Kenapa kau datang kemari?”
“Aku akan menjelaskannya, jadi tolong izinkan aku masuk sulu.”
Senpai lalu membukakan pintu untukku.
u Sudut Pandang si Senpai u
“『 Pertanyaan hari ini 』. Apa yang kau rencanakan, sampai datang ke rumahku segala?”
Aku melakukan serangan pertama. Kami membuat janji besok, tapi kenapa dia datang hari ini?
“Aku datang untuk bermain Senpai.”
“Bukannya kau melewatkan partikelnya?”
Setidaknya, gunakan kata “dengan”, oke?
“Sayang sekali, tapi tidak ada partikel yang dibutuhkan.”
Begitu ya.
Sambil menatap Kouhai-chan yang mengatakan hal yang begitu kejam sambil menjulurkan lidahnya, dia memegang tas plastik. Samar-samar aku bisa melihat kotak merah di dalamnya.
“Ini benar-benar malang.”
Kouhai-chan memasuki kamarku dan duduk di atas bantal yang kubuat, dan mengatakan ini dengan tenang.
“Tapi beneran deh, kamar Senpai benar-benar penuh dengan buku seperti biasa, ya ~ Apa Senpai tidak punya kegiatan lain untuk dilakukan?”
“Misalnya, belajar gitu?”
“Bukannya itu masih berhubungan dengan buku? Ada buku teks dan PR.”
“Eh, bukannya buku teks dan buku itu berbeda?”
“Keduanya sama-sama ditulis.”
“Uhnnn ......”
Aku tidak benar-benar menganggap buku teks sebagai "buku", karena mereka memiliki anotasi, berbagai modifikasi struktural, dan berbagai hal yang berteriak "Ayo selesaikan ini!" yang tidak diperlukan.
“Yah, topik semacam ini hannya membuatku muak.”
“Oi.”
Kouhai-chan mengeluarkan kotak merah dari kantong plastiknya.
“Senpai, apa kamu tahu hari ini hari apa?”
Aku takkan menjawabnya. Aku sudah siap ketika aku mencoba men-tweet tentang 11 November.
“Hari salmon.”
“Ha?”
“Jika kita menghubungkan angka sebelas dua kali (十一), itu akan membentuk bagian kedua dari struktur kanji.”
“Hee…”
“Dan juga, hari Mencari Belut Kebun.”
“Ah, aku tahu itu. Mereka tinggal di dalam pasir, ‘kan?”
“Yup, yup. Ada yang bilang kalau kita mengatur tanggal menjadi 1111, itu akan terlihat agak mirip.”
“Begitu ya ー”
Masih ada banyak lagi.
“Hari kecambah, hari Mie, hari Itadakimasu, ...”
Semuanya memiliki koneksi dengan angka “1111”.
“Ah masa. Senpai pasti sudah menyadarinya, kan? Aku akan memberi tahumu jika Senpai tidak mau mengatakannya. Hari ini adalah Hari Pocky.”
“Keberatan!”
Ah, aku membalasnya tanpa sadar. Yah, Baiklah
“Hari ini, 11 November, bukanlah Hari Pocky.”
“Eh? Tapi ada Pocky Day yang ditulis di minimarket.”
“Itu tidak benar. Hari ini adalah 『Hari Pocky dan Pretz』, tau.”
Tolong jangan lupakan jenis ini dengan paket hijau.
“Tak masalah ‘kan? Toh yang kita makan adalah Pocky.”
“Tapi salad Pretz rasanya enak, tau? Hentikan diskriminasi itu.”
“Koreksi.『 Apa yang akan kita makan sekarang adalah Pocky. 』”
Nah, saat dia mengeluarkan kotak merah dengan “Pocky” tertulis di kemasannya, aku sudah tahu hal itu.
Lagi pula, ada kotak merah dan hijau di laci mejaku.
“Bukannya sekarang masih terlalu cepat untuk camilan?”
“Ini camilan jam sepuluh, jadi harusnya baik-baik saja. Lebih dari itu, ini 『pertanyaan hari ini』dariku. Senpai.”
Aku memang memikirkan mengapa dia tidak menggunakan pertanyaannya untuk bertanya, “Hari apa sekarang?” Sekarang, tapi sepertinya dia menyimpannya untuk kesempatan ini, ya.
“Senpai, umm ... Apa kamu ... pernah bermain, eh, Pocky Game sebelumnya?”
Samar-samar aku bisa menebak kalau dia akan menanyakan itu. Berbicara tentang 11 November, itu pasti tentang Pocky. Berbicara tentang Pocky, pasti tak terlepas dengan Pocky Game.
Dari dinasti lama sampai sekarang ... tidak, itu tidak benar, lebih seperti dari timur ke barat ... juga tidak benar, tapi bagaimanapun, itu adalah bahan lelucon yang kuat di masa Jepang modern.
Ini adalah permainan di mana dua orang akan menggigit setiap ujung stik Pocky, lalu memakannya sedikit demi sedikit. Setelah itu, mereka harus menanggungnya sampai detik terakhir, sambil memastikan bibir mereka tidak bersentuhan.
Tentu saja, aku tak pernah memainkan permainan ini.
Aku tidak punya pasangan semacam itu buat diajak main, dan aku juga tidak punya teman berjenis kelamin sama yang akan melakukan hal bodoh seperti itu.
“Tidak pernah?”
“Mengejutkan sekali. Aku juga tidak pernah melakukannya.”
Sambil berkata begitu, dia membuka kotak merah.
Setelah mengambil satu dari paket aluminium di dalam, dia memegangnya di antara jari telunjuk dan jari tengahnya seolah-olah memegang rokok, dan membawanya ke mulutnya.
“Lalu―― apa kamu ingin mencobanya?”
Dia menggigit sisi stik tanpa cokelat, lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku.
Di depan mataku, ada tongkat tipis yang dilapisi dengan cokelat, dicampur dengan napas Kouhai-chan. Itu membuatku ragu.
“... Aku takkan kalah.”
Usai mengatakan itu, aku menggigit stik Pocky. Rasa coklatnya menyebar di mulutku.
Aku memberi tanda pada Kouhai-chan di depanku, dan kami berdua mulai menggigit Pocky dengan perlahan-lahan.
Ngomong-ngomong.
Bagaimana kita memutuskan mana yang akan menang atau kalah?
Jarak antara bibir kami, yang awalnya sekitar 10cm, menjadi 7cm, dan sekarang mencapai 5cm.
Hidung kami saling bersentuhan.
Karena kami berdua berkonsentrasi pada stik Pocky, stimulus yang tak terduga berubah menjadi sedikit kepayang, membuat kami menggigit kedua ujung Pocky. Stik yang tersisa jatuh, berguling-guling di lantai.
“Itu jatuh.”
“Ya.”
“Siapa yang pertama?”
Hidungku terasa panas. Aku merasa akan segera mimisan.
“Aku pikir kita menggigitnya pada saat yang bersamaan tadi.”
“Itu benar.”
“Lalu, ayo kita selesaikan ini.”
“Karena tadi mengenai hidung, kita harus memiringkan wajah kita juga.”
“Itu benar.”
Kali ini, aku menggigit stik Pocky lagi.
Aku terus makan tanpa berpikir. Ketika rasa cokelat mulai memenuhi lidahku, aku terbangun dari kebingunganku. Di depanku ada wajah Kouhai-chan.
Matanya, Bulu matanya yang panjang. Hidung. Pipi. Bibir. Di mana pun aku memalingkan mata, hanya ada wajah seorang gadis cantik dengan tubuh yang lembut dan kenyal nan imut.
Wajah imut itu semakin dekat, dan semakin mendekat, dan bahkan semakin mendekati wajahku.
Apa jarak antara kedua bibir kita hanya sekitar satu sentimeter? Lima milimeter? Aku bahkan tidak bisa mengukurnya lagi.
Jika salah satu dari kita bergerak, jarak di antara kita akan menjadi nol dalam sekejap.
Dengan kata lain, aku berhenti menggigit stik Pocky, dan Kouhai-chan pula ikut berhenti, ‘kan?
Aku lalu melihat wajahnya.
Telinganya memerah, dan dia memelototiku. Jika dia bisa berbicara, dia akan berkata “Cepat patahkan stiknya, Senpai!”, Bukan?
Tapi, bahkan aku punya prinsipku sendiri. Aku takkan kalah jika aku sudah mengatakan tidak.
Karena kita terjebak dalam situasi ini, aku fokus pada mempertahankan status quo ini.
Aku mencoba untuk tidak menggerakkan tubuhku dan mengambil nafas setenang mungkin, dan aku juga memperhatikan gerakan Kouhai-chan dengan cermat.
“Keita-?”
Stik Pocky berguling lagi di lantai.
“Jika Maharu-chan datang, tolong bilang pada Ibu. Aku tidak bisa menyiapkan teh jika kamu tidak memberitahu ibu.”
Suara ibu membuatku kembali sadar.
“Kami tidak perlu teh!”
Aku berseru dari kamarku.
“Ya ampun, masa?”
Masih butuh mengunyah, dengan air liur yang cukup. Tapi lebih dari itu kesimpulannya.
“Ini juga seri, ya.”
“Ya, mari kita putuskan pemenangnya sekarang.”
Kouhai-chan menggigit Pocky untuk kedua kalinya.
Pada akhirnya, kami memainkan permainan Pocky tanpa akhir sampai ibuku memanggil kami untuk makan siang.
Hal yang kuketahui tentang Senpai-ku, nomor (56)
Ia cukup tangguh pada permainan Pocky Game.
Njirr bikin iri
BalasHapusWoy Ganggu Aja Mamaknya
BalasHapus