u
Sudut Pandang si Senpai u
Keesokan harinya
setelah Kouhai-chan memberitahuku hal semacam itu.
Aku tidak tahu apa itu
hanya aku yang terlalu ironis, tapi langit terlihat sangat indah dan
cerah. Sambil mengayuh sepedaku, di bawah sinar matahari musim gugur yang
lemah dan hembusan angin dingin, aku
memikirkan masalah hari ini.
“Senpai, apa yang akan
kamu lakukan saat aku ditembak cowok lain?”
Kata-kata Kouhai-chan
kemarin terus terngiang-ngiang di benakku.
Apa aku untuknya?
Apa yang bisa aku
lakukan untuknya?
Apa yang harus aku
lakukan dengannya?
Dan juga, aku bahkan
belum melakukan “permintaan” -nya.
Aku sudah memikirkan
itu sejak kemarin, dan aku masih memikirkannya sampai sekarang.
Sambil berpikir
begitu, aku tiba di tempat parkir sepeda dekat stasiun seperti biasa. Aku
menyapa paman di pintu masuk, memarkir sepedaku dan menguncinya. Setiap
kali aku menyelesaikan suatu tindakan, waktu untuk bertemu dengan Kouhai-chan
semakin dekat, terlepas aku suka atau tidak.
Aku bisa mendengar
detak jantungku sendiri. Bahkan setelah aku turun dari sepeda, nafasku
masih ngos-ngosan. Di sudut
pikiranku, aku tak menyangka kalau aku juga bisa menjadi gugup begini.
“Selamat pagi, Senpai.”
Sesaat setelah aku
melewati gerbang tiket, aku segera bertemu dengannya. Mungkin akan lebih
tepat kalau dia yang menemukanku.
Ini tempat biasa,
dengan penampilan biasa, tapi suasana di sekitarnya berbeda dari
biasanya. Dia berdiri tegak, kedua matanya menatapku dengan tegas.
“Ah, pagi juga”
Apa yang ingin kamu
lakukan dengan hubungan kita? Bagaimana kamu ingin mengubahnya? Apa kau
ingin mengembangkannya menjadi sesuatu yang lebih, atau apa kita harus
menghentikan persahabatan semacam ini?
Aku merasa dia
mengatakan itu padaku, membuatku harus “memutuskan”.
vvvv
Kereta pun tiba.
Kami menempati posisi
yang biasa, tapi tidak seperti sebagaimana biasanya dia bersandar di pintu
kereta, dia berdiri tegap, menghadap ke arahku.
“Yup. Kalau
begitu, tolong katakan padaku ‘jawaban’ Senpai.”
Aku sudah memutuskan
jawabanku.
“Aku masih belum menemukannya.”
Aku belum memutuskan
apa jawabanku.
“Ha?”
Kouhai-chan membuka
dan menutup mulutnya, tidak mengerti apa yang aku katakan.
Uh huh. Aku
sedang menunggu reaksi semacam ini.
“Er, Senpai. Apa
kamu memahami situasinya? Aku—”
“Uh huh, itu sebabnya
aku akan memutuskan mulai sekarang. Tolong beri aku informasinya.”
Aku tidak ingin
menanyakan hal semacam ini lewat LINE. Aku pikir kita harus membicarakan
masalah ini dengan tatap muka.
“『 Pertanyaan hari ini 』. Apa yang akan
Kouhai-chan lakukan jika aku tidak mengatakan apa-apa?”
“Aku pikir kamu
menyelaku ketika kamu bertanya itu, Senpai.”
Ahh. Tidak heran
kalau Kouhai-chan mengetahui kalau aku tertarik padanya? Tidak
tidak. Sudah terlambat untuk memikirkan itu sekarang.
“Aku tidak bermaksud
begitu.”
“Senpai, Kamu takkan
melakukan apa-apa?”
“Ahhh, sungguh,
maksudku adalah ...”
Apa cara bertanyaku
salah?
“Lalu, ayo kita ubah
pertanyaannya. Jika aku tidak mengatakan apa-apa, dan Kouhai-chan menerima
pernyataan cinta teman sekelasmu.”
“Iya.”
“Apa yang akan terjadi
padamu?”
“Entahlah. Tentu
saja aku akan berpacaran dengan orang itu, ‘kan?”
Tentu saja begitu.
“Lalu, bagaimana
dengan kita?”
Jika memang seperti
itu, apa hubunganku dengan Kouhai-chan yang saling bertemu di pagi dan akhir
pekan , atau lebih tepatnya selalu bersama dalam banyak kesempatan akan berubah?
“Hmm…”
Kouhai-chan
meletakkan jarinya di dagu, membuat pose berpikir.
“Orang itu tidak
benar-benar posesif, jadi mungkin tidak ada banyak yang berubah?”
Yah, cuma Kouhai-chan
dan aku yang menggunakan rute kereta ini. Mungkin aku tidak perlu khawatir
tentang pergi ke sekolah?
“Apa maksudmu dengan 'orang itu' dan 'posesif'?”
“Ini dari jaringan
informasi perempuan.”
“Uwahhh ngeri.”
Aku penasaran bagaimana
jaringan informasi tersebut mengevaluasi diriku.
Yah, itu tidak
masalah. Yang harus aku fokuskan adalah tentang Kouhai-chan di depanku.
Walau kebiasaan
berangkat bareng kami tidak berubah, dia takkan mendadak mengajakku keluar pada hari libur lagi, dan dia juga akan
mengubah arah pesan LINE yang dia kirim sebelum tidur (meski hanya sekali, sih)
Hmm.
Aku merasa akan
kesepian ketika hal-hal yang telah ada hilang begitu saja.
“Uh huh, aku
mengerti. Lalu, aku akan 『menjawab』 pertanyaan
Kouhai-chan kemarin.”
Aku ingin melanjutkan
hubungan yang tidak jelas ini sedikit lagi. Aku yakin memiliki hubungan
yang hangat nan lembut di mana kami tidak bisa dianggap sebagai teman, atau
sahabat, atau bahkan kekasih, atau hanya “Senpai-Kouhai” adalah yang paling nyaman bagiku.
Aku sudah memutuskan
tujuanku, atau titik akhirku, atau lebih tepatnya sesuatu dengan keyakinanku
sendiri. Ayo kita lakukan iyu karena kita sudah mencapai situasi begini
dan hari ini. Aku sudah memikirkan waktu di mana aku harus memenuhi “permintaan” Kouhai-chan sebelum
itu.
Aku tidak ingin
penyusup kasar tersebut merusak hubunganku dengan Kouhai-chan.
Tapi aku juga tidak
mau mendadak melaju cepat tanpa peringatan.
Sedikit demi sedikit,
secara perlahan-lahan. Aku pikir itu bagus bagi kita untuk berjalan maju,
hanya dengan satu pertanyaan sehari.
Itu sebabnya ―― di
kereta yang bergoyang ini, aku mencengkeram pegangan dan menghadap Kouhai-chan dan
berusaha mengutarakan semua perasaanku ke dalam kalimat yang mana takkan aneh
bila orang-orang memanggilku “sampah”.
“Apa kau mau
menungguku? Aku belum mengubah aturan sekolah juga.”
Kouhai-chan menunduk
ke bawah, lalu menghela nafas panjang.
“Serius. Mau berapa
lama kamu ingin membuatku menunggu, Senpai?”
Dari wajah
Kouhai-chan yang dia angkat setelah menghela nafas, aku bisa melihat senyum
tipisnya.
“Beneran deh, aku
melakukan ini karena ini Senpai, oke?”
Setidaknya, dia tidak
tampak kecewa.
Karena sudah menjadi
seperti ini, aku harus menyatakannya pada Kouhai-chan.
Ummm. Upacara
penutupan akan diadakan pada 22 Desember, dan liburan musim dingin dimulai setelah
Hari Ulang Tahun Kaisar pada tanggal 23. Setelah itu, akan ada lebih
sedikit kesempatan bagi kita untuk bertemu.
Ngomong-ngomong, itu
dekat dengan ulang tahun Kouhai-chan, ‘kan? Kalau tidka salah tanggal
12? Sebenarnya, aku merasa jika kita bisa tetap seperti ini, itu akan
menjadi yang terbaik. Tapi mungkin aku terlalu tidak peka.
Itu sebabnya, ayo kita
selesaikan semua ini di upacara penutupan.
“Pada akhir
tahun. Aku akan memberlakukan semua aturan sekolah, jadi tunggu aku.”
“Aku mengerti. Aku
akan menunggu Senpai.”
Hal yang kuketahui
tentang Senpai-ku, nomor (62)
Aku akan menunggu jawabannya
hingga akhir tahun ini.