Chapter 10 – Urusan Keluarga
“Aku pulang.”
Dia memberi salam
dari pintu masuk tapi tidak ada yang menjawab.
Memang begitulah biasanya. Satsuki meletakkan sepatu dan berjalan lebih jauh ke lorong.
Memang begitulah biasanya. Satsuki meletakkan sepatu dan berjalan lebih jauh ke lorong.
“Aku pulang.”
Dia memberi salam
lagi ke ruang tamu di mana ada dua orang yang dia anggap orang tuanya.
Itu bukan sesuatu yang biasanya dia lakukan, tapi membuatnya merasa murah hati karena dia habis pergi bersama Tooru.
Itu bukan sesuatu yang biasanya dia lakukan, tapi membuatnya merasa murah hati karena dia habis pergi bersama Tooru.
Meski, tentu saja, orang
tuanya bahkan tidak meliriknya.
Satsuki
menggelayutkan kepalanya dan berjalan melewati ruang tamu, lalu menuju
tangga. Di ujung tangga tersebut ada Amane yang sedang menunggu sambil
menyeringai pada saudara tirinya.
Dia menundukkan
kepalanya dan mencoba untuk lewat, akan tetapi pergelangan tangannya ditarik
oleh Amane.
“Ada apa?”
“Jadi, bagaimana
perkembangan kalian berdua?”
Suaranya sarat penuh duri
— tanda yang menjelaskan kalau Amane sedang jengkel.
Sambil mencoba yang
terbaik untuk tidak membuat murka kakaknya, Satsuki menelan getir semua
perasaannya dan menatap lurus ke Amane.
“Kami hanya pergi
menonton film dan kemudian aku memasak makan malam untuknya, seperti
biasa. Hanya itu saja.”
“Cuma itu? Mengecewakan
sekali. Sangat payah. ”
Kata-katanya
nyelekit. Tidak hanya itu, tapi juga semakin menusuk.
Waktu yang Satsuki
habiskan bersama Tooru sangatlah berharga. Tidak ada hal lain dalam
hidupnya yang menyenangkan bersama dirinya.
Kemudian, Amane
tiba-tiba melepaskan pergelangan tangan Satsuki dan menatapnya dengan seringai.
“Jadi? Apa yang
ingin kamu lakukan selanjutnya?”
“Aku baik-baik saja
dengan hubungan kita sekarang, tak peduli apa yang mungkin terjadi. “
“ ...
benar? Kalian berdua benar-benar tidak bisa kemana-mana, ‘kan? ”
Amane meludahkan
kata-katanya.
Mereka sudah hidup
bersama selama lebih dari satu dekade, jadi Satsuki sedikit lebih tahu
bagaimana emosinya.
Mungkin Amane merasa
kesal karena Satsuki pergi bersenang-senang.
Amane punya banyak
teman — atau mungkin lebih tepatnya,
pelayan — jadi tidak sulit baginya untuk menemukan seseorang untuk diajak
bersenang-senang. Tapi untuk alasan apa, gagasan kalau Satsuki membuat
teman benar-benar menggertakkan persnelingnya.
Dan itu mengarah ke
kejadian hari ini. Amane marah karena Satsuki menemukan seseorang untuk
menjadi temannya.
Meski itu benar-benar
bukan urusan Amane. Tidak ada alasan baginya untuk marah. Satsuki
tidak mengerti sedikit pun tentang apa yang terlintas dalam pikiran kakak
perempuannya.
“Asal kamu tahu saja,
jangan berharap hari-hari bahagiamu akan bertahan lama. Jangan terlalu
sombong, dasar lintah.”
“Tunggu. Jangan
menghina begitu... “
“Berhenti berpura-pura
sok polos. Apa kamu sudah lupa mengenai bagaimana aku bilang kalau semua
cowok adalah bajingan? Cowok itu hanya mengincar tubuhmu saja.”
“Tooru bukan cowok
seperti itu ...”
“Oh, aku ingin
tahu. Jika kamu merasa begitu percaya diri, bagaimana kalau aku memberinya kenikmatan.”
Amane menjilati
bibirnya dan secara naluriah, perasaan jijik menyelimuti Satsuki.
“Tolong, jangan
seperti ini ...”
“Apa? Dia itu
cowokmu dan milikmu adalah milikku, bukannya itu benar? ”
Amane berdiri sambil
menepuk bahu Satsuki, tepukan ringan tersebut membuat Satsuki merasa merinding
di sekujur tubuhnya.
Jika ini terus
berlanjut, Tooru akan tertimpa masalah juga. Demi melindunginya, Satsuki
mundur, tapi Amane takkan membiarkannya pergi.
“Di rumah tangga ini,
apapun yang ayah atau aku katakan adalah mutlak!”
Kata-katanya
mengingatkan kenangan masa lalu.
Kepribadian Amane
sangatlah busuk. Dia selalu meninggalkan rasa sakit — efek yang biasanya
dirasakan oleh Satsuki.
Jika mereka berada di
taman, Amane akan memukul adik perempuannya atau mendorongnya dari ayunan.
Ayah mereka takkan
mengatakan apa-apa, apalagi memarahinya. Kasih sayangnya bukan untuk Satsuki,
melainkan hanya untuk Amane.
I adalah pria biasa dengan
tubuh rata-rata, bekerja di sebuah perusahaan, dan membayar tagihan untuk
keluarga. Meski begitu, Ia pilih kasih dengan anak-anaknya.
Amane adalah anak
kandungnya sendiri, namun Satsuki adalah bagasi yang dibawa oleh
istrinya. Terkadang, Ia mengabaikan kecantikannya. Sehebat apa pun
Satsuki, Ayahnya memandangnya sebagai keturunan dari pria lain.
Ibu mereka, juga,
sangat cantik. Mereka bertemu di restoran tempat dia bekerja dan Ia
langsung jatuh cinta dan melamar.
Namun, Ibu Satsuki
punya mental rapuh. Dia mendapat kekerasan saat hendak memperingatkan
Amane untuk tidak menggertak Satsuki. Itu membuatnya kelelahan dan,
akhirnya, dirawat di rumah sakit karenanya. Sekarang, dia hanyalah manusia
hampa, tubuh yang hanya mampu melakukan pekerjaan rumah tangga yang paling
sederhana.
Ayahnya mendukungnya
secara finansial, tapi tidak melakukan apa-apa untuk menyelamatkan ibu Satsuki. Namun,
demi anak-anak, mereka menikah dalam nama.
Ibunya berangsur-angsur
mulai kehilangan hasrat untuk membela dirinya dan Satsuki, dan sekarang, dia
tidak memiliki suara dalam keluarga. Hal yang sama berlaku untuk Satsuki.
Sejak itu, Satsuki
sendirian. Dia tidak punya tempat yang bisa dipanggil sebagai rumah.
“Jika kamu mengerti
apa yang aku ucapkan, lalu berhentilah memaksakan keberuntunganmu. Lintah
sepertimu hanya perlu menghiburku dengan menggeliat dan menderita.”
Amane lalu memukul
dinding disebelahnya sebelum kembali ke kamarnya sendiri.
Anehnya, Satsuki
tidak merasa takut lagi. Tooru ingin menjadi temannya, walau Ia tahu mengenai
Amane.
Satsuki melihat ke
depan dan menuju kamarnya. Dia menjatuhkan diri di ranjangnya, dengan
masih mengenakan pakaiannya.
Tooru adalah cowok baik
seperti yang dia harapkan. Dadanya berdenyut. Perasaan apa ini?
Dia belum pernah
berbicara dengan cowok seperti Ia sampai sekarang. Dan tidak seperti ayahnya,
Tooru bersikap lembut dan tulus.
Bagaimana hubungan di
antara kita? Bagaimana caranya supaya hubungan kita bisa berubah?
Dia ingin Tooru tetap
menjadi temannya. Atau, setidaknya sampai Amane berubah pikiran tentang
berbagai hal.
“... Tooru ...”
Kesedihannya bergema
di seluruh ruangan sebelum menghilang sepenuhnya.
Min masih lanjut gk min?
BalasHapusMasih kok,
Hapus