u
Sudut Pandang si Senpai u
Aku naik kereta dan
berdiri menghadap Kouhai-chan.
Walau ini adalah apa
yang biasanya kita lakukan, aku merasa bersyukur kalau aku memiliki kesamaan
ini di hatiku, tapi aku takkan menunjukkannya dalam wajahku.
Lagipula, yah. Aku
merasa malu. Dan rasanya memalukan.
“Uwaahh dingin banget ー”
“Tapi di dalam kereta
hangat, tau.”
Saat kami melewati
pintu, suhu di dalam gerbong kereta cukup hangat sampai kacamataku berkabut.
“Ketika mereka membuka
pintu, rasanya dingin.”
“Bagaimanapun juga, ada
penumpang yang harus masuk. Apa boleh buat.”
“Tolong buat melewati
ring untuk itu.”
“Tapi angin
akan tetap lewat, tau?”
“Ahhh…”
Dia layu, mati lelah.
Kami berdua juga terasa
sehat hari ini.
u Sudut Pandang si Kouhai u
Senpai sepertinya tampak
sedikit mengantuk hari ini. Ya, itu terjadi setiap hari, sih.
“Senpai?”
“Apa?”
“Apa aku harus membangunkanmu
dengan tanganku lagi jika kamu merasa mengantuk?”
Aku sensitif terhadap
dingin, jadi aku bisa meletakkan tangan dinginku di leher Senpai dan
membangunkannya.
Tentu saja aku sudah
merenungkan tindakan ini setelah melakukannya secara mendadak kepadanya
terakhir kali.
“Tidak, tentu saja
kamu tidak bisa. Aku nanti bisa masuk angin.”
“Kalau begitu, tolong
pinjami aku tanganmu.”
“Tanganku juga dingin. Kau
tahu sendiri, ‘kan?”
“Lalu, kantongmu.”
“Kantongku?”
Senpai memalingkan
wajahnya ke arahku, tampak terkejut.
“Tidak mungkin, cukup
taruh tanganmu di kantongmu sendiri.”
“Ayolah.”
Ketika aku memasukkan
tangan kananku ke kantong kiri dan tangan kiriku ke kantong kanannya, Senpai
memutar tubuhnya, berusaha melarikan diri dariku.
“Kau terlalu dekat.”
“Kamu tidak keberatan
‘kan, Senpai?”
Aku bertanya-tanya
apa ini memalukan.
Setelah memasukkan
tanganku ke dalam kantongnya selama sekitar satu stasiun, tanganku terasa lebih
hangat dari sebelumnya.
u
Sudut Pandang si Senpai u
Kouhai-chan akhirnya
melepas cengkeramannya dariku saat dia meraih pegangan kereta dan mengatakan
ini.
“Ngomong-ngomong
kantong, inilah『 pertanyaan hari ini. 』dariku”
“Aku tidak melihat ada
kaitan antara keduanya, tapi yah tak masalah.”
“Senpai, apa yang
biasanya kamu masukkan ke dalam kantongmu?”
“Cuma sesuatu seperti
earphone-ku.”
Aku penasaran apa
pertanyaan ini punya makna di dalamnya.
“Bagaimana dengan
kantong seragammu?”
“Cuma ada dompet,
smartphone, dan saputanganku.”
Aku selalu meletakkan
saputanganku di kantong kanan depan, smartphone di kantong kiri depan, dan
dompet di kantong kiri celana.
“Ketibang normal,
benda-benda itu sudah dalam dugaanku.”
“Ya
iyalah. Terus, itu juga akan menjadi 『pertanyaan hari ini』dariku.”
Aku merasa matanya
tampak geram saat aku akan menanyakan pertanyaan buruk sebelumnya, tapi hal
tersebut tidak menghentikanku untuk menanyakan pertanyaan yang sama kepadanya.
“Kouhai-chan, apa yang
kau masukkan ke dalam kantongmu?”
Meski ini seharusnya
menjadi pertanyaan yang tidak berarti, Kouhai-chan tersenyum.
“Asal kau tahu, itu
adalah『 pertanyaan hari ini 』juga, oke.”
Jangan cuma tertawa dan cepat jawab, pintaku.
“Ahaha. Baik. Uhm,
aku tidak memasukkan apapun ke dalam kantongku.”
“Serius?”
Kalau aku pikir-pikir
lagi, sepertinya pria biasa mengeluarkan kartu pass kereta dari kantong celana mereka, tapi wanita sering
mengeluarkannya dari dompet di dalam tas.
“Pokoknya, Senpai
benar-benar tidak tahu, ya.”
“Apa maksudmu?”
“Sebagian besar
pakaian wanita biasanya tidak memiliki kantong.”
“Eh, begitu ya?”
Apa? Aku baru
pertama kali mendengarnya.
“Kamu sepertinya tidak
tahu, ya.”
“Ya, aku sama sekali
tidak tahu.”
Dia memberikan
serangan telak ke arahku yang sedang terkejut.
“Lalu, apa kamu ingin
melihatnya?”
Tiba-tiba,
Kouhai-chan mulai melepas mantel wol merah yang dia kenakan.
“Uhm, apa yang kau
...?”
Dia membuka sisi
depan mantelnya, dan aku bisa melihat kardigan kremnya yang biasa.
“Apa maksudmu ...
Tentu saja aku membiarkan Senpai memeriksa kantongku.”
Ah, begitu rupanya.
“Ayo, bagian yang ini
ada kantong di dalamnya.”
Dia menarik kardigannya
sedikit, menunjukkan kantong di sisi kanan roknya.
“Senpai, apa kamu mau
mencoba memasukkan tanganmu ke dalam?”
“Kau menggodaku, ‘kan?”
Ampun, aku harus
menjaga kewaspadaanku terhadapnya.
“Iya. Tapi, kurasa
kamu ingin memeriksa kantongku, ‘kan?”
Terlepas itu benar
atau tidak, aku menyerah dan akhirnya mengulurkan tanganku ke arah rok
Kouhai-chan di pahanya. Daripada mengulurkan tangan, aku merasa seolah-olah
seluruh tubuhku mengarah padanya.
Dia memberitahuku di
mana tepatnya, jadi aku mencoba memasukkan tanganku ke dalam ... tapi….
Kantongnya terlalu
kecil, dan aku hanya bisa memasukkan jari telunjuk dan tengahku ke dalam.
“Ini
kecil. Kantong yang tidak bisa memasukkan apa pun di dalamnya.”
Kouhai-chan mengeluh
sambil berbalik dengan masih mengangkat kardigannya.
Tapi mataku tidak
fokus pada pakaiannya, tapi rambutnya yang mengalir lembut di depanku.
“Dan tidak ada
kantong lain lagi. Senpai, apa kamu sudah mengerti sekarang?”
Yah, karena kita
hanya mengkonfirmasi jika itu tidak ada, tidak jika itu ada, itu harusnya
baik-baik saja, ‘kan?
“Ya, mungkin.”
Aku benar-benar
bersyukur bahwa aku terlahir sebagai seorang pria dalam kebangkitan seperti
ini. Hidup dalam kehidupan di mana aku tidak bisa menggunakan kantongku
sangat tidak nyaman dan tak tertahankan. Jika itu aku, aku pasti takkan
tahan.
“Bagaimana dengan
pria? Apa keberadaan kantong berguna?”
“Aku pikir itu sangat
berguna.”
Pada akhirnya, kami
membahas masalah kantong sampai kami tiba di stasiun terdekat ke sekolah.
Hal yang kuketahui
tentang Senpai-ku, nomor (66)
Tampaknya Ia tidak
tahu kalau hanya ada beberapa jenis pakaian wanita yang memiliki kantong.