u
Sudut Pandang si Senpai u
Pagi hari.
Dua hari telah
berlalu sejak aku bertemu Kouhai-chan, namun sebaliknya, rasanya agak segar.
“Selamat pagi!”
Kouhai-chan yang
berdiri di peron stasiun sepertinya tampak bersemangat juga hari ini.
“Pagi juga. Kau benar-benar
bersemangat sekali.”
“Tentu saja?”
Ekspresinya
menyiratkan kalau dia tak menyangka aku akan mengatakan itu.
“Tidak, maksudku, kupikir
kau akan lesu setelah mengejar deadline menggambarmu.”
“Enak saja, aku takkan
terpojok semudah itu, Senpai!”
Sepertinya, sekarang
bukanlah saat untuk bergegas dan begadang semalaman.
Acara Festival budaya
sendiri akan diadakan pada akhir pekan ini, jadi bukannya dia akan jadi sedikit
panik? Atau mungkin, dia sudah memiliki perkembangan yang cerah untuk
menyelesaikannya tepat waktu?
“Kapan batas akhirnya?”
“Pada hari Kamis,
karena aku akan mencetaknya pada hari Jumat.”
“Dimana?”
“Di Kinko's.” (TN : https://en.m.wikipedia.org/wiki/FedEx_Office )
Ah, aku pernah
mendengar tempat itu sebelumnya karena ini adalah toko yang praktis. Hee.
Sambil melanjutkan
obrolan, kami naik gerbong kereta dan berdiri di posisi yang biasa.
u Sudut Pandang si Kouhai u
Kami saling
berhadapan seperti biasa, di dalam gerbong kereta dan posisi yang biasa.
“Apa yang kamu lakukan
pada akhir pekan, Senpai?”
“Membaca.”
“Aku bahkan tidak
punya cukup waktu untuk melakukan itu.”
“Yah, lakukan yang
terbaik.”
Pada saat itu, tatapan
mata kami bertemu.
Kami saling memandang
selama sekitar lima detik, sampai garis pandangnya bergerak ketika kereta
bergetar.
Apa-apaan itu tadi?
“Senpai, apa kamu
merasa kesepian saat kamu tidak bisa bertemu denganku?”
Rasanya agak
frustasi, jadi aku tidak tahan untuk tidak menggodanya.
“Kau ini benar-benar…”
Senpai membuat wajah
takjub.
“Tidak bertemu satu
atau dua hari tidak banyak mengubah apa pun, ‘kan? Bagaimanapun, kita
hidup di era modern, dan aku bisa mengirim pesan LINE kepadamu.”
“Wahh, membosankan
sekali.”
“Aku hanya
menyampaikan logika yang ada saja.”
“Aku tak berpikir ini
adalah masalah yang bisa diselesaikan dengan logika.”
“Yah, mungkin kau
benar.”
Ketika aku menjadi
sedikit puas karena bisa menyudutkannya dalam suatu perdebatan, aku bertanya
apa yang ingin aku tanyakan.
“Inilah『 pertanyaan hari ini 』dariku untuk Senpai yang
berpikiran logis.”
“Apa itu?”
“Uhm, Senpai, apa
pendapatmu tentang nada bicara sopan?”
u
Sudut Pandang si Senpai u
Walau kau mendadak bilang
nada bicara sopan ...
“Apa maksudmu?”
“Seperti apa yang kamu
pikirkan, Senpai. Honorifik.”
Ah, entah bagaimana,
aku mengingat Kouhai-chan saat memikirkan nada bicara sopan. Hal tersebut
membuatku tenang sedikit.
“Itu berarti, apa ini
mengenai Kouhai-chan yang menggunakan nada bicara sopan saat berbicara denganku?”
“Apa kamu punya
komentar mengenai hal itu?”
“Sebelum itu, boleh aku
menanyakan『 pertanyaan hari ini 』lebih dulu?”
“Eh~?”
Menjengkelkan.
“Jawabanku akan
berubah tergantung pada ini.”
“Kalau begitu, tentu
saja.”
Aku bertanya pada
Kouhai-chan yang menganggukkan kepalanya dengan enggan.
“Pertama-tama, apa kau
menghormatiku?”
“Tidak terlalu.”
Kouhai-chan sekali
lagi mengangguk sambil tersenyum.
“Jawabanmu cepat
sekali.”
“Lagipula itu memang
kenyataannya. Bukannya aku tidak bisa menjawabnya, itu janji kita.”
Anak ini kadang-kadang
memberitahuku sesuatu yang sangat getir, ya.
“Baiklah,
baiklah. Terus, aku sejujurnya heran apa kau perlu menggunakan itu.”
“Eh, apa?”
Oh?
Dia mengedipkan
matanya beberapa kali. Apa jawabanku tidak terduga?
Tapi yah, itu akan
nyaman. Ayo kita balas dendam setelah bermain-main dengannya sepanjang
hari.
“Tapi, Senpai adalah
Senpai-ku.”
“Dari awal, apa kau
tahu alasan mengapa kau perlu menggunakan nada bicara sopan kepada Senpai-mu?”
“Iya?”
“Itu karena aku sudah
menjalani hidup lebih lama darimu, dan Kau harus menghormati pengetahuan dan
pengalamanku, aku memiliki lebih darimu, ‘kan?”
Setidaknya, begitulah
menurutku.
“Tapi kita hanya beda
satu tahun, jadi itu tidak membuat banyak perbedaan.”
“Itu…….Itu sebabnya,
jika Kouhai-chan tidak mempunyai rasa hormat semacam itu juga, maka kita tidak
perlu menggunakan nada bicara sopan sama sekali.”
u Sudut Pandang si Kouhai u
Apa yang harus aku
lakukan? Apa yang harus aku lakukan?
Situasi berkembang semakin
cepat, dan membuatku merasa bingung.
“Eh, uh ...”
“Ayo, cobalah
berbicara dengan santai.”
Senpai menjadi lebih
agresif dari sebelumnya.
“Apa kamu makan
sesuatu yang aneh, Senpai?”
“Itu salah.”
Aku segera menutup
mulutku.
“Kamu ... makan
sesuatu yang aneh, ya?”
“Itu dia.”
“Ada terlalu banyak
rasa aneh ... Maksudku, ini terasa super aneh ...”
Mengapa ini bisa
terjadi?
Aku tidak tahu apakah
itu karena aku sedikit malu atau wajahku panas, tapi aku merasa hangat.
“Aku merasa tidak nyaman
juga. Bicara lebih lancar.”
“Tolong jangan bilang
untuk mengubah apa yang sudah aku lakukan sampai sekarang ... Maksudku, jangan
memaksaku untuk mengubah ...”
“Lihat, kamu terlihat bingung
lagi.”
Senpai menyeringai puas.
Apa Ia
menggodaku? Iya, ‘kan? Benar, kan?
“Uh, Senpai. Seperti
yang kupikir, ini mustahil.”
“Kenapa? Kau
tidak menghormatiku, ‘kan?”
“Apa kamu menyimpan
rasa dendam mengenai hal itu?”
“Sedikit.”
“Astaga.”
Alih-alih
menghormati, hubungan kita lebih setara, atau lebih santai.
“Aku penasaran, tapi
aku tidak bisa tenang kalau disuruh berbicara santai dengan Senpai.”
Aku ingin tetap
menjadi “kouhai” untuk senpai, tapi aku bertanya-tanya apa Ia menganggapku
dengan citra seperti itu. Aku sendiri bahkan tidak tahu.
“Bagaimanapun juga,
bahasa adalah kebebasan. Tidak ada masalah toh? Ada seorang laki-laki
yang menggunakan nada bicara sopan untuk semua orang di kelasku juga.”
“Eh, lantas kenapa
kamu membuatku berbicara dengan ucapan biasa?”
“Untuk mencoba ucapan
biasa, dll.”
“Tolong lakukan dengan
serius.”
Aku menatap Senpai.
“Aku merasa akan lebih
baik melakukan sesuatu yang segar.”
“Itu hanya untukmu
saja, Senpai.”
Aku takkan tertipu,
oke?
Menataaaaaaapppppp ー.
“Tidak, aku cuma
merasa penasaran apa yang akan terjadi jika Kouhai-chan tidak menggunakan nada
bicara sopan sama sekali, dan juga, Kaulah yang memulai duluan.”
“Memang ada benarnya
juga.”
Jika kamu bilang begitu,
aku jadi ikut penasaran juga.
“Lalu, sekarang
giliran Senpai untuk menggunakan nada bicara sopan.”
“Ha?”
Karena Ia tidak
mengharapkan pembalasanku, Senpai membuka mulutnya dengan terkejut.
u
Sudut Pandang si Senpai u
Setelah aku
memerintahkan Kouhai-chan untuk menggunakan nada bicara yang santai, dia
mengembalikan bumerang kepadaku.
“Tidak tidak, jangan
meminta omong kosong itu.”
“Senpai?”
Ini ... dia tidak
akan melepaskanku sampai aku mengatakannya, ya.
Masih ada waktu
sampai kereta tiba, dan aku akan membuatnya sebagai lelucon karena kita sudah
sejauh ini. Ayo kita hibur Kouhai-chan sedikit.
Aku batuk sekali, dan
mulai berakting.
“Tolong berhenti
mengatakan hal yang tidak masuk akal seperti itu, Ojou-sama.”
“..…!”
“Bagaimana kalau kita
menghentikan ini? Bila Ojou-sama
memiliki sesuatu untuk diungkapkan, lalu jangan ragu-ragu untuk memberitahuku
sesuatu.”
Kouhai-chan tidak
bisa menahan tawanya, saat dia tertawa terbahak-bahak.
“Pfft ... Ahaha!”
Aku menang.
“Senpai, bukan itu.”
“Bukannya Ojou-sama
yang sederhana ini meminta pelayan ini untuk mulai menggunakan bahasa yang
sesuai?”
“Apakah
begitu? Kalau begitu, Kamu bisa berhenti sekarang, Hitsuji-san.” (TN : Hitsuji
artinya pelayan)
Kami berdua kembali
sadar.
Kami bertukar pandang,
dan berbicara.
“...
Bagaimanapun, cara bicara kita yang biasa adalah yang terbaik.”
“Betul.”
Kami memutuskan
demikian.
Hal yang kuketahui
tentang Senpai-ku, nomor (65)
Ia cukup cocok untuk
menggunakan nada bicara yang mirip seperti kepala pelayan.
Bikin cengar-cengir sendiri oii
BalasHapus