Selasa, 30 April - Menggertak. Kelemahan.
Murung.
Sebelum
jam pelajaran dimulai, Mariko menghampiri tempat dudukku.
Sepertinya
dia sedang dalam suasana hati yang bagus, dia senyum-senyum sendiri seolah-olah
dia mendapat sesuatu. Aku mencoba bertanya apa ada sesuatu yang baik terjadi
padanya dan mendengar kalau dia sudah menyelesaikan salah satu kekhawatirannya.
Itu
adalah masalah dengan adiknya, pacar Chitose-chan.
Omong-omong,
secara kebetulan Mariko punya masalah yang sama denganku.
Tidak,
mengatakan kalau itu masalah akan menyiratkan hal yang buruk. Aku merasa
terganggu mengenai aku harus bersikap bagaimana terhadap adikku yang baru punya
pacar.
Mariko
tidak menyelesaikan apa-apa, melainkan dia berbicara tentang hal itu dengan
adiknya, Chitose-chan.
Untuk
meringkasnya ... pacarnya adalah seorang selebriti. Dan tentu saja, itu adalah
cinta yang tak terbalas Chitose-chan.
Ketika
Mariko menguatkan dirinya dan memintanya untuk menunjukkan foto, adiknya menunjukkan
foto anggota dari grup idola populer.
Adapun
ajakan belanja kemarin, Mariko pasti ingin berkonsultasi masalah Chitose-chan
denganku.
Tapi,
dia dengan mudah menyelesaikan masalahnya sendiri dan memberitahuku untuk tidak
perlu khawatir tentang hal itu.
Sekarang,
rasanya seperti aku bisa berkonsultasi masalah Tomomi dengan Mariko.
Namun,
seperti yang aku pikirkan, masalah antar saudara harus diselesaikan sendiri, aku
harus mengatasinya dan melangkah ke depan. Juga, aku masih belum berbicara dengan
Mariko tentang keberadaan adik-adikku.
Mengenai
pacar teman adikku ... semacam kebohongan bertele-tele seperti itu tidak
terlalu baik.
foto
pacar ... ya.
Jika
aku bilang kalau aku ingin melihat foto, Tomomi mungkin akan menolak. Entah
bagimana, aku merasakan hal tersebut.
uuuu
Sepulang
sekolah, usai berusaha menguatkan diri dengan kembali ke apartemen dan interkom
ruang berdering 601.
Dia
mungkin tidak ingin melihat wajahku dan memakai kunci rantai ...…perasaan cemas
semacam itu membebani hatiku.
“Selamat
datang kembali Nii-chan!”
“Y-ya.
Aku pulang, Tomomi.”
“Ayo
masuk, ayo masuk.”
Diajak
oleh Tomomi, aku memasuki apartemennya.
Aku
melewati ruang tamu dan duduk di sofa. Tomomi membawa lebih dari dua botol cola
dari kulkas di dapur.
“Apa
kabarmu hari ini Nii-chan?”
Aku
menerima botol cola dingin, membukanya dan menegaknya langsung.
“Ohh!
Kamu pasti sangat kehausan ya.”
“Puhaa!
Segarnya.”
Kata-katanya
terhenti. Tomomi tampak agak gelisah.
“Hei,
Tomomi!”
“Nii-chan!”
Tak
tahan dengan suasana hening, kami berdua dengan waktu yang hampir bersamaan
saling memanggil satu sama lain.
“Ap-Apa?
Silahkan kau duluan, Tomomi.”
“Tidak,
tidak, Nii-chan aja yang duluan.”
“Kau
tidak perlu menahan diri.”
“Mana
ada.”
Karena
kami memaksa satu sama lain, aku berdehem ringan.
“Um,
kalau begitu aku akan menerima tawaranmu. ... Tomomi, apa hubunganmu berjalan
lancar dengan pacarmu?”
Sesaat,
ekspresi Tomomi membeku, wajahnya masih tersenyum.
“Te-Te-Te-Tentu
saja. Nii-chan tidak perlu mengkhawatirkan itu.”
“Begitu
ya. Jadi, kapan kau akan memperkenalkan dia?”
“Me-Memperkenalkan?”
“Yah,
mungkin rasanya akan sedikit canggung baginya. Situasi keluarga kita memang
sedikit rumit.”
Tomomi
mengangguk berkali-kali.
“Memang,
menjelaskannya akan sedikit sulit, aku merasa tidak enakan pada Nii-chan tapi
memperkenalkan dirinya akan sulit ...”
“Lalu,
bagaimana kalau menunjukkan fotonya?”
Wajahnya
langsung pucat.
“Ga-gambar
dan seperti yang NG.”
“Jadi
kau tidak punya foto bersama dia?”
“Yup.
Dia agak pemalu, sih.”
“Begitu
rupanya. Dia itu orangnya macam apa?”
“Umm
... perawakannya agak mirip seperti Nii-chan, kepribadiannya sedikit serius
tapi kadang-kadang bisa sedikit aneh. Dia juga orangnya perhatian. Dia tidak
menceritakan lelucon dari dirinya sendiri dan lebih seperti membalas lelucon
orang lain. Sedikit kikuk dan cukup bersinar ketika aku main-main dengannya, aku
kira. Juga, dia punya bagian baik tentang dirinya ...”
Ekspresi
Tomomi langsung berubah feminim sepenuhnya. Hanya dengan berpikir tentang orang
itu saja sudah bisa membuat wajah Tomomi berubah seperti ini …... Tapi, dari
cara Tomomi menggambarkannya, dia kelihatannya bukan anak nakal.
“Namanya?
Umur? Ah ... maaf. Karena terlalu penasaran pasti tidak baik walau kita
bersaudara.”
“I-Itu
benar Nii-chan, Kamu juga tidak menceritakan apa-apa tentang teman masa kecil
pacarmu itu. Hal tersebut bukan sesuatu yang ingin kamu ceritakan pada adikmu,
‘kan?”
“Mariko
adalah teman masa kecilku, tapi kami tidak punya hubungan seperti apa yang kau
bayangkan!”
Kedua
bahunya gemetaran saat dia menatapku.
“La-Lagian,
apa niat Nii-chan setelah mengetahui tentang pacar adikmu?”
“Tidak
ada.”
“Lalu,
kamu tidak perlu bertanya.”
“Aku
takkan melakukan apa-apa, tapi aku merasa khawatir.”
“Kamu
khawatir?”
“Ya.
Aku khawatir. Aku akan berbohong jika aku bilang tidak khawatir.”
“Tentang
itu ... seberapa banyak yang kamu khawatirkan?”
“Walau
kau bertanya seberapa banyak ...”
“Apa
sampai kita berjalan bergandengan tangan? Atau, apa sampai kita be-berciuman?
Ka-Kamu khawatir tentang hal semacam itu?”
“Ka-Ka-Kau sudah pernah ?!”
“Ti-Ti-Tidak!”
“Begitu
ya...”
Aku
merasa lega dalam hati.
“Ah!
Baru saja, kamu merasa lega? Kamu merasa lega, iya ‘kan ?!”
“Ti-Tidak
juga kok ….”
Tomomi
tersipu dan segera mengubah topik.
“Oke!
Sudah cukup. Ayo lupakan masalah pacar dulu, mending kita bermain game,
Nii-chan! Enaknya main apa ya, hmm. Daripada game pertandingan, sesuatu yang
bisa bermain bareng jauh lebih baik. Oh benar, permainan di mana kamu mengamuk
di kota pasti bagus. Ayo kita serang kantor polisi bersama-sama! Kita akan
memborbardir mereka dengan roket peluncur Tomomi-chan!”
“Game
anti-sosial banget!”
“Ehh.
Kalau begitu, game yang ini tidak bisa bekerja sama, tapi kamu bisa menjadi
diktator sebuah negara kecil dan memeras uang pembayar pajak untuk mengisi
rekening bankmu di Swiss, mau coba? Kamu
bisa menyingkirkan orang-orang yang ingin ikut campur dalam urusan politik dan menghabisi
demonstran dengan menggunakan tentara, atau bahkan pembunuh bayaran. Ketika ada
kudeta kamu bisa memberikan beberapa orang untuk promosi jabatan di tentara
untuk menghentikan itu. itu Cuma hal sepele tentang hal itu.”
“Aku
tidak bisa membayangkan itu, tapi aku akan menahan diri. Namun, Kau benar-benar
sesuatu bisa menemukan permainan seperti itu.”
“Sudah
kubilang kalau aku makan dari permainan. Aku tidak sekedar main-main belaka!”
Mengatakan
itu dengan ekspresi puas, tampaknya dia bersenang-senang.
“Selama
kencan tempo hari, apa lebih baik kita pergi ke pusat permainan?”
“Ni-Nii-chan!
Lupakan! Lupakan semua itu!”
“Meski
kau menyuruhku begitu ...”
“Lupakan
itu! Ini semua baik-baik saja. Bisa bermain game bersama Nii-chan saja sudah
membuatku cukup senang. Kita tidak perlu pergi ke mana-mana. Sebagai adikmu
saja sudah membuatku cukup senang.”
Ujar
Tomomi sembari tertawa . Tapi, tatapan matanya terlihat sedih.
Dia
memaksa dirinya untuk tertawa.
Sebuah
ekspresi yang tidak seperti dirinya.
Tomomi
percaya bahwa kencan yang sebelumnya adalah kegagalan. Jika dia menjadi trauma
dengan kencan, itu akan menjadi tanggung jawabku.
Berkencan
dengannya sangatlah menarik.
Aku
tidak bisa bilang kalau tidak ada kegagalan saat itu, kupikir aku juga gagal.
Bagaimana itu bisa terjadi, aku sendiri belum terlalu mengenal diriku sendiri.
Itu sebabnya aku pikir mengatakan itu saja tidak cukup.
Tapi,
semuanya terasa menarik. Aku cukup bersenang-senang.
Kami
hanya perlu merenungkannya dan memanfaatkannya.
Balas
dendam itu mungkin. Ini harus dilakukan.
“Itu
benar. Hei, Tomomi ... ayo kita pergi kencan.”
Tomomi
membuka mulutnya terbuka setengah, namun tidak ada suara yang keluar.
“Sekali
lagi, tolong berkencanlah denganku.”
Saat
aku menekankan bagian itu, Tomomi akhirnya sadar kembali.
“Ke-kenapa,
Nii-chan? Meski kamu berkencan denganku ... eh ... um ... lihat ... saat itu
Nii-chan ... tidak bersenang-senang ... Aku tidak memiliki bakat untuk kencan
...”
Tomomi
merasa takut, mirip seperti rusa yang terluka.
“Aku
merasa senang. Bisa mengunjungi ke tempat yang biasanya takkan aku kunjungi
rasanya seperti melakukan petualangan besar! Itu sebabnya, sebagai ucapan
terima kasih, aku ingin kau membiarkanku memandu kencan saat ini.”
“Nii-chan
akan ... memutuskan rencana kencannya?”
“Ya.
Kita akan pergi kemana dan apa yang akan kita lakukan. Aku akan
mempertimbangkannya sendiri.”
“Jadi
Nii-chan ingin berlatih kencan juga? Lalu, mungkin dengan Sayuri atau Yuuki
...”
“Itu
harus kau, Tomomi. Menyelesaikan praktek kencan denganku dan menaklukkan
ketakutanmu!”
“Ka-Kamu
tidak perlu melakukan itu.”
“Aku
tidak bisa membiarkanmu pergi berkencan dengan pacarmu sambil masih kepikiran
dengan kegagalan dalam kencan. Jadi, ayo kita lakukan kencan yang menyenangkan
bersama-sama.”
Aku
memegang tangannya dengan kedua tanganku. Tomomi mengangguk dengan kata
"Yup".
Sepertinya
dia mengakui itu.
Baiklah.
Ayo kita melakukan yang terbaik! Ayo kita atur rencana kencan supaya Tomomi
bisa menikmatinya!
Jadi penasaran nanti endingnya kek gimana nanti ini novel
BalasHapus