Omae wo Onii-chan Vol.3 Chapter 02 Bahasa Indonesia



Selasa, 7 Mei - Antusiasme. Menembak Target. Penembakan.

Membeli beberapa souvenir Maumauland, aku memberi kepada Mariko sebagai hadiah, termasuk untuk Chitose-chan juga.
Karena rasanya nanti akan aneh kalau aku pergi ke sana sendirian. Jadi, aku bilang kalau aku diajak sama teman-teman dari SMP ... Tapi, Mariko masih menatapku dengan tatapan curiga.
Teman yang seharusnya pergi, pada hari itu tiba-tiba kena demam, jadi tiket masih tersisa. Itulah karangan yang aku buat.
Aku merasa tidak enakan karena berbohong, dari awala seharusnya aku tidak membeli souvenir dan tetap merahasiakannya …...setelah mendengar keterangan Sayuri dan direkomendasikan beberapa, aku jadi tanpa sadar membelinya.
Entah bagaimana, rasanya seperti aku membuat alasan menyalahkan sesuatu pada orang lain.
Sejak Mariko tampak kesepian, akhirnya aku bilang “Lain kali aku pasti akan mengajakmu juga!”. Aku tidak tahu kapan itu akan terjadi, setelah mengatakan itu, aku merasa sedikit menyesal.
Mariko menanggapi dengan "Yup! Janji ya!”, Dia menyipitkan mata dan tersenyum. Karena senyum itu, aku merasa bersalah. Tapi, itu masih hadiah untuk kebohongan kecil.
Untungnya, dia menyukai souvenir yang kubeli. Ada gantungan HP yang terbatas, sebagai item edisi terbatas dan sangat sulit untuk didapatkan.
Setelah percakapan ringan, aku berpisah dengan Mariko. Setelah sampai di apartmen, aku memeriksa kunci elektrik.
Situasi masih belum berubah. Merasa lega, aku menuju ke ruangan Tomomi.
Aku menekan bel interkom, lalu tak lama kemudian Tomomi membuka pintu dan menarikku ke dalam.
“Nii-chan Nii-chan! Selamat datang kembali!”
Wow, semangatnya terlalu tinggi! Seperti itu, Tomomi membawaku ke ruang tamu.
Dengan mengenakan T-shirt dan celana pendek, begitulah cara berpakaian Tomomi.
“Sudah bersemangat hari ini? Heck, Kau tampaknya tiga kali lebih bersemangat dari biasanya.”
“Lihat, maksudku. Aku tertidur saat kembali dari Maumauland. Berkat itu aku bisa mengisi ulang baterai aku, meski aku tidak berbicara cukup tentang bagaimana menyenangkan itu.”
“Dilihat dari itu, tampaknya kau menikmati Maumauland.”
“Tepat sekali! Kamu tahu, wahana dimana kamu menembak alien? Itu mengagumkan sekali.”
Ada wahana permainan di mana kau duduk di kapal angkasa seperti gondola, lalu kau menembak alien dengan senjata, tentu saja, Tomomi meraih skor tinggi pada hari itu.
Melirik ke wajahku, Tomomi membuat ekspresi khawatir.
“Nii-chan, kamu takkan bilang kalau itu membosankan, ‘kan?”
“Aku juga ikut bersenang-senang, kok.”
Tomomi merasa lega, dadanya naik turun mengikuti gerakan kelegaannya. dadanya tampak sempit dalam T-shirt itu... uumm ... dia adalah adikku sendiri tapi tatapanku malah tertarik pada lembah terlarang itu...
Mengapa itu terjadi. Aku didiskualifikasi sebagai kakaknya.
“Syukurlah. Jika Nii-chan tidak bersenang-senang, aku merasa kesepian tau! Sebagai adikmu, aku ingin tahu apa Nii-chan merasa senang atau tidak.”
“Mendadak kau bicara apa sih.”
“Ak-Aku tidak mendadak bilang begitu, tau? Aku mengatakannya dari awal.”
Tatatpan mata Tomomi berkeliaran kemana-mana dan dia tidak melihat ke wajahku, suaranya terdengar melengking.
“Aku pikir itu aliran alami dalam percakapan?”
“Kau baik-baik saja? Suaramu sedikit aneh.”
“Ak-Aku baik-baik saja. Nii-chan terlalu khawatiran. Ketimbang itu, jadilah kakak yang bertanggung jawab dan jawablah pertanyaan Tomomi-chan yang lucu ini.”
“Apa yang membuatku senang? Benar begitu?.”
Dia mengangguk kuat, menggerakkan seluruh tubuhnya. Secara alami, garis pandangku tertuju pada payudara yang gemetar ...
Ayo berkonsentrasilah, diriku. Uhh, mari kita lihat. Sempurna, situasi saat ini sangat menyenangkan.
“Aku merasa senang saat aku bersama Tomomi dan yang lainnya.”
“Uuu. Mengatakan hal yang memalukan dilarang.”
Tomomi tersipu dan menunduk ke bawah.
“Kau sendiri yang menanyakannya.”
“Me-Memang sih. Tapi, selain itu! Tolong, sesuatu yang lain!”
Tiba-tiba, Tomomi mulai berbicara dengan cara bicara yang formal.
Meski aku mempertimbangkannya lagi, aku tidak bisa menemukan apa-apa. Saat aku sedang dalam kesusahan, Tomomi menyuarakan yang lain.
“Jaa…Jaa…Jaa..! Hobi! Beritahu hobimu Nii-chan! Selama itu bukan yang abnormal!”
“Apanya yang abnormal. Heck, meski kau menanyakan hobiku... Aku tidak punya ... aku bahkan lebih kewalahan oleh hobimu.”
“Jangan katakan itu. Pasti ada sesuatu! Misalnya saja game, model plastik atau senapan angin?”
Saat kami melakukan kencan di Akihabara, aku berkesempatan untuk berhubungan dengan banyak hal tapi aku tidak menemukan sesuatu yang akan membuatku bilang “Oh! Aku mau ini!”.
Melihat Tomomi bersenang-senang saat itu saja sudah cukup membuatku puas.
“Hmm ...”
Saat aku mulai berpikir sekali lagi, Tomomi bangun dari sofa dan menyender ke atas dari belakang sofa, dia mengulurkan sebuah game controller kepadaku. Ada tonjolan lembut yang memukul bagian belakang kepalaku tapi ...
“Baiklah. Jika kamu bilang begitu, ayo bermain game!”
Saat dia menyondong sedikit ke depan, aku berbalik untuk memprotes.
“Aku tidak ingat mengatakan sesuatu seperti itu, mengapa mendadak jadi game? Meski kita bertanding satu sama lain, ini takkan menjadi llatihan untukmu, ‘kan?”
“Bukan bertanding satu sama lain, aku ingin game yang bisa membuat Nii-chan benar-benar menikmatinya.”
“Bila memang begitu... bukannya itu nanti akan membuatmu bosan?”
Menemaniku saat aku memainkan permainan, Tomomi pasti akan merasa bosan. Dia keluar dari balik sofa dengan panik, lalu duduk di sebelahku dan berbicara lantang.
“Ak-Aku baik-baik saja. Kamu tahu, ini sama seperti tayangan stream yang biasa kamu tonton di internet. Hari ini, bermain langsung hanya untukku, Nii-chan.”
“Memangnya menonton pemain noob itu menyenangkan ya? Kecuali game Ice Climber atau yang jadul lainnya, aku tidak punya kepercayaan diri.”
“Jika kamu takut untuk mengambil langkah maju, kamu takkan pernah maju. Cobalah perkembangan yang luar biasa dan evolusi game terbaru! Kamu mungkin menemukan sesuatu yang menyenangkan buatmu, Nii-chan. Juga, itu karena kamu seorang pemula, pemain pertama, kamu mungkin melakukan yang jauh melampaui harapan! Para penonton biasanya mengharapkan permainan langka semacam itu.”
“Yah, jika kau bilang begitu. Lalu, game macam apa yang harus kumainkan?”
Tomomi mengangguk gembira dan dari rak bawah TV yang berisi koleksi game, dia mengeluarkan software game dan menumpuknya di atas meja.
Saat dia mencari di rak bawah, pantatnya menonjol ke arahku. Dia mengenakan celana pendek jadi aku tidak bisa melihatnya tapi, bagaimana bilangnya ya ... melihatnya secara langsung sudah membuatku malu. Apa dia tidak punya rasa malu?.
Aku berpikir bahwa pesona ramah Tomomi adalah lucu tapi ... hmm, apa aku harus membuatnya sadar atau mengabaikannya. Itulah pertanyaannya.
Sementara aku memikirkan hal yang aneh-aneh, Tomomi selesai memilih dan memulai penjelasan.
“Umm. Yang pertama, World Club Eleven. Dalam hal ini, ada banyak pemain dari klub di seluruh dunia yang benar-benar ada. Nama yang asli, lho!”
“Apa sehebat itu? Sebenarnya, aku tidak tertarik dengan sepak bola."
“Eh. Apa Nii-chan masih punya peler? Apa kamu benar-benar seorang cowok?”
“Tomomi, kau ini seorang gadis jadi berhentilah mengatakan hal yang vulgar seperti itu.”
“Tidak apa-apa, lagipula kita ‘kan saudaraan. Lalu bagaimana tenis? Gambar grafisnya berkembang cepat sejak era famige dan rasanya seperti live action, kemajuan permainan juga. Kamu dapat melakukan service, putaran atas, pukulan dan berbagai gerakan lainnya.”
“Hmm. Jika senyata itu, bukannya lebih baik untuk memainkan tenis yang asli saja?”
“Jangan bilang blak-blakan begitu, Nii-chan. Kalau begitu, game balap mobil! Kamu belum punya SIM, jadi ini adalah pengalaman permainan yang sempurna. Semua game yang direkam super realistis! Ini mencakup segala sesuatu dari mobil model terbaru sampai ke model klasik Amerika dan Eropa.”
“Ini akan menarik bagi seseorang yang menyukai ini.”
“Jadi, bahkan game balapan mobil takkan menggelitik naluri jantan Nii-chan, yaa.”
Tomomi melakukan yang terbaik, mungkin aku terlalu berprasangka.
“Aku akan lebih terbantu jika kau berfokus pada satu game dan merekomendasikannnya kepadaku. Jika ada terlalu banyak untuk dipilih, jujur saja aku bingung untuk memilihnya.”
“Lihat, Nii-chan, jika aku merekomendasikan game yang aku sukai, aku akan berakhir melakukan hal yang terbaik, ‘kan? Rasanya akan menjadi sedikit kesepian. Aku ingin Nii-chan untuk memilih game.”
Ekspresi Tomomi tampak serius. Game epic dari berbagai genre masih menumpuk di atas meja.
“Baiklah. Kalau begitu lanjutkan penjelasannya.”
“Tentu! Berikutnya yang ini. Aku menjelaskan ini sebelumnya, tapi yang ini seri karya ketujuh ......... ini, adalah sesuatu seperti sebuah cerita sampingan bagian kedua, game aksi gangster populer! Kamu bisa keluyuran di kota pada malam hari, menghabisi gangster dan preman yang menghampirimu! Kamu bebas mengamuk di kabaret atau melakukan perjudian. ini berisi mimpi para pria!”
“Umm, tidak, terima kasih.”
“Dan kupikir ini akan menjadi kesempatan bagus bagi herbivora Nii-chan. Lalu, yang ini? Menjadi tuan rumah penakut dan membunuh penyusup dengan perangkap.”
“Kalau ada kekerasan itu sedikit ...”
Setelah itu, Tomomi merekomendasikan banyak game, tapi pada akhirnya aku tidak mendapat semacam perasaan “Ini dia!”. Meski aku jujur dengan perasaanku, tidak merasa kecanduan pada apapun rasanya sungguh menyedihkan.
“Aku nyerah, Nii-chan. Aku tak menyangka koleksi game Tomomi-chan akan menderita kekalahan.”
“Ma-Maaf, Tomomi.”
“Tidak, itu akibat dari Nii-chan yang sudah mempertimbangkan dengan benar dan menjawab jujur. Kalau begitu, ayo kita kembali ke pernyataan sebelumnya ...”
“Pernyataan sebelumnya, jangan bilang ...”
Tomomi menyiapkan controller untuk dirinya sendiri juga dan menyalkan mesin game.
“Ayo kita kembali ke awal dan bermain FPS!”
Jadi itu berakhir seperti ini, ya. Aku pikir, tapi itu juga salahku karena tidak bisa memutuskan jenis permainan macam apa yng ingin kumainkan.
Berbicara tentang game yang kumainkan dengan Tomomi, itu adalah seri Railway King, aku ... lebih lemah dari karakter komputer paling lemah. Juga, aku senang karena aku bisa bermain dengan semua orang. Saat memikirkan itu, ada satu pertanyaan yang terlintas dalam benakku.
“Ngomong-ngomong, Tomomi. Apa game FPS bisa dimainkan dua orang pada saat yang bersamaan?”
“Tentu saja! Yah, meski pertandinganku satu kelompok dengan Nii-chan, ada berbagai banyak orang tercampur jadi satu di internet. Layarnya akan terbagi menjadi dua, punya Nii-chan ada di bagian bawah.”
“Setidaknya biarkan aku berlatih bagaimana cara ...”
“Kamu akan terbiasa saat memainkannya.”
Tomomi menekan tombol start game. Tampilan layar berubah dan kolom kosong dipenuhi dengan nama-nama yang tampak seperti pemain yang berpartisipasi, setelah hitungan mundur, pertandingan pun dimulai.
Aku melihat Tomomi memainkan ini beberapa kali, umm, bagian kanan pada stik controller adalah untuk membidik dan bagian lainnya untuk bergerak ... gawat, ada terlalu banyak tombol dan aku tidak memahaminya sama sekali.
“Nii-chan, sudah dimulai! Ayo ke sebelah sini!”
“E-ehh ?! Tunggu sebentar. Tunggu, Tomomi-san.”
Pada layar TV yang terbagi menjadi dua, yang ada bagian bawah adalah karakter milikku. Meski kubilang karakter, apa yang terlihat cuma senjata yang kupegang. Di depanku, ada rekan yang mulai berjalan sekaligus.
Menggunakan stik untuk menggerakkan karakter, aku mencoba untuk bergerak maju untuk mengejarnya. Sementara sekutu di sisi lain dari padang gurun tampaknya berusaha keras, Tomomi mengangkat suaranya.
“Nii-chan, itu orang lain! Aku ada sebelah sini!”
Meskipun kami berada dalam satu kelompok, semua orang mengenakan baju kamuflase dan aku tidak bisa mengetahui dimana posisi Tomomi.
Saat aku melihat-lihat area sekitar, aku melihat ada karakter yang melompat di tempat. Jadi itu Tomomi, ya.
“Semua orang terlihat sama, jadi aku tidak bisa membedakannya.”
“Pada saat seperti ini, arahkan kursor pada mereka dan nama pemain akan muncul.”
Tak lama, keberadaan rekan tim kami sudah pergi. Aku mendengar suara tembakan dari kejauhan.
“Ah! Awas di belakangmu Nii-chan!”
“He?”
Saat aku berdiri dalam kebingungan, aku langsung dihabisi dalam sekejap.
“Jadi mereka menyerang dari belakang. Aku tidak membenci orang yang datang menyerang.”
Tomomi dengan mudah menghabisi musuh yang mengalahkanku. Berbicara tentang aku, kekalahanku ditampilkan dalam layar replay. Setelah itu, aku tiba-tiba beralih ke berdiri sendirian di padang gurun.
“Nii-chan, setelah kamu respawn, segera lah bersembunyi.”
“Apanya yang Portugal?”
“Kubilang respawn! Hei, kamu malah mati lagi!”
Karakterku yang tadi berdiri tegak, dikalahkan sekali lagi.
Rasanya absurd sampai dikalahkan lagi setelah lima detik sejak aku dibangkitkan, aku bahkan tidak tahu ditembak darimana.
“Baiklah, aku sudah respawn. Sisanya tinggal bersembunyi saja, ‘kan.”
Respawn ketigaku berada di tengah-tengah padang gurun bertujuan untuk menuju ke gedung yang mirip markas.
“Ah! Nii-chan jangan pakai jalur langsung begitu!”
“La-Langsung, aku hendak bersembunyi dengan menggunakan rute terpendek ... ak-aku mati ?!”
Saat aku sedang berlari menuju pintu masuk gedung, aku ditembak oleh penembak jitu melalui senapan sniper dari jarak jauh.
Aku tahu karena stik controller ditanganku bergetar.
“Hei, Tomomi. Apa ada item yang membuatmu tak terkalahkan?”
“Hmm, kurasa tidak ada.”
Jika memang beneran ada, mungkin semuanya sudah menggunakannya. Dan saat memikirkan itu, aku respawn lagi. Ngomong-ngomong, sejak permainan dimulai aku belum menembak sekali pun. Sepertinya orang pasif tidak cocok dengan game ini.
“Setidaknya aku harus mulai menembak.”
Entah bagaimana, aku mencoba membidik ke arah langit di tempat dan menembak. *dadadadadadada* ! suara tembakan bergema.
“Ohh, stik controller-ku bergetar.”
“Nii-chan, jika kamu menembak asal-asalan, pihak musuh akan mengincarmu, tau?”
“Aku baru direspawn, mana mungkin musuh akan datang begitu cep ... ah.”
Di saat aku melihat seseorang mengintip dari balik gedung, aku dikalahkan sekali lagi.
Dan kelima, keenam, ketujuh, delapan juga. Ya, aku kalah terlalu banyak.
Karakterku yang setelah respawn Sembilan kali akhirnya menemukan bayangan dan bersembunyi di dalamnya. Itu tak disengaja, tapi kesempatan datang.
“Tomomi, aku akhirnya berhasil mengalahkan seseoarang! He-Hei, pelurunya tidak mau keluar.”
Senjaata karakterku terus menembak. Saat aku menarik tombol pemicu, peluru menembak sampai kehabisan amunisi.
“Nii-chan ... itu aku. Ada aturan bahwa peluru tidak menembak sekutu, jadi kamu tidak bisa membunuh mereka. Ini diperlakukan sebagai pelecehan bila dilakukan kepada orang yang tidak kamu kenal, jadi jangan lakukan itu .”
Sembari bilang begitu, Tomomi dengan mudah mengalahkan tiga musuh. Ngomong-ngomong, mereka sudah dihabisi sebelum aku bisa melihat mereka.
“Nii-chan, apa boleh buat karena kamu masih seorang pemula, tapi kamu terlalu banyak menarik perhatian. Lalu, senjatamu adalah tipe yang tidak punya pengaan jadi jika mau menembak, kamu harus memikirkan musuh yang datang. Terus, jika kamu berdiri terus suara langkah kaki bisa didengar. Terutama di dalam gedung, kamu berjalan perlahan-lahan supaya tidak membuat terlalu banyak suara. Dan, saat memasuki ruangan, kamu harus waspada ...”
“Aku tidak bisa melakukan semuanya sekaligus, tolong beri nasihatnya satu per satu!”
Tanpa sadar aku berbicara dengan kencang. Aku langsung dihabisi sejak awal ... jadi aku sedikit marah. Aku yang salah tapi ... itu membuatku frustrasi.
Setelah aku berteriak, mata Tomomi melebar karena terkejut.
“Ma-Maaf, apa aku mengejutkanmu?”
Ekspresi Tomomi berubah menjadi senyuman.
“Tidak Nii-chan, Kamu jadi bersemangat, ya. Itu membuatku agak senang.”
“Tapi aku menjadi beban bagi tim, ‘kan.”
“Itu normal untuk pemula. Lagipula, aku merasa sangat senang melihat Nii-chan bermain serius. Ah! Kamu punya kesempatan sekarang!”
Seorang tentara musuh secara kebetulan melompat ke tengah layarku. Ketika aku berpaling, Ia berdiri di hadapanku tapi karena aku tidak bergerak Ia tidak melihatku sama sekali.
Tentara musuh bersembunyi dalam bayang-bayang dan mulai menembak. Sosoknya bisa kelihatan jelas dari tempatku.
“Serang dia, Nii-chan!”
“U-UOOOOoo!”
Meski aku tahu aku menembak seseorang dalam permainan, aku masih merasa sedikit resistif melakukan hal itu. Yah, yang namanya game tetap saja game.
Aku membidik dengan stik kanan dan menarik tombol pelatuk senjata.
*dadadadadada*! Dan begitu, peluru ditembakkan. Musuh …... masih selamat. Atau lebih tepatnya, peluruku tidak mengenainya. Musuh menyadai keberadaanku dan menghujaniku dengan peluru setelah dia selesai mengisi ulang amunisi. Sekali lagi aku berbaring di tengah padang setelah dihabisi.
Sepertinya itu adalah serangan terakhir dalam pertandingan, aku benar-benar membebani tim dan kami pun kalah.
“Jangan pedulikan Nii-chan! Jika kamu membidik dengan benar, lain kali akan berjalan dengan baik.”
“Y-ya! Sekali lagi! Sekali lagi!”
Menyerah begitu saja memang menyedihkan. Dan juga, aku akhirnya berhasil mempelajari dasar-dasar gerakan.
“Ohh! Jadi Nii-chan masih punya nyali. Ayo kita mainkan pertandingan berikutnya.”
Setelah itu, selama tiga jam aku bermain berlebihan dengan Tomomi.
Atau lebih tepatnya, aku butuh waktu tiga jam untuk bisa membunuh satu musuh …... dengan kata lain, aku mengalahkan satu musuh. Sementara itu aku tewas lima ratus kali. Seperti yang kuduga, bahkan aku bisa tahu kalau aku tidak punya bakat untuk itu.
Aku meletakkan controller setelah menyelesaikan pertandingan, bersandar pada sandaran sofa dan merentangkan tangan lebar-lebar.
“Ini mungkin baru pertama kalinya dalam hidupku berkonsentrasi selama ini pada game.”
Tomomi mengangkat botol cola yang dia bawa saat dalam melakukan game dan menegaknya.
“Puhaa! Nii-chan payah sekali.”
“Jangan katakan itu. Juga, melihat permainanmu membuatku menyadari betul bahwa kau menakjubkan.”
Ketika aku pikir musuh berhasil menghindari pelurunya, dia bergerak ke tempat lain sambil membidik akurat, apalagi ada musuh lain yang melakukan penyergapan, tapi rasanya seperti dia mengetahui segalanya ... bagaimana pun juga, Tomomi bermain seperti seorang esper.”
“Jadi, bagaimana Nii-chan? Mengalahkan musuh dengan kekuatanmu sendiri.”
“Melelahkan, tapi ada rasa pencapaian.”
Aku merasa kasihan untuk orang yang tertembak oleh orang super pemula seperti diriku.
“Nii-chan memainkan game dengan serius itu super langka, bukan.”
“Ini bukan sedikit lelah. Aku kapok dari FPS.”
“Dasar lemah, nih. Yah kemudian, Tomomi-chan akan mengurus ketegangan mata Nii-chan!”
Dia berjalan ke belakang sofa dan seolah-olah memeluk kepalaku, dia memejamkan mataku dan mulai memijat daerah sekitar mata.
Kehangatan tangan Tomomi secara bertahap mulai terasa menyenangkan. Juga, dua tonjolan lembut yang menekan bagian belakang kepalaku ... ti-tidak baik.
“Tu-Tunggu sebentar!”
“Tidak perlu menunggu. Ini adalah hukuman pijat untuk Nii-chan! Tidak boleh ditolak.”
Ahh, pada tingkat ini aku akan jatuh dalam pijatan Tomomi.
Aku mulai mengantuk dengan cepat.
... ngomong-ngomgong, kira-kira kapan terakhir kali aku serius dengan sesuatu, aku penasaran.
Sejak aku berakhir di situasi saat ini, ketika berpikir tentang Tomomi dan adik yang lainnya aku serius. Aku berniat untuk menghadapinya dengan serius.
Tapi itu adalah sesuatu yang harus dilakukan ... sudah sangat lama sejak aku serius dengan hal lain.



close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama