Selasa, 7
Mei - Antusiasme. Menembak Target. Penembakan.
Membeli beberapa souvenir
Maumauland, aku memberi kepada Mariko sebagai hadiah, termasuk untuk
Chitose-chan juga.
Karena rasanya nanti akan aneh
kalau aku pergi ke sana sendirian. Jadi, aku bilang kalau aku diajak sama teman-teman
dari SMP ... Tapi, Mariko masih menatapku dengan tatapan curiga.
Teman yang seharusnya pergi,
pada hari itu tiba-tiba kena demam, jadi tiket masih tersisa. Itulah karangan
yang aku buat.
Aku merasa tidak enakan karena
berbohong, dari awala seharusnya aku tidak membeli souvenir dan tetap
merahasiakannya …...setelah mendengar keterangan Sayuri dan direkomendasikan
beberapa, aku jadi tanpa sadar membelinya.
Entah bagaimana, rasanya
seperti aku membuat alasan menyalahkan sesuatu pada orang lain.
Sejak Mariko tampak kesepian,
akhirnya aku bilang “Lain kali aku pasti
akan mengajakmu juga!”. Aku tidak tahu kapan itu akan terjadi, setelah
mengatakan itu, aku merasa sedikit menyesal.
Mariko menanggapi dengan "Yup! Janji ya!”, Dia menyipitkan
mata dan tersenyum. Karena senyum itu, aku merasa bersalah. Tapi, itu masih
hadiah untuk kebohongan kecil.
Untungnya, dia menyukai
souvenir yang kubeli. Ada gantungan HP yang terbatas, sebagai item edisi
terbatas dan sangat sulit untuk didapatkan.
Setelah percakapan ringan, aku
berpisah dengan Mariko. Setelah sampai di apartmen, aku memeriksa kunci
elektrik.
Situasi masih belum berubah. Merasa
lega, aku menuju ke ruangan Tomomi.
Aku menekan bel interkom, lalu
tak lama kemudian Tomomi membuka pintu dan menarikku ke dalam.
“Nii-chan Nii-chan! Selamat
datang kembali!”
Wow, semangatnya terlalu tinggi!
Seperti itu, Tomomi membawaku ke ruang tamu.
Dengan mengenakan T-shirt dan
celana pendek, begitulah cara berpakaian Tomomi.
“Sudah bersemangat hari ini?
Heck, Kau tampaknya tiga kali lebih bersemangat dari biasanya.”
“Lihat, maksudku. Aku tertidur
saat kembali dari Maumauland. Berkat itu aku bisa mengisi ulang baterai aku,
meski aku tidak berbicara cukup tentang bagaimana menyenangkan itu.”
“Dilihat dari itu, tampaknya
kau menikmati Maumauland.”
“Tepat sekali! Kamu tahu,
wahana dimana kamu menembak alien? Itu mengagumkan sekali.”
Ada wahana permainan di mana
kau duduk di kapal angkasa seperti gondola, lalu kau menembak alien dengan
senjata, tentu saja, Tomomi meraih skor tinggi pada hari itu.
Melirik ke wajahku, Tomomi membuat
ekspresi khawatir.
“Nii-chan, kamu takkan bilang
kalau itu membosankan, ‘kan?”
“Aku juga ikut bersenang-senang,
kok.”
Tomomi merasa lega, dadanya
naik turun mengikuti gerakan kelegaannya. dadanya tampak sempit dalam T-shirt itu...
uumm ... dia adalah adikku sendiri tapi tatapanku malah tertarik pada lembah terlarang
itu...
Mengapa itu terjadi. Aku didiskualifikasi
sebagai kakaknya.
“Syukurlah. Jika Nii-chan tidak
bersenang-senang, aku merasa kesepian tau! Sebagai adikmu, aku ingin tahu apa Nii-chan
merasa senang atau tidak.”
“Mendadak kau bicara apa sih.”
“Ak-Aku tidak mendadak bilang
begitu, tau? Aku mengatakannya dari awal.”
Tatatpan mata Tomomi
berkeliaran kemana-mana dan dia tidak melihat ke wajahku, suaranya terdengar
melengking.
“Aku pikir itu aliran alami dalam
percakapan?”
“Kau baik-baik saja? Suaramu
sedikit aneh.”
“Ak-Aku baik-baik saja.
Nii-chan terlalu khawatiran. Ketimbang itu, jadilah kakak yang bertanggung
jawab dan jawablah pertanyaan Tomomi-chan yang lucu ini.”
“Apa yang membuatku senang?
Benar begitu?.”
Dia mengangguk kuat,
menggerakkan seluruh tubuhnya. Secara alami, garis pandangku tertuju pada
payudara yang gemetar ...
Ayo berkonsentrasilah, diriku.
Uhh, mari kita lihat. Sempurna, situasi saat ini sangat menyenangkan.
“Aku merasa senang saat aku
bersama Tomomi dan yang lainnya.”
“Uuu. Mengatakan hal yang
memalukan dilarang.”
Tomomi tersipu dan menunduk ke
bawah.
“Kau sendiri yang
menanyakannya.”
“Me-Memang sih. Tapi, selain
itu! Tolong, sesuatu yang lain!”
Tiba-tiba, Tomomi mulai
berbicara dengan cara bicara yang formal.
Meski aku mempertimbangkannya
lagi, aku tidak bisa menemukan apa-apa. Saat aku sedang dalam kesusahan, Tomomi
menyuarakan yang lain.
“Jaa…Jaa…Jaa..! Hobi! Beritahu
hobimu Nii-chan! Selama itu bukan yang abnormal!”
“Apanya yang abnormal. Heck,
meski kau menanyakan hobiku... Aku tidak punya ... aku bahkan lebih kewalahan
oleh hobimu.”
“Jangan katakan itu. Pasti ada
sesuatu! Misalnya saja game, model plastik atau senapan angin?”
Saat kami melakukan kencan di
Akihabara, aku berkesempatan untuk berhubungan dengan banyak hal tapi aku tidak
menemukan sesuatu yang akan membuatku bilang “Oh! Aku mau ini!”.
Melihat Tomomi bersenang-senang
saat itu saja sudah cukup membuatku puas.
“Hmm ...”
Saat aku mulai berpikir sekali
lagi, Tomomi bangun dari sofa dan menyender ke atas dari belakang sofa, dia
mengulurkan sebuah game controller kepadaku. Ada tonjolan lembut yang memukul
bagian belakang kepalaku tapi ...
“Baiklah. Jika kamu bilang
begitu, ayo bermain game!”
Saat dia menyondong sedikit ke
depan, aku berbalik untuk memprotes.
“Aku tidak ingat mengatakan
sesuatu seperti itu, mengapa mendadak jadi game? Meski kita bertanding satu
sama lain, ini takkan menjadi llatihan untukmu, ‘kan?”
“Bukan bertanding satu sama
lain, aku ingin game yang bisa membuat Nii-chan benar-benar menikmatinya.”
“Bila memang begitu... bukannya
itu nanti akan membuatmu bosan?”
Menemaniku saat aku memainkan
permainan, Tomomi pasti akan merasa bosan. Dia keluar dari balik sofa dengan panik,
lalu duduk di sebelahku dan berbicara lantang.
“Ak-Aku baik-baik saja. Kamu
tahu, ini sama seperti tayangan stream yang biasa kamu tonton di internet. Hari
ini, bermain langsung hanya untukku, Nii-chan.”
“Memangnya menonton pemain noob itu menyenangkan ya? Kecuali game
Ice Climber atau yang jadul lainnya, aku tidak punya kepercayaan diri.”
“Jika kamu takut untuk
mengambil langkah maju, kamu takkan pernah maju. Cobalah perkembangan yang luar
biasa dan evolusi game terbaru! Kamu mungkin menemukan sesuatu yang
menyenangkan buatmu, Nii-chan. Juga, itu karena kamu seorang pemula, pemain
pertama, kamu mungkin melakukan yang jauh melampaui harapan! Para penonton
biasanya mengharapkan permainan langka semacam itu.”
“Yah, jika kau bilang begitu.
Lalu, game macam apa yang harus kumainkan?”
Tomomi mengangguk gembira dan
dari rak bawah TV yang berisi koleksi game, dia mengeluarkan software game dan
menumpuknya di atas meja.
Saat dia mencari di rak bawah, pantatnya
menonjol ke arahku. Dia mengenakan celana pendek jadi aku tidak bisa melihatnya
tapi, bagaimana bilangnya ya ... melihatnya secara langsung sudah membuatku
malu. Apa dia tidak punya rasa malu?.
Aku berpikir bahwa pesona ramah
Tomomi adalah lucu tapi ... hmm, apa aku harus membuatnya sadar atau
mengabaikannya. Itulah pertanyaannya.
Sementara aku memikirkan hal
yang aneh-aneh, Tomomi selesai memilih dan memulai penjelasan.
“Umm. Yang pertama, World Club
Eleven. Dalam hal ini, ada banyak pemain dari klub di seluruh dunia yang
benar-benar ada. Nama yang asli, lho!”
“Apa sehebat itu? Sebenarnya,
aku tidak tertarik dengan sepak bola."
“Eh. Apa Nii-chan masih punya
peler? Apa kamu benar-benar seorang cowok?”
“Tomomi, kau ini seorang gadis
jadi berhentilah mengatakan hal yang vulgar seperti itu.”
“Tidak apa-apa, lagipula kita
‘kan saudaraan. Lalu bagaimana tenis? Gambar grafisnya berkembang cepat sejak
era famige dan rasanya seperti live action, kemajuan permainan juga. Kamu dapat
melakukan service, putaran atas, pukulan dan berbagai gerakan lainnya.”
“Hmm. Jika senyata itu,
bukannya lebih baik untuk memainkan tenis yang asli saja?”
“Jangan bilang blak-blakan
begitu, Nii-chan. Kalau begitu, game balap mobil! Kamu belum punya SIM, jadi
ini adalah pengalaman permainan yang sempurna. Semua game yang direkam super
realistis! Ini mencakup segala sesuatu dari mobil model terbaru sampai ke model
klasik Amerika dan Eropa.”
“Ini akan menarik bagi
seseorang yang menyukai ini.”
“Jadi, bahkan game balapan
mobil takkan menggelitik naluri jantan Nii-chan, yaa.”
Tomomi melakukan yang terbaik,
mungkin aku terlalu berprasangka.
“Aku akan lebih terbantu jika kau
berfokus pada satu game dan merekomendasikannnya kepadaku. Jika ada terlalu
banyak untuk dipilih, jujur saja aku bingung untuk memilihnya.”
“Lihat, Nii-chan, jika aku
merekomendasikan game yang aku sukai, aku akan berakhir melakukan hal yang
terbaik, ‘kan? Rasanya akan menjadi sedikit kesepian. Aku ingin Nii-chan untuk
memilih game.”
Ekspresi Tomomi tampak serius.
Game epic dari berbagai genre masih menumpuk di atas meja.
“Baiklah. Kalau begitu
lanjutkan penjelasannya.”
“Tentu! Berikutnya yang ini. Aku
menjelaskan ini sebelumnya, tapi yang ini seri karya ketujuh ......... ini,
adalah sesuatu seperti sebuah cerita sampingan bagian kedua, game aksi gangster
populer! Kamu bisa keluyuran di kota pada malam hari, menghabisi gangster dan
preman yang menghampirimu! Kamu bebas mengamuk di kabaret atau melakukan
perjudian. ini berisi mimpi para pria!”
“Umm, tidak, terima kasih.”
“Dan kupikir ini akan menjadi
kesempatan bagus bagi herbivora Nii-chan. Lalu, yang ini? Menjadi tuan rumah
penakut dan membunuh penyusup dengan perangkap.”
“Kalau ada kekerasan itu
sedikit ...”
Setelah itu, Tomomi
merekomendasikan banyak game, tapi pada akhirnya aku tidak mendapat semacam
perasaan “Ini dia!”. Meski aku jujur
dengan perasaanku, tidak merasa kecanduan pada apapun rasanya sungguh
menyedihkan.
“Aku nyerah, Nii-chan. Aku tak
menyangka koleksi game Tomomi-chan akan menderita kekalahan.”
“Ma-Maaf, Tomomi.”
“Tidak, itu akibat dari
Nii-chan yang sudah mempertimbangkan dengan benar dan menjawab jujur. Kalau
begitu, ayo kita kembali ke pernyataan sebelumnya ...”
“Pernyataan sebelumnya, jangan
bilang ...”
Tomomi menyiapkan controller
untuk dirinya sendiri juga dan menyalkan mesin game.
“Ayo kita kembali ke awal dan
bermain FPS!”
Jadi itu berakhir seperti ini,
ya. Aku pikir, tapi itu juga salahku karena tidak bisa memutuskan jenis
permainan macam apa yng ingin kumainkan.
Berbicara tentang game yang
kumainkan dengan Tomomi, itu adalah seri Railway King, aku ... lebih lemah dari
karakter komputer paling lemah. Juga, aku senang karena aku bisa bermain dengan
semua orang. Saat memikirkan itu, ada satu pertanyaan yang terlintas dalam
benakku.
“Ngomong-ngomong, Tomomi. Apa
game FPS bisa dimainkan dua orang pada saat yang bersamaan?”
“Tentu saja! Yah, meski
pertandinganku satu kelompok dengan Nii-chan, ada berbagai banyak orang
tercampur jadi satu di internet. Layarnya akan terbagi menjadi dua, punya Nii-chan
ada di bagian bawah.”
“Setidaknya biarkan aku
berlatih bagaimana cara ...”
“Kamu akan terbiasa saat
memainkannya.”
Tomomi menekan tombol start
game. Tampilan layar berubah dan kolom kosong dipenuhi dengan nama-nama yang
tampak seperti pemain yang berpartisipasi, setelah hitungan mundur,
pertandingan pun dimulai.
Aku melihat Tomomi memainkan
ini beberapa kali, umm, bagian kanan pada stik controller adalah untuk membidik
dan bagian lainnya untuk bergerak ... gawat, ada terlalu banyak tombol dan aku
tidak memahaminya sama sekali.
“Nii-chan, sudah dimulai! Ayo
ke sebelah sini!”
“E-ehh ?! Tunggu sebentar.
Tunggu, Tomomi-san.”
Pada layar TV yang terbagi
menjadi dua, yang ada bagian bawah adalah karakter milikku. Meski kubilang
karakter, apa yang terlihat cuma senjata yang kupegang. Di depanku, ada rekan
yang mulai berjalan sekaligus.
Menggunakan stik untuk
menggerakkan karakter, aku mencoba untuk bergerak maju untuk mengejarnya.
Sementara sekutu di sisi lain dari padang gurun tampaknya berusaha keras,
Tomomi mengangkat suaranya.
“Nii-chan, itu orang lain! Aku ada
sebelah sini!”
Meskipun kami berada dalam satu
kelompok, semua orang mengenakan baju kamuflase dan aku tidak bisa mengetahui
dimana posisi Tomomi.
Saat aku melihat-lihat area
sekitar, aku melihat ada karakter yang melompat di tempat. Jadi itu Tomomi, ya.
“Semua orang terlihat sama, jadi
aku tidak bisa membedakannya.”
“Pada saat seperti ini, arahkan
kursor pada mereka dan nama pemain akan muncul.”
Tak lama, keberadaan rekan tim
kami sudah pergi. Aku mendengar suara tembakan dari kejauhan.
“Ah! Awas di belakangmu
Nii-chan!”
“He?”
Saat aku berdiri dalam kebingungan,
aku langsung dihabisi dalam sekejap.
“Jadi mereka menyerang dari
belakang. Aku tidak membenci orang yang datang menyerang.”
Tomomi dengan mudah menghabisi
musuh yang mengalahkanku. Berbicara tentang aku, kekalahanku ditampilkan dalam
layar replay. Setelah itu, aku tiba-tiba beralih ke berdiri sendirian di padang
gurun.
“Nii-chan, setelah kamu respawn,
segera lah bersembunyi.”
“Apanya yang Portugal?”
“Kubilang respawn! Hei, kamu
malah mati lagi!”
Karakterku yang tadi berdiri
tegak, dikalahkan sekali lagi.
Rasanya absurd sampai
dikalahkan lagi setelah lima detik sejak aku dibangkitkan, aku bahkan tidak tahu
ditembak darimana.
“Baiklah, aku sudah respawn.
Sisanya tinggal bersembunyi saja, ‘kan.”
Respawn ketigaku berada di
tengah-tengah padang gurun bertujuan untuk menuju ke gedung yang mirip markas.
“Ah! Nii-chan jangan pakai
jalur langsung begitu!”
“La-Langsung, aku hendak bersembunyi
dengan menggunakan rute terpendek ... ak-aku mati ?!”
Saat aku sedang berlari menuju
pintu masuk gedung, aku ditembak oleh penembak jitu melalui senapan sniper dari
jarak jauh.
Aku tahu karena stik controller
ditanganku bergetar.
“Hei, Tomomi. Apa ada item yang
membuatmu tak terkalahkan?”
“Hmm, kurasa tidak ada.”
Jika memang beneran ada, mungkin
semuanya sudah menggunakannya. Dan saat memikirkan itu, aku respawn lagi.
Ngomong-ngomong, sejak permainan dimulai aku belum menembak sekali pun.
Sepertinya orang pasif tidak cocok dengan game ini.
“Setidaknya aku harus mulai
menembak.”
Entah bagaimana, aku mencoba
membidik ke arah langit di tempat dan menembak. *dadadadadadada* ! suara tembakan bergema.
“Ohh, stik controller-ku bergetar.”
“Nii-chan, jika kamu menembak
asal-asalan, pihak musuh akan mengincarmu, tau?”
“Aku baru direspawn, mana
mungkin musuh akan datang begitu cep ... ah.”
Di saat aku melihat seseorang
mengintip dari balik gedung, aku dikalahkan sekali lagi.
Dan kelima, keenam, ketujuh,
delapan juga. Ya, aku kalah terlalu banyak.
Karakterku yang setelah respawn
Sembilan kali akhirnya menemukan bayangan dan bersembunyi di dalamnya. Itu tak
disengaja, tapi kesempatan datang.
“Tomomi, aku akhirnya berhasil
mengalahkan seseoarang! He-Hei, pelurunya tidak mau keluar.”
Senjaata karakterku terus
menembak. Saat aku menarik tombol pemicu, peluru menembak sampai kehabisan
amunisi.
“Nii-chan ... itu aku. Ada aturan
bahwa peluru tidak menembak sekutu, jadi kamu tidak bisa membunuh mereka. Ini
diperlakukan sebagai pelecehan bila dilakukan kepada orang yang tidak kamu
kenal, jadi jangan lakukan itu .”
Sembari bilang begitu, Tomomi
dengan mudah mengalahkan tiga musuh. Ngomong-ngomong, mereka sudah dihabisi
sebelum aku bisa melihat mereka.
“Nii-chan, apa boleh buat
karena kamu masih seorang pemula, tapi kamu terlalu banyak menarik perhatian.
Lalu, senjatamu adalah tipe yang tidak punya pengaan jadi jika mau menembak, kamu
harus memikirkan musuh yang datang. Terus, jika kamu berdiri terus suara
langkah kaki bisa didengar. Terutama di dalam gedung, kamu berjalan
perlahan-lahan supaya tidak membuat terlalu banyak suara. Dan, saat memasuki
ruangan, kamu harus waspada ...”
“Aku tidak bisa melakukan
semuanya sekaligus, tolong beri nasihatnya satu per satu!”
Tanpa sadar aku berbicara
dengan kencang. Aku langsung dihabisi sejak awal ... jadi aku sedikit marah.
Aku yang salah tapi ... itu membuatku frustrasi.
Setelah aku berteriak, mata
Tomomi melebar karena terkejut.
“Ma-Maaf, apa aku mengejutkanmu?”
Ekspresi Tomomi berubah menjadi
senyuman.
“Tidak Nii-chan, Kamu jadi
bersemangat, ya. Itu membuatku agak senang.”
“Tapi aku menjadi beban bagi
tim, ‘kan.”
“Itu normal untuk pemula.
Lagipula, aku merasa sangat senang melihat Nii-chan bermain serius. Ah! Kamu
punya kesempatan sekarang!”
Seorang tentara musuh secara
kebetulan melompat ke tengah layarku. Ketika aku berpaling, Ia berdiri di
hadapanku tapi karena aku tidak bergerak Ia tidak melihatku sama sekali.
Tentara musuh bersembunyi dalam
bayang-bayang dan mulai menembak. Sosoknya bisa kelihatan jelas dari tempatku.
“Serang dia, Nii-chan!”
“U-UOOOOoo!”
Meski aku tahu aku menembak
seseorang dalam permainan, aku masih merasa sedikit resistif melakukan hal itu.
Yah, yang namanya game tetap saja game.
Aku membidik dengan stik kanan
dan menarik tombol pelatuk senjata.
*dadadadadada*! Dan
begitu, peluru ditembakkan. Musuh …... masih selamat. Atau lebih tepatnya,
peluruku tidak mengenainya. Musuh menyadai keberadaanku dan menghujaniku dengan
peluru setelah dia selesai mengisi ulang amunisi. Sekali lagi aku berbaring di
tengah padang setelah dihabisi.
Sepertinya itu adalah serangan
terakhir dalam pertandingan, aku benar-benar membebani tim dan kami pun kalah.
“Jangan pedulikan Nii-chan!
Jika kamu membidik dengan benar, lain kali akan berjalan dengan baik.”
“Y-ya! Sekali lagi! Sekali
lagi!”
Menyerah begitu saja memang
menyedihkan. Dan juga, aku akhirnya berhasil mempelajari dasar-dasar gerakan.
“Ohh! Jadi Nii-chan masih punya
nyali. Ayo kita mainkan pertandingan berikutnya.”
Setelah itu, selama tiga jam aku
bermain berlebihan dengan Tomomi.
Atau lebih tepatnya, aku butuh
waktu tiga jam untuk bisa membunuh satu musuh …... dengan kata lain, aku
mengalahkan satu musuh. Sementara itu aku tewas lima ratus kali. Seperti yang
kuduga, bahkan aku bisa tahu kalau aku tidak punya bakat untuk itu.
Aku meletakkan controller
setelah menyelesaikan pertandingan, bersandar pada sandaran sofa dan
merentangkan tangan lebar-lebar.
“Ini mungkin baru pertama kalinya
dalam hidupku berkonsentrasi selama ini pada game.”
Tomomi mengangkat botol cola
yang dia bawa saat dalam melakukan game dan menegaknya.
“Puhaa! Nii-chan payah sekali.”
“Jangan katakan itu. Juga,
melihat permainanmu membuatku menyadari betul bahwa kau menakjubkan.”
Ketika aku pikir musuh berhasil
menghindari pelurunya, dia bergerak ke tempat lain sambil membidik akurat,
apalagi ada musuh lain yang melakukan penyergapan, tapi rasanya seperti dia
mengetahui segalanya ... bagaimana pun juga, Tomomi bermain seperti seorang
esper.”
“Jadi, bagaimana Nii-chan?
Mengalahkan musuh dengan kekuatanmu sendiri.”
“Melelahkan, tapi ada rasa
pencapaian.”
Aku merasa kasihan untuk orang
yang tertembak oleh orang super pemula seperti diriku.
“Nii-chan memainkan game dengan
serius itu super langka, bukan.”
“Ini bukan sedikit lelah. Aku
kapok dari FPS.”
“Dasar lemah, nih. Yah
kemudian, Tomomi-chan akan mengurus ketegangan mata Nii-chan!”
Dia berjalan ke belakang sofa
dan seolah-olah memeluk kepalaku, dia memejamkan mataku dan mulai memijat
daerah sekitar mata.
Kehangatan tangan Tomomi secara
bertahap mulai terasa menyenangkan. Juga, dua tonjolan lembut yang menekan
bagian belakang kepalaku ... ti-tidak baik.
“Tu-Tunggu sebentar!”
“Tidak perlu menunggu. Ini
adalah hukuman pijat untuk Nii-chan! Tidak boleh ditolak.”
Ahh, pada tingkat ini aku akan
jatuh dalam pijatan Tomomi.
Aku mulai mengantuk dengan
cepat.
... ngomong-ngomgong, kira-kira
kapan terakhir kali aku serius dengan sesuatu, aku penasaran.
Sejak aku berakhir di situasi
saat ini, ketika berpikir tentang Tomomi dan adik yang lainnya aku serius. Aku
berniat untuk menghadapinya dengan serius.
Tapi itu adalah sesuatu yang
harus dilakukan ... sudah sangat lama sejak aku serius dengan hal lain.