Senin, 13 Mei - Tanggung jawab. Pembebasan. Langkah
pertama Mulai dari Minus.
“... sekolah itu menakutkan, super menakutkan ... Aku tidak berpikir aku akan bisa membuat teman ... aku akan mati ... bukan, tolong bunuh aku, mudahkan rasa sakitku.”
Aku
tidak bermimpi sama sekali.
Pada
Senin pagi, aku bangun sendirian di kamarku.
Adik-adikku
telah menghilang tanpa jejak. Ruang tamu yang tadinya penuh canda tawa dan kegembiraan
sekarang sudah kosong, seakan mencerminkan hatiku kosong.
Aku
mempersiapkan diri seperti biasa dan pergi ke sekolah.
Di
kelas sebelum pelajaran dimulai, Mariko memanggilku dengan ekspresi khawatir.
“Tidak
apa-apa.”
Seperti
itu, aku berhasil mengelak.
Sementara
biasanya aku menantikan supaya pelajaran cepat selesai, sekarang aku berharap
jam pelajaran berlangsung sedikit lebih lama. Aku takut untuk kembali.
uuuu
Sepulang
sekolah, setengah jalan ketika akan pulang ke rumah dan berpisah dari Mariko, aku
duduk di bangku taman dan merenung.
Aku
tidak bisa masuk ke kamarku sendiri dan alasan untuk pergi ke kamar Selene
sudah tidak ada. Aku sudah berhenti menjadi Onii-chan. Ketika aku melihat tanah
di bawah kakiku, ada barisan semut yang sedang menuju ke sarangnya.
Aku
iri pada mereka, memiliki tempat untuk kembali.
Mulai
sekarang, untuk minggu depan, di mana aku harus kembali. Menghadapi masalah
realistis ini, aku benar-benar kebingungan.
“...
apa yang kamu lakukan di tempat seperti ini?”
Tiba-tiba
ada yang memanggil, Aku tersentak.
Itu
suara seorang gadis. Kurang intonasi dan jernih seperti air segar, suaranya
terdengar familiar. Namun, aku tidak merasakan ada seseorang yang mendekat,
jadi aku merasa terkejut, hatiku mulai berdetak cepat.
Tidak,
itu mustahil. Hari ini adalah hariSenin, hari kerja, sulit untuk membayangkan
dirinya berada di sini.
Mungkin,
itu hanya halusinasiku saja. Ha ha ha. Aku tidak tahu lagi apa yang harus
dilakukan dan akhirnya, aku mulai mendengar suara-suara dari orang-orang yang
tidak ada di sini.
Ketika
aku mengangkat kepalaku, seorang gadis berambut hitam memakai seragam baru berdiri
di sana, dengan tas di tangannya, dia menatap wajahku dengan penuh tanda tanya.
Suara
yang aku dengar bukanlah halusinasi, sosok yang berdiri di depanku juga bukan
ilusi.
“Selene
... hey, itu benar-benar Kau, Selene ?! penampilan itu, jangan bilang kalau kau
...”
“...Aku
pergi ke sekolah.”
Selene,
yang cuma bisa bermalas-malasan di kamarnya, membentang punggungnya. Penampilan
berseragamnya yang tak kusut tampak bermartabat.
“...
di sampingmu, oke?”
“Y-ya.
Tidak apa-apa.”
Dia
duduk di sebelahku. Wajahnya tidak menoleh ke arahku, dia hanya menatap ke
depan.
“Apa
yang terjadi. Bahkan sampai pergi ke sekolah.”
Sambil
menyipitkan mata seakan-akan menatap di kejauhan, Selene berbicara blak-blakan.
“...
Aku tidak bisa lagi mengandalkan Ex-onii-chan, jadi aku melakukan yang terbaik
dengan caraku sendiri. Tujuan berikutnya adalah membuat teman-teman nyata di
sekolah. Sementara seseorang tertentu masih berdiam diri, aku akan terus
berjalan ke depan.”
Aku
teringat ungkapan tertentu yang berada di pembukaan drama The Retirement Lord.
Aku
berhenti dan Selene mulai berjalan. Atau lebih tepatnya, aku tidak berhenti
tapi benar-benar mundur ke belakang.
Sekarang,
bahkan tanpa adanya diriku, Selene mampu berjalan di atas kakinya sendiri.
Dia
tidak lagi membutuhkan diriku.
“Ex
... ya. Jadi, kau tidak memanggilku 'Onii-chan'
lagi,ya.”
“...memang.”
“Kenapa
kau di sini, Selene?”
“...
taman adalah tempat umum. Daripada itu, kenapa kamu ada di sini?”
Sesuatu
tentang caranya berbicara cukup dewasa. Dipanggil sebagai "kamu", aku
sekali lagi menyadari kita sudah menjadi orang asing.
Dari
awal kita memang orang asing, tetapi ketika aku dipanggil "Onii-chan",
selalu ada beberapa keakraban antara Selene dan diriku.
“Aku
di sini di taman ... karena aku bukan lagi Onii-chan, aku pikir seenaknya masuk
ke kamarmu bukanlah hal yang baik.”
“...
menahan diri?”
“Sebut
itu pertimbangan. Sebaliknya, berbicara seperti ini juga, membuatku lumayan
canggung.”
“...Benarkah?”
“Iya!
Kemarin, sesuatu seperti itu terjadi ...”
“...
pertengkaran antar saudara, bukan sesuatu yang tidak biasa.”
“Itu
bukan pertengkaran antar saudara, ‘kan. Entah bagaimana kepura-puraanku sebagai
Onii-chan terbongkar. Dan semua orang merasa kecewa. Lagian, bukannya itu
Selene yang mengatakan 'berhenti menjadi
Onii-chan' ‘kan.”
Caraku
berbicara berakhir menjadi keras. Mengapa kau malah melampiaskan emosi tidak
stabilmu pada Selene, benar-benar ... aku ini.
“...
Aku bilang tidak apa-apa untuk berhenti, itu saja. Jika Onii-chan berkeinginan
untuk itu, tidak masalah untuk tidak berhenti.”
Setelah
berkata demikian, Selene membuka matanya lebar-lebar dan menggeleng ringan.
“...
sekarang ... aku mengatakan Onii-chan ...lupakan itu.”
“Y-ya
.. um ... itu ...”
Sejenak,
wajah Selene memerah. Karena kulit yang putih, sangat mudah untuk melihat
perubahannya. Saat aku masih tetap diam, tidak mampu dengan suasana hening,
Selene bergumam dengan suara bangga,dan tercampur dengan mendesah.
“...
seperti yang aku duga ... ini mustahil ...”
Bahunya
bergetar ringan.
“... sekolah itu menakutkan, super menakutkan ... Aku tidak berpikir aku akan bisa membuat teman ... aku akan mati ... bukan, tolong bunuh aku, mudahkan rasa sakitku.”
“Ap-Apa
kau baik-baik saja, Selene ?!”
Apa
yang sebenarnya terjadi? Selene yang baru berubah menjadi orang lain ... atau
lebih seperti, dia kembali seperti semula, dia meringkuk sama seperti saat aku
pertama kali bertemu dengannya.
“...
Kau luar biasa. Pergi ke sekolah setiap hari.”
“Ketimbang
menakjubkan, bukannya itu hal yang normal?”
“...
itu tidak normal. Ada banyak orang yang tidak dikenal, mereka orang-orang
sekelas, ‘kan? Aku tiba-tiba disambut oleh orang lain dari kelas? Aku harus
bergaul dengan orang yang tidak aku kenal. Itu tidak mungkin.”
Sejak
Selene terdaftar di sekolah SMP, dia bersembunyi di kamarnya sepanjang waktu
dan bahkan tidak pergi ke upacara masuk.
“Teman
sekelas biasanya tidak saling mengenal satu sama lain sebelumnya, mereka semua
orang asing satu sama lain dari awal, bukan?"
“...
mungkin begitu, ... tapi tidak.”
Entah
bagaimana, aku berhasil memahami apa yang dimaksud Selene. Dia mungkin telah
jatuh ke dalam situasi seperti murid pindahan.
“Ya-Yah
... Jadi begitu ya. Kau mungkin terlambat satu bulan, membentuk grup-grup dan
semacamnya sudah berakhir sejak lama pada bulan April. Itu mungkin terasa
menyebalkan ada pendatang baru untuk memasuki salah satu dari mereka.”
Aku
sekarang juga serupa. Aku diperlakukan seperti sesuatu yang mirip dengan tumor
di kelas.
“...
pikiranku menderita kelelahan dan kepatahan di sekujur tubuh.”
“Itu
parah sekali.”
“...
semua orang menatapku.”
“Maksudmu
semua orang, berarti cowok dan cewek?”
“...
ya. Aku jadi gugup karena ditatap. Aku bukan objek pertunjukan orang aneh.”
“Itu
... semuanya merasa penasaran denganmu. Apa mereka tidak mau akrab denganmu?”
Selene
membuat ekspresi yang jauh dan memiringkan kepalanya.
“...
Aku tidak berpikir begitu.”
“Kau
tidak dibully atau diperlakukan buruk oleh seseorang ... ‘kan?”
“... tidak.”
“Apa
kau merasa seperti kau sedang diabaikan?”
“...
Aku ingin dibiarkan sendiri, tapi mereka terus-terusan melirikku atau berbicara
kepadaku.”
“Apa
yang mereka bicarakan denganmu?”
“...
tentang keluarga, tempat tinggalku, shampoo apa yang aku gunakan ... rasanya
seperti wawancara yang dilakukan oleh kelompok, aku sangat gugup jadi aku tidak
bisa berbicara.”
Aku
akhirnya menghembuskan napas lega dalam pikiranku.
Sosok
Selene ini memiliki penampilan yang tampak rapuh, dia adalah gadis cantik yang
misterius. Meski di dalamnya mengecewakan, tapi perbedaan itu juga membuatnya
lucu ... heck, apa yang aku pikirkan di sini.
Pokoknya,
karena dia seorang gadis cantik, mau tidak mau teman-teman sekelasnya menjadi
penasaran dengan dirinya.
Aku
sudah konfirmasi dengan Selene, yang menunduk ke bawah.
“Omong-omong,
bagaimana dengan alasan cuti untuk sebulan?”
“...
Murasaki-san menulis surat keterangan yang mengatakan kalau aku sakit ...”
“Begitu
ya. Jadi dia sudah membuat persiapan sehingga kau bisa pergi ke sekolah setiap
kali kau mendapatkan motivasi.”
“...
itu tidak mungkin. Dikelilingi oleh banyak orang ... aku akan mati. Mulai besok
dan seterusnya, aku akan kembali menjadi hikikomori.”
“Masih
terlalu cepat untuk menyatakan pensiun. Lagian, jika itu kau yang sekarang akan
baik-baik saja.”
“...
itu tidak benar. Onii-ch ... Kamu tidak lagi denganku.”
“Kau
adalah orang yang sama sekali berbeda dari Selene yang aku temui pertama kali.
Kau memutuskan sendiri untuk pergi ke sekolah dan mampu pergi ke sana. Apa yang
aku lakukan hanyalah membantumu membuat sedikit titik awal. Kau sendiri yang
sudah melakukan terbaik.”
“...
u-uu ...”
“Terus,
siapa yang peduli dengan dua puluh atau tiga puluh teman sekelas. Dibandingkan
dengan jumlah pengikut Cicada-san, jumlah tersebut tidak seberapa.”
Selene
tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar.
“...Apakah
begitu?”
“Memang.
Bukannya itu baik-baik saja untuk menganggapnya sebagai jumlah pengikutmu
bertambah jadi tiga puluh?”
Dia
perlahan-lahan mengangguk.
Sebelum
aku menyadari, aku sekali lagi memulai konsultasi dengan hidupnya Selene. Tidak
seperti kakaknya saat ini, tetapi sebagai senior sepengalaman ….. mari kita
membuatnya itu.
“...
seperti yang aku duga, mustahil tanpa Onii-chan. Aku ingin bergantung padamu,
tetapi ...”
Membenamkan
wajahnya di dadaku, Selene memeluk erat tubuhku.
Kemarin
aku menyatakan kalau aku berhenti, tapi tanganku ...
Dengan
sendirinya ... menuju ke kepala Selene dan ...
<Mengelusnya>
Aku
akhirnya mengelus kepalanya. Aku tidak bisa berhenti. Aku balas memeluk Selene.
“Kau
melakukannya dengan baik, Selene.”
Dengan
kepalanya masih terbenam di dadaku, Selene menggeleng ringan.
“...
tidak ada hal seperti itu. Itu karena Onii-chan jadi ...”
“Aku
... manusia tidak berguna yang tidak memenuhi syarat untuk disebut
'Onii-chan'.”
Dia
perlahan-lahan mengangkat kepalanya.
“...
aku juga sama, jadi kita berdua duo tidak berguna, ayo kita saling akrab.”
“Apa
kau tidak marah? Aku berhenti menjadi Onii-chan dan melemparkan semua itu,
tahu?”
Selene
menggeleng sekali lagi.
“
... Aku masih tidak keberatan. Juga, karena aku manusia tak berguna juga, aku
agak bisa memahami perasaan Onii-chan sedikit. Aku tidak ingin menjadi beban
bagi Onii-chan. itu sebabnya, jika itu sulit untuk Onii-chan, aku pikir itu
baik-baik saja untuk berhenti ... bukan berarti aku membenci Onii-chan.”
“Itu
membuatku senang diberitahu begitu, tapi aku berhenti menjadi Onii-chan dan
memilih Mariko? Aku didiskualifikasi untuk menjadi Onii-chan.”
Akibatnya,
itu berakhir menjadi seperti ini, ketimbang adik-adikku, aku lebih memilih
Mariko.
“
... Onii-chan memilih itu sembari memikirkan dirinya sendiri jadi aku akan
menghormati itu. Sementara Onii-chan mengatakan alasan untuk pilihan yang
membela diri dan kompromi, tapi tetap saja, Kau berpikir dan merasa tertekan,
kemudian membuat pilihanmu.”
Bukan
alasan, tetapi keputusan itu sendiri yang penting ... adalah apa yang ingin dia
katakan.
Tatapan
matanya tertuju ke bawah dan melanjutkan.
“...
setelah itu, ketika Onii-chan mengunci diri di kamarnya, Tomomi-chan dalam
keadaan yang mengerikan.”
“Tomomi?”
“Dia
sangat tertekan, dan mengatakan ini.”
Alih-alih
Tomomi sendiri, Selene mengulangi kata-katanya.
“Aku merasa seperti akhirnya meminta perasaan
Nii-chan yang sebenarnya. Ia selalu tampak seperti menahan diri sendiri entah bagaimana. Aku
berpikir bahwa jika aku membuatnya marah, Ia akan serius. Namun, setelah
menyudutkannya, aku sudah terlalu jauh untuk mundur. aku ... idiot.”
Aku
seharusnya tahu Tomomi memiliki kepribadian semacam itu. Sebaliknya, malah aku
yang gampang marah karena dipanggil "idiot". Aku memang idiot!
“
... Onii-chan. Aku tidak berpikir ada yang membenci Onii-chan. Tapi, itu hanya
kesanku sendiri, bertemu mereka ... mungkin menjadi yang terakhir kalinya, tapi
aku pikir ... lebih baik untuk berbicara dengan mereka baik-baik.”
“Jadi,
kau bilang aku harus pergi ke kamar mereka masing-masing lagi mulai besok?”
“...iya.”
“Aku
tidak tahu apa yang harus aku bicarakan. Lebih dari itu, aku tidak percaya kita
bisa baikan ...”
“...
tidak perlu untuk berbaikan. Pada saat itu, hanya bertindak sesuai dengan
perasaanmu dan jujur mengatakan apa yang ada di pikiranmu. Sebelum Onii-chan
melakukan sesuatu, kamu berpikir terlalu banyak.”
“Jadi
tanpa takut hasilnya, tinggal lakukan saja, ya.”
“...
jika kamu berpikir kalau itu takkan lebih buruk lagi, bahkan jika kamu
menyakiti mereka dengan bersikap jujur, kamu bisa menyerah begitu saja. Ini
mungkin kesempatan terakhir untuk mengatakan apa yang benar-benar ada di pikiranmu.”
Kedengarannya
ekstrim, tapi apa yang dikatakan Selene memang benar. Tidak perlu lagi untuk
menahan bagian dari diriku yang tidak ingin dibenci .... Maksudku, harus sampai
segitunya untuk jujur, aku menyedihkan bahkan jika aku berkata begitu diriku sendiri.
“Yeah.
persis seperti yang kau katakan.”
Dia
mengangguk, lalu berdiri dari bangku taman. Setelah berpaling ke arahku, dia
diam-diam mengulurkan tangannya.
“...
Onii-chan. Ada tempat yang ingin aku kunjungi. Tolong datanglah denganku.”
“Sekarang
juga?”
“...iya.”
Tidak
mengkonfirmasikan ke mana kita akan pergi, aku meraih tangan Selene dan
berdiri.
Dipandu
oleh Selene, kami naik bus, kemudian tiba di stasiun terdekat.
Toko
jahit yang berada di salah satu bangunan stasiun tampaknya menjadi tempat yang
Selene katakan sebagai “tempat yang ingin aku kunjungi".
Di
dalamnya terdapat beberapa deretan gulungan kain besar.
Ada
juga bagian yang menjual mesin jahit dan perlengkapan merajut. Bahkan untuk
mata yang tak terlatih, itu cukup tertata dengan bagus.
Dibandingkan
dengan ukuran toko yang luas, di sini hanya ada sedikit orang. Sementara aku
pikir itu buruk bagi pemilik toko, bagi Selene yang tidak tanhan dengan
kerumunan orang, itu rasa cukup beruntung karena sepi.
“Selene,
apa ada sesuatu yang ingin kau beli?”
“...
tidak juga.”
“Kau
datang ke sini tanpa ada niat beli apa-apa?”
“......”
Selene
terdiam. Rasanya agak canggung.
Saat
aku melihat sekeliling kita, aku menemukan sesuatu yang menarik.
“O-oh.
Lihat, di sini juga menjual alat kelengkapan. Menakjubkan ... mereka bahkan
menjual suku cadang untuk dompet. Juga, ada sabuk gesper di sana. Jika kau
menggunakannya dengan kain yang sesuai atau kulit, kau bisa membuat sabuk
apapun yang kau suka.”
“...
de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
Acuh
tak acuh, Selene menyatakan.
“Apa
maksudnya dengan 'de-deen' ...”
“...
maksudnya seri enggak boleh ketawa.”
Ahh,
setiap tahun ketika akhir tahun ada acara yang seperti itu muncul di TV. Ini
adalah kontra-program festival nasional, ketika para peserta tertawa mendengar
cerita karangan, pantat mereka akan ditepak dengan stik ...
*plak*!
Dan
begitu, pantatku ditepak oleh Selene.
“He-hei,
Selene! Hal itu tidak sakit tapi ... tiba-tiba apa yang sedang kau lakukan ?!”
Melihat
dari sudut pandang orang luar, seorang anak SMA pantatnya dipukul oleh seorang
gadis muda ... mseki ada beberapa pelanggan dan karyawan toko, rasanya sangat
memalukan.
“...
itu karena Onii-chan 'kalah'.”
“Bahkan
jika aku kalah, sekarang ... apa aku melakukan sesuatu padamu?”
“...
de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
“Eh?
Tu-Tunggu, Selene ...”
*plak*!
Sekali
lagi, Selene menepak pantatku.
Situasi
macam apa ini ... Pokoknya, tampaknya seperti mood Selene berubah jadai murung.
Aku perlu melakukan sesuatu ...
“It-Itu
benar, Selene! Karena kita berada di stasiun, bagaimana kalau kita pergi untuk
melihat di Nippori ... atau sesuatu?”
Dia
penuh semangat menggeleng.
“...
jika kita pergi sekarang, pada saat kita sampai di sana, toko-tokonya sudah
tutup.”
“Begitu
ya. Sayang sekali. Umm ... kalau begitu, ayo kita lihat-lihat toko di sekitar
sini.”
“......”
Sekali
lagi, Selene terdiam.
“Apa
kau tertarik dengan merajut? Ada banyak wol warna-warni!”
“...
de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
*plak*!
Aku
mengusulkan sesuatu, tapi itu tidak rasional. Jika aku tipe orang yang senang
ketika dipukul oleh adik, itu akan menjadi hadiah. Tapi aku bukan orang semacam
itu! Mutlak tidak! Maksudku, kami sedang di depan umum.
Ah,
tidak ... bukan berarti aku akan ragu-ragu jika kita berduaan di balik pintu
tertutup.
Sial,
kenapa aku malah membuat alasan.
“Hei,
Selene! Kenapa aku 'kalah' terus ?! Jika kau tidak menghentikan itu, bahkan aku
akan merasah marah.”
“...
Onii-chan ... aman ...”
“He??”
Selene
membentang kakinya, mengulurkan tangannya dan menepuk kepalaku.
Ini
... aku sedang dipuji?
“Jawab
pertanyaanku dengan benar.”
“...
ya. Silahkan.”
Silahkan
... apa. Haa..apa boleh buat, ayo kita bertanya lagi.
“Uhh,
baiklah ... untuk sementara waktu, Selene tidak datang ke toko jahit karena
ingin membeli sesuatu, lalu kau mulai menilai mengenai apa yang aku katakan dan
memukulku, lalu kau tiba-tiba bilang aku aman. Pertama, aku tidak tahu apa
kriterianya. apa yang harus aku lakukan untuk menjadi aman ... tidak, aku tidak
peduli apa itu aman. Katakan padaku apa yang harus dilakukan untuk tidak
'kalah'.”
“...
de-deen ... Onii-chan ... terlalu dekat dengan abu-abu ... kalah.”
*plak*!
Sebenarnya,
tepakan oleh tangan ramping Selene tidak terlalu bertenaga, tapi karyawan toko
dan pengunjung menyadari tingkah laku kita. Uh…tatapan mereka sangat
menyakitkan.
Tapi,
sekarang dia sengaja menambahkan " terlalu dekat dengan abu-abu "
‘kan.
“......”
Sekali
lagi, Selene terdiam. Dia hanya berdiri linglung di sana.
Hmm.
Aku heran. Apa ini keinginan Selene?
Aku
... memutuskan untuk melihatnya dengan diam.
Untuk
saat ini, tampaknya seperti itu aku akan kalah tidak peduli apa yang aku
katakan.
“......?"
Selene
menatap wajahku dalam diam, lalu memiringkan kepalanya seperti tupai kecil.
“...Onii-chan?”
“Ap-Apa,
Selene?”
“...tidak
ada.”
“Kenapa
tidak ada!”
Aku
akhirnya membalasnya. Untuk sepersekian detik, aku menutupi pantatku dengan
kedua tangan untuk melindunginya.
Tapi,
Selene tidak melakukan apa-apa. Seakan mengabaikanku, dia berjalan ke tempat
kancing dekoratif dan mulai mencari. Mungkin karena dia menyukainya, dari rak
kecil, dia mengambil dua kancing.
“Menemukan
sesuatu yang bagus?”
“...
ini dan ... ini ...”
Sebuah
kancing dekoratif, seperti bros dengan batu biru dan kancing yang seputih susu.
“Keduanya
terlihat cantik.”
Jujur,
sulit untuk mengatakan mana yang lebih bagus.
U-ups.
Sekali lagi, aku akhirnya bertindak sembarangan.
Ini
sesuatu yang aku dengar dari Mariko sebelumnya, tapi ketika wanita mengambil
dua barang, mereka tidak bertanya tentang apa yang ingin diambil, mereka sudah
memutuskan jawabannya dan mereka tak masalah dengan apa saja. Adanya seseorang
yang peduli tentang mereka dan memilihkannya untuk mereka membuat mereka
bahagia.
Daripada
mencari jawaban yang benar, aku akhirnya samar-samar mengatakan bahwa keduanya
sama-sama bagus.
“......”
Selene
tetap diam.
Hmm,
aku masih tidak bisa mengerti dengan kondisi untuk “de-deen”.
Dalam
hal ini, aku hanya bisa mencoba berbagai hal dan melihat reaksinya.
Aku
tidak tahu sudah berapa kali itu aku ditepak, setelah beberapa kali, aku
menemukan kecenderungan yang terlihat di antara jawaban yang benar.
“U-umm
... bukannya tadi 'kalah' ya?”
“...
de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
*plak*!
“Uwahh!
Kenapa baru sekarang! Jika itu dua pilihan, aku mengerti kalau aku kalah!”
“...
Onii-chan. Pilihan dan semacamnya ... ini bukan permainan kehidupan.”
Gumamnya,
kemudian kembali pojok kancing dekoratif lagi.
“Hei,
Selene. Apa yang kau ingin lakukan untuk sementara waktu sekarang?”
“...belanja."
Tidak,
yah, kami datang ke toko jadi itu normal ...
“Bukannya
kau bilang tidak terlalu saat masuk ke sini?”
“...
jika ada tawar-menawar, maka jadi terbatas dalam hal itu-itu saja.”
Aku
tidak mengerti sama sekali.
Dipasang
di sepanjang bagian luar toko, ada ruang istirahat bagi pelanggan. Ada mesin
penjual minuman otomatis dan bangku.
Saat
mereka memasuki bidang pandanganku, secara alami, aku menyeletuk.
“Haa
... aku mengerti. Aku akan duduk di
bangku sana, panggil aku ketika kau sudah selesai.”
Dan
akhirnya aku mengatakan niat sebenarnya. Jujur, meski kancing kain dan
dekoratif tampak cantik, aku sendiri yang melihatnya tidak menyenangkan sama
sekali.
“......”
Selene
mengangguk dalam menanggapi kata-kataku. Eh? Itu bukan 'kalah'?
“Umm
... apa boleh, Selene? Apa aku benar-benar boleh beristirahat? Apa itu
benar-benar baik-baik saja?"
“...
de-dee ...”
“Aku
akan beristirahat. Aku akan melakukannya. Aku pergi dulu!”
Sebelum
Selene bisa menyelesaikan "de-deen", aku melarikan diri ke ruang
istirahat yang ada bangkunya.
Dan
kemudian, Selene mulai bergerak lebih aktif ketimbang saat ada aku di
sampingnya. Dia berkonsentrasi mirip dengan saat dia bekerja di ruangan mesin
jahit.
Berkonsentrasi?
Ah
... mungkin ... saat aku bersamanya, aku menghalanginya belanja?
Kalau
begitu, dia tidak perlu datang ke sini denganku, ‘kan. Jika dia datang ke toko
sendirian ... heck, itu mungkin sulit bagi Selene.
Namun,
jika memang begitu, dia seharusnya memberitahuku tentang hal itu.
...
Aku ingin berkonsentrasi mencari barang, jadi tolong beristirahat di sana
dulu... atau sesuatu seperti itu.
Setelah
sekitar dua puluh menit, Selene selesai melihat-lihat barang dan pada akhirnya,
kembali tanpa membeli apa-apa.
“Selamat
datang kembali, Selene.”
“...iya.”
Entah
bagaimana, rasanya sulit untuk mendekatinya sama seperti ketika kami pertama
kali bertemu. Mungkinkah, itu sebenarnya lebih baik aku untuk tetap bersamanya,
dan diam-diam marah untuk tidak berbelanja dengan dia ... atau sesuatu?
Aku
berdiri dari bangku dan bertanya.
“Mungkinkah,
kau marah karena aku isti ...”
“...
de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
*plak*!
Ketika
aku berdiri, sekali lagi tamparan Selene mendarat di pantatku.
“H-hei!
Sudah hentikan itu!”
“......?”
Tanpa
rasa takut, Selene anehnya menatap wajahku.
Aku
pikir dia sulit untuk dipahami, tapi hari ini Selene benar-benar bertingkah
aneh.
Baru-baru
ini, kupikir aku akhirnya mengerti Selene, tapi itu cuma asumsi sepihar dari
diriku.
“...
apa Onii-chan juga, ingin menepak pantatku?”
“Kenapa
malah seperti itu ?! Tunggu. Kau bilang 'juga', apa itu berarti kau menepak
pantatku karena kau ingin menepaknya?”
“......”
Mana
mungkin, dia tersinggung karena provokasiku ...
“Umm
... Selene. Mungkin ... Kau ingin mencoba membuatku marah? Itu sangat tidak
seperti dirimu, atau lebih tepatnya ... tidak, itu pasti sangat cocok untuk
Tomomi! Lebih baik tidak mengatakan itu padanya.”
Selene
menatap langsung ke arahku. pupil matanya seperti permata, tetap diam seakan
memohon padaku.
Dia
serius. Keseriusan itu ... tidak diragukan lagi.
“Apa
aku salah?”
Sekarang,
dia tetap diam, seolah-olah menunggu jawabanku.
Aku
teringat saat-saat kata 'kalah'.
Pojok
benda tas logam. Rajutan. Apa aku melakukan sesuatu padanya? Aku bertanya. Aku
mengkonfirmasi jika itu tidak kalah.
Ketika
aku memaksanya untuk mengkonfirmasi jika tidak apa-apa untuk beristirahat,
Selene hampir mengatakan 'kalah'.
Dan
ketika aku bertanya apa dia merasa marah karena aku beristirahat ... aku
sungkan padanya.
Ya
itu benar. Semua itu ... aku merasa sungkan pada Selene.
Dia
mungkin merasakan hal itu.
Itu
sebabnya ketika aku menyatakan perasaanku yang sebenarnya, dia tidak
menyebutnya 'kalah'.
“Mungkinkah,
saat aku merasa sungkan padamu, itu yang kau sebut 'kalah'?”
Aku
bertanya sambil menganalisi ekspresinya sekeras yang aku bisa. Untuk sesaat,
dia membuat ekspresi terkejut dan mengangkat kepalanya.
“...
de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
*plak*!
Sepertinya
aku tidak salah.
Lalu,
apa maksudnya saat dia menyebutnya aman hanya sekali.
Tentu
saja, aku berkata "Jika kau tidak
berhenti itu, bahkan aku akan marah".
Merasa
marah, mengenai perasaanku sendiri. Bukan sesuatu ... dari menahan diri demi
Selene, tapi dari perasaanku sendiri.
Ya,
rasanya seperti aku mengerti. Dia ingin mengingatkanku.
Tapi,
apa yang harus dia lakukan untuk membuatku memahami dengan baik? Tidak, jangan
pikirkan hal itu. Itu karena kau berpikiran seperti ini, kau mulai merasa
sungkan pada orang lain sepanjang waktu.
“Selene.
Memukul onii-chanmu adalah hal yang buruk, ‘kan? Silakan merenungkannya.”
Mendengar
kata-kataku, dia membuka mata lebar-lebar. Kemudian, dia menundukkan kepalanya.
“...
ya, aku akan merenungkannya. Aku minta maaf.”
“Sangat
baik.”
“...
um, Onii-chan ... hnya itu saja?”
Selene
bergumam cemas. Tidak ada kata-kata yang cukup, ada kalanya di mana aku harus
menambahkan kata-kata pujian dan menerjemahkannya
Tapi,
aku mengehentikan itu. Pada akhirnya, itu semua yang dikatakan Selene. Tentu
saja, aku harus melakukannya jika perlu, tapi tidak perlu untuk mencocokkan
Selene terus-terusan.
“Ya,
hanya itu saja.”
“...
ini tidak seperti Onii-chan."
“Tidak
seperti aku? Tidak ada hal seperti itu. Lebih penting lagi, aku sudah lapar,
bagaimana kalau kita kembali?”
Meski
Selene mungkin tidak merasa lapar, aku lapar sekarang. Daripada menunggu reaksi
lain, tidak ada salahnya untuk meminta sesuatu untuk diriku sendiri. Tentunya,
itulah yang Selene ingin aku sadari ... ‘kan, pasti.
Aku
merasa seperti itu saja, jadi aku telah memutuskan begitu.
“...Aku
lapar.”
“Baiklah.
Kalau begitu, ayo kita pulang!”
Aku
mengulurkan tanganku dan Selene meraihnya dengan lembut.
Sambil
berpegangan tangan, kami mulai berjalan berdampingan.
“Ketimbang
makan kemudian akan pulang, lebih baik untuk melakukannya di kamarmu. Ayo kita
beli sesuatu di toko dan pulang.”
“...
seperti yang Onii-chan perintahkan.”
Jika
mereka merasa keberatan, aku akan mendengarkannya, tapi menjadi sungkan lebih
dari biasanya sama sekali tidak perlu, bukan. Apalagi, dengan adikku ...
keluargaku.
Saat
kita menuju stasiun bus, Selene berbicara seolah-olah dia teringat sesuatu.
Tanpa awalan apapun, dia bertanya sesuatu yang penting.
“...
Onii-chan ... tentang hari Jumat.”
“Y-ya
... Kalian belum mempersiapkan, untuk pesta ulang tahun.”
“...
apa Onii-chan akan pergi ke rumah teman masa kecil, rumah Mariko-chan?”
Ayo
jawab dengan jujur. Mencemaskan tentang Selene ... Aku menyerah pada hal itu,
untuk hari ini, cukup sudah mencari
jawaban yang dimana aku tidak ingin dibenci.
“Aku
berniat begitu.”
Dia
perlahan-lahan mengangguk.
“...
oke. Onii-chan sudah menjadi jujur. Daripada mempertimbangkan orang lain, kamu
memutuskannya dengan benar. Aku pikir kamu melakukannya dengan baik.”
Selene
tahu betapa lemahnya diriku. Mengetahui kelemahan seseorang, dia bisa
bersimpatiku.
Dan
mencoba untuk membuatku menyadari hal itu.
Aku
benar-benar senang bisa memiliki Selene denganku. Aku pikir begitu dari lubuk
hatiku.
Best imouto selene 🤕
BalasHapus