Omae wo Onii-chan Vol.3 Chapter 08 Bahasa Indonesia

Senin, 13 Mei - Tanggung jawab. Pembebasan. Langkah pertama Mulai dari Minus.

Aku tidak bermimpi sama sekali.
Pada Senin pagi, aku bangun sendirian di kamarku.
Adik-adikku telah menghilang tanpa jejak. Ruang tamu yang tadinya penuh canda tawa dan kegembiraan sekarang sudah kosong, seakan mencerminkan hatiku kosong.
Aku mempersiapkan diri seperti biasa dan pergi ke sekolah.
Di kelas sebelum pelajaran dimulai, Mariko memanggilku dengan ekspresi khawatir.
“Tidak apa-apa.”
Seperti itu, aku berhasil mengelak.
Sementara biasanya aku menantikan supaya pelajaran cepat selesai, sekarang aku berharap jam pelajaran berlangsung sedikit lebih lama. Aku takut untuk kembali.

uuuu

Sepulang sekolah, setengah jalan ketika akan pulang ke rumah dan berpisah dari Mariko, aku duduk di bangku taman dan merenung.
Aku tidak bisa masuk ke kamarku sendiri dan alasan untuk pergi ke kamar Selene sudah tidak ada. Aku sudah berhenti menjadi Onii-chan. Ketika aku melihat tanah di bawah kakiku, ada barisan semut yang sedang menuju ke sarangnya.
Aku iri pada mereka, memiliki tempat untuk kembali.
Mulai sekarang, untuk minggu depan, di mana aku harus kembali. Menghadapi masalah realistis ini, aku benar-benar kebingungan.
“... apa yang kamu lakukan di tempat seperti ini?”
Tiba-tiba ada yang memanggil, Aku tersentak.
Itu suara seorang gadis. Kurang intonasi dan jernih seperti air segar, suaranya terdengar familiar. Namun, aku tidak merasakan ada seseorang yang mendekat, jadi aku merasa terkejut, hatiku mulai berdetak cepat.
Tidak, itu mustahil. Hari ini adalah hariSenin, hari kerja, sulit untuk membayangkan dirinya berada di sini.
Mungkin, itu hanya halusinasiku saja. Ha ha ha. Aku tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan dan akhirnya, aku mulai mendengar suara-suara dari orang-orang yang tidak ada di sini.
Ketika aku mengangkat kepalaku, seorang gadis berambut hitam memakai seragam baru berdiri di sana, dengan tas di tangannya, dia menatap wajahku dengan penuh tanda tanya.
Suara yang aku dengar bukanlah halusinasi, sosok yang berdiri di depanku juga bukan ilusi.
“Selene ... hey, itu benar-benar Kau, Selene ?! penampilan itu, jangan bilang kalau kau ...”
“...Aku pergi ke sekolah.”
Selene, yang cuma bisa bermalas-malasan di kamarnya, membentang punggungnya. Penampilan berseragamnya yang tak kusut tampak bermartabat.
“... di sampingmu, oke?”
“Y-ya. Tidak apa-apa.”
Dia duduk di sebelahku. Wajahnya tidak menoleh ke arahku, dia hanya menatap ke depan.
“Apa yang terjadi. Bahkan sampai pergi ke sekolah.”
Sambil menyipitkan mata seakan-akan menatap di kejauhan, Selene berbicara blak-blakan.
“... Aku tidak bisa lagi mengandalkan Ex-onii-chan, jadi aku melakukan yang terbaik dengan caraku sendiri. Tujuan berikutnya adalah membuat teman-teman nyata di sekolah. Sementara seseorang tertentu masih berdiam diri, aku akan terus berjalan ke depan.”
Aku teringat ungkapan tertentu yang berada di pembukaan drama The Retirement Lord.
Aku berhenti dan Selene mulai berjalan. Atau lebih tepatnya, aku tidak berhenti tapi benar-benar mundur ke belakang.
Sekarang, bahkan tanpa adanya diriku, Selene mampu berjalan di atas kakinya sendiri.
Dia tidak lagi membutuhkan diriku.
“Ex ... ya. Jadi, kau tidak memanggilku 'Onii-chan' lagi,ya.”
“...memang.”
“Kenapa kau di sini, Selene?”
“... taman adalah tempat umum. Daripada itu, kenapa kamu ada di sini?”
Sesuatu tentang caranya berbicara cukup dewasa. Dipanggil sebagai "kamu", aku sekali lagi menyadari kita sudah menjadi orang asing.
Dari awal kita memang orang asing, tetapi ketika aku dipanggil "Onii-chan", selalu ada beberapa keakraban antara Selene dan diriku.
“Aku di sini di taman ... karena aku bukan lagi Onii-chan, aku pikir seenaknya masuk ke kamarmu bukanlah hal yang baik.”
“... menahan diri?”
“Sebut itu pertimbangan. Sebaliknya, berbicara seperti ini juga, membuatku lumayan canggung.”
“...Benarkah?”
“Iya! Kemarin, sesuatu seperti itu terjadi ...”
“... pertengkaran antar saudara, bukan sesuatu yang tidak biasa.”
“Itu bukan pertengkaran antar saudara, ‘kan. Entah bagaimana kepura-puraanku sebagai Onii-chan terbongkar. Dan semua orang merasa kecewa. Lagian, bukannya itu Selene yang mengatakan 'berhenti menjadi Onii-chan' ‘kan.”
Caraku berbicara berakhir menjadi keras. Mengapa kau malah melampiaskan emosi tidak stabilmu pada Selene, benar-benar ... aku ini.
“... Aku bilang tidak apa-apa untuk berhenti, itu saja. Jika Onii-chan berkeinginan untuk itu, tidak masalah untuk tidak berhenti.”
Setelah berkata demikian, Selene membuka matanya lebar-lebar dan menggeleng ringan.
“... sekarang ... aku mengatakan Onii-chan ...lupakan itu.”
“Y-ya .. um ... itu ...”
Sejenak, wajah Selene memerah. Karena kulit yang putih, sangat mudah untuk melihat perubahannya. Saat aku masih tetap diam, tidak mampu dengan suasana hening, Selene bergumam dengan suara bangga,dan tercampur dengan mendesah.
“... seperti yang aku duga ... ini mustahil ...”
Bahunya bergetar ringan.

“... sekolah itu menakutkan,  super menakutkan ... Aku tidak berpikir aku akan bisa membuat teman ... aku akan mati ... bukan, tolong bunuh aku, mudahkan rasa sakitku.”
“Ap-Apa kau baik-baik saja, Selene ?!”
Apa yang sebenarnya terjadi? Selene yang baru berubah menjadi orang lain ... atau lebih seperti, dia kembali seperti semula, dia meringkuk sama seperti saat aku pertama kali bertemu dengannya.
“... Kau luar biasa. Pergi ke sekolah setiap hari.”
“Ketimbang menakjubkan, bukannya itu hal yang normal?”
“... itu tidak normal. Ada banyak orang yang tidak dikenal, mereka orang-orang sekelas, ‘kan? Aku tiba-tiba disambut oleh orang lain dari kelas? Aku harus bergaul dengan orang yang tidak aku kenal. Itu tidak mungkin.”
Sejak Selene terdaftar di sekolah SMP, dia bersembunyi di kamarnya sepanjang waktu dan bahkan tidak pergi ke upacara masuk.
“Teman sekelas biasanya tidak saling mengenal satu sama lain sebelumnya, mereka semua orang asing satu sama lain dari awal, bukan?"
“... mungkin begitu, ... tapi tidak.”
Entah bagaimana, aku berhasil memahami apa yang dimaksud Selene. Dia mungkin telah jatuh ke dalam situasi seperti murid pindahan.
“Ya-Yah ... Jadi begitu ya. Kau mungkin terlambat satu bulan, membentuk grup-grup dan semacamnya sudah berakhir sejak lama pada bulan April. Itu mungkin terasa menyebalkan ada pendatang baru untuk memasuki salah satu dari mereka.”
Aku sekarang juga serupa. Aku diperlakukan seperti sesuatu yang mirip dengan tumor di kelas.
“... pikiranku menderita kelelahan dan kepatahan di sekujur tubuh.”
“Itu parah sekali.”
“... semua orang menatapku.”
“Maksudmu semua orang, berarti cowok dan cewek?”
“... ya. Aku jadi gugup karena ditatap. Aku bukan objek pertunjukan orang aneh.”
“Itu ... semuanya merasa penasaran denganmu. Apa mereka tidak mau akrab denganmu?”
Selene membuat ekspresi yang jauh dan memiringkan kepalanya.
“... Aku tidak berpikir begitu.”
“Kau tidak dibully atau diperlakukan buruk oleh seseorang ... ‘kan?”
“...  tidak.”
“Apa kau merasa seperti kau sedang diabaikan?”
“... Aku ingin dibiarkan sendiri, tapi mereka terus-terusan melirikku atau berbicara kepadaku.”
“Apa yang mereka bicarakan denganmu?”
“... tentang keluarga, tempat tinggalku, shampoo apa yang aku gunakan ... rasanya seperti wawancara yang dilakukan oleh kelompok, aku sangat gugup jadi aku tidak bisa berbicara.”
Aku akhirnya menghembuskan napas lega dalam pikiranku.
Sosok Selene ini memiliki penampilan yang tampak rapuh, dia adalah gadis cantik yang misterius. Meski di dalamnya mengecewakan, tapi perbedaan itu juga membuatnya lucu ... heck, apa yang aku pikirkan di sini.
Pokoknya, karena dia seorang gadis cantik, mau tidak mau teman-teman sekelasnya menjadi penasaran dengan dirinya.
Aku sudah konfirmasi dengan Selene, yang menunduk ke bawah.
“Omong-omong, bagaimana dengan alasan cuti untuk sebulan?”
“... Murasaki-san menulis surat keterangan yang mengatakan kalau aku sakit ...”
“Begitu ya. Jadi dia sudah membuat persiapan sehingga kau bisa pergi ke sekolah setiap kali kau mendapatkan motivasi.”
“... itu tidak mungkin. Dikelilingi oleh banyak orang ... aku akan mati. Mulai besok dan seterusnya, aku akan kembali menjadi hikikomori.”
“Masih terlalu cepat untuk menyatakan pensiun. Lagian, jika itu kau yang sekarang akan baik-baik saja.”
“... itu tidak benar. Onii-ch ... Kamu tidak lagi denganku.”
“Kau adalah orang yang sama sekali berbeda dari Selene yang aku temui pertama kali. Kau memutuskan sendiri untuk pergi ke sekolah dan mampu pergi ke sana. Apa yang aku lakukan hanyalah membantumu membuat sedikit titik awal. Kau sendiri yang sudah melakukan terbaik.”
“... u-uu ...”
“Terus, siapa yang peduli dengan dua puluh atau tiga puluh teman sekelas. Dibandingkan dengan jumlah pengikut Cicada-san, jumlah tersebut tidak seberapa.”
Selene tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar.
“...Apakah begitu?”
“Memang. Bukannya itu baik-baik saja untuk menganggapnya sebagai jumlah pengikutmu bertambah jadi tiga puluh?”
Dia perlahan-lahan mengangguk.
Sebelum aku menyadari, aku sekali lagi memulai konsultasi dengan hidupnya Selene. Tidak seperti kakaknya saat ini, tetapi sebagai senior sepengalaman ….. mari kita membuatnya itu.
“... seperti yang aku duga, mustahil tanpa Onii-chan. Aku ingin bergantung padamu, tetapi ...”
Membenamkan wajahnya di dadaku, Selene memeluk erat tubuhku.
Kemarin aku menyatakan kalau aku berhenti, tapi tanganku ...
Dengan sendirinya ... menuju ke kepala Selene dan ...

<Mengelusnya>

Aku akhirnya mengelus kepalanya. Aku tidak bisa berhenti. Aku balas memeluk Selene.
“Kau melakukannya dengan baik, Selene.”
Dengan kepalanya masih terbenam di dadaku, Selene menggeleng ringan.
“... tidak ada hal seperti itu. Itu karena Onii-chan jadi ...”
“Aku ... manusia tidak berguna yang tidak memenuhi syarat untuk disebut 'Onii-chan'.”
Dia perlahan-lahan mengangkat kepalanya.
“... aku juga sama, jadi kita berdua duo tidak berguna, ayo kita saling akrab.”
“Apa kau tidak marah? Aku berhenti menjadi Onii-chan dan melemparkan semua itu, tahu?”
Selene menggeleng sekali lagi.
“ ... Aku masih tidak keberatan. Juga, karena aku manusia tak berguna juga, aku agak bisa memahami perasaan Onii-chan sedikit. Aku tidak ingin menjadi beban bagi Onii-chan. itu sebabnya, jika itu sulit untuk Onii-chan, aku pikir itu baik-baik saja untuk berhenti ... bukan berarti aku membenci Onii-chan.”
“Itu membuatku senang diberitahu begitu, tapi aku berhenti menjadi Onii-chan dan memilih Mariko? Aku didiskualifikasi untuk menjadi Onii-chan.”
Akibatnya, itu berakhir menjadi seperti ini, ketimbang adik-adikku, aku lebih memilih Mariko.
“ ... Onii-chan memilih itu sembari memikirkan dirinya sendiri jadi aku akan menghormati itu. Sementara Onii-chan mengatakan alasan untuk pilihan yang membela diri dan kompromi, tapi tetap saja, Kau berpikir dan merasa tertekan, kemudian membuat pilihanmu.”
Bukan alasan, tetapi keputusan itu sendiri yang penting ... adalah apa yang ingin dia katakan.
Tatapan matanya tertuju ke bawah dan melanjutkan.
“... setelah itu, ketika Onii-chan mengunci diri di kamarnya, Tomomi-chan dalam keadaan yang mengerikan.”
“Tomomi?”
“Dia sangat tertekan, dan mengatakan ini.”
Alih-alih Tomomi sendiri, Selene mengulangi kata-katanya.

“Aku merasa seperti akhirnya meminta perasaan Nii-chan yang sebenarnya. Ia selalu tampak seperti  menahan diri sendiri entah bagaimana. Aku berpikir bahwa jika aku membuatnya marah, Ia akan serius. Namun, setelah menyudutkannya, aku sudah terlalu jauh untuk mundur. aku ... idiot.”

Aku seharusnya tahu Tomomi memiliki kepribadian semacam itu. Sebaliknya, malah aku yang gampang marah karena dipanggil "idiot". Aku memang idiot!
“ ... Onii-chan. Aku tidak berpikir ada yang membenci Onii-chan. Tapi, itu hanya kesanku sendiri, bertemu mereka ... mungkin menjadi yang terakhir kalinya, tapi aku pikir ... lebih baik untuk berbicara dengan mereka baik-baik.”
“Jadi, kau bilang aku harus pergi ke kamar mereka masing-masing lagi mulai besok?”
“...iya.”
“Aku tidak tahu apa yang harus aku bicarakan. Lebih dari itu, aku tidak percaya kita bisa baikan ...”
“... tidak perlu untuk berbaikan. Pada saat itu, hanya bertindak sesuai dengan perasaanmu dan jujur mengatakan apa yang ada di pikiranmu. Sebelum Onii-chan melakukan sesuatu, kamu berpikir terlalu banyak.”
“Jadi tanpa takut hasilnya, tinggal lakukan saja, ya.”
“... jika kamu berpikir kalau itu takkan lebih buruk lagi, bahkan jika kamu menyakiti mereka dengan bersikap jujur, kamu bisa menyerah begitu saja. Ini mungkin kesempatan terakhir untuk mengatakan apa yang benar-benar ada di pikiranmu.”
Kedengarannya ekstrim, tapi apa yang dikatakan Selene memang benar. Tidak perlu lagi untuk menahan bagian dari diriku yang tidak ingin dibenci .... Maksudku, harus sampai segitunya untuk jujur, aku menyedihkan bahkan jika aku berkata begitu diriku sendiri.
“Yeah. persis seperti yang kau katakan.”
Dia mengangguk, lalu berdiri dari bangku taman. Setelah berpaling ke arahku, dia diam-diam mengulurkan tangannya.
“... Onii-chan. Ada tempat yang ingin aku kunjungi. Tolong datanglah denganku.”
“Sekarang juga?”
“...iya.”
Tidak mengkonfirmasikan ke mana kita akan pergi, aku meraih tangan Selene dan berdiri.
Dipandu oleh Selene, kami naik bus, kemudian tiba di stasiun terdekat.
Toko jahit yang berada di salah satu bangunan stasiun tampaknya menjadi tempat yang Selene katakan sebagai “tempat yang ingin aku kunjungi".
Di dalamnya terdapat beberapa deretan gulungan kain besar.
Ada juga bagian yang menjual mesin jahit dan perlengkapan merajut. Bahkan untuk mata yang tak terlatih, itu cukup tertata dengan bagus.
Dibandingkan dengan ukuran toko yang luas, di sini hanya ada sedikit orang. Sementara aku pikir itu buruk bagi pemilik toko, bagi Selene yang tidak tanhan dengan kerumunan orang, itu rasa cukup beruntung karena sepi.
“Selene, apa ada sesuatu yang ingin kau beli?”
“... tidak juga.”
“Kau datang ke sini tanpa ada niat beli apa-apa?”
“......”
Selene terdiam. Rasanya agak canggung.
Saat aku melihat sekeliling kita, aku menemukan sesuatu yang menarik.
“O-oh. Lihat, di sini juga menjual alat kelengkapan. Menakjubkan ... mereka bahkan menjual suku cadang untuk dompet. Juga, ada sabuk gesper di sana. Jika kau menggunakannya dengan kain yang sesuai atau kulit, kau bisa membuat sabuk apapun yang kau suka.”
“... de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
Acuh tak acuh, Selene menyatakan.
“Apa maksudnya dengan 'de-deen' ...”
“... maksudnya seri enggak boleh ketawa.”
Ahh, setiap tahun ketika akhir tahun ada acara yang seperti itu muncul di TV. Ini adalah kontra-program festival nasional, ketika para peserta tertawa mendengar cerita karangan, pantat mereka akan ditepak dengan stik ...
*plak*!
Dan begitu, pantatku ditepak oleh Selene.
“He-hei, Selene! Hal itu tidak sakit tapi ... tiba-tiba apa yang sedang kau lakukan ?!”
Melihat dari sudut pandang orang luar, seorang anak SMA pantatnya dipukul oleh seorang gadis muda ... mseki ada beberapa pelanggan dan karyawan toko, rasanya sangat memalukan.
“... itu karena Onii-chan 'kalah'.”
“Bahkan jika aku kalah, sekarang ... apa aku melakukan sesuatu padamu?”
“... de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
“Eh? Tu-Tunggu, Selene ...”
*plak*!
Sekali lagi, Selene menepak pantatku.
Situasi macam apa ini ... Pokoknya, tampaknya seperti mood Selene berubah jadai murung. Aku perlu melakukan sesuatu ...
“It-Itu benar, Selene! Karena kita berada di stasiun, bagaimana kalau kita pergi untuk melihat di Nippori ... atau sesuatu?”
Dia penuh semangat menggeleng.
“... jika kita pergi sekarang, pada saat kita sampai di sana, toko-tokonya sudah tutup.”
“Begitu ya. Sayang sekali. Umm ... kalau begitu, ayo kita lihat-lihat toko di sekitar sini.”
“......”
Sekali lagi, Selene terdiam.
“Apa kau tertarik dengan merajut? Ada banyak wol warna-warni!”
“... de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
*plak*!
Aku mengusulkan sesuatu, tapi itu tidak rasional. Jika aku tipe orang yang senang ketika dipukul oleh adik, itu akan menjadi hadiah. Tapi aku bukan orang semacam itu! Mutlak tidak! Maksudku, kami sedang di depan umum.
Ah, tidak ... bukan berarti aku akan ragu-ragu jika kita berduaan di balik pintu tertutup.
Sial, kenapa aku malah membuat alasan.
“Hei, Selene! Kenapa aku 'kalah' terus ?! Jika kau tidak menghentikan itu, bahkan aku akan merasah marah.”
“... Onii-chan ... aman ...”
“He??”
Selene membentang kakinya, mengulurkan tangannya dan menepuk kepalaku.
Ini ... aku sedang dipuji?
“Jawab pertanyaanku dengan benar.”
“... ya. Silahkan.”
Silahkan ... apa. Haa..apa boleh buat, ayo kita bertanya lagi.
“Uhh, baiklah ... untuk sementara waktu, Selene tidak datang ke toko jahit karena ingin membeli sesuatu, lalu kau mulai menilai mengenai apa yang aku katakan dan memukulku, lalu kau tiba-tiba bilang aku aman. Pertama, aku tidak tahu apa kriterianya. apa yang harus aku lakukan untuk menjadi aman ... tidak, aku tidak peduli apa itu aman. Katakan padaku apa yang harus dilakukan untuk tidak 'kalah'.”
“... de-deen ... Onii-chan ... terlalu dekat dengan abu-abu ... kalah.”
*plak*!
Sebenarnya, tepakan oleh tangan ramping Selene tidak terlalu bertenaga, tapi karyawan toko dan pengunjung menyadari tingkah laku kita. Uh…tatapan mereka sangat menyakitkan.
Tapi, sekarang dia sengaja menambahkan " terlalu dekat dengan abu-abu " ‘kan.
“......”
Sekali lagi, Selene terdiam. Dia hanya berdiri linglung di sana.
Hmm. Aku heran. Apa ini keinginan Selene?
Aku ... memutuskan untuk melihatnya dengan diam.
Untuk saat ini, tampaknya seperti itu aku akan kalah tidak peduli apa yang aku katakan.
“......?"
Selene menatap wajahku dalam diam, lalu memiringkan kepalanya seperti tupai kecil.
“...Onii-chan?”
“Ap-Apa, Selene?”
“...tidak ada.”
“Kenapa tidak ada!”
Aku akhirnya membalasnya. Untuk sepersekian detik, aku menutupi pantatku dengan kedua tangan untuk melindunginya.
Tapi, Selene tidak melakukan apa-apa. Seakan mengabaikanku, dia berjalan ke tempat kancing dekoratif dan mulai mencari. Mungkin karena dia menyukainya, dari rak kecil, dia mengambil dua kancing.
“Menemukan sesuatu yang bagus?”
“... ini dan ... ini ...”
Sebuah kancing dekoratif, seperti bros dengan batu biru dan kancing yang seputih susu.
“Keduanya terlihat cantik.”
Jujur, sulit untuk mengatakan mana yang lebih bagus.
U-ups. Sekali lagi, aku akhirnya bertindak sembarangan.
Ini sesuatu yang aku dengar dari Mariko sebelumnya, tapi ketika wanita mengambil dua barang, mereka tidak bertanya tentang apa yang ingin diambil, mereka sudah memutuskan jawabannya dan mereka tak masalah dengan apa saja. Adanya seseorang yang peduli tentang mereka dan memilihkannya untuk mereka membuat mereka bahagia.
Daripada mencari jawaban yang benar, aku akhirnya samar-samar mengatakan bahwa keduanya sama-sama bagus.
“......”
Selene tetap diam.
Hmm, aku masih tidak bisa mengerti dengan kondisi untuk “de-deen”.
Dalam hal ini, aku hanya bisa mencoba berbagai hal dan melihat reaksinya.
Aku tidak tahu sudah berapa kali itu aku ditepak, setelah beberapa kali, aku menemukan kecenderungan yang terlihat di antara jawaban yang benar.
“U-umm ... bukannya tadi 'kalah' ya?”
“... de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
*plak*!
“Uwahh! Kenapa baru sekarang! Jika itu dua pilihan, aku mengerti kalau aku kalah!”
“... Onii-chan. Pilihan dan semacamnya ... ini bukan permainan kehidupan.”
Gumamnya, kemudian kembali pojok kancing dekoratif lagi.
“Hei, Selene. Apa yang kau ingin lakukan untuk sementara waktu sekarang?”
“...belanja."
Tidak, yah, kami datang ke toko jadi itu normal ...
“Bukannya kau bilang tidak terlalu saat masuk ke sini?”
“... jika ada tawar-menawar, maka jadi terbatas dalam hal itu-itu saja.”
Aku tidak mengerti sama sekali.
Dipasang di sepanjang bagian luar toko, ada ruang istirahat bagi pelanggan. Ada mesin penjual minuman otomatis dan bangku.
Saat mereka memasuki bidang pandanganku, secara alami, aku menyeletuk.
“Haa ... aku mengerti. Aku akan duduk  di bangku sana, panggil aku ketika kau sudah selesai.”
Dan akhirnya aku mengatakan niat sebenarnya. Jujur, meski kancing kain dan dekoratif tampak cantik, aku sendiri yang melihatnya tidak menyenangkan sama sekali.
“......”
Selene mengangguk dalam menanggapi kata-kataku. Eh? Itu bukan 'kalah'?
“Umm ... apa boleh, Selene? Apa aku benar-benar boleh beristirahat? Apa itu benar-benar baik-baik saja?"
“... de-dee ...”
“Aku akan beristirahat. Aku akan melakukannya. Aku pergi dulu!”
Sebelum Selene bisa menyelesaikan "de-deen", aku melarikan diri ke ruang istirahat yang ada bangkunya.
Dan kemudian, Selene mulai bergerak lebih aktif ketimbang saat ada aku di sampingnya. Dia berkonsentrasi mirip dengan saat dia bekerja di ruangan mesin jahit.
Berkonsentrasi?
Ah ... mungkin ... saat aku bersamanya, aku menghalanginya belanja?
Kalau begitu, dia tidak perlu datang ke sini denganku, ‘kan. Jika dia datang ke toko sendirian ... heck, itu mungkin sulit bagi Selene.
Namun, jika memang begitu, dia seharusnya memberitahuku tentang hal itu.
... Aku ingin berkonsentrasi mencari barang, jadi tolong beristirahat di sana dulu... atau sesuatu seperti itu.
Setelah sekitar dua puluh menit, Selene selesai melihat-lihat barang dan pada akhirnya, kembali tanpa membeli apa-apa.
“Selamat datang kembali, Selene.”
“...iya.”
Entah bagaimana, rasanya sulit untuk mendekatinya sama seperti ketika kami pertama kali bertemu. Mungkinkah, itu sebenarnya lebih baik aku untuk tetap bersamanya, dan diam-diam marah untuk tidak berbelanja dengan dia ... atau sesuatu?
Aku berdiri dari bangku dan bertanya.
“Mungkinkah, kau marah karena aku isti ...”
“... de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
*plak*!
Ketika aku berdiri, sekali lagi tamparan Selene mendarat di pantatku.
“H-hei! Sudah hentikan itu!”
“......?”
Tanpa rasa takut, Selene anehnya menatap wajahku.
Aku pikir dia sulit untuk dipahami, tapi hari ini Selene benar-benar bertingkah aneh.
Baru-baru ini, kupikir aku akhirnya mengerti Selene, tapi itu cuma asumsi sepihar dari diriku.
“... apa Onii-chan juga, ingin menepak pantatku?”
“Kenapa malah seperti itu ?! Tunggu. Kau bilang 'juga', apa itu berarti kau menepak pantatku karena kau ingin menepaknya?”
“......”
Mana mungkin, dia tersinggung karena provokasiku ...
“Umm ... Selene. Mungkin ... Kau ingin mencoba membuatku marah? Itu sangat tidak seperti dirimu, atau lebih tepatnya ... tidak, itu pasti sangat cocok untuk Tomomi! Lebih baik tidak mengatakan itu padanya.”
Selene menatap langsung ke arahku. pupil matanya seperti permata, tetap diam seakan memohon padaku.
Dia serius. Keseriusan itu ... tidak diragukan lagi.
“Apa aku salah?”
Sekarang, dia tetap diam, seolah-olah menunggu jawabanku.
Aku teringat saat-saat kata 'kalah'.
Pojok benda tas logam. Rajutan. Apa aku melakukan sesuatu padanya? Aku bertanya. Aku mengkonfirmasi jika itu tidak kalah.
Ketika aku memaksanya untuk mengkonfirmasi jika tidak apa-apa untuk beristirahat, Selene hampir mengatakan 'kalah'.
Dan ketika aku bertanya apa dia merasa marah karena aku beristirahat ... aku sungkan padanya.
Ya itu benar. Semua itu ... aku merasa sungkan pada Selene.
Dia mungkin merasakan hal itu.
Itu sebabnya ketika aku menyatakan perasaanku yang sebenarnya, dia tidak menyebutnya 'kalah'.
“Mungkinkah, saat aku merasa sungkan padamu, itu yang kau sebut 'kalah'?”
Aku bertanya sambil menganalisi ekspresinya sekeras yang aku bisa. Untuk sesaat, dia membuat ekspresi terkejut dan mengangkat kepalanya.
“... de-deen ... Onii-chan ... kalah.”
*plak*!
Sepertinya aku tidak salah.
Lalu, apa maksudnya saat dia menyebutnya aman hanya sekali.
Tentu saja, aku berkata "Jika kau tidak berhenti itu, bahkan aku akan marah".
Merasa marah, mengenai perasaanku sendiri. Bukan sesuatu ... dari menahan diri demi Selene, tapi dari perasaanku sendiri.
Ya, rasanya seperti aku mengerti. Dia ingin mengingatkanku.
Tapi, apa yang harus dia lakukan untuk membuatku memahami dengan baik? Tidak, jangan pikirkan hal itu. Itu karena kau berpikiran seperti ini, kau mulai merasa sungkan pada orang lain sepanjang waktu.
“Selene. Memukul onii-chanmu adalah hal yang buruk, ‘kan? Silakan merenungkannya.”
Mendengar kata-kataku, dia membuka mata lebar-lebar. Kemudian, dia menundukkan kepalanya.
“... ya, aku akan merenungkannya. Aku minta maaf.”
“Sangat baik.”
“... um, Onii-chan ... hnya itu saja?”
Selene bergumam cemas. Tidak ada kata-kata yang cukup, ada kalanya di mana aku harus menambahkan kata-kata pujian dan menerjemahkannya
Tapi, aku mengehentikan itu. Pada akhirnya, itu semua yang dikatakan Selene. Tentu saja, aku harus melakukannya jika perlu, tapi tidak perlu untuk mencocokkan Selene terus-terusan.
“Ya, hanya itu saja.”
“... ini tidak seperti Onii-chan."
“Tidak seperti aku? Tidak ada hal seperti itu. Lebih penting lagi, aku sudah lapar, bagaimana kalau kita kembali?”
Meski Selene mungkin tidak merasa lapar, aku lapar sekarang. Daripada menunggu reaksi lain, tidak ada salahnya untuk meminta sesuatu untuk diriku sendiri. Tentunya, itulah yang Selene ingin aku sadari ... ‘kan, pasti.
Aku merasa seperti itu saja, jadi aku telah memutuskan begitu.
“...Aku lapar.”
“Baiklah. Kalau begitu, ayo kita pulang!”
Aku mengulurkan tanganku dan Selene meraihnya dengan lembut.
Sambil berpegangan tangan, kami mulai berjalan berdampingan.
“Ketimbang makan kemudian akan pulang, lebih baik untuk melakukannya di kamarmu. Ayo kita beli sesuatu di toko dan pulang.”
“... seperti yang Onii-chan perintahkan.”
Jika mereka merasa keberatan, aku akan mendengarkannya, tapi menjadi sungkan lebih dari biasanya sama sekali tidak perlu, bukan. Apalagi, dengan adikku ... keluargaku.
Saat kita menuju stasiun bus, Selene berbicara seolah-olah dia teringat sesuatu. Tanpa awalan apapun, dia bertanya sesuatu yang penting.
“... Onii-chan ... tentang hari Jumat.”
“Y-ya ... Kalian belum mempersiapkan, untuk pesta ulang tahun.”
“... apa Onii-chan akan pergi ke rumah teman masa kecil, rumah Mariko-chan?”
Ayo jawab dengan jujur. Mencemaskan tentang Selene ... Aku menyerah pada hal itu, untuk hari ini,  cukup sudah mencari jawaban yang dimana aku tidak ingin dibenci.
“Aku berniat begitu.”
Dia perlahan-lahan mengangguk.
“... oke. Onii-chan sudah menjadi jujur. Daripada mempertimbangkan orang lain, kamu memutuskannya dengan benar. Aku pikir kamu melakukannya dengan baik.”
Selene tahu betapa lemahnya diriku. Mengetahui kelemahan seseorang, dia bisa bersimpatiku.
Dan mencoba untuk membuatku menyadari hal itu.
Aku benar-benar senang bisa memiliki Selene denganku. Aku pikir begitu dari lubuk hatiku.



close

1 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama