Jumat, 17
Mei – 16 Tahun. Ulang tahun. Tempat Kenangan.
Sepulang sekolah, Mariko dan aku
menuju ke stasiun dan naik bus. Karena kita baru saja meninggalkan sekolah,
kami masih memakai seragam.
Rambut kastanye Mariko semi
panjang yang hampir tidak menyentuh bahunya, memancarkan perasaan tenang seperti
biasa. Berada di dekatnya, entah bagaimana aku merasa lega.
Tapi, itu mengganggu garis
penglihatanku yang cenderung akan mengarah payudaranya yang tersembunyi di
bawah pita seragam. Ini 100% salahku.
Kami duduk berdampingan di
dalam bus, karena kontak fisik yang dekat membuat hatiku terasa berdetak cepat.
Aku menurunkan garing pandangku ke lutut Mariko, dan kami terguncang
bersama-sama di bus.
Saat menunduk ke bawah, Mariko
bertanya cemas “Apa yang terjadi? Apa kamu baik-baik saja?”.
Aku menjawab dengan tersenyum.
“Aku baik-baik saja. Bukan
apa-apa.”
Ada diriku, yang ingin
perhatian lagi pada adikku. Aku menggeleng diam-diam, mengibas keberadaan itu.
Aku memutuskan untuk merayakan
ulang tahun bersama Mariko. Mereka yang
menghormati pilihanku dan mendukungku juga, aku takkan memikirkan hal-hal
menyedihkan.
Saat aku melamuni hal tersebut,
bus tiba di depan stasiun.
Aku tidak berbicara banyak
dengan Mariko. In-Ini adalah kencan yang mana harus aku pimpin.
Kami turun dari bus di depan
bundaran stasiun, kemudian naik kereta dan menuju stasiun Tokyo. Sejak kami
naik kereta JR, kita tidak harus berganti kereta.
Kami tiba di stasiun Ikebukuro
Tokyo. Jika ada, aku pikir itu terletak di dekat Prefektur Saitama.
Ketika bilang begitu kepadanya,
Mariko malah tertawa.
Mariko bilang “Ikebukuro adalah
bagian dari wilayah Prefektur Saitama”. Perkataannya sungguh sesuatu yang
sangat tidak masuk akal.
Omong-omong, ketika aku
melakukan praktek kencan dengan Tomomi, aku menyantumkan Ikebukuro sebagai
salah satu kandidat lokasi berkencan.
Ada beberapa toko bagi para
otaku, toko terkenal seperti Otome Road dan sejenisnya.
Di sebelah timur ada Akihabara.
Ikebukuro di utara. Nakano sebelah barat. Pusat Pameran Internasional berada di
selatan, dua kali dalam setahun ada sebuah festival besar yang dilakukan di
sana. Seperti empat raja surgawi.
Hmm, tidak ada topik
pembicaraan yang pas dengan Mariko.
Sementara aku memikirkan hal
seperti itu, Mariko melihat ke wajahku dengan penuh rasa ingin tahu. Dia
berkata “Mungkin kamu tidak merasa enak badan? Apa kamu tidak memaksakan diri? Dengan
nada cemas.
Tidak baik. Untuk sesaat, aku
tidak benar-benar bersenang-senang.
Tidak menunggu, jika aku mencoba
berpura-pura untuk senang, Mariko mungkin khawatir.
“Ah, tidak, itu ... Aku hanya
berpikir kalau Ikebukuro sangat ramai sekali. Kondisiku sempurna. Maaf Mariko. Padahal
ini ulang tahunku, tapi aku masih seperti ini.”
Dia menggeleng penuh semangat.
Setelah itu, "Jangan bilang maaf atau berpikir sesuatu seperti itu. Tidak
apa-apa bahkan jika kamu tidak memaksakan diri untuk bersenang-senang"
ujar Mariko, seolah-olah bisa membaca pikiranku seperti esper dan tersenyum
lembut.
Dan kemudian, Mariko menunduk
dan mulai membuat gerakan gelisah dengan tangannya.
“Umm ... bagaimana kalau kita
pergi?”
Aku meraih tangannya dan dengan
lembut memegangnya. Pada saat seperti ini laki-lakilah yang harus memimpin.
Mariko menjerit kecil
"ah!", Tapi tampaknya tidak menolak. Hanya saja, pipinya tampak memerah
sedikit.
Tangannya sedikit lembab.
Sepertinya dia merasa gugup, tanganku juga sama. Aku bermaksud untuk menjaga kesadaran
pada tingkat normal, tapi jantungku mulai berdetak lebih cepat dari yang kukira.
Berdampingan dan berpegangan
tangan, kami pun mulai berjalan.
Kami keluar dari stasiun lokal
yang sibuk dan memasuki department store barat.
Mariko tiba-tiba berhenti dan
mengatakan ini kepadaku.
“Maaf! Sebenarnya ... Aku sudah
menyiapkan hadiahmu.”
Jadi dia tidak ingin aku untuk
memilih.
Ketika aku bertanya, Mariko
mengatakan “Aku ingin naik kereta dan melakukan beberapa belanja
bersama-sama", mengumumkan tujuan sebenarnya dari tamasya hari ini.
“Seharusny kau mengatakan
begitu dari awal.”
Itu cuma kebohongan kecil, tapi
dia berkata "maaf" dan dengan ringan menjulurkan lidah sambil meminta
maaf.
Sementara membuat isyarat
begiru, Mariko malu-malu mengusap lututnya dan menggeliat.
Aku masih berbohong kepada Mariko.
Aku terus diam tentang memiliki adik dan berbohong tentang hal itu. Malah, akulah
yang harusnya meminta maaf.
Di sisi lain, apa yang akan
terjadi jika aku memberitahunya di sini. Pesta ulang tahun ba tidak mungkin
terjadi.
Sampai saat ini, Mariko terus
mempersiapkan ulang tahunku. Sehabis memikirkan itu, aku merasa seperti aku
tidak harus mengatakan itu.
uuuu
Kami berjalan-jalan
mengelilingi department store bersama-sama. Gadis memang benar-benar menikmati
ini, bahkan jika mereka tidak membeli apa-apa, iya ‘kan.
Di lantai yang menjajakan tas
mewah dan sepatu, aku melirik Mariko untuk melihat bagaimana dia bereaksi.
Ketika dia melihat harga
"Uwaa. Mahal banget. Aku ingin tahu apa orang-orang kaya membeli hmm
ini." gumamnya, dan berjalan kembali.
“Apa kau ingin sesuatu seperti
ini, Mariko?”
Dia menggelengkan kepala ke
samping. Dan berkata "Dari waktu ke waktu, aku pikir 'itu lucu!' tapi, aku lebih terkejut dengan harganya .... dan aku sudah
puas dengan itu. Apa itu aneh?" tertawa dengan malu-malu.
Ini benar-benar sulit untuk
mendapatkan pemahaman pada dirinya.
Tentu, kami masih berpegangan
tangan saat kami berjalan berdampingan.
Jika aku dengan semuanya ...
jika aku menyentuh adikku, apa aku bisa setenang seperti ini.
Entah bagaimana, bagian dari
diriku mulai membandingkan Mariko dengan semua orang. Meski aku bilang
membandingkan, tapi itu bukan siapa yang lebih baik, melainkan perbedaan dalam
kesan.
Bagaimana membandingkannya
dengan hewan.
Selene mirip seperti kucing.
Ketika dingin dia tetap di tempat itu panas. Ketika itu panas, dia pandai dalam
menemukan tempat-tempat dingin. Dia tampak seperti master ketika mencari tempat
yang nyaman untuknya.
Tomomi terasa seperti anjing
buatku. Penuh energi, dia tampak jujur dengan perasaannya. Bila salju mulai
turun, dialah yang akan menjadi orang pertama yang melompat luar.
Sedangkan Sayuri mirip seperti rubah
atau rakun. Pada awalnya dia menipuku bertindak seperti rubah, ketika
identitasnya terbongkar dia akan berubah menjadi racoon menawan. Ketika dia
berubah baik, Sayuri tampak sempurna.
Yuuki tampaknya seperti hewan
besar. Tenang dan kalem, seperti gajah atau ikan paus. Dia mencemaskan masalah
tinggi badannya jadi aku tidak bisa mengatakan itu padanya. Itu sebabnya,
meskip aku tidak berpikir itu akan terjadi, jika dia bertanya "jenis hewan
apa yang akan kamu samakan dengan diriku?” Aku akan menjawab dengan "kelinci".
Dia lincah dan telinganya berdiri tegak seperti sensor.
Kalau Mika hamster, kurasa.
Kecil dan imut, jika kau memalingkan pandanganmu darinya, tanpa disadari dia
sudah berada di tempat yang mengejutkan. Jika kau merangsang rasa ingin
tahunya, nampaknya dia bisa berjalan tanpa henti.
Mariko memberi kesan tupai. Ini
bukan berarti dia pandaii memanjat pohon, dan dia tidak mengeluarkan kesan
seseorang yang akan menggembungkan pipinya dengan biji ... , pada akhirnya itu
hanya kesanku.
Mendadak, aku sempat berpikir. Aku
tidak tahu banyak tentang Mariko setelah kita
bertemu kembali. Itu sebabnya, bahkan jika aku mencoba menyamakannya
dengan hewan, aku tidak bisa memberikan alasan yang tepat mengapa aku berpikir kalau
dia itu seperti tupai.
Dengan ekspresi cemas, Mariko
bertanya “apa jangan-jangan kamu merasa bosan?”.
Sialan. Kau terlalu banyak
melamun, diriku. Mariko tepat ada di depanku dan aku malah memikirkan hal yang
lai ...
“Mana ada.”
Mariko menanggapi dengan
"itu bagus" dan bernapas dengan lega.
Aku menggeleng kepalaku,
berusaha tidak memikirkan masalah adikku dulu.
Namun, wajah semua orang
melayang di dalam pikiranku. Seperti ini, aku tidak bisa lepas dari adikku.
Kami menuju lantai atas
eskalator dengan Mariko. Kami melihat-lihat toko baju pria dan ruang pameran mainan,
yang tersisa hanya lantai atas.
Saat kita menuju ke lantai atas,
tidak ada eskalator, Mariko bergumam sedikit menyesal “Kita sudah datang ke
lantai atas”.
“Selanjutnya kita ke mana?”
Dia mengangkat alisnya
bermasalah dan "Umm, kamu tahu ... sebenarnya aku tidak memikirkan
apa-apa.”, Dan tersipu malu-malu.
Jadi dia tidak punya rencapa
apa-apa …... biasanya dia penuh persiapan, tumben-tumbenan Mariko bertingkah
ceroboh.
Tidak, itu salah. Akulah yang
melabeli Mariko sebagai "gadis rapi". Dia juga, hanya gadis normal.
JIKA dia tidak merencanakan
apa-apa, ini adalah kesempatanku untuk memimpin Mariko. Mungkin ada bagusnya
untuk melihat di toko-toko yang terletak di sepanjang jalan Shansain.
Saat aku mencoba untuk
mengusulkan itu, setelah kita sudah ke lantai atas di eskalator, kakiku mendadak
berhenti.
Aku tidak tahu kapan, tapi pemandangan
yang kukenal tersebar di depanku.
Toko di interior berbeda, tapi
aku tahu suasana di lantai ini.
Mengapa kata "tahu" datang ke dalam
pikiranku.
Dalam dadaku ... jantungku
berdetak kencang. Merasa ilusi seolah-olah aku bisa merasakan detak jantungku, aku
tidak bisa berdiam diri terus.
“Di mana lift lantai ini ?!”
Saat aku mendadak mengangkat
suaraku “Eh? Hei, apa yang terjadi?” Mariko tampak kebingungan.
Masih memegang tangan Mariko, aku
buru-buru mencari lift.
Betul. tanganku ditarik oleh
orang itu, aku pernah datang ke lantai ini berkali-kali. Untuk menuju ke tempat
itu, yang terletak di lantai ini.
Itu sebabnya aku harus
menemukan lift.
Mariko membuat ekspresi
terkejut dan tangannya ditarik olrh tanganku.
Aku segera menemukan lift
tujuanku.
Ketika aku berdiri di dalam
lift, aku mencocokkannya dengan
ingatanku.
Setelah turun dari lift, aku
berjalan lurus ke depan. Di ujung jalan, bagian terdalam ... dan tampilan
restoran. Kami telah tiba di depan tempat itu.
Mariko bertindak takut-takut.
Ditarik olehku “ini ... rasanya seperti periode Showa." gumamnya. Restoran
tersebut memiliki suasana retro.
Sejak aku masih kecil,
tampilannya memang seperti ini.
Tempat kenanganku ... tempat
ini tidak berubah sama sekali.
Etalase di depan restoran
memiliki berbagai sampel makanan yang berjejer berdampingan. Menuny sama sekali
tidak berubah, sampelnya sendiri sudah cukupyang lama.
Di antaranya, aku menemukan paket
makan siang anak-anak.
Di situ terdapat, omurice,
hamburger, udang goreng.
Paket makanan penutupny adalah
... puding parfait.
Mariko memiringkan kepalanya
“Apa mungkin kamu merasa lapar?" Tanya dia, mengkhawatirkanku.
“U-um, bukan itu ...”
Dari pintu masuk restoran aku
melihat di dalam. mataku secara alami tertuju pada kursi dekat jendela restoran.
Kursi dengan pemandangan ke
luar. Layaknya butiran salju yang turun, ingatanku dihidupkan kembali.
uuuu
Ketika pintu lift terbuka, kami
memasuki lantai atas. Aku berjalan, tanganku ditarik oleh Paman. Lurus menuju
ujung jalan, ke sebuah restoran terbuka. Di dalam etalase kaca berjejer
parfaits coklat, parfaits puding, udang goreng, omelet, hamburger dengan banyak
saus.
Saat itu, seperti hari ini
adalah hari yang istimewa. Makanlah apa
pun yang kau suka, kata Paman.
Aku mengatakan kepada Paman kalau
aku ingin makan segalanya, dan beliau tersenyum lembut.
“Kalau begitu, paket makan
siang anak-anak.”
Udang goreng, hamburger dan
omurice yang berjajar pada satu hidangan. Puding parfait untuk makanan penutup.
Semuanya dalah favoritku dan mereka semua terasa lezat.
Setelah mengisi perutku dengan
puas, aku menyaksikan pemandangan luar sambil meminum krim soda dan tiba-tiba
berpikir.
Pada hari itu juga adalah hari
ulang tahunku.
Itu benar ... aku ingat.
Semuanya ... Aku ingat semuanya sekarang.
Paman——Jinya-san,
pada saat kami merayakan ulang tahunku, beliau berkata begini.
Itu hanya pertanyaan sederhana
..... namun juga serius.
Pada awalnya, aku tidak
mengerti apa maksudnya itu.
Tapi, walau aku masih kecil,
meski seorang anak, usulan tersebut tampak seperti hal yang sangat baik.
Itu sebabnya aku menjawab
dengan "Yup!".
Aku memilih ... dengan
kemauanku sendiri, masa depanku sekarang.
Namun, aku benar-benar
melupakan hal itu.
Sejak Jinya-san tidak lagi datang,
aku bertindak egois dan membuat masalah Kakek dan Nenek.
Ketika aku bertanya mengapa
Jinya-san tidak datang, Kakek benar-benar marah.
Dan aku diberitahu untuk
melupakan Jinya-san. Beliau tidak lagi datang, enam bulan, kemudian satu tahun
berlalu dan aku memutuskan untuk melupakannya dan menyerah.
Waktu itu aku merasa sangat sedih.
Aku pikir aku ditinggalkan oleh Jinya-san. Juga, aku mencintai Kakek dan Nenek,
aku memutuskan untuk menipis keberadaan Jinya-san di dalam hatiku.
Sekarang, aku bisa memahami
perasaan Jinya-san dan kakek.
Waktu itu, pasti, Jinya-san
ingin menjemputku dan semua orang bersama-sama.
Tapi Jii-chan tidak
mengizinkannya.
Memiliki adik selain dari ibuku
untuk hidup bersama denganku. Kakek tidak bisa memaafkan hal seperti itu.
Jinya-san ingin membuatku jadi sekutunya.
Dengan perasaan murni, beliau
bertanya kepadaku pertanyaan itu.
Tidak ada cara untuk mengetahui
apa yang terjadi pada saat ini ... tapi aku menjawab dengan "yup!"
pada hari itu, saat itu ... aku merasa senang. Aku merasa seperti aku
mendapatkankan banyak harta.
Harta penting. Keluarga …...
adik-adikku.
“Maaf, Mariko! Aku ... harus
pergi!”
Mariko membuka mata lebar-lebar
“Pergi? Ke mana?” dan memiringkan kepalanya.
“Aku harus kembali ke
adik-adikku ... ada sesuatu yang harus kuberitahukan mereka!”
Aku diam-diam melepaskan
tangannya.
Mariko ... berdiri di tempat
itu. Dari mulutnya, kata "... adik?" bisa terdengar.
Dia memasang ekspresi aneh.
Bukan ekspresi marah atau sedih, itu adalah ekspresi bingung tentang di mana
dia lupa perasaan seperti itu.
Maaf. Aku benar-benar minta
maaf. Aku benar-benar sangat minta maaf.
Aku sendiri masih bingung. Tapi
aku harus pergi sekarang.
Aku berlari. Tidak ada waktu
untuk menunggu lift. Jadi aku menuju eskalator dan menuruniny adengan
tergesa-gesa, berlari keluar dari department store dan gerbang tiket otomatis
stasiun.
Untuk sampai ke sana walau
harus sedetik lebih cepat.
Perayaan ulang tahun yang sudah
disiapkan Mariko demi diriku, dibatalkan dengan cara yang terburuk.
Aku merasa menyesal, tapi sudah
terlambat.
Dipimpin oleh Mariko, aku bisa
berdiri di tempat kenanganku pada hari aku dilahirkan, apa itu suatu kebetulan?
Atau mungkin ... iniksh yang orang-orang sebut takdir.
Tidak, termasuk waktu ini,
semuanya, pasti suatu kebetulan.
Itu sebabnya, tak peduli seberapa
banyak aku berterima kasih pada Mariko yang uudah membuat kebetulan beruntung
ini, takkan cukup.
Namun aku mengkhianati Mariko,
air susu dibalas air tuba.
Perasaanku berubah kosong. Tapi
aku sudah membuat pilihanku.
Menyerah.
Mariko tidak bisa lagi
dijadikan alasan.
Aku sudah memilih mereka semua
... adik-adikku.
Bahkan jika aku tidak dibantu
oleh Mariko secara kebetulan, aku akan mengunjungi tempat kenangan ini suatu
hari nanti. Dan mengingat seperti yang aku lakukan hari ini. Tapi pada saat
itu, kita para saudara pasti sudah dipisahkan, hubungan dengan Taishido juga
akan diakhiri.
Itu pasti sudah terlambat.
Tidak, bagaimanapun, jika aku
tidak memilih, kesempatanku berpisah dengan mereka semua akan sama tingginya
seperti sekarang.
Namun, aku ingin mengatakan
itu.
Sebelum kita semua terpisah,
sekali lagi, aku ingin menghadapi dengan semuanya.
uuuu
Ketika aku tiba di stasiun
terdekat, bus baru saja tiba. Aku menghela napas lega dan menaikinya. Di tempat
stasiun aku berlarian terus, di kursi bus untuk sementara aku terus bernafas
ngos-ngosan. Smartphone-ku masih sepi.
Tiba-tiba, aku penasaran apakah
aku telah jatuh dari karunia Mariko.
Turun dari bus, aku berdiri di
depan apartemen Taishido.
Aku menatap gedung dengan
perasaan kompleks.
Bila dipikir-pikir lagi
sekarang, kamarku - ruang 701, ruangan yang terlalu besar ... semua itu,
mungkin sudah dipikirkan oleh Jinya-san.
Bergegas melalui lobi, aku
segera menuju ke ruangan Mika yang berada di lantai dua.
Waktu yang aku habiskan
menunggu lift sangatlah membuatku frustasi.
Menyesali bahwa aku tidak
memakai tangga yang mana lebih cepat, aku naik lift untuk sampai di lantai dua.
Di depan ruangan Mika, aku
mengambil napas dalam-dalam.
Aku membunyikan interphone dan
membuka pintu sendiri.
“Eh ?! Ini Nii-chama?”
Dari ruang tamu, Mika yang
sambil memegangi Maple muncul.
“Mana mungkin Nii-chan sudah pu
... eh, serius?”
Tomomi yang mengintip dari
lorong merasa terkejut.
“Bahkan jika kamu mau
mengejutkanku seperti itu, aku tidak akan tertipu.”
Melihat reaksi terkejut Tomomi,
Sayuri mendesah dan memandang ke lorong, dia membuat ekspresi tercengang.
“Kalian bertiga ini kenapa? Tak
peduli seberapa kangennya dengan Nii-san, kalian malah membuat khayalan Nii-san.”
Yuuki berbicara dengan tenang,
kemudian mengkonfirmasikan aku berdiri tegak di lorong, dia tak bisa
berkata-kata.
“...Onii Chan?”
Tergeletak di lantai ruang
tamu, Selene memiringkan kepalanya.
“Ak-Aku kembali, semuanya.”
Segera, Tomomi mengangkat
suaranya.
“Nii-chan, bukannya kamu
menginap di rumah gadis itu?! Kenapa ?!”
Apa dikatakan Tomomi sangat
ekstrim, tapi rupanya semua orang berpikir bahwa "aku takkan datang
kembali". Selanjutnya, Tomomi menambahkan.
“Serius Nii-chan. Kesampingkan
tidak jadi menginap, kamu pulang terlalu cepat bahkan mempertimbangkan cara
biasa. Apa yang sebenarnya terjadi?”
Sayuri membuat ekspresi
bermasalah.
“It-It-It-It-Itu benar.
Mengapa?"
Yuuki menghela napas ringan.
“Nii-san, apa kamu mencemaskan
kami?”
Mika bertanya dengan rasa
penasaran.
“Nii-chama, Kau harus
menghargai teman-temanmu, ‘kan?”
Selene gumam melamun.
“... kami yang terbaik untuk
mendukung Nii-chan ... itu tidak baik untuk kembali, tau.”
Tatapan para adik semuanya terkejut,
sebelum aku menyadari, tatapan mereka berubah menjadi tatapan menyalahkan.
Tomomi mendekatiku.
“Apa jangan-jangan, kamu
meninggalkan Mariko-chan sendirian dan kembali, ya? Atau mungkin Nii-chan,
Mariko-chan menunggu di luar dan kamu berniat untuk memperkenalkan dirinya
kepada kami ... semacam itu?”
Dalam
hal ini, kita tidak perlu ragu-ragu untuk bertemu. Sebenarnya, begitu ya, ‘kan?
Iya, ‘kan? Begitulah arti dari pandangan mata Tomomi bagiku.
Aku menggeleng.
“Aku berpisah dari Mariko dan
datang kembali sendirian.”
“Apa kalian bertengkar? Gagal
sekali atau dua kali dan melarikan diri, aku telah salah menilaimu, Onii-sama.”
“Aku tidak bertengkar. Aku
hanya…sudahlah ... Aku tahu itu tidak baik.”
Yuuki bergumam cemas.
“Itu tidak baik, Nii-san. Kamu
perlu menjemput Mariko-chan segera. Meninggalkan Mariko-chan dan melarikan
diri, itu bukan seperti Nii-san.”
“Aku ... takkan membohongi
perasaanku ... lagi. Aku menyukai Mariko. Tapi ... lebih dekat denganku, aku
melihat sesuatu yang lebih penting bagiku ...”
Ketika aku memutuskan untuk
jujur dengan perasaanku, aku menyadari bahwa aku menyukai Mariko. Karena aku
menyukai dia, rasanya menyakitkan untuk tidak memilih dia, orang yang penting
bagiku, tidak dapat memberikan prioritas untuk keduanya, aku menempatkan dua
hal penting pada keseimbangan dan aku mencoba yang terbaik untuk mempertahankan
keseimbangan tersebut supaya tidak dibenci oleh mereka semua.
Mika memeluk Maple erat-erat
dan menatapku.
"Nii-chama, kamu tidak
boleh memperlakukan buruk seprang gadis!”
“Maaf. Mika ... Aku akan benar
meminta maaf kepada Mariko.”
Selene bergumam bingung.
“... apa yang Onii-chan ingin
lakukan?”
Gadis yang aku suka,
adik-adikku yang penting. Keseimbangan dalam hatiku mulai oleng.
Mulai sekarang Mariko mungkin
biasa jadi orang asing atau pacarku. Kita mungkin tetap bisa berteman, tapi kami
mungkin juga menjauh. Apapun yang hasilnya, masa depan masih belum pasti.
Tapi, semuanya ... hubunganku
dengan semua orang terlepas di masa lalu atau sekarang, dan di masa depan,
pasti tidak akan berubah. Menjelang sekarang, bahkan jika kita terpisah,
sebelum itu terjadi aku akan menyatakan dari "hubungan tidak
berubah". Dimanapun kita berada, siapapun kita, bahwa kita ... adalah
keluarga.
“Sekarang, apa yang ingin kupilih
…...adalah semua orang. Tidak peduli apa, aku, ingin adik! Aku selalu ingin mempunya
adik!”
Mereka semua memasang ekspresi
bingung.
Tiba-tiba, Tomomi mengeluarkan
suara panik.
“Ap-Apa yang kamu katakan
setelah selama ini? Su-Su-Sudah kubilang. Aku baik-baik saja dengan cinta
bertepuk sebelah tangan sebagai adik. Ta-Ta-Ta-Tapi, ji-jika kamu bilang begitu,
i-itu artimya saling cinta! Ah! Begitu ya, jadi ini tentang membuat Mika jad
adikmu?”
Aku menggeleng dan melanjutkan.
“Aku akan membuat kalian jadi
adikku. Tidak ada yang ditinggalkan, aku akan membuat semuanya jadi adikku. Kau
akan dimanjakan oleh aku, Tomomi! Mulai hari ini aku berusia 16 tahun, meski
untuk waktu yang singkat, aku masih lebih tua dari Tomomi. Itu lebih seperti
nii-chan, ‘kan?”
“Ap-Apa kamu bodoh? Itu tidak
seperti Nii-chan sama sekali.”
“Lalu aku akan menjadi seperti
kakak mulai dari sekarang. Aku takkan ragu-ragu lagi. Aku akan menjadi kakak
kalian semua. Itu sebabnya, kalian, menjadi adikku ... ayo kita menjadi
keluarga.”
Aku sepenuhnya menyadari bahwa
ini tidak masuk akal. Hal ini bukan masalah tidak memilih atau tidak mampu
memilih.
Aku memilih mereka semua.
“Da-Dan jika kita tidak mau?
Nii-chan, Kamu biasanya takut akan hal itu.”
“Kita akan menjadi keluarga.
Mana mungkiin kita tidak bisa menjadi keluarga.”
Aku takkan menunjukkan
kelemahan. Jika Onii-chan menunjukkan kecemasannya, semua orang akan ikutan
cemas.
Tomomi hampir menangis.
“Uu, Nii-chan rusak.”
“Aku menyukai Tomomi. Kau selalu
energik dan pemimpin yang baik, aku menyukai Tomomi yang aktif dan positif.
Ingin bersama orang-orang yang hau cintai adalah yang wajar, ‘kan?”
Wajahnya yang tadi di ambang
menangis berubah jadi merah. Di sampingnya, Sayuri gemetaran seperti anjing
kecil.
“O-Onii-sama! Ini tidak adil,
kamu cuma memuji Tomomi-san!"
“Aku menyukai Sayuri juga! Kau ini
pekerja keras, memiliki pemahaman yang kuat pada dirimu sendiri, pandai memasak
dan feminin, dan ... aku pikir sedikit bagian berbahayamu juga lucu!”
“Bagian terakhir tidak usah
diucapkan!”
Bahkan saat dia mengatakan itu,
Sayuri mulai gemetaran lebih kuat.
Mika melompat di tempat.
“Dan Mii-chan ?!”
“Aku juga sangat menyukai Mika.
Kau anak yang jujur, polos, imut seperti malaikat dan aku ingin melindungimu.
Juga, kau punya kualitas untuk menjadi seorang wanita dewasa.”
“Mii-chan adalah wanita
dewasa?”
“Ya. Kau menghibur orang-orang
yang sedih dan menyemangati mereka, aku pikir itu sangat menakjubkan.”
Dia mengangkat kedua tangannya
hingga pipinya dan mulai menggeliat sementara mengulangi “Aduh, aduh”.
Bekali-kali melempar lirikan,
Yuuki mengingatkan dirinya dengan tatapannya.
“Kau tidak perlu khawatir, itu
semua sudah tidak apa-apa. Aku menyukai Yuuki. Kau memiliki hati yang lembut
dan hangat, mampu menghargai orang lain seperti itu adalah hal yang luar biasa.
Itulah Yuuki aku cinta!”
“Ni-Nii-san. Pujian seperti itu
... te-terlalu sia-sia!”
“Aku pikir menjadi rendah hati
juga menjadi salah satu pesonamu.”
Dari wajah Yuuki, wajah merah
dengan jeritan kecil *fuhyaa~* bisa
terdengar
“... Onii-chan, apa yang
terjadi.”
Selene sendiri, diam.
“Ah. Selene ... tentangmu ...”
“... Kamu tidak perlu
memujiku.”
“Itu bukan pujian. Sama seperti
kau bilang padaku, aku hanya bersikap jujur dengan perasaanku sendiri.”
“... mengapa hari ini, pada
saat seperti ini?”
“Aku ingat semuanya.”
Mariko lah yang memicu semua
itu.
Lain kali kita bertemu, aku
akan menceritakan semuanya. Aku tak berpikir aku akan diampuni dengan itu.
Selene memiringkan kepalanya keheranan.
“... semuanya ... ?”
“Ya. Situasi ini, bukan lah
dipaksakan pada kita oleh siapa pun, itu adalah 'sekarang' yang pernah aku harapkan.
Aku membuat janji tersebut ... dengan Ayah.”
“... ingat, tentang menjadi
onii-chan? Karena kamu mengingat kamu pernah memutuskan itu di masa lalu ...
dan itu saja?”
Aku berpaling ke arah Selene
dan menggeleng.
“Ini bukan memenuhi janji. Aku
tidak merasa ada rasa kewajiban dari janji. Itu pemicu, itu bukan karena aku
mengingat kalau aku akan membuat semua orang adik.”
“...lantas kenapa?”
Pupil Selene yang mirip seperti permata menatapku
lekat-lekat. Tidak hanya dia. Semuanya menunggu jawabanku.
Mengingat, hanyalah sebuah
pemicu.
“Aku, saat aku masih kecil, aku
bahkan lebih serakah dari sekarang. Dan, egois. Karena gagal, aku menyesali
itu. Itulah mengapa aku pikir itu tidak baik, aku pikir aku sudah tumbuh ... Aku
pikir aku sudah menjadi dewasa.”
Tomomi mendesah ringan.
“Begitu ya. Itu sebabnya
Nii-chan tidak memiliki hobi. Seperti, ingin melakukan hal ini, atau itu!.”
Aku mengangguk dalam menanggapi
ucapannya dan melanjutkan.
“Kau benar. Namun, meski
menjadi pecundang menyebalkan, kupikir itu baik-baik saja untukkalah. Ini hanya
game ... . Sembari melakukan hal itu, aku dilindungi kebanggaan kecilku seperti
itu. Pada akhirnya, bahkan jika aku berusaha mencoba menjadi dewasa, aku
menyadari kalau aku masih anak-anak.”
Yuuki membuat ekspresi tak berdaya.
“Nii-san, kamu akan menyangkal
semua upayamu sejauh ini? Mengatakan seperti itu, rasanya seperti kamu membuang
semua upaya untuk menjadi lebih baik.”
“Kau mencemaskanku, ya. Jangan
khawat ... mungkin aneh untuk bilang begitu, tapi sekarang itu sudah jadi nilai
plus buatku. Untuk sedikit lebih, aku pikir mencoba untuk membuka jendela
hatiku demi keinginanku sendiri. Hatiku selalu tertutup, tahu. Saat aku
memikirkan itu, semua ini berkat kalian. Memiliki mimpi, sesuatu yang ingin aku
lakukan, harapan, keinginan ... aku menegaskan apa yang ingin aku lakukan . aku
akhirnya menyadari apa yang penting. aku ingat bahwa aku juga punya perasaan
semacam itu. itu sebabnya aku akan membuka jendela dari keinginanku. Buat aku Onii-chan
kalian semua!”
Aku mengungkapkan semua
perasaanku dan karena mereka, aku berbicara kepada semuanya.
Selene berdiri sempoyongan dan
menempel ke badanku.
“... Aku, Tamiya Selene
mengakui Taishido Yoichi sebagai Onii-chan.”
Segera setelah itu, Tomomi
bereaksi.
“Ti-Tidak adil! Aku juga ...
Aku akan mengakui Nii-chan sebagai nii-chan!”
Tomomi memeluk dan menempel ke
lenganku. Dia meng’apit lenganku dua gunung kembarnya …... uhh, pasti, pasti
Tomomi tidak menyadarinya sama sekali.
Sayuri ragu-ragu.
“Jika aku mengakui itu ... aku
akan selalu ... jadi adik, ‘kan.”
Menggumami itu, Sayuri mendekap
lengan kiriku.
“Tapi, aku mengakui itu. Aku
menerima Onii-sama sebagai onii-sama. Aku tidak tahu apa yang terjadi nanti,
tapi sekarang aku ingin menjadi adik.”
Sekarang ... dengan kata lain,
di masa depan nanti, dia mungkin berpikir akan ada perkembangan yang berbeda.
Tapi, tetap saja, dia adalah
adikku untuk saat ini.
Mika melompat ke punggungku dan
menunggang.
“Nii-chama selamanya, Mii-chan adalah
adik nii-chama! Bahkan jika ida meninggal!”
Jangan bunuh aku! Aku akan
melakukan yang terbaik untuk tidak mati!
“U-um ... aku ...”
Selene berbalik lengannya di
tubuhku dan setelah bergeser, memanggill Yuuki untuk mendekat.
“Aku menyukai Nii-san juga!
Dalam cara non-disalahpahami tentu saja!”
Dipeluk oleh Yuuki juga, aku
dikerubuni oleh adik-adikku
“Semuanya, apa kalian bersedia
jadi adikku?”
Selene mengangguk ringan.
“... jika Onii-chan
menginginkan itu.”
Tomomi membuat senyum
bermasalah.
“Mungkin kita harus menjadi jujur
satu sama lain dari awal.”
Sayuri bergumam dengan pelan.
“Suatu hari, lebih dari saudara
tetapi kurang dari kekasih ... umm, bu-bukan apa-apa.”
Dengan suara merdu dan indah,
Yuuki berkata.
“Aku punya saudara Nii-san dan adik
yang lucu. Tidak ada yang membuatku lebih bahagia.”
Mika dari belakang punggungku,
memelukku lebih erat lagi.
“Mii-chan sangat mencintai
Nii-chama dan Nee-chama!”
Aku perlahan-lahan mengangguk.
“Aku juga. Mohon jaga aku dari
sekarang.”
Akhirnya, aku menerima mereka
dan diterima oleh mereka.
Akhirnya, kami sampai di garis
awal untuk menjadi saudara.
Tanpa diduga, Selene bergumam.
“... Onii-chan, selamat ulang
tahun.”
Lalu semuanya inkut mengucapkan.
“Ah! Kau benar. Selamat ulang
tahun, Nii-chan.”
“Selamat. Ahh, Onii-sama sudah
menjadi lebih jantan lagi ...”
“Nii-san, selamat ulang tahun. Aku
berharap bahwa tahun mendatang akan membahagiakan untukmu, Nii-san.”
“Selamat Nii-chama. Maple juga mengatakan
selamat ulang tahun!”
Aku tidak merasa sedih, namun
tiba-tiba air mataku mengalit. Seorang kakak menangis, sungguh payah sekali.
Ketika aku menangis,
seolah-olah itu menular, semuanya juga ikutan menangis.
“... ini air mata ilusi.”
“Wow! Aneh ya. Ini seperti
cuaca hujan. Meski ada langit yang cerah di hatiku.”
“Misterius sekali. Sepertinya
kami tertarik dengan Nii-san.”
“Ketika sedih, air mata terasa
asin, apa air mata bahagia terasa manis?”
“Mii-chan tidak menangis! Dia
tidak menangis!”
Ini mungkin telah menjadi
ritual wajib bagi kita untuk menjadi sebuah keluarga.
Dan begitulah, kami telah
mengambil langkah maju untuk menjadi keluarga.
--dan ketika aku berpikir
begitu, tiba-tiba, interphone telah terdengar di dalam ruangan memberitahu kita
ada pengunjung.
Aku memeriksa orang yang datang
di pintu.
Penghakiman terakhir
mengumumkan akhir dunia. Interphone itu sendiri seperti malaikat yang meniupkan
sangkakala.