Omae wo Onii-chan Vol.3 Chapter 12 Bahasa Indonesia

Jumat, 17 Mei – 16 Tahun. Ulang tahun. Tempat Kenangan.

Sepulang sekolah, Mariko dan aku menuju ke stasiun dan naik bus. Karena kita baru saja meninggalkan sekolah, kami masih memakai seragam.
Rambut kastanye Mariko semi panjang yang hampir tidak menyentuh bahunya, memancarkan perasaan tenang seperti biasa. Berada di dekatnya, entah bagaimana aku merasa lega.
Tapi, itu mengganggu garis penglihatanku yang cenderung akan mengarah payudaranya yang tersembunyi di bawah pita seragam. Ini 100% salahku.
Kami duduk berdampingan di dalam bus, karena kontak fisik yang dekat membuat hatiku terasa berdetak cepat. Aku menurunkan garing pandangku ke lutut Mariko, dan kami terguncang bersama-sama di bus.
Saat menunduk ke bawah, Mariko bertanya cemas “Apa yang terjadi? Apa kamu baik-baik saja?”.
Aku menjawab dengan tersenyum.
“Aku baik-baik saja. Bukan apa-apa.”
Ada diriku, yang ingin perhatian lagi pada adikku. Aku menggeleng diam-diam, mengibas keberadaan itu.
Aku memutuskan untuk merayakan ulang tahun bersama Mariko.  Mereka yang menghormati pilihanku dan mendukungku juga, aku takkan memikirkan hal-hal menyedihkan.
Saat aku melamuni hal tersebut, bus tiba di depan stasiun.
Aku tidak berbicara banyak dengan Mariko. In-Ini adalah kencan yang mana harus aku pimpin.
Kami turun dari bus di depan bundaran stasiun, kemudian naik kereta dan menuju stasiun Tokyo. Sejak kami naik kereta JR, kita tidak harus berganti kereta.
Kami tiba di stasiun Ikebukuro Tokyo. Jika ada, aku pikir itu terletak di dekat Prefektur Saitama.
Ketika bilang begitu kepadanya, Mariko malah tertawa.
Mariko bilang “Ikebukuro adalah bagian dari wilayah Prefektur Saitama”. Perkataannya sungguh sesuatu yang sangat tidak masuk akal.
Omong-omong, ketika aku melakukan praktek kencan dengan Tomomi, aku menyantumkan Ikebukuro sebagai salah satu kandidat lokasi berkencan.
Ada beberapa toko bagi para otaku, toko terkenal seperti Otome Road dan sejenisnya.
Di sebelah timur ada Akihabara. Ikebukuro di utara. Nakano sebelah barat. Pusat Pameran Internasional berada di selatan, dua kali dalam setahun ada sebuah festival besar yang dilakukan di sana. Seperti empat raja surgawi.
Hmm, tidak ada topik pembicaraan yang pas dengan Mariko.
Sementara aku memikirkan hal seperti itu, Mariko melihat ke wajahku dengan penuh rasa ingin tahu. Dia berkata “Mungkin kamu tidak merasa enak badan? Apa kamu tidak memaksakan diri? Dengan nada cemas.
Tidak baik. Untuk sesaat, aku tidak benar-benar bersenang-senang.
Tidak menunggu, jika aku mencoba berpura-pura untuk senang, Mariko mungkin khawatir.
“Ah, tidak, itu ... Aku hanya berpikir kalau Ikebukuro sangat ramai sekali. Kondisiku sempurna. Maaf Mariko. Padahal ini ulang tahunku, tapi aku masih seperti ini.”
Dia menggeleng penuh semangat. Setelah itu, "Jangan bilang maaf atau berpikir sesuatu seperti itu. Tidak apa-apa bahkan jika kamu tidak memaksakan diri untuk bersenang-senang" ujar Mariko, seolah-olah bisa membaca pikiranku seperti esper dan tersenyum lembut.
Dan kemudian, Mariko menunduk dan mulai membuat gerakan gelisah dengan tangannya.
“Umm ... bagaimana kalau kita pergi?”
Aku meraih tangannya dan dengan lembut memegangnya. Pada saat seperti ini laki-lakilah yang harus memimpin.
Mariko menjerit kecil "ah!", Tapi tampaknya tidak menolak. Hanya saja, pipinya tampak memerah sedikit.
Tangannya sedikit lembab. Sepertinya dia merasa gugup, tanganku juga sama. Aku bermaksud untuk menjaga kesadaran pada tingkat normal, tapi jantungku mulai berdetak lebih cepat dari yang kukira.
Berdampingan dan berpegangan tangan, kami pun mulai berjalan.
Kami keluar dari stasiun lokal yang sibuk dan memasuki department store barat.
Mariko tiba-tiba berhenti dan mengatakan ini kepadaku.
“Maaf! Sebenarnya ... Aku sudah menyiapkan hadiahmu.”
Jadi dia tidak ingin aku untuk memilih.
Ketika aku bertanya, Mariko mengatakan “Aku ingin naik kereta dan melakukan beberapa belanja bersama-sama", mengumumkan tujuan sebenarnya dari tamasya hari ini.
“Seharusny kau mengatakan begitu dari awal.”
Itu cuma kebohongan kecil, tapi dia berkata "maaf" dan dengan ringan menjulurkan lidah sambil meminta maaf.
Sementara membuat isyarat begiru, Mariko malu-malu mengusap lututnya dan menggeliat.
Aku masih berbohong kepada Mariko. Aku terus diam tentang memiliki adik dan berbohong tentang hal itu. Malah, akulah yang harusnya meminta maaf.
Di sisi lain, apa yang akan terjadi jika aku memberitahunya di sini. Pesta ulang tahun ba tidak mungkin terjadi.
Sampai saat ini, Mariko terus mempersiapkan ulang tahunku. Sehabis memikirkan itu, aku merasa seperti aku tidak harus mengatakan itu.

uuuu

Kami berjalan-jalan mengelilingi department store bersama-sama. Gadis memang benar-benar menikmati ini, bahkan jika mereka tidak membeli apa-apa, iya ‘kan.
Di lantai yang menjajakan tas mewah dan sepatu, aku melirik Mariko untuk melihat bagaimana dia bereaksi.
Ketika dia melihat harga "Uwaa. Mahal banget. Aku ingin tahu apa orang-orang kaya membeli hmm ini." gumamnya, dan berjalan kembali.
“Apa kau ingin sesuatu seperti ini, Mariko?”
Dia menggelengkan kepala ke samping. Dan berkata "Dari waktu ke waktu, aku pikir 'itu lucu!' tapi, aku lebih terkejut dengan harganya .... dan aku sudah puas dengan itu. Apa itu aneh?" tertawa dengan malu-malu.
Ini benar-benar sulit untuk mendapatkan pemahaman pada dirinya.
Tentu, kami masih berpegangan tangan saat kami berjalan berdampingan.
Jika aku dengan semuanya ... jika aku menyentuh adikku, apa aku bisa setenang seperti ini.
Entah bagaimana, bagian dari diriku mulai membandingkan Mariko dengan semua orang. Meski aku bilang membandingkan, tapi itu bukan siapa yang lebih baik, melainkan perbedaan dalam kesan.
Bagaimana membandingkannya dengan hewan.
Selene mirip seperti kucing. Ketika dingin dia tetap di tempat itu panas. Ketika itu panas, dia pandai dalam menemukan tempat-tempat dingin. Dia tampak seperti master ketika mencari tempat yang nyaman untuknya.
Tomomi terasa seperti anjing buatku. Penuh energi, dia tampak jujur dengan perasaannya. Bila salju mulai turun, dialah yang akan menjadi orang pertama yang melompat luar.
Sedangkan Sayuri mirip seperti rubah atau rakun. Pada awalnya dia menipuku bertindak seperti rubah, ketika identitasnya terbongkar dia akan berubah menjadi racoon menawan. Ketika dia berubah baik, Sayuri tampak sempurna.
Yuuki tampaknya seperti hewan besar. Tenang dan kalem, seperti gajah atau ikan paus. Dia mencemaskan masalah tinggi badannya jadi aku tidak bisa mengatakan itu padanya. Itu sebabnya, meskip aku tidak berpikir itu akan terjadi, jika dia bertanya "jenis hewan apa yang akan kamu samakan dengan diriku?” Aku akan menjawab dengan "kelinci". Dia lincah dan telinganya berdiri tegak seperti sensor.
Kalau Mika hamster, kurasa. Kecil dan imut, jika kau memalingkan pandanganmu darinya, tanpa disadari dia sudah berada di tempat yang mengejutkan. Jika kau merangsang rasa ingin tahunya, nampaknya dia bisa berjalan tanpa henti.
Mariko memberi kesan tupai. Ini bukan berarti dia pandaii memanjat pohon, dan dia tidak mengeluarkan kesan seseorang yang akan menggembungkan pipinya dengan biji ... , pada akhirnya itu hanya kesanku.
Mendadak, aku sempat berpikir. Aku tidak tahu banyak tentang Mariko setelah kita  bertemu kembali. Itu sebabnya, bahkan jika aku mencoba menyamakannya dengan hewan, aku tidak bisa memberikan alasan yang tepat mengapa aku berpikir kalau dia itu seperti tupai.
Dengan ekspresi cemas, Mariko bertanya “apa jangan-jangan kamu merasa bosan?”.
Sialan. Kau terlalu banyak melamun, diriku. Mariko tepat ada di depanku dan aku malah memikirkan hal yang lai ...
“Mana ada.”
Mariko menanggapi dengan "itu bagus" dan bernapas dengan lega.
Aku menggeleng kepalaku, berusaha tidak memikirkan masalah adikku dulu.
Namun, wajah semua orang melayang di dalam pikiranku. Seperti ini, aku tidak bisa lepas dari adikku.
Kami menuju lantai atas eskalator dengan Mariko. Kami melihat-lihat toko baju pria dan ruang pameran mainan, yang tersisa hanya lantai atas.
Saat kita menuju ke lantai atas, tidak ada eskalator, Mariko bergumam sedikit menyesal “Kita sudah datang ke lantai atas”.
“Selanjutnya kita ke mana?”
Dia mengangkat alisnya bermasalah dan "Umm, kamu tahu ... sebenarnya aku tidak memikirkan apa-apa.”, Dan tersipu malu-malu.
Jadi dia tidak punya rencapa apa-apa …... biasanya dia penuh persiapan, tumben-tumbenan Mariko bertingkah ceroboh.
Tidak, itu salah. Akulah yang melabeli Mariko sebagai "gadis rapi". Dia juga, hanya gadis normal.
JIKA dia tidak merencanakan apa-apa, ini adalah kesempatanku untuk memimpin Mariko. Mungkin ada bagusnya untuk melihat di toko-toko yang terletak di sepanjang jalan Shansain.
Saat aku mencoba untuk mengusulkan itu, setelah kita sudah ke lantai atas di eskalator, kakiku mendadak berhenti.
Aku tidak tahu kapan, tapi pemandangan yang kukenal tersebar di depanku.
Toko di interior berbeda, tapi aku tahu suasana di lantai ini.
Mengapa kata "tahu" datang ke dalam pikiranku.
Dalam dadaku ... jantungku berdetak kencang. Merasa ilusi seolah-olah aku bisa merasakan detak jantungku, aku tidak bisa berdiam diri terus.
“Di mana lift lantai ini ?!”
Saat aku mendadak mengangkat suaraku “Eh? Hei, apa yang terjadi?” Mariko tampak kebingungan.
Masih memegang tangan Mariko, aku buru-buru mencari lift.
Betul. tanganku ditarik oleh orang itu, aku pernah datang ke lantai ini berkali-kali. Untuk menuju ke tempat itu, yang terletak di lantai ini.
Itu sebabnya aku harus menemukan lift.
Mariko membuat ekspresi terkejut dan tangannya ditarik olrh tanganku.
Aku segera menemukan lift tujuanku.
Ketika aku berdiri di dalam lift, aku mencocokkannya  dengan ingatanku.
Setelah turun dari lift, aku berjalan lurus ke depan. Di ujung jalan, bagian terdalam ... dan tampilan restoran. Kami telah tiba di depan tempat itu.
Mariko bertindak takut-takut. Ditarik olehku “ini ... rasanya seperti periode Showa." gumamnya. Restoran tersebut memiliki suasana retro.
Sejak aku masih kecil, tampilannya memang seperti ini.
Tempat kenanganku ... tempat ini tidak berubah sama sekali.
Etalase di depan restoran memiliki berbagai sampel makanan yang berjejer berdampingan. Menuny sama sekali tidak berubah, sampelnya sendiri sudah cukupyang lama.
Di antaranya, aku menemukan paket makan siang anak-anak.
Di situ terdapat, omurice, hamburger, udang goreng.
Paket makanan penutupny adalah ... puding parfait.
Mariko memiringkan kepalanya “Apa mungkin kamu merasa lapar?" Tanya dia, mengkhawatirkanku.
“U-um, bukan itu ...”
Dari pintu masuk restoran aku melihat di dalam. mataku secara alami tertuju pada kursi dekat jendela restoran.
Kursi dengan pemandangan ke luar. Layaknya butiran salju yang turun, ingatanku dihidupkan kembali.

uuuu

Ketika pintu lift terbuka, kami memasuki lantai atas. Aku berjalan, tanganku ditarik oleh Paman. Lurus menuju ujung jalan, ke sebuah restoran terbuka. Di dalam etalase kaca berjejer parfaits coklat, parfaits puding, udang goreng, omelet, hamburger dengan banyak saus.
Saat itu, seperti hari ini adalah hari yang istimewa. Makanlah apa pun yang kau suka, kata Paman.
Aku mengatakan kepada Paman kalau aku ingin makan segalanya, dan beliau tersenyum lembut.
“Kalau begitu, paket makan siang anak-anak.”
Udang goreng, hamburger dan omurice yang berjajar pada satu hidangan. Puding parfait untuk makanan penutup. Semuanya dalah favoritku dan mereka semua terasa lezat.
Setelah mengisi perutku dengan puas, aku menyaksikan pemandangan luar sambil meminum krim soda dan tiba-tiba berpikir.
Pada hari itu juga adalah hari ulang tahunku.
Itu benar ... aku ingat. Semuanya ... Aku ingat semuanya sekarang.
Paman——Jinya-san, pada saat kami merayakan ulang tahunku, beliau berkata begini.
Itu hanya pertanyaan sederhana ..... namun juga serius.
Pada awalnya, aku tidak mengerti apa maksudnya itu.
Tapi, walau aku masih kecil, meski seorang anak, usulan tersebut tampak seperti hal yang sangat baik.
Itu sebabnya aku menjawab dengan "Yup!".
Aku memilih ... dengan kemauanku sendiri, masa depanku sekarang.
Namun, aku benar-benar melupakan hal itu.
Sejak Jinya-san tidak lagi datang, aku bertindak egois dan membuat masalah Kakek dan Nenek.
Ketika aku bertanya mengapa Jinya-san tidak datang, Kakek benar-benar marah.
Dan aku diberitahu untuk melupakan Jinya-san. Beliau tidak lagi datang, enam bulan, kemudian satu tahun berlalu dan aku memutuskan untuk melupakannya dan menyerah.
Waktu itu aku merasa sangat sedih. Aku pikir aku ditinggalkan oleh Jinya-san. Juga, aku mencintai Kakek dan Nenek, aku memutuskan untuk menipis keberadaan Jinya-san di dalam hatiku.
Sekarang, aku bisa memahami perasaan Jinya-san dan kakek.
Waktu itu, pasti, Jinya-san ingin menjemputku dan semua orang bersama-sama.
Tapi Jii-chan tidak mengizinkannya.
Memiliki adik selain dari ibuku untuk hidup bersama denganku. Kakek tidak bisa memaafkan hal seperti itu.
Jinya-san ingin membuatku jadi sekutunya.
Dengan perasaan murni, beliau bertanya kepadaku pertanyaan itu.
Tidak ada cara untuk mengetahui apa yang terjadi pada saat ini ... tapi aku menjawab dengan "yup!" pada hari itu, saat itu ... aku merasa senang. Aku merasa seperti aku mendapatkankan banyak harta.
Harta penting. Keluarga …... adik-adikku.
“Maaf, Mariko! Aku ... harus pergi!”
Mariko membuka mata lebar-lebar “Pergi? Ke mana?” dan memiringkan kepalanya.
“Aku harus kembali ke adik-adikku ... ada sesuatu yang harus kuberitahukan mereka!”
Aku diam-diam melepaskan tangannya.
Mariko ... berdiri di tempat itu. Dari mulutnya, kata "... adik?" bisa terdengar.
Dia memasang ekspresi aneh. Bukan ekspresi marah atau sedih, itu adalah ekspresi bingung tentang di mana dia lupa perasaan seperti itu.
Maaf. Aku benar-benar minta maaf. Aku benar-benar sangat minta maaf.
Aku sendiri masih bingung. Tapi aku harus pergi sekarang.
Aku berlari. Tidak ada waktu untuk menunggu lift. Jadi aku menuju eskalator dan menuruniny adengan tergesa-gesa, berlari keluar dari department store dan gerbang tiket otomatis stasiun.
Untuk sampai ke sana walau harus sedetik lebih cepat.
Perayaan ulang tahun yang sudah disiapkan Mariko demi diriku, dibatalkan dengan cara yang terburuk.
Aku merasa menyesal, tapi sudah terlambat.
Dipimpin oleh Mariko, aku bisa berdiri di tempat kenanganku pada hari aku dilahirkan, apa itu suatu kebetulan? Atau mungkin ... iniksh yang orang-orang sebut takdir.
Tidak, termasuk waktu ini, semuanya, pasti suatu kebetulan.
Itu sebabnya, tak peduli seberapa banyak aku berterima kasih pada Mariko yang uudah membuat kebetulan beruntung ini, takkan cukup.
Namun aku mengkhianati Mariko, air susu dibalas air tuba.
Perasaanku berubah kosong. Tapi aku sudah membuat pilihanku.
Menyerah.
Mariko tidak bisa lagi dijadikan alasan.
Aku sudah memilih mereka semua ... adik-adikku.
Bahkan jika aku tidak dibantu oleh Mariko secara kebetulan, aku akan mengunjungi tempat kenangan ini suatu hari nanti. Dan mengingat seperti yang aku lakukan hari ini. Tapi pada saat itu, kita para saudara pasti sudah dipisahkan, hubungan dengan Taishido juga akan diakhiri.
Itu pasti sudah terlambat.
Tidak, bagaimanapun, jika aku tidak memilih, kesempatanku berpisah dengan mereka semua akan sama tingginya seperti sekarang.
Namun, aku ingin mengatakan itu.
Sebelum kita semua terpisah, sekali lagi, aku ingin menghadapi dengan semuanya.

uuuu

Ketika aku tiba di stasiun terdekat, bus baru saja tiba. Aku menghela napas lega dan menaikinya. Di tempat stasiun aku berlarian terus, di kursi bus untuk sementara aku terus bernafas ngos-ngosan. Smartphone-ku masih sepi.
Tiba-tiba, aku penasaran apakah aku telah jatuh dari karunia Mariko.
Turun dari bus, aku berdiri di depan apartemen Taishido.
Aku menatap gedung dengan perasaan kompleks.
Bila dipikir-pikir lagi sekarang, kamarku - ruang 701, ruangan yang terlalu besar ... semua itu, mungkin sudah dipikirkan oleh Jinya-san.
Bergegas melalui lobi, aku segera menuju ke ruangan Mika yang berada di lantai dua.
Waktu yang aku habiskan menunggu lift sangatlah membuatku frustasi.
Menyesali bahwa aku tidak memakai tangga yang mana lebih cepat, aku naik lift untuk sampai di lantai dua.
Di depan ruangan Mika, aku mengambil napas dalam-dalam.
Aku membunyikan interphone dan membuka pintu sendiri.
“Eh ?! Ini Nii-chama?”
Dari ruang tamu, Mika yang sambil memegangi Maple muncul.
“Mana mungkin Nii-chan sudah pu ... eh, serius?”
Tomomi yang mengintip dari lorong merasa terkejut.
“Bahkan jika kamu mau mengejutkanku seperti itu, aku tidak akan tertipu.”
Melihat reaksi terkejut Tomomi, Sayuri mendesah dan memandang ke lorong, dia membuat ekspresi tercengang.
“Kalian bertiga ini kenapa? Tak peduli seberapa kangennya dengan Nii-san, kalian malah membuat khayalan Nii-san.”
Yuuki berbicara dengan tenang, kemudian mengkonfirmasikan aku berdiri tegak di lorong, dia tak bisa berkata-kata.
“...Onii Chan?”
Tergeletak di lantai ruang tamu, Selene memiringkan kepalanya.
“Ak-Aku kembali, semuanya.”
Segera, Tomomi mengangkat suaranya.
“Nii-chan, bukannya kamu menginap di rumah gadis itu?! Kenapa ?!”
Apa dikatakan Tomomi sangat ekstrim, tapi rupanya semua orang berpikir bahwa "aku takkan datang kembali". Selanjutnya, Tomomi menambahkan.
“Serius Nii-chan. Kesampingkan tidak jadi menginap, kamu pulang terlalu cepat bahkan mempertimbangkan cara biasa. Apa yang sebenarnya terjadi?”
Sayuri membuat ekspresi bermasalah.
“It-It-It-It-Itu benar. Mengapa?"
Yuuki menghela napas ringan.
“Nii-san, apa kamu mencemaskan kami?”
Mika bertanya dengan rasa penasaran.
“Nii-chama, Kau harus menghargai teman-temanmu, ‘kan?”
Selene gumam melamun.
“... kami yang terbaik untuk mendukung Nii-chan ... itu tidak baik untuk kembali, tau.”
Tatapan para adik semuanya terkejut, sebelum aku menyadari, tatapan mereka berubah menjadi tatapan menyalahkan. Tomomi mendekatiku.
“Apa jangan-jangan, kamu meninggalkan Mariko-chan sendirian dan kembali, ya? Atau mungkin Nii-chan, Mariko-chan menunggu di luar dan kamu berniat untuk memperkenalkan dirinya kepada kami ... semacam itu?”
Dalam hal ini, kita tidak perlu ragu-ragu untuk bertemu. Sebenarnya, begitu ya, ‘kan? Iya, ‘kan? Begitulah arti dari pandangan mata Tomomi bagiku.
Aku menggeleng.
“Aku berpisah dari Mariko dan datang kembali sendirian.”
“Apa kalian bertengkar? Gagal sekali atau dua kali dan melarikan diri, aku telah salah menilaimu, Onii-sama.”
“Aku tidak bertengkar. Aku hanya…sudahlah ... Aku tahu itu tidak baik.”
Yuuki bergumam cemas.
“Itu tidak baik, Nii-san. Kamu perlu menjemput Mariko-chan segera. Meninggalkan Mariko-chan dan melarikan diri, itu bukan seperti Nii-san.”
“Aku ... takkan membohongi perasaanku ... lagi. Aku menyukai Mariko. Tapi ... lebih dekat denganku, aku melihat sesuatu yang lebih penting bagiku ...”
Ketika aku memutuskan untuk jujur dengan perasaanku, aku menyadari bahwa aku menyukai Mariko. Karena aku menyukai dia, rasanya menyakitkan untuk tidak memilih dia, orang yang penting bagiku, tidak dapat memberikan prioritas untuk keduanya, aku menempatkan dua hal penting pada keseimbangan dan aku mencoba yang terbaik untuk mempertahankan keseimbangan tersebut supaya tidak dibenci oleh mereka semua.
Mika memeluk Maple erat-erat dan menatapku.
"Nii-chama, kamu tidak boleh memperlakukan buruk seprang gadis!”
“Maaf. Mika ... Aku akan benar meminta maaf kepada Mariko.”
Selene bergumam bingung.
“... apa yang Onii-chan ingin lakukan?”
Gadis yang aku suka, adik-adikku yang penting. Keseimbangan dalam hatiku mulai oleng.
Mulai sekarang Mariko mungkin biasa jadi orang asing atau pacarku. Kita mungkin tetap bisa berteman, tapi kami mungkin juga menjauh. Apapun yang hasilnya, masa depan masih belum pasti.
Tapi, semuanya ... hubunganku dengan semua orang terlepas di masa lalu atau sekarang, dan di masa depan, pasti tidak akan berubah. Menjelang sekarang, bahkan jika kita terpisah, sebelum itu terjadi aku akan menyatakan dari "hubungan tidak berubah". Dimanapun kita berada, siapapun kita, bahwa kita ... adalah keluarga.
“Sekarang, apa yang ingin kupilih …...adalah semua orang. Tidak peduli apa, aku, ingin adik! Aku selalu ingin mempunya adik!”
Mereka semua memasang ekspresi bingung.
Tiba-tiba, Tomomi mengeluarkan suara panik.
“Ap-Apa yang kamu katakan setelah selama ini? Su-Su-Sudah kubilang. Aku baik-baik saja dengan cinta bertepuk sebelah tangan sebagai adik. Ta-Ta-Ta-Tapi, ji-jika kamu bilang begitu, i-itu artimya saling cinta! Ah! Begitu ya, jadi ini tentang membuat Mika jad adikmu?”
Aku menggeleng dan melanjutkan.
“Aku akan membuat kalian jadi adikku. Tidak ada yang ditinggalkan, aku akan membuat semuanya jadi adikku. Kau akan dimanjakan oleh aku, Tomomi! Mulai hari ini aku berusia 16 tahun, meski untuk waktu yang singkat, aku masih lebih tua dari Tomomi. Itu lebih seperti nii-chan, ‘kan?”
“Ap-Apa kamu bodoh? Itu tidak seperti Nii-chan sama sekali.”
“Lalu aku akan menjadi seperti kakak mulai dari sekarang. Aku takkan ragu-ragu lagi. Aku akan menjadi kakak kalian semua. Itu sebabnya, kalian, menjadi adikku ... ayo kita menjadi keluarga.”
Aku sepenuhnya menyadari bahwa ini tidak masuk akal. Hal ini bukan masalah tidak memilih atau tidak mampu memilih.
Aku memilih mereka semua.
“Da-Dan jika kita tidak mau? Nii-chan, Kamu biasanya takut akan hal itu.”
“Kita akan menjadi keluarga. Mana mungkiin kita tidak bisa menjadi keluarga.”
Aku takkan menunjukkan kelemahan. Jika Onii-chan menunjukkan kecemasannya, semua orang akan ikutan cemas.
Tomomi hampir menangis.
“Uu, Nii-chan rusak.”
“Aku menyukai Tomomi. Kau selalu energik dan pemimpin yang baik, aku menyukai Tomomi yang aktif dan positif. Ingin bersama orang-orang yang hau cintai adalah yang wajar, ‘kan?”
Wajahnya yang tadi di ambang menangis berubah jadi merah. Di sampingnya, Sayuri gemetaran seperti anjing kecil.
“O-Onii-sama! Ini tidak adil, kamu cuma memuji Tomomi-san!"
“Aku menyukai Sayuri juga! Kau ini pekerja keras, memiliki pemahaman yang kuat pada dirimu sendiri, pandai memasak dan feminin, dan ... aku pikir sedikit bagian berbahayamu juga lucu!”
“Bagian terakhir tidak usah diucapkan!”
Bahkan saat dia mengatakan itu, Sayuri mulai gemetaran lebih kuat.
Mika melompat di tempat.
“Dan Mii-chan ?!”
“Aku juga sangat menyukai Mika. Kau anak yang jujur, polos, imut seperti malaikat dan aku ingin melindungimu. Juga, kau punya kualitas untuk menjadi seorang wanita dewasa.”
“Mii-chan adalah wanita dewasa?”
“Ya. Kau menghibur orang-orang yang sedih dan menyemangati mereka, aku pikir itu sangat menakjubkan.”
Dia mengangkat kedua tangannya hingga pipinya dan mulai menggeliat sementara mengulangi “Aduh, aduh”.
Bekali-kali melempar lirikan, Yuuki mengingatkan dirinya dengan tatapannya.
“Kau tidak perlu khawatir, itu semua sudah tidak apa-apa. Aku menyukai Yuuki. Kau memiliki hati yang lembut dan hangat, mampu menghargai orang lain seperti itu adalah hal yang luar biasa. Itulah Yuuki aku cinta!”
“Ni-Nii-san. Pujian seperti itu ... te-terlalu sia-sia!”
“Aku pikir menjadi rendah hati juga menjadi salah satu pesonamu.”
Dari wajah Yuuki, wajah merah dengan jeritan kecil *fuhyaa~* bisa terdengar
“... Onii-chan, apa yang terjadi.”
Selene sendiri, diam.
“Ah. Selene ... tentangmu ...”
“... Kamu tidak perlu memujiku.”
“Itu bukan pujian. Sama seperti kau bilang padaku, aku hanya bersikap jujur dengan perasaanku sendiri.”
“... mengapa hari ini, pada saat seperti ini?”
“Aku ingat semuanya.”
Mariko lah yang memicu semua itu.
Lain kali kita bertemu, aku akan menceritakan semuanya. Aku tak berpikir aku akan diampuni dengan itu.
Selene memiringkan kepalanya keheranan.
“... semuanya ... ?”
“Ya. Situasi ini, bukan lah dipaksakan pada kita oleh siapa pun, itu adalah 'sekarang' yang pernah aku harapkan. Aku membuat janji tersebut ... dengan Ayah.”
“... ingat, tentang menjadi onii-chan? Karena kamu mengingat kamu pernah memutuskan itu di masa lalu ... dan itu saja?”
Aku berpaling ke arah Selene dan menggeleng.
“Ini bukan memenuhi janji. Aku tidak merasa ada rasa kewajiban dari janji. Itu pemicu, itu bukan karena aku mengingat kalau aku akan membuat semua orang adik.”
“...lantas kenapa?”
Pupil  Selene yang mirip seperti permata menatapku lekat-lekat. Tidak hanya dia. Semuanya menunggu jawabanku.
Mengingat, hanyalah sebuah pemicu.
“Aku, saat aku masih kecil, aku bahkan lebih serakah dari sekarang. Dan, egois. Karena gagal, aku menyesali itu. Itulah mengapa aku pikir itu tidak baik, aku pikir aku sudah tumbuh ... Aku pikir aku sudah menjadi dewasa.”
Tomomi mendesah ringan.
“Begitu ya. Itu sebabnya Nii-chan tidak memiliki hobi. Seperti, ingin melakukan hal ini, atau itu!.”
Aku mengangguk dalam menanggapi ucapannya dan melanjutkan.
“Kau benar. Namun, meski menjadi pecundang menyebalkan, kupikir itu baik-baik saja untukkalah. Ini hanya game ... . Sembari melakukan hal itu, aku dilindungi kebanggaan kecilku seperti itu. Pada akhirnya, bahkan jika aku berusaha mencoba menjadi dewasa, aku menyadari kalau aku masih anak-anak.”
Yuuki membuat ekspresi tak berdaya.
“Nii-san, kamu akan menyangkal semua upayamu sejauh ini? Mengatakan seperti itu, rasanya seperti kamu membuang semua upaya untuk menjadi lebih baik.”
“Kau mencemaskanku, ya. Jangan khawat ... mungkin aneh untuk bilang begitu, tapi sekarang itu sudah jadi nilai plus buatku. Untuk sedikit lebih, aku pikir mencoba untuk membuka jendela hatiku demi keinginanku sendiri. Hatiku selalu tertutup, tahu. Saat aku memikirkan itu, semua ini berkat kalian. Memiliki mimpi, sesuatu yang ingin aku lakukan, harapan, keinginan ... aku menegaskan apa yang ingin aku lakukan . aku akhirnya menyadari apa yang penting. aku ingat bahwa aku juga punya perasaan semacam itu. itu sebabnya aku akan membuka jendela dari keinginanku. Buat aku Onii-chan kalian semua!”
Aku mengungkapkan semua perasaanku dan karena mereka, aku berbicara kepada semuanya.
Selene berdiri sempoyongan dan menempel ke badanku.
“... Aku, Tamiya Selene mengakui Taishido Yoichi sebagai Onii-chan.”
Segera setelah itu, Tomomi bereaksi.
“Ti-Tidak adil! Aku juga ... Aku akan mengakui Nii-chan sebagai nii-chan!”
Tomomi memeluk dan menempel ke lenganku. Dia meng’apit lenganku dua gunung kembarnya …... uhh, pasti, pasti Tomomi tidak menyadarinya sama sekali.
Sayuri ragu-ragu.
“Jika aku mengakui itu ... aku akan selalu ... jadi adik, ‘kan.”
Menggumami itu, Sayuri mendekap lengan kiriku.
“Tapi, aku mengakui itu. Aku menerima Onii-sama sebagai onii-sama. Aku tidak tahu apa yang terjadi nanti, tapi sekarang aku ingin menjadi adik.”
Sekarang ... dengan kata lain, di masa depan nanti, dia mungkin berpikir akan ada perkembangan yang berbeda.
Tapi, tetap saja, dia adalah adikku untuk saat ini.
Mika melompat ke punggungku dan menunggang.
“Nii-chama selamanya, Mii-chan adalah adik nii-chama! Bahkan jika ida meninggal!”
Jangan bunuh aku! Aku akan melakukan yang terbaik untuk tidak mati!
“U-um ... aku ...”
Selene berbalik lengannya di tubuhku dan setelah bergeser, memanggill Yuuki untuk mendekat.
“Aku menyukai Nii-san juga! Dalam cara non-disalahpahami tentu saja!”
Dipeluk oleh Yuuki juga, aku dikerubuni oleh adik-adikku
“Semuanya, apa kalian bersedia jadi adikku?”
Selene mengangguk ringan.
“... jika Onii-chan menginginkan itu.”
Tomomi membuat senyum bermasalah.
“Mungkin kita harus menjadi jujur satu sama lain dari awal.”
Sayuri bergumam dengan pelan.
“Suatu hari, lebih dari saudara tetapi kurang dari kekasih ... umm, bu-bukan apa-apa.”
Dengan suara merdu dan indah, Yuuki berkata.
“Aku punya saudara Nii-san dan adik yang lucu. Tidak ada yang membuatku lebih bahagia.”
Mika dari belakang punggungku, memelukku lebih erat lagi.
“Mii-chan sangat mencintai Nii-chama dan Nee-chama!”
Aku perlahan-lahan mengangguk.
“Aku juga. Mohon jaga aku dari sekarang.”
Akhirnya, aku menerima mereka dan diterima oleh mereka.
Akhirnya, kami sampai di garis awal untuk menjadi saudara.
Tanpa diduga, Selene bergumam.
“... Onii-chan, selamat ulang tahun.”
Lalu semuanya inkut mengucapkan.
“Ah! Kau benar. Selamat ulang tahun, Nii-chan.”
“Selamat. Ahh, Onii-sama sudah menjadi lebih jantan lagi ...”
“Nii-san, selamat ulang tahun. Aku berharap bahwa tahun mendatang akan membahagiakan untukmu, Nii-san.”
“Selamat Nii-chama. Maple juga mengatakan selamat ulang tahun!”
Aku tidak merasa sedih, namun tiba-tiba air mataku mengalit. Seorang kakak menangis, sungguh payah sekali.
Ketika aku menangis, seolah-olah itu menular, semuanya juga ikutan menangis.
“... ini air mata ilusi.”
“Wow! Aneh ya. Ini seperti cuaca hujan. Meski ada langit yang cerah di hatiku.”
“Misterius sekali. Sepertinya kami tertarik dengan Nii-san.”
“Ketika sedih, air mata terasa asin, apa air mata bahagia terasa manis?”
“Mii-chan tidak menangis! Dia tidak menangis!”
Ini mungkin telah menjadi ritual wajib bagi kita untuk menjadi sebuah keluarga.
Dan begitulah, kami telah mengambil langkah maju untuk menjadi keluarga.
--dan ketika aku berpikir begitu, tiba-tiba, interphone telah terdengar di dalam ruangan memberitahu kita ada pengunjung.
Aku memeriksa orang yang datang di pintu.
Penghakiman terakhir mengumumkan akhir dunia. Interphone itu sendiri seperti malaikat yang meniupkan sangkakala.



close

Posting Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama