Chapter
13
Tooru mengganti
seragam sekolahnya setelah tiba di rumah.
Tepat sepulang
sekolah, Ia mengirim pesan ke Satsuki dan memintanya untuk pergi ke
tempatnya.
Ia bercermin untuk
memastikan penampilannya dan kemudian interkom berdering. Tepat waktu.
Tooru berjalan ke pintu
masuk dan membuka pintu yang disambut oleh senyum berkilau.
Meski, kejadian siang
tadi masih teringat jelas di kepalanya.
“Selamat datang.”
“Aku tidak menyangka
akan diundang ...”
“Ya, karena seseorang
datang hari ini.”
“Oh, benarkah?”
Satsuki memiringkan
kepalanya, mempertanyakan apa maksudnya. Masuk akal, karena Tooru belum pernanh
mengundang siapa pun sejak mereka berdua bertemu.
Dan karena Ia tinggal
sendirian, Ia biasa mengundang Jun dan cowok-cowok untuk nongkrong dan bermain,
tapi itu sudah cukup lama.
Sekarang Satsuki ada
di sini, yang harus mereka lakukan hanyalah menunggu orang itu muncul.
Mereka duduk dan
mengobrol, tapi tak lama kemudian, interkom berdering lagi. Satsuki
bangkit untuk membukakan pintu, tapi Tooru meletakkan tangannya di bahu Satsuki.
“Biar aku
saja. Duduk dan tunggu di sini.”
Satsuki terdiam dan
menurut duduk di sana, masih kebingunan apa yang sedang terjadi.
Tooru lalu
mengeluarkan dompetnya dan membuka pintu. Ia senang melihat bahwa itulah
yang Ia tunggu-tunggu.
“Halo, bagaimana
kabar anda? Saya dari Kanagi Locksmithing.
“Selamat sore. Jadi,
apa kalian sudah...”
“ Ya, ya, ada di
sini. Total semuanya jadi 2.000 yen.”
“Baiklah.”
Tooru menyerahkan
uang dan mendapatkan dua kunci sebagai gantinya — yang asli dan salinan.
Tukang kunci
menghitung dua lembar uang 1.000 yen, membungkuk, dan berterima kasih pada
Tooru karena sudah berbisnis dengannya, lalu pergi.
Setelah melihat
tukang kunci pergi, Tooru kembali ke tempat Satsuki dengan memegang kedua kunci
di tangan. Ia merogoh ke dalam tas untuk mencari gantungan kunci kucing
kecil dan menaruhnya ke lubang kunci cadangan.
Satsuki tampak
bingung pada awalnya, tapi dengan cepat memahami situasinya.
“Apa itu…....”
“Ya, kunci
cadangan. Aku menelpon pagi ini dan meminta mereka membuatkannya untukku. Ambil
ini. Jika ada sesuatu yang terjadi, Kau selalu bisa datang ke tempatku.”
Tooru meraih tangan
Satsuki dan memberinya kunci; kunci dan gantungan kunci berdenting di
telapak tangannya.
Satsuki melihat kunci
lalu menatap ke arah Tooru. Satsuki meremas kunci itu erat-erat di
tangannya dan mendekatkannya ke dadanya.
“Terima kasih
banyak. Aku akan menyimpannya dengan aman.”
“Bagus. Jangan
sampai hilang, oke?”
“Tentu saja. Akan
kupastikan itu ada di depan mataku setiap saat!”
“Konyol.”
Melihatnya dengan
semangat tinggi, Tooru tahu Ia membuat pilihan yang tepat dalam memanggil
tukang kunci.
Dia tidak perlu
repot-repot pergi ke tempat kerja Tooru setiap hari. Sekarang dia bisa pergi
lebih awal untuk menyiapkan makan malam atau memulai pekerjaan rumahnya.
Dia mungkin begadang
buat belajar, dilihat dari lingkaran hitam di bawah matanya.
Ada juga kejadian
hari ini yang harus diberitahu kepada Satsuki.
Tooru tahu Ia akan melindunginya,
tetapi Ia harus mengatakan kepadanya tentang apa yang terjadi saat kejadian
siang tadi.
uuuu
“Kakakku melakukan
itu ... ?!”
Melihat wajah Satsuki
berubah menjadi pucat membuat hati Tooru merasa tersayat. Tapi Ia harus
memberitahunya.
Dia dan kakaknya
tinggal di bawah satu atap. Amane kemungkinan akan mengatakan sesuatu
tentang itu. Jika Tooru terus menyembunyikannya, itu akan menjadi kejutan
yang lebih besar ketika Satsuki mengetahuinya.
Satsuki
gemetaran.
Tooru tahu Ia tidak
punya pilihan lain, tapi Ia tidak menyangka info tersebut sangat membebaninya. Itu
membuatnya sadar betapa besar dampak yang dibuat Amane dalam hidupnya.
“Oh, tapi pengakuan
itu mungkin cuma candaan. Itu hanya cara kakakmu
untuk memarahiku.”
untuk memarahiku.”
“Aku harus berbicara
dengannya tentang itu!”
“Jangan. Kau
tidak tahu apa yang akan dia lakukan padamu.”
“Tapi ...”
Gadis itu terlihat
seperti akan menangis.
Air mata itu bukan
untuk dirinya sendiri, tapi untuk Tooru. Semunya tertulis di seluruh
wajahnya.
Melihat betapa dia
mengkhawatirkannya hanya membuatnya merasa tidak enakan karena sudah
memberitahunya. Namun-
Satsuki, dengan
berlinangan air mata, berlutut dan menatap Tooru.
“Begitu Amane memilih
target, dia tidak akan berhenti menyerang sampai dia menghancurkanmu ... Aku
tidak tahu apa yang harus kulakukan jika kamu pergi ...”
Satsuki menyeka air
mata yang mengalir di pipinya. Citra dirinya yang seperti itu membuat
Tooru merasa sakit dan sedih.
Tooru mengulurkan
tangannya untuk menyeka air matanya dan memeluknya. Tidak harus karena
cinta romantis, tetapi cinta platonis. Tooru memeluknya karena Ia melihat
temannya menangis, meskipun teman itu adalah seorang gadis.
“... Tooru ...”
Dia meneriakkan
namanya dengan wajah terkubur di dadanya.
Satsuki tidak menolak
dekapan Tooru. Lengannya menggantung di sisinya; dia hanya dipeluk.
“Aku akan baik-baik
saja. Jadi tolong, Satsuki, jangan menangis. ”
Ucapannya hanya
dibalas dengan tangisan yang lebih keras. Satsuki mencengkeram Tooru
dengan cukup erat sampai melusuhkan pakaiannya.
Tooru memikirkan tubuh
mungilnya sambil memeluknya.
Tubuhnya yang mungil
dan lembut membawa beban besar. Dia tidak memberitahunya tentang hal itu, tapi
kemungkinan karena Amane. Itu takkan menjadi sekedar imajinasi bila
berpikir bahwa Amane akan sangat mengerikan bagi Satsuki.
Tooru bisa saja
mengamuk dan berteriak pada Amane, tapi itu takkan menyelesaikan apa pun.
Apa yang dipikirkan
orang tua Satsuki dengan mengabaikan gadis muda yang rapuh ini?
Apa pun itu, Tooru
membuat Satsuki menangis. Sangat disesalkan bahwa Ia tidak berdaya dalam
membantunya. Tooru hanya bisa memeluknya untuk mencoba menghentikan air
matanya.
uuuu
Butuh katu agak lama
sampai air mata Satsuki berhenti mengalir.
Air matanya masih
menggenang di matanya, tapi akhirnya dia berhenti menangis.
Tooru menghiburnya
dengan mengelus punggungnya dan menatapnya. Ia siap untuk membawa handuk
basah, jika dia menangis lagi.
Wajah Satsuki berantakan karena tangisan itu, tapi dia mulai berbicara.
Wajah Satsuki berantakan karena tangisan itu, tapi dia mulai berbicara.
“Apa yang akan kamu
rencanakan lakukan mulai sekarang?”
“Tidak ada. Aku
bahkan tidak tahu apa yang dia rencanakan.”
“Bahkan denganku?”
“Tentu saja. Kau
tidak perlu mengkhawatirkan itu.”
Dia terlihat lega,
meski sedikit. Melihat itu, Tooru juga sedikit rileks.
Dukungan yang Ia
tunjukkan padanya sejauh ini bukan karena Ia menginginkan sesuatu untuk dirinya
sendiri. Tooru bisa saja memutuskan hubungannya dengan Satsuki jika Ia
ingin menyelamatkan dirinya sendiri.
Namun, mana mungkin
Ia akan melakukan itu. Tooru memiliki perasaan aneh bahwa jika Ia
melakukannya, Ia tidak akan pernah melihat Satsuki lagi.
Satsuki mengalihkan pandangannya
ke bawah dan berpikir. Lalu, dia menatap Tooru.
“Aku menyukaimu.”
“.....”
“Aku benar-benar
menyukaimu.”
“…...”
Tooru tetap diam demi
mendengar semua perkataan Satsuki.
“Saat ini, aku tidak
tahu apa ini perasaan cinta atau bukan, tapi aku benar-benar
menyukaimu. Jadi, tolong, jangan lakukan apa pun yang membahayakan dirimu.
Aku mohon padamu ...”
Dia membungkuk tetapi
Tooru memegangi bahunya. Satsuki berhenti sejenak sebelum menatap ke arah
Tooru lagi.
“Kalau begitu, tolong
jangan memohon. Aku melakukan ini karena aku inisiatifku sendiri, bukan
karena kau memaksaku. ”
Air mata mulai
mengalir di mata Satsuki lagi. Tooru menyeka air matanya dengan
saputangannya.
"Aku benar-benar
menyukaimu," suaranya terus terngiang di dalam benaknya.
Bagaimana Ia harus
menanggapi itu? Apa yang harus Ia lakukan mulai sekarang?
Jawabannya
sederhana. Terus lakukan seperti yang Ia lakukan sebelumnya. Satsuki
tidak menginginkan hal lain.
“Aku akan baik-baik
saja. Tidak ada di antara kita yang akan berubah. Tidak lebih
menyakitkan daripada disengat tawon atau semacamnya.”
“Tapi bukannya
disengat itu masalah besar?”
“Oh, benarkah?”
Leluconnya
mendapatkan apa yang diinginkannya — tawa kecil dari Satsuki.
“Oh, aku senang
melihatmu tersenyum lagi.”
“Ah ...”
Satsuki meremas
pipinya bersama dan Tooru juga tertawa.
Tawa kembali menghiasi suasana ke apartemennya.
Tawa kembali menghiasi suasana ke apartemennya.
“Sekarang, kalau
begitu, aku akan membantumu malam ini.”
“Oh, tapi ...”
“Aku merasa tidak
enak karena membuatmu memasak untukku terus. Sekarang, ayo makan, meskipun
hanya apa yang ada di lemari esku.”
“ ... oke.”
Ucap Satsuki sambil
tersenyum. Senyumnya bahkan lebih menarik daripada kecantikannya.
Sementara Tooru
melihat-lihat isi kulkasnya, Satsuki mengambil ikat rambut dari tasnya dan
mengikat rambutnya.