Chapter
18
Satsuki pasti sudah
mendengar apa yang terjadi. Dia duduk di kursi samping tempat tidur Tooru
dan menatapnya dengan khawatir.
“Apa kamu baik-baik
saja?”
“Ya. Aku merasa
jauh lebih baik setelah tidur sebentar. Di mana Jun dan Nishino?”
“Mereka bilang akan
membawakan barang-barangmu. Aku yakin mereka akan segera tiba di sini.”
“Begitu ya...”
Tooru sangat
kesakitan saat dibawa ke ruang UKS, dan yang lebih parah lagi ia tertidur. Dia
merasa kurang enak badan, tapi Ia masih bisa berjalan pulang.
Satsuki tiba belum
lama ini. Dia menangisi situasinya, tapi Tooru tidak bisa berbuat
apa-apa. Ia tidak terbiasa berkelahi, jadi Ia tidak tahu bagaimana
membalas balik.
Desiran angina yang dihangatkan
oleh sinar matahari tenggelam, merangsek masuk dari jendela. Meski AC
ruangan menyalanya, tapi jendela dibiarkan terbuka yang mana membuatnya
berkeringat dalam tidurnya.
Satsuki tampak
hangat. Keningnya terlihat agak basah dan rambutnya menempel di
lehernya. Melihat hal itu membuat tubuh Tooru agak terlalu merangsang dan
Ia dengan cepat mengalihkan pandangannya.
Suara-suara yang
bergema dari lapangan. Baik dari tim sepakbola dan atletik sedang
berlatih; yang terakhir tampaknya mempersiapkan kompetisi. Semoga
beruntung, semuanya.
“Klub atletik benar-benar
sedang berjuang sangat keras.”
“Ya. Aku harap
mereka bisa menang di kompetisi nanti.”
“ ... tentang
cederamu ...”
“ ... ya. Kau
mungkin bisa menebak apa yang terjadi, bukan? ”
Ini ulah kakakku,
kan? Gumam Satsuki dengan nada sakit di suaranya. Kemudian, dia
mengeluarkan saputangan dari tas sekolahnya dan menyeka keringat di dahi
Tooru. Dia tidak berharap wajahnya begitu dekat dengannya.
“Aku pasti akan berbicara
dengannya setelah ini.”
“Jika kamu melakukan
itu, Satsuki, dia akan—”
“Aku akan baik-baik
saja. Aku sudah terbiasa dengan itu.”
Kata-katanya diiringi
dengan senyum pahit.
Ini bukan masalah apa
dia sudah terbiasa atau tidak. Dia adalah seorang gadis dan yang lebih muda
darinya juga. Tooru tidak mau menempatkan beban padanya.
Tapi, Tooru merasa
tidak punya hak untuk memberitahunya apa yang boleh dan apa yang tidak boleh
dilakukan. Tooru merasa Ia seharusnya tidak mengganggu urusan keluarganya.
“Kamu sudah
membantuku dua kali. Aku juga tidak bisa berdiam diri terus.”
“Tapi ...”
“Ding dong! Pengiriman
untuk Tooru!”
Akane menyerbu masuk
ke ruang UKS dengan semangat tingginya yang biasa. Jun, dengan senyum di
wajahnya juga, berjalan di sampingnya. Kemudian, ketika mereka berjalan ke
arah Satsuki dan Tooru, Akane mengeluarkan catatannya.
“Jadi, di mana mereka
memukulmu?”
“Pertama wajahku,
lalu tubuhku. Aku yakin dia cuma iri dengan wajah gantengku ini. ”
Tooru membuat candaan
untuk memecah suasana serius yang ada di ruangan itu. Tooru senang Ia
membuat semua orang tertawa juga. Setelah dia selesai dengan catatannya,
Akane berbalik ke Satsuki.
“Lihat nih anak, jadi
sombong hanya karena Ia sedikit ganteng.”
“Oh, jadi kau pikir
aku ganteng?”
“Kata kuncinya adalah"
sedikit ", bung.”
“Itu benar. Sangat,
sangat sedikit.”
Tooru mengerang
ketika Jun dan Akane menunjuk wajahnya. Keduanya benar-benar terlihat
akrab.
“Jangan mengeluh pada
kami!”
“Wow, kasar sekali! Mungkin
aku akan membuang barang-barangmu daripada memberinya kepadamu.”
“Kubunuh kau, kalau
berani melakukan itu.”
Oh, menakutkan sekali! keduanya berseru
serempak. Tepat ketika Tooru menghela nafas lagi pada drama kecil mereka,
Satsuki menimpali.
“Bagaimana kalau kita
makan malam bersama hari ini?”
uuuu
“Ahh ... menyantap
bubur panas di AC yang dingin, sungguh kombinasi yang unik.”
“Hangatnya! Dinginnya!”
“Kau itu merasa panas
atau dingin? Putuskan dengan tegas, Akane.”
“Masih ada banyak,
jadi silahkan makan sebanyak yang kamu mau.”
Satsuki meletakkan
sepiring penuh bahan di samping kompor gas portabel.
Di atas kompor ada sepanci bubur dengan banyak kol, daging babi, dan berbagai bahan yang tercampur di dalamnya. Kaldunya dibuat dari serpihan rumput laut dan bonito, bubur yang ringat namun sehat untuk kesehatan.
Di atas kompor ada sepanci bubur dengan banyak kol, daging babi, dan berbagai bahan yang tercampur di dalamnya. Kaldunya dibuat dari serpihan rumput laut dan bonito, bubur yang ringat namun sehat untuk kesehatan.
Tidak ada yang bisa
menyembuhkan luka Tooru selain makanan yang lezat. Dan dua orang lainnya,
yang mencoba masakan Satsuki untuk pertama kalinya, tidak bisa berhenti makan
juga.
“Ini enak
banget. Jauh lebih enak ketimbang aku buat sendiri di rumah.”
“Tidak cukup latihan,
Nishino?”
“Hei, jangan goda
Akane.”
“Ya, baiklah.”
Jun mencaci saat Ia
memenuhi mulutnya dengan bubur. Rumput laut, serpihan bonito, sedikit saus
kecap, dan rasa manis dari berbagai bahan menyatu dalam harmoni rasa yang
lezat.
Setelah melihat
bagaimana mereka bertiga melahap makanan, Satsuki berlutut di dekat panci dan
mengambil sebagian untuk dirinya sendiri. Kemudian, dengan lembut meniup
sendoknya sebelum mencobanya.
“... mm, tidak
buruk.”
“Kau tidak tahu dari
mana kita menghabiskan mangkuk kita sendiri?”
“Ya! Ini sangat
enak! Kau harus lebih percaya diri dalam masakanmu!”
Wajah Satsuki
berseri-seri setelah mendengar itu. Dan tentu saja, senyumnya membuat mereka
bertiga menjadi jatuh untuknya.
“Aku juga membeli
jello yang tidak terlalu manis untukmu. Anggap saja sebagai obat untuk
lukamu.”
“Nah, aku baik-baik
saja.”
“Tidak, kamu harus
memakannya!”
Setelah melihat
percakapan mereka berdua, Akane dan Jun memberi mereka acungan jempol. Maksudnya
apa? Tooru bertanya. Tapi mereka berdua dengan tenang
menjawab, Tidak ada sama sekali.
Tooru hanya berpikir
kalau mereka bertingkah aneh lalu tiba-tiba, Satsuki memegang pipi Tooru dengan
kedua tangannya.
“Astaga, tolong lebih
perhatikan aku hari ini!”
Tooru menegang segera
setelah Satsuki mengatakan itu. Dua orang lainnya juga ikut menegang. Tidak
ada yang tersembunyi — yah, ya, ada sedikit makna tersembunyi untuk itu.
Satsuki kemudian
melihat sekeliling pada wajah mereka dan mukanya langsung memerah setelah
menyadari apa yang baru saja dikatakannya.
“Ma-Maaf! Aku
tadi sedikit bersemangat ...!”
“Jangan
khawatir. Bersemangat seperti yang Kau inginkan ...”
“Ooh, dasar nakal,
Satsuki ...”
Mereka berdua
bergumam pada diri mereka sendiri saat muka Tooru berubah menjadi lebih merah
dari Satsuki. Heck, baik Tooru dan Satsuki sama-sama bermuka seperti tomat sekarang.
"Perhatikan aku" adalah pengakuan, ‘kan? Ini bukan
pertama kalinya dia mengatakan sesuatu seperti ini, tapi hal ini terasa lebih
memalukan. Kalimat itu membuat Tooru sadar bahwa Satsuki juga seorang
gadis. Tapi sekarang Ia tidak sanggup menatap wajah Stasuki.
Mereka berdua duduk
diam di sana sementara Jun dan Akane menyeringai lebar. Kemudian, Akane
membuat tanda hati dengan tangannya.
“Duh, sudah pacaran
saja sana, kalian berdua.”
“Pacar ...”
“Pacaran ...”
Wajah Tooru dan
Satsuki menjadi lebih memerah setelah mendengar itu.
Bukannya Tooru tidak
pernah memikirkan gagasan untuk berpacaran dengan gadis seperti
Satsuki. Tapi tidak peduli bagaimana kau melihatnya, ini terlalu mendadak. Tidak
ada benih-benih cinta.
Ditambah lagi, Ia
tidak tahu bagaimana pendapat Satsuki tentang dirinya. Tooru tidak bisa
begitu saja mengajaknya berpacaran begitu saja.
Belum lagi, adanya
keberadaan Amane. Tooru belajar dari kejadian hari ini bahwa dia sangat
iri dengan adik perempuannya. Mana mungkin Ia mengajak Satsuki berpacaran
sekarang. Namun, perkataan Satsuki tadi terlalu efektif.
Jika ditanya apa Ia
ingin menjadi pacarnya, Tooru yang sekarang pasti akan mengatakan tidak.
“Kamu terus
berbicara, aku akan menghabiskan sisa makanan.”
“Ahh!”
“Jangan!”
Tooru menghela nafas melihat
betapa sinkronnya Jun dan Amane. Mereka terlalu sinkron belakangan
ini. Merekalah yang seharusnya berpacaran , pikirnya.
Setelah menggunakan
bubur untuk mengalihkannya, Tooru merentangkan kakinya dan menatap wajah Satsuki,
yang masih berwarna merah cerah. Memandangnya sekarang masih terlalu
memalukan baginya, jadi Ia membuang muka.
Namun, Satsuki,
tampaknya berhasil menenangkan diri saat dia meneruskan makannya.
“Lihatlah
Satsuki. Kalian berdua harus diam dan makan seperti dia atau aku akan
memakan semuanya.”
“Oke ...”
Akane cemberut saat
dia mencari bubur lagi. Jun juga mengikuti dan menyuruh Akane
melayaninya.
Tooru bertanya-tanya
apakah mereka berdua hanya pamer saat Ia menatap Satsuki yang tidak lagi
memerah.
uuuu
Setelah Akane dan Jun
pulang, Tooru membuka buku ketika Satsuki membersihkan.
Tidak ada yang
mengungkit topik Amane. Yah, mereka berdua berusaha mencari waktu yang
tepat untuk membicarakannya. Itu adalah subjek yang sensitif di antara
mereka berdua.
Seharusnya tidak
sulit untuk berbicara tentang Amane. Satsuki dibully oleh kakaknya dan
sampai hari ini, Tooru juga akan dibully olehnya. Tapi apa yang harus
mereka bicarakan? Tentunya, mereka berdua harus sering membicarakan
Amane.
Satsuki selesai
beres-beres dan membiarkan rambutnya tergerai. Rambutnya yang panjang dan
tergerai adalah sesuatu yang sekarang sering dilihat Toru.
Satsuki menghela
nafas sebelum secara alami duduk di sebelah Tooru. Dia melihat buku
catatan Tooru dan terkejut.
“Wow, catatanmu gampang
sekali dimengerti.”
“Benarkah? Aku
biasanya mencatat dengan model begini.”
“Yang benar? Aku
hampir berpikir ada seseorang yang membimbingmu.”
“Aku tidak mengikuti
klub atau kegiatan apapun karena aku ada kerja sambilan setelah pulang sekolah,
jadi aku tidak tahu benar-benar ada orang yang lebih tua dan dekat
denganku. Jadi ini hanya bagaimana aku melakukannya.”
Semua orang akan
senang dipuji karena usaha mereka. Tooru tertawa kecil dan Satsuki juga
tertawa. Senyumnya seindah biasanya dan lebih baik daripada menangis atau
marah.
Kemudian, mereka
saling bertukar pandang. Dengan itu, Satsuki memulai pembicaraan.
“Apa ada sesuatu yang
terjadi hari ini?”
Ini dia. Tooru
tahu topik yang tak terhindarkan ini akan datang.
Tooru meringkas dari
apa yang terjadi dan mengapa Amane tidak pernah mendapat masalah dengan para
guru.
Satsuki menjadi pucat
setelah mendengarkan paruh pertama tapi kemudian tenang kembali setelah
itu. Dia meletakkan tangannya di pangkuannya dan dengan serius menatap
Tooru.
“Lalu dengan kata lain,
kakakku membuat bekas temanmu menyakitimu.”
“Ya, kurasa begitu. Kami
belum bicara lagi setelah sekian lama, jadi itu bukan kejutan besar. ”
Tooru menatap ke
kejauhan. Ia pernah mengundang mereka untuk nongkrong seperti ini di masa
lalu. Kenangan indah itu menyakitkan, tetapi Ia tidak akan
menangis. Toh, Satsuki hanya menangis sekali karena Amane.
Satsuki sepertinya
sedang berpikir, tapi kemudian dia tiba-tiba menyandarkan kepalanya ke bahu
Tooru. Dia beraroma harum seperti biasanya, tapi dengan sedikit keringat
hari ini, meski tidak ada yang menyinggung.
“Apa kamu tidak mau
mengandalkanku?”
“Bukannya aku sudah
mengandalkanmu? Aku membuatmu membersihkan ruanganku dan sudah membuatkan
makan siangku. Itu bukan apa-apa, tahu? ”
Kemudian, Satsuki menggembungkan
pipinya dan cemberut. Baru-baru ini dia mulai menunjukkan sisi
polosnya. Dan karena Tooru hanya melihat dia selalu tersenyum, melihat
sisi lain dari Satsuki membuat Ia sedikit terkejut.
Belakangan ini, Ia
mengetahui bahwa kadang-kadang, Satsuki juga bertingkah
kekanak-kanakan. Mungkin karena dia tidak pernah tumbuh dengan teman, dia
tidak selalu tahu bagaimana berurusan dengan orang lain. Begitu dia
sedikit lebih santai di sekitaran Akane dan Jun, dia kemungkinan akan
menunjukkan sisi kekanak-kanakannya kepada mereka juga.
Dan itu baik-baik
saja untuk Tooru.
Dia dulu berusaha
keras untuk senyumnya, tapi sebelum Ia menyadarinya, ada banyak hal untuk
Satsuki. Mungkin dia membiarkan dirinya lengah di sekeliling Tooru, tapi hal
itu juga membangun kepercayaan di antara mereka.
“Tapi ...”
“Jangan
khawatir. Aku takkan mengacaukan yang kedua kalinya. Aku akan ekstra
hati-hati mulai sekarang. Oke?”
“Oke ...”
Tooru segera menarik
tangannya kembali begitu Ia sadar kalau Ia secara tidak sadar mengulurkan
tangannya untuk membelai kepala Satsuki yang sedang gelisah.
“Oh, maaf, aku tidak
...”
“... tidak,
jangan. Aku suka saat kamu melakukan itu, jadi tolong teruskan?”
Dia mengatakan itu ketika
dia menundukkan kepalanya agar Tooru melanjutkan elusannya. Dia seperti
kucing.
“Aku akan lari jika
perlu.”
“Oke. Jadi ...”
“Aku akan mengurus
diriku sendiri. Aku janji.”
Kata-katanya datang
dari lubuk hatinya dan Tooru akhirnya bisa sampai ke Satsuki dengan
mereka. Satsuki memejamkan matanya dan dengan lembut bernapas. Dia
tidak menunjukkannya, tapi Tooru merasa dia sedikit gugup.
Tooru terus mengelus Satsuki ketika Ia berpikir tentang apa yang akan terjadi.
Tooru terus mengelus Satsuki ketika Ia berpikir tentang apa yang akan terjadi.