Chapter 23
Salju yang turun
diam-diam menumpuk di tanah. Tooru bergegas ketika Satsuki sedang menunggu
di dekat gerbang.
“Kamu akan terpeleset
dan jatuh jika terburu-buru seperti itu, bung.”
“Hei, pacarku sedang menungguku. Apa
lagi yang bisa aku lakukan?”
Mereka berdua tertawa
bersama ketika Tooru bersiap-siap pergi.
Butuh waktu
berbulan-bulan untuk menghentikan pembullyan sepenuhnya. Bahkan sekarang,
segala sesuatunya tidak seperti sebelumnya.
Teman-temannya
mendatanginya untuk meminta maaf juga, meski Tooru tidak yakin untuk memaafkan
mereka atau tidak. Tetap saja, Ia melakukannya, dengan anggapan bahwa
Amane ada di balik itu semua. Mereka semua adalah temannya sekarang.
Jun dan Akane adalah
pasangan yang seperti sudah menikah lama yang sama seperti sebelumnya. Perdenatan
mereka sekarang sudah menjadi rutinitas sehari-hari.
“Baiklah, sampai
jumpa lagi nanti. Jangan mulai bertengkar lagi sekarang!”
“Oke!”
Mereka merespons begitu
saja, Tooru pensaran apa mereka benar-benar mendengarkan apa yang dikatakannya
ketika Ia berlari menuju gerbang depan sekolah.
Dia melihat bagian
belakang Satsuki. Berbeda dengan waktu itu, dia sekarang mengenakan jaket.
“Satsuki, terima
kasih sudah menunggu.”
“Kamu tidak perlu
terburu-buru begitu, Tooru.”
Satsuki menyambut
Tooru dengan senyuman, meski dengan sedikit perhatian padanya. Itu bukan
ekspresi sedih yang membuatnya kabur ketika mereka pertama kali bertemu, tapi
senyum cerah dan ceria yang menghias wajahnya.
Sepertinya tidak
banyak yang berubah di rumah untuk Satsuki. Ya, kecuali satu hal.
Tidak peduli seberapa
buruk suasana hati Amane, dia tidak lagi melakukan kekerasan dengan
Satsuki. Satsuki bisa hidup damai di rumah. Tooru merasa sangat disayangkan
bahwa kedua saudari ini tidak bisa berteman, tapi Ia tidak hak untuk
mengomentari itu.
Tooru berniat
mengajak Satsuki untuk bertemu orang tuanya pada liburan musim dingin ini. Bukan
ingin mendapat restu untuk pernikahan mereka, melainkan secara resmi memberitahu
orangtuanya bahwa mereka berdua sedang menjalin hubungan. Satsuki juga
tidak keberatan, jadi mereka berencana untuk ke sana.
Hari yang damai
sangat berharga tapi hari apapun bersama Satsuki terasa lebih
menyenangkan. Tooru ingin berterima kasih padanya untuk itu.
“Oh? Di mana
syalmu, Satsuki?”
“Aku melupakannya di
rumah. Tapi aku pakai mantel, jadi aku tidak kedinginan.”
“Kau akan masuk angin
jika terus seperti ini.”
Tooru dengan lembut
melilitkan syal di lehernya. Hangatnya , ujar Satsuki pada
dirinya sendiri.
“Hei, Tooru?”
“Hmm?”
“Aku
mencintaimu. Sejak saat itu."
Mata Tooru melebar
dan kemudian tersenyum.
Tapi tidak seperti
dulu, mereka tersenyum bersama.
Ceritanya sungguh damai~~~~
BalasHapus