Otonari no Tenshi-sama Vol.2 Chapter 4 Bahasa Indonesia

Chapter 04 - Semester Baru

 

Semester baru dimulai, tapi tidak ada perubahan drastis.

Semua orang menghabiskan liburan musim dingin seperti yang mereka inginkan, tapi perubahannya tidak sedrastis selama liburan musim panas; tidak ada yang melakukan perubahan penampilan atau debut setelah liburan, dan wajah-wajah di kelas masih tetap tidak berubah.

Mengamati kelas yang ribut dari biasanya, Amane duduk diam di kursinya, lalu didekati seseorang.

“Yo Amane, masih sehat-sehat saja?”

“Ya, bisa dibilang begitu.”

Itsuki tiba di kelas lebih lambat dari Amane, dan masih sama seperti biasanya.

Mereka tidak pernah bertemu sejak Natal, tapi Ia masih tersenyum sembrono seperti biasa.

“Apa kau menghabiskan Tahun Baru dengan baik?”

“... Yah, lumayan.”

“Kenapa balasanmu lemes begitu? Apa ada kemajuan? ”

“Ya ampun, kemajuan apa ... bukan itu, tidak ada yang terjadi.”

Sebenarnya, Amane tidak bisa bilang kalau  tidak ada yang terjadi. Tidak ada yang menginginkannya, tapi Mahiru menghabiskan malam di kamar Amane. Ia tidak bisa mengatakan ini.

Amane bisa dengan mudah membayangkan Itsuki memberi tahu Chitose tentang ini, dan mereka berdua akan menggodanya.

Selain itu, orang tuanya mampir untuk Hatsumode; tapi itu mungkin tidak bisa dihitung.

“…Hmm?”

“Tidak ada yang terjadi.”

“Yah, kalau begitu aku akan menerimanya.”

Amane jengkel dengan jawaban Itsuki, tapi Ia membiarkannya, merasa sulit untuk membalas.

Saatnya berbicara tentang hal lain ... jadi Ia melihat ke sekeliling kelas dengan pemikiran seperti itu, tapi tidak ada yang istimewa yang benar-benar terjadi.

Gadis-gadis di kelasnya bergerombol di sekitar Ouji , si Kadowaki. Baik tatapannya yang sedikit gelisah di tengah-tengah mereka semua berubah, dan tidak ada kecemburuan lama yang polos dari anak-anak lcowok di sekitar mereka.

“Sepertinya tidak ada yang berubah sama sekali.”

“Yah, Yuuta juga. Masih sama, masih sama.”

Amane hanya mengamati karena bosan bersama Itsuki, yang tidak tertarik pada gadis lain karena Ia sudah punya pacar, tersenyum masam pada popularitas Yuuta. Mereka kemudian melihat ke arah grup lain.

“Ngomong-ngomong, aku dengar Shiina-san punya pacar, loh.”

Beberapa gadis berkerumun bersama, sedang bergosip, dan setelah mendengar percakapan mereka, Amane menegang.

“Ah, Lisa bilang begitu. Dia berpegangan tangan dengan seorang cowok selama Hatsumode. ”

“Ya, dia pegangan tangan. Mungkin Shiina-san tidak tertarik pada siapa pun karena dia sudah punya pacar? ”

“Aku dengar cowoknya terlihat keren dan tampan, tapi cowok tersebut tidak pernah muncul di sekolah. Aku penasaran apa Ia dari sekolah lain?”

Tidak hanya Amane, tapi sepertinya semua tatapan di kelas tertuju pada gadis-gadis yang bergosip. Bahkan Yuuta tampaknya menajamkan pendengarannya ke arah mereka.

Hanya tatapan Itsuki yang diarahkan pada Amane.

“Hei, Amane.”

“Aku tidak tahu.”

“Aku belum mengatakan apa-apa.”

“Tidak ada hubungannya denganku.”

“Oke.”

Itsuki tersenyum masam pada penolakan lembut Amane, dan tiba-tiba mengangkat poni Amane.

“Yah, karena kau terus menyembunyikannya, tapi kau punya wajah yang bagus.”

“Jika komentar itu keluar dari mulutmu, rasanya seperti sarkasme tau.”

Meski tampang Itsuki tampak riang dan memiliki getaran sembrono, Ia mungkin dianggap tampan.

Dan bagi Amane, seorang cowok tampan yang berkomentar begitu padanya terasa seperti sedang mengejeknya.

Amane merasa penampilannya cuma lumayan, dan tidak ingin mendengar pendapat orang lain tentang wajahnya.

Ia melambaikan tangan menyentuh poni, dan mengerutkan kening, melihat senyum masam Itsuki.

“Yah, begitulah dirimu.”

“Berisik kau.”

“Yah, bisa kukatakan memang sesuai dirimu.”

Sementara Amane memalingkan wajahnya, Itsuki tertawa ketimbang terlihat marah.

 

uuuu

 

“Sepertinya gosipnya sudah menyebar di sekolah.”

Setelah makan malam, Ia memberitahu Mahiru yang duduk di seberang meja makan. Mahiru mengerti apa yang Ia maksud, wajahnya menegang.

Mahiru lah yang merasa paling terganggu.

Tampaknya tidak ada rumor yang menyebutkan Amane secara langsung, tapi pasti rasanya melelahkan bagi Mahiru untuk ditanya apakah dia punya pacar.

Jadi pada hari ini, dia tampak sedikit kaku ketika tiba di apartemen Amane, langkahnya mungkin berat karena masalah ini.

“... Setidaknya tidak ada yang tahu kalau itu kamu, Amane-kun, tapi butuh  banyak usaha untuk menyelesaikan kesalahpahaman.”

“Apa berpegangan tangan membuatku jadi pacar sekarang?”

“Aku tidak tahu. Bagaimanapun juga, aku menyangkalnya, dan mengatakan kalau kamu adalah seseorang yang aku kenal. Kita cuma bisa menunggu rumor tersebut menghilang. ”

“Nn, yah, itu sudah diduga.”

Amane tidak enakan pada Mahiru karena dianggap sebagai pacarnya, jadi Ia juga ingin desas-desus itu menghilang sesegera mungkin. Akan sangat melelahan baginya untuk ditanya berulang kali apakah Amane adalah pacarnya.

Hal yang sama berlaku untuk Amane, yang selalu gelisah setiap kali mendengar desas-desus ini, karena permintaan maaf dan rasa malu. Ia ingin orang melupakan gosip tersebut.

Haa, dia menghela nafas, dan Mahiru dengan tenang menurunkan matanya.

“... Apa kita terlihat seperti sepasang kekasih?”

“Entahlah? Lagipula, mana mungkin seseorang seperti aku bisa menjadi pacarmu, Mahiru. Kau bisa memilih pria yang lebih tampan di luar sana, dan bahkan jika kau bersamaku, aku lebih mirip seorang kenalan biasa.”

“Kamu bukan cuma sekedar seseorang.”

“Eh?”

Amane memandang ke arah Mahiru sekali lagi setelah mendengar pernyataan kuat yang tak terduga ini; Mahiru kembali menjadi tampak muram, meski karena alasan tertentu, dia tampak sedikit ... geram, bersikeras.

“Kamu terlalu merendahkan dirimu, Amane-kun, tapi itu tidak benar. Aku pikir kamu adalah orang yang luar biasa, Amane-kun. Kamu itu baik, pengertian, sopan, baik hati ... dan sangat keren ketika kamu didandani.”

Wajah Amane mulai memerah ketika mendengarkan pujian tulus yang tampaknya tidak begitu.

Mahiru mungkin menyadari betapa memalukannya kata-katanya, karena dia mulai terbata-bata di tengah jalan.

Meski begitu, Mahiru menatap matanya, menunjukkan bahwa dia tulus; pujiannya membuat Amane semakin malu.

“A-aku mengerti ... erm, terima kasih.”

“Ja-Jadi, erm, yah ... tolong jangan memandang rendah dirimu sendiri.”

“O-oh…”

Amane tidak bisa menyangkalnya, sekarang Ia dipuji oleh Mahiru, karena suasana hati tidak akan membiarkan Ia rendah hati dengan cara apa pun.

Pipi Mahiru sedikit memerah saat dia menundukkan kepalanya, gemetaran karena malu. Amane juga merasakan rasa malu muncul dalam dirinya, dan diam-diam bergumam.

“... Yah, aku akan mencuci piring.”

“Y-ya.”

Bagaimanapun, yang bisa dilakukan Amne hanyalah melarikan diri dengan malu.

Itu bisa disebut strategi melarikan diri, karena hatinya tak tahan melihatnya gemetaran karena malu.

Suu, haa, setelah menarik napas panjang, Ia berdiri, dan membawa peralatan ke wastafel. Mahiru pergi ke ruang tamu, duduk di sofa, dan membenamkan wajahnya ke bantal. Tampaknya dia juga merasa sangat malu, tidak terbiasa dengan pujian yang diberikan padanya.

Begitu melihat tingkah Mahiru, “Jika kau merasa malu, jangan katakan ini” gumam Amane, tapi karena kata-katanya, Ia merasakan beberapa beban terangkat dari dadanya.

Ia merasa cukup lega setelah menerima persetujuan, mungkin.

Atau begitulah yang Amane pikirkan, tapi Ia masih merasa malu. Sekarang masih musim dingin, namun Ia dengan lesu mencuci piring dengan air dingin.

 

uuuu

 

Hei ~ hei ~ Amane, pinjamkan aku Tenshi, ya?

Chitose menelepon setelah semester baru dimulai tiga hari, sehabis makan malam.

Biasanya, mereka akan saling menghubungi melalui aplikasi pesan, tapi karena suatu alasan, dia memanggil Amane, dan menanyakan tentang Mahiru. Amane tidak tahu apa yang dia rencanakan.

Dia bilang untuk meminjamkannya, tapi Mahiru bukan milik Amane. Seharusnya Chitose bertanya langsung pada orangnya.

“Jangan tanya aku, tanya Shiina sana.”

Tapi dia ada di sebelahmu sekarang, ‘kan?

“…Emang.”

Lalu, tanyakan padanya apa dia ingin pergi bersamaku besok.

“Tanyai dia sendiri.”

Apa Chitose tidak punya nomornya? Amane bertanya-tanya, tapi Ia ingat saat selama Natal, Chitose sepenuhnya fokus pada menggoda Mahiru, dan tidak punya waktu untuk menanyakan nomernya.

Dan juga, Amane pasti akan memiliki kontak Mahiru, dan sering bersamanya. Sudah bisa diduga mengapa Ia dihubungi.

Proses berpikir Chitose dapat dimengerti, tapi Amane ingin mengatakan kepadanya kalau Ia bukan merpati pos.

Bagaimanapun juga, lebih baik Mahiru yang membahas ini sebagai gantinya, jadi Amane berpikir begitu sambil menyerahkan telepon kepada Mahiru yang tampak ragu di sebelahnya. “Chitose ingin berbicara denganmu.” ujarnya, dan bersandar ke sofa.

Mahiru tampak agak gelisah, tapi dia dengan nurut membawa telepon ke telinganya.

“Aku akan mengambil alih ... eh, besok? Ya-ya, aku tidak punya kegiatan lain ...”

Tampaknya Mahiru kaget dengan obrolan cepat Chitose yang tiba-tiba, dan Amane hanya bisa menyaksikan wajah Mahiru yang gelisah dengan senyum masam.

Dia tampak sabar, hanya terkejut dengan ajakan yang mendadak, tidak tahu harus berbuat apa.

Mahiru melirik ke Amane, “Lakukan apa yang kau inginkan. Dia ingin mengajakmu keluar, bukan aku, ” jawab Amane.

Mahiru sesekali pergi keluar bersama teman-temannya, tapi prioritasnya adalah pulang ke apartemen Amane dan menyiapkan makan malam.

Amane pikir dia harus istirahat sesekali, mengesampingkan apa dia dapat beristirahat atau tidak dengan Chitose.

“Y-ya ... erm, aku menerima ajakanmu...”

Dia mungkin sudah mengambil keputusan setelah mendengar kata-kata Amane. Ketika dia menjawab Chitose, Amane bisa mendengar teriakan “Oke!” dari sisi lain telepon, dan Mahiru secara naluriah menjauhkan ponsel dari telinganya.

Amane terkekeh kaget melihat bagaimana Chitose sangat antusias, dan pandangan matanya bertemu dengan Mahiru.

Dia tampak agak khawatir, tapi bibirnya masih menunjukkan senyum lega dan gembira.

Begitu suara agak tenang, dia mengambil smartphone, dan mulai berbicara.

Mahiru tersenyum ketika berbicara, dan Amane juga tersenyum ketika Ia memandangnya.

“Terima kasih banyak. Aku akan mengembalikan ini padamu.”

Setelah panggilan selesai, dia dengan hati-hati mengembalikan smartphone kepada Amane.

Sepertinya mereka sudah membuat rencana, dan dia akan diseret ke suatu tempat oleh Chitose.

“Terlalu mendadak, bukan? pada dasarnya begitulah Chitose.”

“Y-yah, itu sedikit mengejutkanku.”

“Dia bukan orang jahat, hanya sedikit memaksa.”

Meski Amane rasa kata 'sedikit' mungkin terlalu merendahkannya, Ia memberinya penilaian ringan. Chitose jelas bukan orang jahat, hanya sedikit memaksa.

Mahiru mungkin memahami kepribadian dengan baik ketika dia tersenyum masam, tapi untungnya, dia tidak terlihat terganggu oleh hal itu. Agak tragis bahwa ketika Chitose adalah pacar teman dekatnya, Ia tidak bisa bergaul dengannya, meskipun itu biasa.

“Kamu tidak perlu khawatir tentang aku besok. Nikmati saja waktu luangmu.”

“Iya.”

“... Ahh, benar.”

“Iya?”

Walau Amane ingin Mahiru menikmati waktunya, Ia harus mengingatkannya pada sesuatu.

“Jika dia melecehkanmu secara seksual, jangan ragu buat pukul dia. Chitose itu mirip seperti ibuku; suka hal-hal yang lucu dan cantik, jadi dia mungkin akan menyentuhmu karena kau sangat cantik.”

Mereka berhasil menghentikannya terakhir kali, tapi Chitose benar-benar menyukai hal-hal yang lucu.

Ia memiliki penglihatan Chitose yang tajam membantunya untuk ulang tahun Mahiru, tapi Amane masih tidak nyaman membiarkan Chitose sendirian dengan Mahiru.

Mahiru memiliki penampilan gadis cantik yang ideal, kelucuan dan kecantikannya akan menarik banyak tatapan setiap kali dia berjalan di jalanan.

Sangat penting bagi Mahiru untuk waspada terhadap siapa pun yang mendekatinya, dan juga cengkeraman iblis Chitose.

“Yah, kamu tidak harus melakukan ini jika kamu tidak menyukainya, tapi jika kamu tidak langsung menolaknya, dia mungkin akan ngelunjak dan melecehkanmu, jadi hati-hati ... ada apa?”

“... Bukan apa-apa.”

Mahiru mengerutkan bibirnya, dan Amane merasa aneh, tetapi dia tidak pernah menyatakan apa yang ada di pikirannya, sebaliknya mengalihkan matanya secara diam-diam.

 

uuuu

 

Di hari Mahiru pergi dengan Chitose, Amane sendirian di apartemennya, akhirnya mendapatkan kedamaian setelah sekian waktu yang lama.

Belakangan ini, Mahiru selalu berada di sampingnya, dan satu-satunya waktu Amane bisa sendirian adalah pas hari libur.

Walau begitu, Mahiru akan menyarankan untuk memasak makan siang, dan Amane akan menerima dengan sepenuh hati, sehingga waktu sendirian semakin berkurang.

Tentu saja, Ia tidak membencinya ... Ia bahkan mungkin merasa tenang, tapi ada baiknya juga untuk punya waktu pribadi sesekali.

Meski terasa dingin di sebelahnya.

(Untuk beberapa alasan, rasanya Mahiru sudah menjadi sangat dekat denganku.)

Amane merasa sudah mengenal lama Mahiru, tapi pada kenyataannya, hanya beberapa bulan berlalu sejak pertemuan pertama mereka.

Meski begitu, rasanya mereka sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun bersama, mungkin karena mereka memiliki banyak kesamaan.

Mereka tidak saling ikut campur urusan pribadi masing-masing, berbagi udara yang sama, dan sedikit celah di antara mereka adalah sesuatu yang sangat membuat Amane puas.

Masalahnya adalah Amane tidak ingin melepaskan kenyamanan ini.

(Aku benar-benar bodoh.)

Amane merasa meski di satu sisi Ia menyukai Mahiru, namun tidak ada gairah di antara mereka. Namun sebagai tetangga dan teman, Ia mungkin terlalu posesif terhadapnya.

Ia menyukai Mahiru lebih dari teman, dan pada saat yang sama,Ia menyadari bahwa hanya ada sedikit percikan dalam pemikirannya yang menginginkan Mahiru menjadi gebetannya; Amane merasakan gatal yang tak terkatakan di dalam dirinya.

Jika kesukaannya pada Mahiru memiringkan keseimbangan, Ia merasa hubungan mereka tak bisa kembali seperti sedia kala.

Karena itu, Amane menyimpan perasaan yang menyala-nyala di dalam hatinya, dan menguburnya dalam-dalam.

Jika Ia menunjukkan kesukaannya pada gadis itu, Mahiru sepertinya akan terganggu.

Mahiru sudah menunjukkan beberapa tingkat kesukaan pada Amane, tapi Ia merasa itu bukanlah perasaan cinta.

Lagipula, mana mungkin Mahiru bisa jatuh cinta pada cowok yang tidak berguna seperti Amane yang terus menyebabkan masalah.

Dia telah menilainya, tapi Amane merasa tidak mungkin Mahiru jatuh cinta padanya. Jika Amane menyatakan perasaannya dengan cara yang salah, hubungan di antara mereka akan berakhir canggung.

Amane menekan kegelisahan yang berdenyut di dalam hatinya, dan diam-diam melihat ke luar jendela.

Suasana malam musim dingin datang lebih awal, dan sudah ada tabir gelap di sekitar mereka.

Sekarang baru jam 6 lewat, tapi orang-orang bisa mengatakan kalau saat ini sudah malam.

Lagipula, Chitose tidak mengajak Mahiru keluar sampai larut malam, namun Amane tidak nyaman ada 2 gadis SMA yang berkeliaran sendirian di luar ketika sudah gelap.

Kapan kau selesai?

Dia mengirim pesan kepada Chitose, yang akan selalu membawa smartphone-nya Kami akan mengucapkan selamat tinggal segera dan menerima balasan cepat seperti itu.

Sepertinya Chitose juga tidak berniat keluar luar terlalu lama setelah sekolah, jadi Amane bertanya kapan mereka akan tiba di stasiun, berdiri dari sofa, dan pergi ke kamar.

(Aku masih punya minyak rambut yang dibawa ibu.)

Amane merasa enggan, tapi karena Ia akan bertemu Mahiru, Ia tidak punya pilihan.

Ia benar-benar tidak ingin melakukan ini, tapi orang tuanya mengajarinya trik untuk meningkatkan daya tariknya. Paling tidak, Ia bisa meniru gaya rambutnya saat itu.

Amane melihat ke cermin, dan melihat dirinya yang suram seperti biasanya.

Lalu Ia mengambil minyak rambut, dan secara pribadi mengganti diri yang biasanya tidak sopan dan muram dengan tangannya sendiri.

 

uuuu

 

Sekarang adalah musim dingin, dan malam tanpa matahari benar-benar dingin.

Amane mengenakan sweter abu-abu muda dengan mantel biru tua untuk menghangatkan tubuh dan fashion, bersama dengan celana skinny hitam dengan lapisan dalam; tubuhnya masih merasa dingin, jadi seberapa dinginnya Mahiru yang cuma mengenakan mantel di atas seragamnya?

Mahiru mungkin mengenakan stoking yang lebih tebal untuk musim dingin, tetapi roknya hampir tidak cukup pendek bagi ukuran gadis SMA untuk tidak melanggar aturan atau terlihat kasar, dan orang akan merasa sangat dingin hanya dengan melihatnya. Amane pikir dia pasti mengenakan celana.

Beberapa gadis SMA yang Amane lewati sedang mengayunkan rok pendek mereka, dan Ia dengan susah payah menyadari betapa banyak upaya yang mereka lakukan demi bisa tampil cantik.

Begitulah yang Amane pikirkan sambil menutupi bibirnya dengan syal yang diberikan Mahiru padanya, dan bergegas menuju stasiun terdekat.

Tampaknya Chitose dan Mahiru pergi ke fasilitas perbelanjaan besar, dan naik kereta di sana. Stasiun terdekat dari apartemen berada dalam jarak berjalan kaki, dan Chitose memberitahu kalau kereta akan tiba, jadi Ia pasti datang tepat waktu.

Hembusan angin dengan lembut meniup rambutnya saat Ia berjalan, tetapi tidak merusaknya.

Amane harus merapikan rambutnya jika menjadi berantakan, dan itu akan merepotkan. Ia merasa bahwa mereka yang biasanya mendandani diri sendiri layak dihormati.

Amane terus berjalan, dan tiba di stasiun.

Mahiru mungkin muncul di pintu masuk ini, mempertimbangkan arah apartemen. Jika Ia menunggu di dekat sini, Ia pasti harus bertemu dengannya.

Amane menyandarkan punggungnya di dinding pintu masuk, melihat waktu sembari menunggu Mahiru; Segera setelah itu, gadis dengan rambut lurus berwarna rami yang akrab keluar dari stasiun.

“Mahiru.”

Amane memanggilnya, dan dia berbalik setelah mendengar suara yang akrab, dan terdiam begitu Amane muncul di hadapannya.

“Eh, ... ya? Ke-kenapa?”

Alasannya mungkin merujuk pada penampilan Amane.

Dia mungkin tahu dari Chitose bahwa Amane akan menjemputnya, tapi Mahiru mungkin tidak pernah menyangka kalau Amane menyambutnya dengan penampilan yang sama saat Hatsumode.

Lagipula, dia tidak bisa membayangkan Amane muncul dengan pakaian dan gaya rambutnya yang biasa.

Akan merepotkan jika ada orang di sekitar mereka ada yang melihat dan menghubungkan petunjuk-petunjuk yang tersirat. Lebih jauh lagi, bahkan Mahiru mungkin akan memandang rendah dirinya jika Amane berjalan di sisinya dengan tampilannya yang biasa.

Amane berniat untuk menyamar, tapi paling tidak, Ia bisa terlihat cocok untuk berdiri di sebelah Mahiru.

“Kamu berpikir aku tidak bisa melakukan ini? Bagaimanapun juga, aku tidak bisa menemuimu dengan gayaku yang biasa. ”

“…Itu betul.”

“Apa ini tidak cocok untukku? Padahal aku sudah memeriksanya di cermin. Aneh?”

Sementara Amane berpakaian normal, gaya rambutnya sama persis dengan saat Hatsumode. Ia tidak terlalu memikirkannya, tapi mungkin berbeda dengan mereka yang memiliki rasa keindahan yang luar biasa.

Amane menarik beberapa perhatian yang diarahkan padanya, dan ada kemungkinan kalau penampilannya tampak aneh.

Ia berdandan sedikit, tapi sepertinya masih terlihat polos. Namun Mahiru menggelengkan kepalanya "itu cocok untukmu." Ia merasa lega mendengar pujian darinya.

“Baguslah kalau begitu. Lihat, di sini sudah gelap. Akan berbahaya jika kau berjalan sendirian. ”

“... A-aku tahu itu, kok.”

“Atau apa kau tidak mau aku jemput? Jika tidak mau, kau bisa mengikutiku dari belakang. Aku akan berjalan di depanmu.”

“A-Aku tidak membencinya. Umm ... terima kasih banyak.”

“Hmm.”

Tampaknya dia tidak benci, dan Amane merasa lega saat menarik tangannya dari kantong mantelnya. Mahiru ragu-ragu meraih tangan Amane.

Mungkin karena kedinginan, tangannya agak dingin dari yang Amane harapkan.

“Dingin sekali. Di mana sarung tanganmu? ”

“Aku mencucinya hari ini. Bagaimana dengan tanganmu, Amane-kun? ”

“Aku memasukkan tanganku ke dalam kantong.”

Amane tiba dengan kedua tangan di masukkan ke dalam kantong mantelnya, dan tidak ada anak yang baik yang bisa menirunya; itu tidak terlalu penting.

Ia tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya menggenggam tangan Mahiru yang halus, tangan yang dingin.

Tangan Mahiru benar-benar ramping, halus, dan lembut.

Tangan yang mudah digenggam dengan tangan Amane.

“…Ini hangat.”

Mahiru bergumam, menyipitkan matanya saat dia tampak berseri-seri.

Emosi Mahiru yang tulus membuat jantung Amane berdebar, tapi Ia fokus pada tangan, dan tidak menunjukkan betapa terguncangnya dirinya.

Amane memegang tangannya, mengambil tas dari perjalanan belanjaannya dengan Chitose sebelum berjalan pergi ..

Chira, Mahiru meliriknya, “Apa?” dan Amane bertanya,

Mahiru menatap Amane, sebelum akhirnya memalingkan muka.

Telinga dan pipinya agak merah, entah karena kedinginan, atau karena terlalu lama menatap Amane.

“Baiklah, apa enaknya kita membeli sesuatu dari minimarket dalam perjalanan pulang? Roti daging benar-benar enak di musim begini. ”

“... Aku suka rasa kacang merah.”

“Kau benar-benar suka yang manis ... bagaimana dengan makan malam?”

“Aku sudah menyiapkan beberapa telur dadar, char siu dan menma, jadi ramen.”

“Ramen untuk hari yang dingin begini kedengarannya bagus juga.”

“Tentu saja.”

Amane tidak tahu karena Ia tidak pernah memeriksa kulkasnya, tapi sepertinya Mahiru membeli bahan makanan tersebut beberapa hari yang lalu.

Mereka harus membeli sup dan mie, tapi bahan-bahannya semuanya buatan tangan. Tenggorokan Amane terasa basah saat membayangkan char siu yang kental dan rasa yang kuat dari telur setengah matang.

Rasa tersebut pasti akan menghangatkan tubuh yang dingin.

“... Aku tidak tahu apa aku bisa makan roti kacang merah.”

“Kita akan bagi setengahan. Jadi, kau tetap bisa makan malam.”

“…Iya.”

Mahiru dengan malu-malu menerima sarannya, dan Amane tersenyum, mengerahkan sedikit lebih banyak tenaga dalam cengkeraman yang memegang tangannya.

“Aku dengar Shiina-san terlihat berjalan dengan cowok yang sama lagi.”

Dan hari berikutnya, Itsuki memandang Amane dengan pandangan mencela karena menambahkan minyak ke dalam api sekali lagi. Amane berpura-pura tidak tahu saat memalingkan mukanya dari Itsuki.




close

8 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

  1. cptan pacaran woe 🤕

    BalasHapus
  2. Berharap ada adaptasi manga/anime nya

    BalasHapus
  3. Gak baik buat gula darah nih njir serius 😳

    BalasHapus
  4. Ini namanya pacaran tp cuman kurang konfirmasi. Bisa Deket tp gak pacaran hmmm menarik, sesuatu yang absurd memiliki sensasi tersendiri

    BalasHapus
  5. Entah kenapa hubungan yang abu2 kayak gini bikin gua iri

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama