Chapter 06 - Hari Valentine
Memasuki bulan Februari, gosip tentang 'cowok misterius yang dicurigai sebagai
pacar Mahiru' tampaknya telah mereda.
Amane kedapatan menjemputnya, Ia mengabaikan rumor, tapi karena
tidak ada berita lain yang terjadi setelah itu, jadi sepertinya gosip tersebut
sudah padam untuk sementara waktu.
Meski begitu, tampaknya ada pemahaman umum kalau 'cowok itu bukan pacar Mahiru, tetapi
seseorang yang dekat dengannya'. Ada juga rumor tak berdasar yang
menyebar kalau Mahiru tertarik pada cowok itu ... yang Mahiru sangkal dengan
senyuman yang tidak memungkinkan mereka untuk menyelidiki lebih jauh, dan entah
bagaimana itu menjadi tenang.
Sepertinya Chitose menyaksikan pemandangan itu di koridor,
dan menurutnya, Mahiru mengeluarkan 'aura intimidasi yang tak terkatakan', jadi
sepertinya dia benar-benar membencinya.
Wajar saja dia bersikap begitu, tapi Amane merasa agak
sedih karena Mahiru bersikeras menyangkalnya. Pada saat yang sama, Ia
merasa itu yang diharapkan.
Tidak ada perasaan cinta di antara mereka, dan hubungan
mereka dipertanyakan hanya karena mereka bertindak sedikit akrab; pantas
saja dia akan sangat marah.
Amane sendiri hanya bisa menunjukkan senyum masam.
“Berbicara tentang Februari?”
“Ujian akhir semester.”
“Hei, mengapa cowok SMA di masa pubertas punya pemikiran
yang membosankan seperti itu?”
Sepulang sekolah, Chitose mampir ke apartemen Amane,
sebenarnya tidak diundang; dia tidak bisa menyembunyikan betapa
terkejutnya dia mendengar jawaban itu.
Amane dengar kalau dia ingin membahas
sesuatu; mungkin cuma perasaannya saja, tapi sepertinya Chitose cuma ingin
bermain dengan Mahiru.
Bagaimanapun juga, Mahiru sedang menyeduh teh di dapur. Hanya
ada Amane dan Chitose satu-satunya di ruang tamu.
“Aku tidak tahu apakah cowok SMA punya tahap
berbunga-bunga atau tidak, tapi kupikir itu pemikiran yang jelas untuk para
pelajar ...”
“Cowok SMA yang menikmati masa mudanya seharusnya berbicara
tentang Valentine, ‘kan?”
“Aku tidak tahu. Aku tidak menikmati masa mudaku.”
“Jangan main-main, deh ~”
Chitose tahu gosip itu tidak benar, tapi dia meliriknya,
jadi Amane balas melotot.
Walau begitu, Chitose tidak berhenti tersenyum, jadi
Amane hanya bisa menyerah.
“Jadi, apa yang kita bicarakan?”
Chitose memberitahu kalau dia datang ke rumah Amane untuk
berdiskusi dengan Amane dan Mahiru, meninggalkan Itsuki.
“Hmm. Aku bingung cokelat apa yang akan diberikan kepada
Ikkun. Saat SMP, aku hanya melelehkan cokelat dan mengeraskannya lagi, tapi
aku pikir sebagai murid SMA, aku harus melakukan sesuatu yang sedikit trendi. ”
“Lalu, saran Shiina saja seharusnya sudah cukup untukmu,
‘kam.”
Amane tidak bisa memasak, dan jika ada yang bertanya
tentang cokelat, Ia hanya bisa mengatakan kalau Ia tidak tahu, paling banyak
suka Itsuki. Namun, Chitose menghabiskan lebih banyak waktu dengan Itsuki
daripada dia, dan sudah tahu tentang hal-hal ini, sepertinya.
“Aku bisa bertanya pada Mahirun, tapi bagaimanapun juga
kamu masih seorang cowok, Amane ~ Aku ingin mendengar apa yang dikatakan
seorang cowok.”
“Apa maksudmu aku ini cowok sejati.”
“Aku pikir seorang cowok akan beraksi ke seorang gadis ketika
mereka cuma berduaan.”
“Katakan, itu hanya terjadi ketika pihak lain
menyetujuinya, dan kita berdua tidak berada dalam hubungan semacam itu.”
“Kamu benar-benar dibesarkan dengan baik, Amane. Jalan
pemikiranmu sungguh sehat.”
Amane dinilai punya pemikiran yang sehat, tapi Ia sendiri
menganggap itu wajar saja.
Memang benar kalau cowok dapat melakukan hal-hal seperti
itu kepada gadis yang tidak mereka sukai, tapi konsep untuk bisa melakukan itu
sedikit berbeda dari benar-benar melakukannya. Bagaimanapun, Amane harus
khawatir tentang apa yang pihak lain pikirkan.
Amane merasa munafik jika Ia mengatakan kalau tidak punya
keinginan seperti itu pada Mahiru. Ia merasa bahwa wajar saja bagi cowok
punya keinginan dari seorng gadis yang karismatik baik di dalam maupun luar.
Namun terlepas dari itu, Ia tidak ingin memikirkan
pemikiran bodoh semacam itu.
Amane tidak ingin membuatnya menangis, dibenci olehnya,
dan ingin menyayanginya — perasaan itulah yang Ia miliki pada Mahiru.
Selain itu, Mahiru telah menyatakan kalau dia akan
menyakitinya, baik secara sosial maupun mental, dan Amane tidak bodoh untuk
benar-benar melakukan sesuatu cuma berdasarkan nafsunya. Kemungkinan
Mahiru benar-benar akan menindaklanjuti dengan ancaman itu.
“Yah, itu sisi bagus bagimu, Amane, atau lebih tepatnya
itulah alasan kamu mendapat kepercayaan Mahirun.”
Chitose memberi Mahiru julukan yang lucu sebagai
gantinya.
Mahiru tidak menyangkal hal itu meskipun dia mendengarnya
di dapur, jadi sementara dia tidak tahu apakah dia mau atau tidak, setidaknya Mahiru
menerima julukan yang diberikan kepadanya.
Nah, untuknya, ini mungkin lebih baik daripada dipanggil
Tenshi.
“Terkadang aku penasaran apa kamu ini beneran cowok atau
bukan.”
“Aku bilang aku ini cowok. Memangnya ada seorang
gadis di luar sana yang kasar dan kurus?”
“Dasar tipe herbivora ... kamu tahu, kurasa kamu bisa
sedikit lebih rakus, Amane?”
“Bukannya akan menjijikkan untuk menjadi serakah dalam
penampilan ini?”
“Gunakan saja gaya jantanmu itu. Aku mau melihatnya.”
Itsuki dan Chitose sudah tahu kalau cowok yang digosipkan
adalah Amane, dan Ia mengakuinya beberapa hari yang lalu, jadi tidak ada
gunanya menyembunyikannya pada saat ini.
Namun, Amane tidak ingin menunjukkan gaya itu kepada mereka,
dan merasa dilema.
“Jangan katakan itu. Aku benci diriku yang berdandan
begitu. ”
“Bukan berarti kamu akan kehilangan apapun—"
“Kewarasan dan minyak rambutku.”
“Kamu pelit!”
Dasar orang kikir! Chitose menggembungkan pipinya, dan Amane
mengabaikannya. Mahiru kembali dari dapur dengan senyum masam di wajahnya.
Di atas nampan ada cangkir teh susu, yang diinginkan
Chitose.
Setelah tiga cangkir disajikan di atas meja depan sofa,
Amane berdiri dari sofa, dan duduk di bantal terdekat.
“Duduk.” Ia mendorong Mahiru dengan tatapan ini, dan
dia merasa sedikit canggung saat dengan hati-hati duduk di tempat yang biasa
Mahiru duduki.
“Mumpung sudah ada gosip yang beredar, kamu bisa menjadi
cukup populer di sekolah jika kamu hadir dengan gaya rambut itu.”
“Aku tidak mau. Itu pasti akan merepotkan, dan aku
tidak pernah ingin menjadi populer.”
“Ehh ~ Valentine akan menjadi titik balik yang besar, loh. Kamu
yakin tidak ingin cokelat Valentine, Amane? Lihatlah Yuu-chan yang populer
misalnya, Ia menerima cukup banyak, tahu? Apa kamu tidak merasa iri?”
“Eh, tidak, itu akan menyebabkan diabetes.”
Yuu-chan yang dimaksud merujuk pada Yuuta. Beruntung
bagi Amane, Ia bukan salah satu korban kebiasaan julukan Chitose.
Kemungkinan Yuuta akan menerima banyak cokelat, tapi Ia
akan mendapatkan banyak lemak berlebih jika memakan semuanya.
“Lagipula, itu merepotkan untuk membalas semua hadiah
yang diterima juga. Termasuk cokelat wajib dan cokelat tulus, Kadowaki
mungkin harus berurusan dengan lusinan dari mereka, dan Ia harus membayarnya
tiga kali lipat. Bukannya itu terlalu banyak untuk dompet anak sekolahan?
”
“Jadi kamu menganggapnya kamu harus membayar tiga kali
lipat? Bagus. Nah, kamu tidak perlu khawatir tentang membalasku, aku
akan memberimu cokelat. Apa yang kamu suka?”
“Aku tidak benar-benar membenci atau menyukai jajanan
manis ... kurasa yang tidak terlalu manis.”
“Oke. Aku akan menambahkan hal-hal yang berbeda di
dalamnya.”
“Jangan menambahkan sesuatu yang aneh.”
“Jangan khawatir, masih bisa dimakan, kok.”
“Oy, berhenti di situ.”
Amane tidak tahu apa yang akan dia masukkan, tapi
tampaknya Chitose tidak berniat memberikan cokelat lezat yang normal.
“Mahirun, dengan siapa kamu memberikan punyamu?”
“Semua gadis yang mengobrol denganku di kelas.”
“Kamu tidak memberi kepada anak cowok?”
“... Jika aku melakukannya, meski itu wajib, pasti ada
keributan ...”
“Ah~”
Siapapun bisa dengan mudah membayangkan kalau para cowok
akan bersemangat, dan setelah itu, huru-hara yang tak berarti di antara mereka.
Bagi anak cowok biasa, cokelat dari Tenshi sama saja
dengan hadiah pemberian dari khayangan bagi mereka. Jika Mahiru memberikan
cokelat pada mereka, pasti akan terjadi keributan.
Siapapun pasti penasaran mana yang paling
menakutkan; Popularitas Mahiru, atau imajinasi anak cowok.
Yah, tidak ada masalah jika dia tidak memberi, jadi Amane
mengerti dengan senyum masam.
“Aku juga akan memberikan kepadamu, Chitose-san.”
“Yay, aku mencintaimu, Mahirun. Aku juga akan
memberimu ~ cokelat terbaik untukmu tidak seperti apa yang akan kuberikan pada
Amane. ”
“Oy, kau.”
Chitose menyeringai ketika dia menempel lengket pada
Mahiru.
Paling tidak, Amane lega kalau dia tidak melecehkan
Mahiru secara seksual, tapi Ia tidak bisa membiarkan kata-kata itu keluar dari
mulutnya. Amane menatap tajam pada Chitose, dan dibalas dengan menunjukkan
tampang bodoh di wajahnya.
“Cuma bercanda ~ Aku akan memastikan milikmu juga bisa
dimakan, Amane?”
“Rasanya seperti istilah bisa dimakan sama sekali berbeda
dari menjadi lezat ...”
Amane melihat bahwa Chitose jelas merencanakan sesuatu
yang licik, dan merasakan migrain ketika menahan dahinya. Chitose dengan
jelas menunjukkan kegembiraannya, “Nantikan saja.” saat dia tertawa
terkekeh.
uuuu
Seperti yang diharapkan, sekolah sedang dalam keributan
pada Hari Valentine, dan semua orang dalam suasana hati gelisah.
Banyak anak cowok sangat menantikan sesuatu sementara
berpura-pura tidak tertarik.
Banyak cowok merasa kalau bisa menerima cokelat pada hari
ini akan menentukan tingkat kejantanan mereka, dan dengan demikian sikap
mereka.
“Semua orang mulai gelisah.”
Amane, orang yang tidak pernah memperhatikan ini, merasa
itu benar-benar merepotkan, dan berbalik ke arah Itsuki yang tidak tertarik
karena alasan yang berbeda.
Itsuki sendiri sedang santai melihat keributan di kelas
"Ya" dan menjawab kembali pada Amane.
“Jadi Itsuki-san, yang bersikap santai karena punya pacar,
tolong sebutkan pemahamanmu tentang Valentine tahun ini.”
“Kurasa semua cowok merasa sangat putus
asa; terlepas mereka bisa mendapatkan cokelat hari ini, itu akan menentukan
masa depan mereka. Dan, ada sekitar 60% dari mereka yang gelisah, harap-harap
cemas menerima cokelat dari Shiina-san. ”
“Sepertinya dia tidak memberikan cokelat wajib kepada
mereka, kalau tidak, pasti bakal berantakan.”
“Kurasa ... pokoknya Amane-kun, apa kau berharap menerima
sesuatu darinya?”
“Entah? Aku tidak tahu sama sekali.”
Mahiru akan memberikan kepada gadis-gadis yang
dikenalnya, tapi tidak untuk cowok, jadi Amane tidak berharap bisa menerima
cokelat darinya. Bahkan jika tidak, Amane merasa baik-baik saja dengan
itu.
Tentu saja, jika Ia diberi cokelat, Ia akan berterima
kasih, tapi itu benar-benar tidak masalah.
Sejujurnya, Amane merasa Hari Valentine hanyalah strategi
pemasaran dari perusahaan manisan, dan bukan acara yang sangat penting.
Melihat bahwa Amane tidak tertarik dengan itu “Membosankan
sekali." Itsuki tersenyum masam, dan berbalik dari Amane untuk
melihat di mana keributan terbesar di kelas terjadi.
“... Tapi yah, itu benar-benar menakjubkan.”
‘Itu’ yang dimaksud adalah orang yang populer dengan
hampir semua gadis di kelas.
Ouji berkumpul di tengah, menunjukkan senyum polos, manis,
gadis-gadis berbondong-bondong ke arahnya dan memberinya cokelat yang terbungkus.
Jam pelajaran belum dimulai, tapi tas yang telah
disiapkannya sudah penuh dengan hadiah, popularitasnya jelas sekali bisa
terlihat.
“Yah, itu luar biasa.”
“Hal yang sama berlaku untuk orang-orang yang mengertakkan
gigi di sekelilingnya.”
Beberapa cowok mungkin tidak pernah menerima cokelat, dan
mereka hanya menatap dari kejauhan, atau memandang Yuuta dengan gigit jari.
Perbedaan popularitas ada di hadapan mereka, bahkan
sebelum mereka dapat dinilai, dan mereka hanya bisa menonton dan meratap.
Tapi Amane khawatir bahwa mungkin sulit bagi Yuuta untuk
membawa pulang banyak cokelat, dan bertanya-tanya bagaimana Ia akan menangani
masalah tu.
“Cowok yang populer pasti sulit. Butuh banyak upaya
untuk membawa pulang semuanya dan memakannya.”
“Memang, tapi rasanya sungguh menakjubkan bagaimana Ia
masih tidak gemuk. Rasanya seperti itu sejak SMP. Bentuk tubuhnya
tidak berubah sama sekali. "
“Anggota dari klub lari memang beda. Tapi aku tidak
bisa mengatakan kalau aku takkan gemuk karena makan cokelat. ”
“Chii membuat cokelat untukmu. Siap-siap saja.”
“Apa maksudmu, siap-siap?”
“Rolleet Rusia.”
“Tidak tunggu, apa yang dia tambahkan di dalam cokelatnya?"
Amane sudah menduga dari percakapan beberapa hari yang
lalu bahwa dChitose takkan membuat cokelat biasa, jadi sepertinya dia
menambahkan sesuatu yang tidak perlu.
“Biar kuingat, cokelat dengan habanero, wasabi, lada
Jepang, cokelat dengan ekstrak energi umeboshi, dan sisanya normal semua.”
“Dia itu buat cokelat apa racun!?”
“Sepertinya dia ingin mengejutkanmu, Amane.”
Amane mungkin akan terkejut dalam artian lain, tampaknya
hampir mendekati dengan yang namanya penderitaan.
“... Aku jadi takut memakannya.”
“Menyerah saja. Aku pernah mengalami ini saat aku
mencicipi cokelat buatannya juga.”
“Apa kau memakannya untuk bersenang-senang atau semacamnya?”
“Yah, begitulah. Aku akan memakan apa pun yang
dibuat Chii.”
“Sialan kau, dasar pasangan bodoh.”
Itsuki akan memakan apa pun yang Chitose buat untuknya.
Faktanya, masakan Chitose tidak buruk; masalahnya
adalah dia terlalu suka berpetualang. Dia bisa menjadikannya senormal mungkin
jika dia memikirkannya, tapi dia cenderung menambahkan bahan yang menyusahkan.
Korbannya yang biasa adalah Itsuki, tapi Amane tidak
pernah berharap dirinya akan menjadi korban masakan aneh Chitose kali ini.
Melihat tanggapan Itsuki, coklat itu seharusnya masih bisa
dimakan, bukan sesuatu yang terlalu ditakuti, tapi Amane tetap khawatir tentang
hal-hal yang mengkhawatirkan.
Sementara Amane tampak sedikit sedih, Itsuki memberinya
tatapan hangat dari seseorang yang selamat dari pengalaman itu, pandangan yang
menyuruhnya untuk pasrah.
uuuu
“Ayo Amane, ini!”
“Makasih.”
Sepulang sekolah, Chitose datang untuk menjemput Itsuki,
dan memberikan cokelat ke Amane, dan dibalas dengan sedikit antusiasme.
Amane bersyukur menerimanya, ya.
Bersyukur, tapi ada sesuatu yang berbahaya di dalam
cokelat tersebut; Ia tidak bisa sebahagia yang Ia inginkan.
Amane berniat untuk menghabiskan semuanya, jadi Ia pasti
akan bertemu dengan rasa super pedas dan super tajam, jadi Ia akan khawatir
memakan cokelat pada hari-hari berikutnya.
“Kamu sudah mendengar dari Ikkun, jadi nantikan untuk melihat
apa yang ada di dalamnya!”
“Aku benar-benar tidak suka makanan pedas ...”
“Setidaknya masih bisa dimakan, oke? Tenang, aku
sudah mencobanya, rasanya lumayan enak! ”
“Itu karena kau suka makanan pedas ... ya ampun.”
Amane tidak bisa menyurutkan minatnya karena Ia tidak
terlalu menyukai makanan pedas. Ia juga tidak suka makanan asam, jadi
coklat mengandung rasa yang tidak disukainya.
Namun kabar baiknya adalah yang lain mungkin masih terasa
enak.
“Ahh, ada beberapa yang sangat manis dan sangat pahit.”
“Terima kasih sudah memberitahuku sebelumnya.”
Chitose dengan sepenuh hati menambahkan bom lain padanya,
dan Amane sangat kesal, ingin menangkup kepalanya sendiri.
Cokelat super manis mungkin mengandung susu kental, dan
super pahit mengandung 99% kakao.
Amane masih bisa menangani sebanyak itu. Ia hanya
tidak menyukai yang pahit-pahit.
Sepertinya ini adalah pertama kalinya Itsuki mendengarnya,
“Chii ... kau ..” pipinya sedikit berkedut, tapi Chitose mempertahankan
wajahnya yang tersenyum.
“Tidak apa-apa. Ada beberapa yang sesuai dengan
seleranya Amane, kok.”
“Sesuai?”
“Kalau begitu kami pergi dulu ~ sampai jumpa ~”
Tanpa menjawab pertanyaan Amane, dia meraih tangan Itsuki
dan berlari. Mereka tampaknya sedang kencan Valentine.
“Aku berdoa untuk keselamatanmu”, Amane menerima kata-kata
penghiburan dari Itsuki, dan melambaikan tangan sambil melihat mereka pergi.
Begitu melihat mereka menghilang, Amane merasa sudah
waktunya untuk pulang, jadi Ia mengenakan mantelnya, dan mengambil tas dari
pengait di sisi meja.
Ia tidak benci sendirian, tapi Ia berniat pulang lebih
awal, karena jika Amane tinggal terlalu lama, cowok-cowok dan gadis-gadis
riajuu akan terlalu berlebihan untuknya.
Ia berniat pergi dengan tas di punggungnya, lalu melihat
cowok paling populer di kelasnya.
Tampaknya bombardir hadiah telah berhenti ketika Yuuta
menatap barang-barang yang semua anak cowok inginkan, melihat ke kejauhan. Tas
di sebelah mejanya juga penuh dengan harta.
Amane segera menyadari apa yang Ia pikirkan, dan dengan
sedikit kasihan, Amane menghampirinya.
“Kadowaki.”
“Nn, ahh, Fujimiya? Ada apa?”
Mereka sudah menjadi teman sekelas selama hampir setahun,
jadi meski keberadaan Amane tipis, namanya masih diingat.
Yuuta terkejut didekati oleh orang yang tak terduga,
karena selain dari ada tugas, Amane tidak pernah mendekatinya untuk berbicara.
Amane hanya bisa tersenyum masam pada sikap itu, dan
membuka ritsleting saku kecil di bagian depan tasnya.
“Bukan apa-apa, ambil ini.”
Ia mengeluarkan beberapa kantong kresek supermarket yang
dipadatkan menjadi segitiga, dan melemparkannya ke Kadowaki.
“Persiapkan beberapa untuk berjaga-jaga. Ini akan
berguna nantinya.” Mahiru bilang begitu saat dia memasukkannya. Ketika
Amane menerimanya, Ia pikir akan menggunakannya sebagai tas muntah atau kantong
sampah, tapi Amane tak pernah mengira menggunakan ini untuk membantu masa muda orang
lain.
Apa ini, jadi
Yuuta bertanya-tanya ketika membuka benda segitiga tersebut, dan itu adalah tas
plastik yang jauh lebih besar dari yang Ia harapkan.
Kantong kresek tersebut tidak terlalu tebal, sehingga
mereka mungkin robek, tetapi Amane takkan membantunya sebanyak itu, jadi Ia
akan menyerahkannya kepada pihak yang sebenarnya terlibat.
“Apa aku salah?”
“Ti-Tidak ... kau benar.”
“Begitu ya. Kelihatannya sulit, bertahanlah di sana.
”
Seseorang mungkin melihat Yuuta membawa tas besar di
sekolah.
Menjadi cowok populer memang sulit, pikir Amane sambil melambaikan tangannya dan
meninggalkan ruang kelas.
uuuu
Hari ini adalah Hari Valentine, tapi tidak ada suasana
seperti itu di apartemennya, dan seperti biasanya, Amane pulang untuk
beristirahat.
Sekarang belum waktunya untuk membuat makan malam, jadi
Mahiru ada di sebelahnya. Namun, dia tidak terlihat cemas, dan tidak
menunjukkan tanda-tanda ingin melakukan apa pun pada Amane.
Amane tidak pernah berharap untuk menerima cokelat, jadi
itu tidak masalah baginya. Namun kesedihan kecil yang dimilikinya hanyalah
hasil dari kesombongannya sebagai seorang cowok.
“Ada aroma manis di sekolah hari ini.”
“Bagaimanapun juga, sekarang adalah Hari Valentine.”
Tampaknya Mahiru memberikan cokelat kepada gadis-gadis
yang dia kenal, tapi tidak memberikan apa-apa kepada para cowok, bahkan yang
wajib sekalipun. Amane bisa mendengar suara-suara hancur dari hati para
cowok yang tergila-gila padanya.
Mengapa mereka pikir bisa menerima sesuatu
dari Mahiru ketika mereka tidak pernah berinteraksi? ... Amane merasa penasaran, tetapi para cowok tersebut
cuma terlalu berharap.
“Ya, Hari Valentine hanyalah acara untuk orang-orang
populer. Itu tidak ada hubungannya dengan orang-orang yang tidak menarik
seperti aku. ”
“Kamu sepertinya siap secara mental.”
“Aku bukannya bangga akan hal itu, tapi aku tidak pernah
menerima yang honmei. Aku hanya
menerima cokelat wajib Russian Roullete
dari Chitose. ”
“Cokelat Wajib Russian
Roullete?”
“Cokelat yang isinya macam-macam dan dicampur di antara
cokelat normal.”
Tampaknya cokelat yang diberikan Chitose berisi beberapa
jenis rasa pedas, asam, manis, pahit, dan beragam, diisi dengan jenis-jenis lain
untuk menghancurkan selera. Amane merasa takut memakannya.
“Dia membuat sesuatu yang sangat menakjubkan lagi ...”
“Aku akan memakannya, jadi jika sepertinya aku menderita,
tolong maafkan aku.”
“Kurasa kamu akan memakan semuanya,”
“Tentu saja. Dia sudah menyiapkannya untukku, jadi
aku akan memakannya. Itu bukan racun.”
Sementara ada stimulan di dalamnya, isi cokelat tersebut
tidak berbahaya bagi tubuh, jadi Amane berniat untuk memakan cokelat itu dengan
penuh syukur, karena Chitose sudah membuatkannya untuknya.
Karena dia menghabiskan waktu membuatnya, si penerima
harus menghabiskannya. Tapi, Amane benar-benar tidak antusias memakan
makanan yang merangsang lidahnya.
“…Begitu ya.”
“Yah, aku tidak menerima apa pun. Aku bukan
riajuu; Hari Valentine bukanlah sesuatu yang bisa aku bicarakan.”
Amane tidak keberatan menerima satu cokelat wajib.
Amane mengerutkan kening dengan cara merenung, tidak tahu
bagaimana membalasnya sebulan kemudian, dahinya mengernyit. Mahiru
sebaliknya diam-diam menatapnya.
uuuu
Setelah makan malam, Amane makan cokelat Chitose, dan
cenderung di atas meja.
Cokelat yang Ia terima dari Chitose menyelam dalam
interval waktu.
Ada empat jackpot,
satu dari tiga peluang untuk menyerang.
Hadiah utamanya adalah yang benar-benar pedas, jadi walau
Amane bisa memakan yang lain secara normal — hanya berakhir jadi seperti ini.
“Kamu mendapatkan jackpot.”
“... Aku ingin memakannya selama beberapa hari, dan inilah
yang terjadi ...”
Mahiru berada di dapur membuat minuman ketika dia melihat
Amane, dan mendekatinya dengan suara kasihan.
Amane nyaris tidak berhasil menelannya; Mulutnya
tidak lagi terasa pedas, tapi sakit. Ia tahu pedasnya tidak terlalu
terasa, tapi bukan itu masalahnya.
Haruskah Ia menganggap itu beruntung? Ini
benar-benar bukan sesuatu yang dapat dimakan, itu masih tertahankan, tapi masih
masuk kategori penderitaan.
Sengatan unik wasabi pada lubang hidungnya, dan Amane
terkesan bahwa Chitose benar-benar mencampurkan semua rasa ini, meratapi dengan
air mata alami di matanya sehingga dia seharusnya tidak melakukan banyak upaya.
Hidung dan matanya diserang oleh wasabi, habanero dan
merica yang membakar lidahnya. Itu adalah kombinasi rasa yang intens ...
malah menyakitkan; sepotong cokelat itu saja sudah membuatnya babak belur.
“Sangat disayangkan. Tapi kamu mungkin menganggapnya
sebagai menghadapi neraka terlebih dahulu; yang tersisa hanyalah surga. ”
Meskipun begitu, Mahiru tidak berdaya untuk melakukan apa
pun tentang rasa sakit yang diderita Amane.
Amane benar-benar berharap rasa sakit ini dengan cepat
menghilang ketika mendengar desahan lembut, dan dari samping, ada bunyi
gedebuk.
“Ini, gunakan ini untuk menghilangkannya.”
Amane mengangkat kepalanya, dan menemukan cangkir dengan
kepulan asap di sebelahnya, mengeluarkan aroma manis
Itu berisi beberapa cairan cokelat tebal.
“Cokelat?”
“Mirip. Ini adalah chocolat chaud ... yah pada
dasarnya, cokelat panas. Ini tidak terlalu manis, tapi cukup untuk
menyembuhkan lidahmu.”
“Kau menyelamatkanku…”
Untuk saat ini, Amane ingin menghilangkan rasa sakit yang
menyengat lidahnya.
Ia menyesap cokelat panas dari cangkir, dan rasa hangat
serta kaya rasa menyebar ke dalam roangga mulutnya.
Aroma cokelatnya harum, tapi rasanya tidak terlalu manis,
sedikit pahit, mudah diminum, dan menenangkan.
“Enaknya.”
“Baguslah.”
Mahiru menjawab dengan datar, tapi Amane tidak keberatan
ketika Ia mencoba menyembunyikan rasa sakit di mulutnya dengan perlahan-lahan
menikmati cokelat panas.
Cokelatnya sendiri tidak mengandung banyak stimulan, dan
sebagai gantinya, mereka dicampur menjadi Ganache, dikeraskan, dan lapisan gula
ditambahkan. Itu benar-benar berdampak pada awalnya, tapi mereda setelah
beberapa waktu.
Begitu Amane selesai minum, lidahnya kembali normal,
meski sedikit kebas.
“Haa ... dia benar-benar mencampur semuanya ...”
“Apa sepedas itu?”
“Yah dia menambahkan merica, wasabi, dan habanero. Astaga
... untung ada sesuatu untuk menyembuhkan lidahku. Aku akan mati jika aku
memakannya di luar sana.”
“Sepertinya masih ada keuntungan dalam kemalangan ini.”
“Terlalu benar.”
Sialan kau, Chitose, Amane memakinya, tapi Chitose mungkin melakukannya
untuk memberi kejutan pada Amane, jadi Ia tidak bisa menyalahkannya.
Selain dari jackpot, yang lainnya masih relatif normal,
dan dia tidak sejahat itu. Dia berhasil membuatnya untuk orang lain, dan
mencobanya sendiri, sehingga Amane hanya bisa tersenyum masam pada itu.
“Omong-omong, jarang-jarang ada cokelat panas
sekarang. Bukannya ini biasanya susu panas?”
“.... Ehh, yah...”
“Tunggu, kamu membuat ini untuk Valentine?”
Mahiru biasanya minum susu panas atau teh susu ketimbang
cokelat panas; jarang sekali baginya membuat minuman seperti itu, jadi
Amane bertanya, dengan sedikit berharap.
“…Ya.”
“Hmm, terima kasih. Kau sudah menyelamatkanku.”
Dia sedikit mengangguk, dan Amane menghela nafas lega.
Jika dia menyangkalnya pada saat ini, Amane merasa sangat
malu dengan betapa sensitifnya dia; sepertinya tebakannya benar kali ini.
Mahiru mungkin menggunakan Hari Valentine sebagai cara
bertele-tele untuk melakukan ini, tapi Amane sangat berterima kasih untuk ini.
Begitu Amane memberitahunya “ini enak”, Mahiru gemetar
sedikit tidak nyaman.
“Ada apa?”
“... Erm, itu…”
“Hm?”
Amane duduk di sebelahnya, tapi Ia berpikir Mahiru akan
gagap jika Amane mendesaknya, jadi Ia memastikan terdengar baik, bertanya lagi,
Setelah ditanya lagi, Mahiru membenamkan setengah wajahnya
ke bantal yang dipeluknya erat-erat, dan menatap Amane.
Tubuhnya sedikit layu ketika mendongak ke atas, dan dia terlihat
sangat menggemaskan, Amane punya dorongan untuk mengelus kepalanya.
Mahiru bertingkah seperti binatang kecil, anehnya
menggemaskan, mampu membujuk siapa pun untuk tersenyum. Amane menunggu
diam-diam, tapi dia terus gemetaran, tidak melanjutkan perkataannya.
“... Ak-Aku akan kembali.”
Dan untuk beberapa alasan, dia tiba-tiba berdiri, dan
mengambil barang-barangnya.
Heh? Amane berseru, dan langkah kaki Mahiru
terhuyung-huyung keluar dari ruang tamu.
Amane tetap terpaku ketika pintu masuk terbuka dan
tertutup, diikuti oleh suara kunci. Dalam sekejap mata, Mahiru lenyap
begitu saja.
Itu terjadi terlalu cepat, "Ehhh ...?" dan Amane berseru
(Apa aku melakukan sesuatu ...?)
Ia tidak pernah menyangka Mahiru akan melarikan diri,
jadi Ia setengah bingung dan setengah khawatir bahwa Ia melakukan sesuatu untuk
merusak suasana hatinya ... kegelisahan tersebut melanda hati Amane.
Apa yang harus aku katakan padanya jika dia
masih dalam mood yang buruk besok? Amane
khawatir saat ingin memeriksa pintu masuk yang ditinggalkannya, namun Ia
melihat tas kertas kecil tergantung di gagang pintu kamarnya.
Itu adalah kantong kertas pink yang Mahiru bawa ketika
dia pergi, dengan kartu pesan yang ditempelkan di luar.
『Ini
adalah ucapan terima kasihku setiap hari untukmu karena sudah bersikap baik dan
merawatku』
Tipikal khas Mahiru, kartu itu berisi tulisan tangannya
yang sopan dan kursif. Amane mengintip ke dalam kantong kertas, dan
menemukan pita berwarna cokelat melilit kotak pink pastel.
Kenapa disini? Amane merasa penasaran, tapi Ia segera menyadari kalau
Mahiru menggantungnya di sana.
Sepertinya dia merasa terlalu memalukan untuk memberikannya
secara langsung. Mahiru bilang kalau dia tidak akan memberikan kepada
cowok, dan ini membuatnya ragu-ragu.
(Apa dia tidak bisa memberikannya secara normal?)
Amane tersenyum masam, berpikir bagaimana dia agak
pendiam pada saat seperti ini, sebelum melihat isinya.
Kotak tersebut punya pembungkus lucu seperti Mahiru,
menampilkan sisi femininnya.
Amane merasa agak gelisah tentang apa Ia harus menerima
hadiahnya, dan perlahan-lahan membuka bungkusnya, membuka kotak itu.
Di dalamnya ada cokelat yang dilapisi gula jeruk yang
diawetkan, masing-masing dibungkus dalam kertas vinyl. Dengan kata lain, Orangette.
Warna oranye terang dan coklat gelap yang mengkilap
tampak sangat mempesona, dan mereka tampak sangat lezat.
Ada coklat normal dan coklat putih, dan lemon juga, memastikan
bahwa Amane tidak bosan dengan mereka.
Ada pesan lain yang terlampir pada Orangette.
『Sepertinya
kamu tidak suka yang manis-manis, jadi aku membuat sesuatu yang mudah untuk
dimakan. Akan
lebih bagus jika sesuai dengan seleramu 』
Begitulah pesan yang ditulis, dan Amane mengingat kembali
peristiwa itu sepuluh hari yang lalu.
『Apa yang
kamu suka? 』
『” Aku tidak benar-benar membenci atau menyukai jajanan
manis…
sesuatu yang tidak terlalu manis, kurasa. 』
Mahiru ingat percakapannya dengan Chitose, dan mengingat
pilihannya.
Itu seperti Mahiru yang memperhatikan detailnya, dan
mengingat kesukaannya. Ini adalah hadiah Mahiru untuknya, dan
faktor-faktor ini bergabung bersama membuatnya malu, jadi wajah Amane sedikit
panas.
Ia menatap Orangette normal yang dibungkus satu-satu
untuk memudahkan dimakan, dan mengambil satu.
Cokelat mengkilap cerah membentuk kontras yang indah
dengan jeruk. Lalu Amane mencobanya.
Yang menyebar di mulutnya adalah rasa manis asam dari
jeruk yang diawetkan dengan gula, dan sedikit kepahitan dari cokelat hitam.
Kedua rasa itu menyatu dengan sempurna, menciptakan
harmoni yang mengesankan.
(…Sangat
lezat.)
Amane merasa cokelat yang dimakan lebih enak daripada
yang dijual di toko-toko, mungkin karena itu dibuat oleh Mahiru.
Jadi Amane berpikir begitu sambil memakan sepotong lagi.
Orangettes buatan Mahiru terasa manis, asam, dan agak pahit — tapi
untuk beberapa alasan, rasanya sangat manis sekali.
uuuu
“Fujimiya, kau sangat membantuku kemarin.”
Amane tiba di sekolah pada hari berikutnya, dan membeku
ketika Yuuta tiba-tiba berbicara kepadanya sedikit terlalu alami.
Meski mereka sedikit berinteraksi kemarin, Amane tidak
pernah berharap Yuuta akan berterima kasih padanya mengenai hal sepele.
Tidak seperti saat dikelilingi oleh para gadis, Yuuta
tersenyum sepenuh hati. Amane, yang didekati oleh Yuuta, bisa merasakan
beberapa tatapan di sekelilingnya, dan merasa benar-benar tak tertahankan.
Ia benci menarik perhatian, dan sedikit terintimidasi
untuk menghadapi tatapan penasaran seperti itu.
“Ahh, kau tidak perlu khawatir tentang
itu. Sepertinya kau tampak kesulitan. ”
“Begitulah ...”
Yuuta memandang ke kejauhan, dan Amane menjawab dengan simpati,
"Yah, cowok populer memang sulit."
Yuuta sendiri tahu kalau Ia populer, tapi tidak bangga
akan hal itu. Ia populer di antara orang-orang di sekitarnya, dan
anak-anak cowok yang iri padanya tidak benar-benar membencinya.
Mungkin salah satu alasan mengapa Ia begitu populer
adalah karena kesopanannya untuk berterima kasih kepada orang lain, bahkan
untuk hal-hal yang kecil.
“Ngomong-ngomong, kau sudah sangat membantuku. Aku
hanya ingin mengucapkan terima kasih.”
“Tidak apa-apa. Kita harus saling membantu saat
sedang dalam kesulitan. ”
Amane tidak membantu Yuuta hanya untuk balas budi, dan Ia
tidak berpikir melakukan sesuatu yang
layak untuk berterima kasih.
Jangan khawatir, dAmane tertawa kecil, dan Yuuta kemudian tersenyum
lega.
Gadis-gadis di sekitarnya memulai keributan ketika
melihat senyum tulus itu, dan Amane hanya bisa menunjukkan senyum masam,
berpikir bahwa senyum itu harus diarahkan pada para gadis.
uuuu
“Apa ada sesuatu yang terjadi antara kau dan Yuuta?”
Setelah Yuuta pergi, Itsuki, yang tampaknya sedari tadi
menonton, mendekati Amane.
“Kadowaki menerima terlalu banyak cokelat, dan tidak tahu
harus berbuat apa. Aku lalu menyerahkan tas belanjaanku padanya. ”
“Ahh, kurasa Ia menerima lebih dari yang Ia
harapkan. Berhasil berurusan dengan mereka, entah bagaimana. ”
Itsuki juga suda melihat jumlah cokelat dan niat baik
dari para gadis, jadi Ia langsung mengerti setelah mendengar penjelasan Amane,
dan memberikan tatapan masam dengan sedikit rasa kasihan.
Saat itu, keduanya merasa akan sulit bagi Yuuta untuk
membawa pulang begitu banyak cokelat. Tidak mengejutkan bagi Amane untuk
membantunya.
Amane merasa kalau Ia cuma membantu sedikit, dan tidak
ada yang perlu disyukuri.
“Itu saja. Tidak ada yang terlalu mengesankan.”
“Aku kira itu sama seperti kau ... tapi yah, kau sudah
menyiapkan tas belanja ... kenapa kau mirip seperti orang yang mengurus rumah
tangga? Rasanya seperti kau ini ibu rumah tangga yang melihat iklan
supermarket di ponselmu. ”
“Yah, aku cowok. Tapi, kurasa aku terpengaruh oleh
sesuatu ... ”
Siapapun pasti penasaran apa ini bisa disebut kesalahan Mahiru,
atau itu berkat dia.
Mereka harus berbagi biaya bahan, sehingga Amane
kadang-kadang berselancar di interner melihat harga supaya dapat menghemat
sebanyak mungkin. Terkadang, Amane menyarankan Mahiru untuk membuat
barang-barang murah seperti yang terlihat di iklan. Bagi Itsuki, pada
dasarnya Amane adalah budak rumah tangga.
Mungkin yang Amane lakukan lebih mirip dengan ibu rumah
tangga ketimbang kepala rumah tangga. Namun, masalah masakan masih
diserahkan kepada Mahiru.
“Tentu bagus punya pasangan yang bisa mengurus rumah.”
“Dia bukan pasanganku ... bagaimana dengan Chitose?”
“Chii? Yah, dia, jika dia tidak bertindak
berdasarkan rasa penasarannya yang aneh, ya ... dia mungkin masih tidak bisa
melakukannya. ”
“Maksudmu dia tidak bisa melakukan hal gila?”
“... Itu membuatnya lucu juga, kan?”
“Oy jangan buang muka.”
Baik atau buruk, Chitose adalah pencari sensasi
serampangan.
Jika dia melakukan sesutau secara normal, dia mampu
melakukan pekerjaan rumah tangga pada tingkat gadis SMA; jika dia
tiba-tiba memiliki perasaan nakal atau perubahan suasana hati, dia mampu
melakukan banyak hal.
“Yah, sepertinya dia akan sedikit lebih patuh ketika kita
menikah.”
“Mau sampai berapa lama sampai ayahmu setuju ...”
Ayah Itsuki agak ketat dalam masalah pasangan, yang mana
sudah jarang di zaman ini. Ia tidak akan bertemu Chitose, dan tidak senang
tentang mereka berpacaran dengan rencana untuk menikah di masa depan.
Sebaliknya, orang tua Chitose benar-benar menyambut
Itsuki. Bukannya biasanya sebaliknya? ... Amane tercengang ketika Ia mengetahui
hal itu.
“Yah, aku akan mencoba meyakinkannya ketika aku
dewasa. Seperti, apa Ia ingin melihat seorang cucu?”
Ia tidak akan mendengarkan ayahnya mengenai hal ini, dan
hanya mengangkat bahunya, tapi matanya penuh dengan keseriusan, dan
mengindikasikan kalau Ia akan bertarung sampai akhir.
Itsuki sampai berbuat sejauh ini karena Ia sangat
mencintai Chitose. Amane merasa sangat mengesankan bagi Itsuki untuk mempertimbangkan
pernikahan saat masih SMA, dan mendukung mereka.
“... Yah, kamu tidak akan menyerah sampai ayahmu menyerah. Lakukan
yang terbaik.”
“Oh. Kau juga, oke.”
“Untuk apa?”
“Kau dan dia ... ‘kan?”
“... Dia dan aku tidak punya hubungan seperti itu.”
Jangan menebak seenaknya saja, gerutu Amane sambil memalingkan wajahnya, hanya
untuk mendengar tawa Itsuki yang gembira di sebelahnya.
uuuu
Amane kembali dari supermarket dengan bahan-bahan yang
diminta, dan melihat Mahiru sudah menunggunya di sofa.
Itu adalah pemandangan yang biasa, tetapi satu-satunya
perbedaan adalah bahwa kali ini, Mahiru memeluk bantal, lengannya melilit
lututnya saat dia duduk di sofa.
Dia terlihat cemberut seperti anak kecil dalam postur
begitu, tapi dia tampak lebih malu ketimbang cemberut, begitu menggemaskan
sehingga Amane tidak tahu ke mana harus melihat.
Syukurlah dia pakai rok panjang, jadi Amane mengalihkan pandangannya dengan
canggung, menuju ke kulkas dan memasukkan bahan-bahannya. Ia kembali ke ruang
tamu, dan mendapati Mahiru mengintip ke arahnya.
Amane duduk di sebelah Mahiru, dan melihat dia menatap ke
arah lain.
“Mahiru, terima kasih untuk kemarin. Rasnya sangat
lezat.”
“…Syukurlah.”
Amane tahu dia masih khawatir tentang hari kemarin, tapi
Ia mengucapkan terima kasih karena benar-benar bersyukur. Setelah mendengar
itu, pandangannya tertuju ke arah Amane, wajahnya masih setengah terbenam di
bantal.
“Apa yang kau inginkan sebagai hadiah balasan?”
“Aku tidak memberimu hanya untuk berharap bisa mendapat
hadiah balasan.”
“Aku tahu, tapi setidaknya aku harus menanggapi
perasaanmu yang tulus dengan caraku sendiri, kan? Rasanya memalukan bagi
seorang cowok untuk menerima tanpa membalas kembali. ”
Amane sangat percaya pada konsep membalas kembali apa
yang Ia terima, dan buatnya, karena Mahiru sudah membuat hal yang begitu lezat
untuknya, Ia harus membayarnya dengan cara tertentu, dan Ia tidak mau ada
penolakan dari Mahiru.
Bagaimanapun, tampaknya dia tidak pernah melakukannya
kepada yang lain, tapi dia membuat beberapa sesuai selera pribadi Amane, dan
itu pasti membutuhkan banyak usaha.
“... Aku sudah menerima banyak hal darimu, Amane-kun.”
“Sebenarnya, kau sudah memberi begitu banyak
untukku. Kau sudah memasak untukku, dan aku selalu menyebabkanmu
kesulitan.”
“Aku melakukan ini karena aku menyukainya ... kamu
mungkin tidak menyadarinya, Amane-kun, tetapi kamu sudah memberiku banyak hal. Itu
sudah cukup. ”
Amane merasa dia tidak pernah memberi apa pun pada
Mahiru, dan bahwa Ia adalah pihak penerima, jadi dia ingin membalas Mahiru,
tetapi dia sepertinya tidak berpikir begitu.
“Tapi itu berbeda ... yah, aku akan memikirkan sesuatu
yang akan kau sukai.”
Bahkan jika Amane tanpa sadar memberinya sesuatu, itu
berbeda dari hadiah White Day
Karena Ia menerima cokelat di Hari Valentine, Amane harus
membalasnya pada White Day. Itu adalah
bentuk kesopanan dasar.
Aku tidak akan berkompromi, Amane menatapnya, “... Ya” dan begitu Mahiru
melihatnya, matanya goyah ketika dia mengangguk.
“Ngomong-ngomong, masih ada sekitar satu bulan untuk
memikirkan sesuatu. Akan lebih bagus jika aku bisa memikirkan sesuatu yang
kau sukai. "
“... Apa kamu punya banyak waktu luang? Kita ada
ujian akhir semester minggu depan. Setelah itu masih ada upacara
penutupan.”
Mahiru mengingatkannya dengan wajah yang agak
bingung. Memang benar bahwa ujian akhir semester mereka akan dimulai pada
minggu depan.
Pada hari ini, sekolah masih memiliki nuan Hari
Valentine, tapi dengan cepat akan berubah menjadi suasana yang tegang tepat
sebelum ujian.
Namun bagi Amane, itu bukan sesuatu yang perlu
dikhawatirkan.
“Yah, aku hanya perlu mengerjakan ujian seperti
biasa. Bukan berarti aku akan tidak naik kelas, jadi tidak perlu
khawatir. Sama halnya denganmu ‘kan, Mahiru?”
“Ya. Mudah rasanya jika kita berupaya. ”
Amane serius dengan belajarnya, dan biasanya melakukan
persiapan dan meninjau ulang pelajaran, jadi Ia bukan orang yang bermasalah
dengan ujian.
Bahkan tanpa melakukan sistem kebut semalam, Amane merasa
masih bisa mempertahankan tingkat nilai yang biasa, dan itulah bagaimana Ia
sampai sejauh ini. Paling-paling, Ia akan menghabiskan sedikit lebih
banyak waktu belajar di meja sebelum ujian.
Di sisi lain, Mahiru sudah memahami materi pelajaran
sebelumnya, dan seperti Amane, dia bukan orang yang suka meninjau ulang
pelajaran, jadi dia tidak terlihat cemas. Dia mungkin lebih suka ujian
ketimbang pelajaran yang sebenarnya, karena jadwalnya untuk hari itu akan
berakhir lebih cepat.
“Yah, tunggu saja, tapi jangan terlalu berharap.”
“…Iya. Aku akan menghargai segala yang kamu berikan
padaku, Amane-kun.”
“Itu terlalu berlebihan.”
“Aku juga memperlakukan Kuma-san dengan baik.”
Sepertinya dia menghargai boneka yang Amane berikan untuk
ulang tahunnya.
Amane juga melihat tempat kuncinya, dan tahu kalau Mahiru
menggunakannya, tapi dia sedikit khawatir tentang boneka beruang itu ...
dilihat dari ekspresi Mahiru, sepertinya dia sangat menyukainya.
Amane hampir ingin tertawa ketika mendengar Mahiru
memberikan nama yang sangat imut seperti Kuma-san, tapi jika Ia beneran
tertawa, Ia mungkin akan dipelotot, jadi Ia menahannya.
Jika Amane bisa tetap bersama Mahiru seperti ini, apa
yang harus Ia berikan untuk ulang tahunnya tahun ini ... Amane sangat menantikannya.
“Itu bagus.” Ia menjawab Mahiru dengan tertawa
kecil, dan mendapati Mahiru menatapnya.
“... Ngomong-ngomong, aku tidak tahu hari ulang tahunmu,
Amane-kun.”
“Ahh aku? 8 November.”
Amane menyadari kalau Ia tidak memberitahu itu padanya,
jadi dia memberitahunya tentang hari ulang tahunnya, ssuuuu ... dan
mata Mahiru menyipit.
Mereka sudah bersama selama berbulan-bulan, jadi Ia
mengerti bahwa ekspresi itu adalah dia yang sedikit marah.
“Nee, Amane-kun.”
“Hmm?”
“Saat itu kita sudah saling kenal, kan?”
“Ya.”
“Kenapa kamu tidak memberitahuku pada saat itu?”
“Kau tidak pernah bertanya. Kau sendiri tidak pernah
menyebut ulang tahunmu. Aku baru tahu saat melihat kartu pelajarmu.”
“Uu.”
“Lagi pula, hubungan saat itu kita tidak sedekat
sekarang. Jika aku menyebutkan hari ulang tahunku, kau pasti kebingungan
dengan apa yang aku bicarakan.”
Ini hari ulang tahunku, meski Amane mengatakan itu pada Mahiru, dia akan
menjawab "Begitu ya" dan membiarkannya begitu saja.
Bagi Amane, itu sama saja dengan mengkode untuk meminta
hadiah, yang mana Ia benci, dan Ia masih punya rasa malu untuk tidak melakukan
itu.
Tidak perlu disebutkan, dan mereka tidak begitu saling
mempercayai, itulah sebabnya, Amane tidak mmberitahunya.
“…Tapi.”
“Kau tidak perlu khawatir tentang itu, oke?”
“... kalau begitu, aku akan merayakan ulang tahunmu tahun
ini.”
Tampaknya Mahiru masih belum puas ketika dia berbalik ke
arah Amane, menarik lengan bajunya dengan kuat saat dia menyatakan ini.
Yah, dia mungkin tidak senang karena cuma dia yang
merayakannya. Matanya menyiratkan bahwa dia akan merayakannya lebih serius
ketimbang miliknya, jadi Amane tersenyum masam pada pernyataannya itu.
Untuk beberapa alasan, Amane merasa senang mendengar
Mahiru bilang begitu ... senyum kegembiraan muncul di wajahnya.
Jadi, Mahiru dan Amane memiliki pikiran yang sama ... dia
ingin berada di sisinya, dan pemikiran tersebut membuat Amane lebih bahagia
daripada yang lain.
“Jadi kita berjanji untuk tetap bersama sampai saat itu?”
Amane dengan acuh tak acuh serta menyindir, dan Mahiru
membelalakkan matanya yang jelas berwarna karamel — pipinya langsung memerah
ketika dia menjauhkan tangannya dari lengan baju Amane, memukulnya dengan
bantal.
Sepertinya dia merasa malu untuk menunjukkan ini padanya.
Karena ingin menyembunyikan rasa malunya, dia
melampiaskan amarahnya pada Amane, yang hampir tersenyum lagi setelah melihat
pemandangan yang begitu menggemaskan.
“... Aku tidak, tidak membencimu, Amane-kun ... Aku
merasa tenang dan nyaman bila bersamamu. Itu saja.”
“Begitu ya. Terima kasih.”
“Tapi aku tidak, bermaksud hal lain.”
“Setidaknya aku tahu itu.”
Mahiru buru-buru menambahkan, dan Amane mengangguk penuh pengertian, tetapi untuk beberapa alasan, Mahiru tampak sedikit tidak senang.
Wadoo
BalasHapusPada gk jujur
Diabetes aku cuk!!! Banyak kali adegan manisnya...
BalasHapusdiabetes cuk aaaaa, buru jadian sana
BalasHapusKayaknya gua perlu melakukan pemeriksaan ke rumah sakit nih
BalasHapusTanggung jawab oi,tiap baca ni novel,diebtes oe kambuh terus
BalasHapus👏👏👏 tepuk tangan untuk ilustratornya
BalasHapusDuuhh jdi iri gw wkwk
BalasHapusiri njjrr
BalasHapusManis banget njirrr
BalasHapusUwU
BalasHapusUwu sekali
BalasHapushttps://media1.giphy.com/media/VInghBdi0Ym9XJghC0/giphy.gif
BalasHapusIlustratornya gg wkwk
BalasHapusmenggokil
BalasHapusUwu
BalasHapuskok nam gua lele si
BalasHapus