Chapter 07 – White
Day
Amane dari dulu sudah rajin belajar, dan selalu menyimak
pelajaran di kelas, jadi Ia lulus ujian tanpa banyak usaha.
Ia memeriksa jawabannya bersama Mahiru, dan menemukan
kalau nilainya masih sama seperti biasa. Yah, Ia punya sikap yang baik di sekolah,
jadi Ia tidak perlu khawatir tentang tidak naik kelas.
Itsuki juga mendapat nilai yang layak, dan Chitose
berhasil menghindari kegagalan, jadi sepertinya orang-orang yang dekat dengan
Amane itu tidak berisiko mengulang pada tahun ini.
Setelah ujian selesai, mereka akan mengantar para kelas 3
selama kelulusan mereka, yang tidak ada hubungannya dengan dirinya. Setelah
itu akan menjadi upacara penutupan ... tapi sebelum itu, ada suatu peristiwa, sebuat
masalah.
“... Dengan apa aku membalasnya?”
Ya, hadiah yang dikembalikan oleh semua pemenang Hari
Valentine harus dibayar kembali.
Kesampingkan apakah Amane adalah pemenang atau bukan, Ia
secara alami berniat untuk membalas Mahiru dan Chitose setelah menerima hadiah
dari mereka.
Namun, Ia kebingungan apa yang harus diberikan.
Untuk Chitose, Amane berencana untuk membeli paket White Day dari toko kue yang mereka beli
pada hari Natal, bersama dengan beberapa barang karakter yang bisa dikoleksi.
Yah, Chitose lebih suka makanan ketimbang barang, tapi Ia
takkan memberitahunya alasan mengapa Ia memilih mereka.
Masalahnya adalah Mahiru.
Amane merasa Mahiru akan senang menerima apa pun darinya.
Dia akan dengan senang hati menerima apa pun dari Amane,
dan tampaknya lebih peduli tentang perasaannya, tidak terlalu rewel tentang apa
yang akan Ia berikan. Ketika Amane pertama kali bertanya padanya apa yang
dia inginkan, respon pertamanya adalah batu asahan dan jujur saja, itu
membuatnya benar-benar bermasalah.
Bahkan jika Amane memilih dari apa yang Mahiru suka, Ia
hanya tahu kalau Mahiru suka manis-manis dan hal-hal lucu, yang mana biasa
disukai kebanyakan gadis. Karena itu, Ia frustrasi tentang apa yang
seharusnya Ia berikan pada Mahiru.
Lagipula, batu asahan yang dia sebutkan terakhir kali
sama sekali bukan pilihan, dan budget
pas-pasan, tapi Amane masih kebingunagan apa yang harus diberikan.
Ia lebih suka memberinya sesuatu untuk dinikmati,
daripada sesuatu yang praktis untuknya.
Jadi Amane berpikir begitu saat mengunjungi toko umum,
melihat ke bagian White Day. Walau
begitu, Ia tidak tahu apa yang sebenarnya akan membuat Mahiru senang.
Akan lebih bagus jika hadiah yang Ia berikan kali ini
akan mendapat reaksi yang sama dengan boneka beruang itu yang terakhir kali.
(Tidak ada gunanya memberikan boneka dua kali.)
Ada banyak boneka lucu, tapi ada sedikit variasi
memberikan dua item yang sama.
Namun, imajinasi Amane yang buruk hanya bisa memikirkan
kosmetik dan aksesoris seperti yang diinginkan kebanyakan gadis.
Ia masih amatir dalam hal kosmetik, dan tidak yakin
apakah hubungan mereka cukup dekat baginya untuk memilih aksesoris yang
dirancang secara tepat untuk Mahiru.
Paling tidak, Mahiru akan menerimanya, tetapi Amane
penasaran apakah dia akan senang dengan hal itu.
Tentu saja, Ia merasa bahwa dalam cowok dan cewek, hubungan
mereka cukup baik ... tapi Amane ingin tahu apakah aksesoris akan membuatnya
bahagia.
Tidak masalah bila Itsuki memberi aksesoris kepada
Chitose, tapi yang perlu dipertanyakan ialah Amane berniat memberikannya kepada
Mahiru.
Jadi Ia berkeliaran di bagian penjualan khusus dengan
wajah frustrasi, dan mungkin tampak seperti orang yang mencurigakan.
Walau Ia sudah berganti ke pakaian santainya, akan aneh
bagi seorang cowok berkeliaran di sekitar penjualan barang-barang lucu.
Amane menggerutu bahwa tidak ada yang cocok untuk Mahiru,
lalu didekati dari belakang, “Apa ada sesuatu yang anda cari?”
Ia berbalik dan melihat seorang wanita mengenakan celemek
toko, tersenyum dan berdiri di belakangnya.
Dia mungkin datang untuk membantu, melihat bagaimana
Amane kebinungan. Tidak ada alasan lain mengapa dia akan mendekati orang
yang tampak mencurigakan yang berkeliaran.
“Ahh, erm ... Aku bingung apa yang harus aku berikan untuk
White Day.”
“Apa tidak ada yang menarik perhatian anda? Orang-orang
telah memilih item dari area lain di sini. Saya akan bantu cari beberapa.
”
“Ah, aku tidak bermaksud begitu ... hanya saja aku tidak
tahu bagaimana menggambarkan hubungan kita. Aku tidak tahu apa yang bisa aku
berikan supaya tidak dibenci.”
“Dalam artian apa?”
“Dia itu bukan pacarku, tapi kita lumayan dekat ...
seperti misalnya, aku tidak tahu apa dia akan senang menerima aksesoris dari
seseorang yang mungkin tidak dia sukai.”
Penjelasannya agak ambigu karena rasanya memalukan,
tetapi pegawai wanita itu tersenyum setelah mendengar itu, mungkin bingung oleh
kekhawatirannya.
“Wajar-wajar saja bagi pria untuk mengkhawatirkan hal-hal
seperti itu.”
“Lalu bagaimana mereka memutuskan?”
“Yah, kebanyakan dari mereka merasa terganggu, tetapi
mereka memutuskan untuk membeli. Jika hubungan anda cukup dekat, anda bisa
memberi aksesoris, dan pihak lain biasanya tidak akan membenci anda.”
Dia tidak akan membencimu, begitu Amane mendengar kata-kata itu, Ia merasa
lega. Meski begitu, Ia agak panik karena memberinya aksesori.
Mahiru biasanya berpakaian dengan baik, dan sesekali
aksesori yang dikenakannya terlihat mewah.
Dia punya selera mode yang tajam, dan Amane tidak yakin
bahwa apa pun yang dia pilih akan sesuai dengan kesukaan Mahiru.
“Jika anda mau, apa perlu saya rekomendasikan beberapa
item populer di kalangan wanita? Di sebelah sana.”
“…Iya, aku mohon.”
Bersyukur atas bantuan ini, Amane meluruskan postur
tubuhnya tanpa berpikir, dan mengangguk.
uuuu
“Hmm, dan kau membelinya.”
Setelah menjelaskan kepada Itsuki, Ia malah ditertawakan,
memberikan tampilan yang mirip dengan karyawan di hari lain.
Mereka memakan paket makanan harian di sudut kafetaria,
dan Amane tanpa sengaja mengatakannya ketika mereka berbicara tentang White Day.
“Tutup mulutmu. Tapi yah, aku memberinya aksesoris
meski kita tidak berpacaran. Bukannya itu agak aneh?”
“Jangan jadi pengecut. Kau ini cowok, angkat
kepalamu tinggi-tinggi. Selain itu, dia akan senang menerima apa pun
asalkan itu darimu, kan? ”
“... Karena kau mengungkitnya, memang iya, sih.”
Mengingat kepribadian Mahiru, dia akan senang menerima
apa pun dari Amane.
Namun Amane berharap untuk memberi sesuatu yang
benar-benar akan membuatnya senang, sesuatu yang akan Mahiru gunakan, dan
khawatir jika itu sesuai kesukaannya atau tidak.
“Jadi, apa yang kau beli?”
“... Gelang dengan motif bunga pink dan emas.”
Amane merasa bahwa daripada perak yang terlihat keren dan
emas yang mengesankan dan glamor, pink dan emas yang lucu akan lebih cocok
untuk Mahiru.
Sebagai seorang siswa, Amane tidak mungkin bisa membeli
emas yang asli, jadi Ia memilih sesuatu yang mirip dalam hal penampilan. Dari
semua aksesori dengan warna yang sama, Ia memilih dengan desain halus yang
paling cocok untuk Mahiru.
“Apa? Kedengarannya itu akan membuatnya bahagia,
tahu? ”
“... Apa kau tidak menganggapnya tidak menarik?”
“Tidak, bukannya kau terlalu khawatiran? Kenapa kau
sangat pesimis sekali ...? ”
“Dia adalah gadis pertama yang aku beri hadiah.”
Ibunya tidak masuk hitungan seperti itu, dan Chitose juga
tidak. Amane akan memberikan Chitose jajanan manis, makanan yang
diinginkannya, dan Amane tidak menganggap kalau itu sebagai hadiah.
“Kau benar-benar kurang percaya diri dalam hal yang
begituan ...”
“Seperti, bagaimana aku bisa memiliki kepercayaan ... itu
untuknya, tahu?”
“Tapi dia senang dengan boneka beruang pemberianmu itu.”
“Ya, benar.”
“Amane, lihat perasaanmu. Kau menghabiskan uang, Kau
membeli item, jadi sekarang kau hanya perlu memasukkan perasaan mu ke
dalamnya.”
Itsuki berkata dengan sembrono, "Akan lebih bagus
jika upayamu terbayar", gumam Amane sambil meletakkan tangannya di
dahinya.
Sepertinya sampai White
Day tiba, Amane akan terus merasa khawatir apakah Ia sudah membuat
keputusan yang tepat atau tidak.
uuuu
Pada White Day
tiba, Amane tampak sedikit gugup ketika menunggu kedatangan Mahiru.
Suasana di sekolah tidak semeriah hari Valentine, tapi
orang bisa merasakan para pemenang tampak gugup ketika mereka berencana untuk
mengembalikan hadiah mereka, dan gadis-gadis tersebut menantikannya.
Sebagai catatan, Yuuta mengembalikan semua hadiah yang
gadis-gadis berikan dengan etiket yang tepat, dan total hadiah balasannya
mungkin berharga puluhan ribu yen, yang membuat Amane terperangah.
Amane tidak menunggu untuk memberi hadiah kepada Mahiru
sepulang sekolah, dan malah menunggu di apartemen untuknya.
Ia pulang lebih cepat, dan sedang mempersiapkan diri
secara mental, tetapi Ia tidak terbiasa memberi hadiah, dan merasa tegang.
Amane tidak mengenakan sweater atau celana pendek jersey
yang biasa, tapi berlapis-lapis, mantel abu-abu leher V di atas kemeja
putihnya, dan celana chino.
Ia mungkin tidak terlihat lusuh seperti biasanya, tapi
Amane tidak yakin apa yang akan dipikirkan Mahiru setelah melihat pakaiannya.
Sementara Ia dengan gelisah menunggu kedatangan Mahiru,
Ia lalu mendengar pintu masuk dibuka.
Amane secara insting meluruskan postur tubuhnya, mungkin
karena gugup.
Seperti biasa, Mahiru membuka kunci pintu dengan
kuncinya, muncul di ruang tamu, dan terdiam begitu dia melihat Amane.
“Eh, me-mengapa gaya rambut itu?”
“Yah, karena ini White
Day, jadi kupikir aku harus berpakaian sedikit formal ... Aku bisa menggantinya
jika kau merasa aneh.”
Ia berhasil mengejutkan Mahiru, tapi kelihatannya dia
tidak terlalu menyukai jebakan ini — begitulah yang Amane pikir ketika Ia berniat
berdiri, lalu mendapati Mahiru melambaikan tangannya, sepertinya menyangkalnya.
“It-Itu tidak benar. Aku hanya, sedikit kaget saja.”
“Begitu ya.”
Mahiru sendiri tampak agak gelisah, jadi sepertinya gaya
rambut yang biasa akan lebih baik.
Dia duduk di sebelah Amane, terlihat sangat gugup.
“... Kurasa aku akan merubah gaya rambutku jika kau tidak
bisa tenang?”
“Ti-Tidak, itu baik-baik saja, tapi ... kamu tiba-tiba
jadi keren tanpa alasan.”
“Apa maksudmu, tanpa alasan?”
“Su-Suasana tenang yang biasa membuatku lebih lega ...
Aku tidak bisa tenang, seperti ini.”
“Kalau begitu aku akan mengganti sekarang.”
“…Sudah kubilang, baik-baik saja.”
Mahiru menarik lengan bajunya, dan menatap Amane.
Pipinya agak merah, mungkin karena malu, dan matanya yang
basah menatap Amane, menyebabkan jantung Amane berdetak lebih kencang.
Dia mungkin tidak berniat, tapi dia tampak sangat tegang
menariknya sambil mendongak ke atas. Dari dekat, aroma wnagi bisa tercium,
dan itu sangat sulit dalam berbagai cara.
Amane mau tidak mau menyadari hal ini, tapi Mahiru
tampaknya memiliki minat pada pakaiannya, ingin Amane tetap duduk meski dia
sendiri merasa gelisah. Baik Amane dan Mahiru, wajah keduanya tampak sama-sama
memerah.
Terlebih lagi, ada kecanggungan di antara mereka.
“O-oh.” Amane menjawab dengan kikuk, dan kemudian
mencoba untuk mengabaikan rasa malunya ketika mengambil kantong kertas di
sebelahnya, dan memberinya kepada Mahiru.
“Ini, hadiah balasannya. Meski jangan terlalu
berharap dengan isinya. ”
“…Terima kasih banyak. Bolehkah aku membukanya?”
“Ya.”
Amane merasa malu bila hadiahnya dibuka di hadapannya,
tapi Ia tidak menghentikan Mahiru.
Ia membeli kotak velvet agar terlihat rapi, dan memasukkan
hadiah itu ke dalam. Namun, Ia tidak berpikir kotak itu cocok dengan
isinya, dan mungkin agak berlebihan kali ini.
Dengan ujung jari putihnya, Mahiru membuka kotak biru tua
itu, dan di dalamnya ada gelang emas pink yang dibelinya beberapa hari yang
lalu, bersama dengan selembar kertas terlipat.
Mahiru tidak menyukai apa pun yang terlalu mencolok, jadi
Amane memilih sesuatu yang lebih sederhana, gelang bermotif bunga.
Gelang tersebut memiliki kaca kristal yang tersampir di
berbagai tempat, dan itu adalah desain yang lucu dan elegan.
Sepasang mata berwarna karamel menatap kilau emas pink
pada gelang di dalam kotak.
“Erm, apa kau tidak suka?”
“Tidak, ini malah lucu.”
“Itu bagus. Aku pikir itu akan cocok untukmu,
Mahiru. Itu sebabnya aku membelinya.”
“…Terima kasih banyak.”
Ini cocok untukmu, begitu Mahiru mendengar kata-kata itu, dia menundukkan
kepalanya dengan malu-malu.
Pemandangan seperti itu benar-benar menggemaskan, dan
Amane jadi ikut merasa malu.
“... Dan, apa ini?”
Amane ingin memalingkan mukanya, tapi Ia menemukan
matanya menatap Mahiru. Sepertinya Mahiru memperhatikan ada hadiah ekstra
di dalam, dan Ia menggaruk pipinya.
“Ahh, itu? Tidak, erm, aku pikir hadiah White Day saja tidak cukup, jadi. Karena
aku selalu merepotkanmu selama ini, jadi aku pikir aku harus mengabulkan
keinginanmu atau semacamnya.”
Ditempatkan di dalam adalah kupon buatan tangan dengan
kata-kata 'Aku akan melakukan apa pun yang kau katakan', seolah-olah Ia
membodohi anak kecil.
Kupon itu hanya bisa digunakan tiga kali dan berisi
ilustrasi beruang yang digambar Amane. Ia merasa Ia melakukannya dengan
baik dengan ilustrasi, setidaknya.
Amane biasanya selalu diurus oleh Mahiru, jadi Ia
berharap untuk mengabulkan keinginan kecilnya selama itu masih dalam
kemampuannya, dan memberikan kupon ini sebagai bonus. Amane tidak pernah
berharap kalau Mahiru akan fokus pada beruang yang Ia gambar, dan bahunya
bergetar.
“Fu-fufu, apa kamu yang menggambar ini, Amane-kun?”
“Diam, aku memang tidak pandai menggambar, oke?”
“Tidak, ini memang tipikal darimu.”
Ia mengerutkan kening ketika Amane merasakan bahwa Mahiru
mengisyaratkan betapa buruk gambarnya, tapi begitu Ia melihat senyum polos
Mahiru, Ia tidak punya tenaga untuke mengomel.
“... Boleh aku menggunakannya sekarang?”
“Apa?”
Amane tidak pernah berharap dia menggunakannya sekarang,
tapi jika ada keinginan, Ia berharap untuk membantunya memenuhi itu selama itu
masih dalam kemampuannya.
Itulah yang Amane pikir ketika terperangah kaget, dan
Mahiru menatapnya, memegangi kotak gelang.
“... Amane-kun, tolong pakaikan ini.”
“Kau tidak perlu menggunakan kupon untuk ini ... serahkan
saja padaku.”
Harapan yang diinginkannya sangat kecil, dan Amane tersenyum
masam, mengingat bahwa Ia akan melakukannya meski tanpa kupon.
Kau bisa menggunakannya pada sesuatu yang
lebih penting, Mahiru menyatakan keinginan imutnya
dengan sungguh-sungguh dan manis, dan ekspresi Amane secara alami juga santai.
Mahiru mengulurkan tangannya, dan Amane mengambil kotak
itu, meletakkannya di atas lututnya, dan melepaskan gelang itu.
Amane mendengar gesekan lembut dari gelang halus itu
ketika Ia dengan hati-hati membuka kunci tersebut, memastikan tidak merusaknya,
dan melilitkannya di pergelangan tangan Mahiru.
Ia dengan hati-hati memakaikan perhiasan itu, dan gelang
berwarna lembut itu sedikit bersinar, sepertinya menambah warna pada
pergelangan tangan Mahiru yang halus.
Seperti yang diharapkan, ini lebih cocok untuk kulit
putih Mahiru.
Amane merasa benda yang tidak mencolok namun berkelas
akan lebih cocok dengan kecantikan Mahiru yang polos dibandingkan dengan
ornamen mewah, dan dengan bangga mengatakan bahwa Ia suda memilih barang yang
tepat.
“Ya, itu sangat cocok untukmu.”
“…Terima kasih banyak”
Berpikir bahwa tidak baik terus menyentuhnya, Amane
melepaskannya. Mahiru kemudian membawa gelang di pergelangan tangannya ke
dadanya, seolah-olah memeluknya, menunjukkan senyum lembut di wajahnya.
Wajahnya menunjukkan merah pudar, bibirnya melengkung
membentuk senyum. Amane ingin memalingkan muka, tapi terpesona olehnya dan
tidak bisa memalingkan muka.
Senyum polos yang manis, berbeda dari senyum mempesona,
terukir di benaknya.
Itu sedikit berbeda dari senyum terkejut yang biasanya
Mahiru tunjukkan, atau kesenangan murni. Senyum yang indah itu sedikit
lembut, tapi tetap feminin, cantik, dan memikat; Mata Amane terpaku pada
pemandangan itu.
(... Ini tak tertahankan.)
Mahiru menunjukkan senyuman seperti itu, senyuman yang
hanya ditunjukkan padanya, dan Amane merasa tak tertahankan tentang fakta ini.
Ia mencoba mengalihkan matanya untuk mengendalikan
jantungnya yang berdebar, tapi tidak mampu melakukannya. Akhirnya, Amane
akhirnya menatap Mahiru sampai dia menyadari kalau sedang ditatap, dan
menyembunyikan mukanya ke bantal karena malu.
uuuu
“Jadi, bagaimana dengan White Day-mu?”
Keesokan harinya, Itsuki bertanya pada Amane tentang
pemikirannya, yang kemudian dibalas Amane dengan mengerutkan kening.
Itsuki sudah cukup pengertian untuk tidak bertanya pada
Amane di sekolah. Sepulang sekolah, mereka mampir di restoran cepat saji,
dan Itsuki bertanya sambil tersenyum saat mereka duduk.
Amane hanya datang karena ingin makan sesuatu yang asin
seperti kentang goreng sesekali, tapi Ia pikir seharusnya tidak datang jika
tahu pertanyaan ini akan ditanyakan.
“Bagaimana apanya, ... Aku cuma memberikannya padanya,
seperti biasa.”
“Apa dia merasa senang?”
“…Begitulah.”
Apa Mahiru senang? jawabannya adalah ya, dia terlihat
sangat senang.
Mahiru tidak tersenyum polos seperti anak kecil, tapi senyumnya
pada Amane mempesona dan manis, sangatlah memikat. Amane merasa dia memang
agak senang.
Amane merasa gelisah hanya dengan mengingat senyum indah
itu.
Ia mencoba menjawab setenang mungkin sementara Ia menekan
panas naik dari dalam ke pipinya. Ituski kemudian menyilangkan tangannya "Yap yep", mengangguk
mengerti.
“Jadi, dilihat dari mukamu, sepertinya berjalan dengan baik. Kurasa
kau memberi sesuatu yang istimewa sampai bisa melihat senyum manisnya.”
“Apa !?”
“Lihat, kalian berdua sangat cocok sekarang, ‘kan?”
Amane menggigit bibirnya setelah mendengar perkataan ini
yang lebih terkesan daripada menggoda.
Itsuki tidak akan pernah menyelidiki apa pun yang tidak
ingin diketahui Amane, tapi sebagai teman dekat, Ia bisa menebak dengan tepat
apa yang dipikirkan Amane, yang membuatnya sulit untuk ditangani. Bahkan
jika Amane ingin membalas, Itsuki punya hubungan baik dengan Chitose, jadi itu
tidak ada gunanya.
Grrr, Amane
tak bisa berkata-kata. Itsuki menunjukkan senyum tenang, ekspresi tenang
misterius yang membuat marah Amane.
Karena tak bisa bebruat apa-apa, Amane memalingkan
wajahnya saat memakan kentang goreng, dan Itsuki menembaknya dengan senyum
masam.
“Tapi kau terlihat agak senang menurutku? Sepertinya
musim semi sudah datang padamu, Amane ”
“Bukan begitu.”
“Kau tidak tahu apa yang kau rasakan tentang dia?”
“... Tidak, itu mustahil.”
Memang benar bahwa Amane secara pribadi tahu bagaimana
Mahiru benar-benar mempercayainya. Dalam hal itu, Ia bermaksud menjadi
cukup dekat sehingga Ia akan menjadi yang paling bisa dipercaya
untuknya. Di antara semua yang dia kenal, Amane mungkin yang paling
membuatnya terbuka.
Namun, rasanya akan salah kaprah bila menganggap perasaan
itu adalah cinta.
Kadang-kadang, Amane merasa malu ketika memperlakukan
Mahiru sebagai seorang gadis, tapi itu biasa terjadi di antara mereka yang
berbeda jenis kelamin. Ia menerima niat baiknya, tetapi Amane tidak
berpikir bahwa itu melibatkan cinta.
Belakangan ini, Amane mulai merapikan penampilannya
sedikit, tapi faktanya masih tetap kalau Ia orang rendahan, dan Amane tak
pernah berpikir kalau Mahiru bisa menyukai seseorang seperti dirinya.
“Astaga, kau ini punya harga diri yang rendah sekali. Kau
selalu berpikir bahwa kau bukan tipe yang disukai. ”
“Rasanya seperti dia diberikan segalanya dari surga ...
ah tidak, setidaknya dia memang bekerja keras untuk mendapatkannya. Dia
itu pekerja keras, imut, gadis yang luar biasa, dan aku sendiri tak punya
apa-apa. Kamu pikir dia akan menyukaiku? ”
“Jika semua gadis cantik jatuh cinta pada semua pria
tampan, orang-orang yang tidak populer itu sudah meluncurkan serangan teroris,
tahu.”
Amane merasa bahwa orang tampan seperti Itsuki seharusnya
tidak mengatakan hal-hal seperti itu.
“Yah, jika kau ingin menganggapnya seperti itu, biarlah
... tapi sebagai temanmu, aku akan memberikan prediksi.”
“Apa?”
“Kau akan berubah suatu hari nanti. Sebenarnya, kau
sudah menunjukkan tanda-tanda perubahan sekarang; yang tersisa hanyalah
untuk mengambil langkah berikutnya.”
“... Kau mengatakan seperti itu seakan-akan mengenal
diriku.”
“Ha ha ha, sudah berapa tahun aku menjadi temanmu?”
“Setahun saja belum.”
Amane dengan dingin membalas, “Sepertinya begitu” dan
Itsuki tertawa terbahak-bahak.
Sementara percakapan itu tampak bodoh dan tidak membantu,
tapi Itsuki, yang merupakan temannya di sekolah SMA, tampaknya lebih memahami
dan membantu Amane, dibandingkan dengan teman lainnya di kampung halaman Amane
selama sekolah SD dan SMP.
“Ngomong-ngomong.”
“Hm?”
“Kau bilang tidak cocok untuknya, tapi apa yang kau
katakan, dan sikapmu itu, pada dasarnya mengakui kalau kau ada rasa pada
Mahiru, ‘kan.”
“Aku akan menusuk kentang goreng ke lubang hidungmu.”
“Maaf.”
Amane sedikit terharu, lalu mendengar beberapa kata yang
tidak perlu diarahkan padanya, dan menerima beberapa kentang goreng sebagai
tanggapan. Itsuki segera meminta maaf, tapi itu memang begitulah Ia.
uuuu
“Kamu pulang terlambat.”
Amane pulang ke apartemennya satu jam lebih lambat dari
biasanya, dan orang yangmenyambutnya adalah Mahiru mengenakan celemek.
Memangnya kau ini istri yang baru
menikah? Jadi Amane bertanya-tanya, tapi itu mungkin
karena percakapannya dengan Itsuki. Mahiru tidak memiliki perasaan seperti
itu, tapi Amane mulai menipu dirinya sendiri. Ia merasa enakan padanya
karena ini, dan buru-buru menyingkirkan delusi aneh seperti itu.
“Hmm, aku pergi makan kentang goreng dengan Itsuki.”
“... Tepat sebelum makan malam?”
“Jangan khawatir, aku akan menghabiskan semuanya, kok.”
Ia mampu memakan masakan Mahiru, dan Ia cuma memesan
kentang goreng ukuran kecil barusan, jadi perutnya tidak terlalu kenyang.
Amane yakin bisa menghabiskan jumlah makanan yang biasa.
“Yang benar ... apa kamu akan menjadi gemuk, tetapi
mungkin lebih baik bagimu untuk mendapatkan daging, karena kamu sangat kurus,
Amane-kun.”
“Kau yang harus mendapatkan daging. Kau juga sangat
kurus, rasanya seperti bisa patah kapan saja.”
“Aku tidak begitu kurus sampai patah.”
“Benarkah? Lihat, begitu kurusnya dirimu. ”
Tubuh Mahiru yang lembut cocok untuk seorang
gadis. Dia mahir dalam olahraga, dan kurus mungkin bukan satu-satunya
istilah untuk menggambarkannya; orang bisa menyebutnya langsing juga.
Mahiru mungkin terlihat rapuh pada pandangan
pertama. Amane meraih pergelangan tangan Mahiru yang halus, dan menemukan
jari-jarinya dengan mudah membungkus miliknya, sampai-sampai Amane bisa
mematahkan pergelangan tangannya jika Ia mengerahkan banyak tenaga. "Perlakukan gadis dengan baik dan
hati-hati," ayahnya pernah mengajarinya.
Ketika Ia memegang tangannya, Amane khawatir Mahiru
terlalu kurus, dia mungkin terluka jika Amane tidak ada.
Sama halnya dengan jari-jari halus, mereka mungkin bisa
patah jika Amane ceroboh. Ia penasaran apa itu baik-baik saja untuk
menjadi begitu kurus.
Amane tampaknya menelusuri jarinya pada Mahiru saat
memeriksa, dan baru menyadari kalau Mahiru tampak gelisah.
Mahiru melihat ke bawah, lebih tepatnya ke arah tangan
Amame yang memegang tangannya.
Ia memperhatikan pipi Mahiru agak memerah, dan menyadari
bahwa Ia melakukan sesuatu tanpa seizinnya, dengan cepat melepaskan tangannya.
“... Umm, maaf. Aku pikir kau tidak suka orang lain
menyentuhmu, ‘kan? ”
“Ti-Tidak ... aku tidak membencinya jika itu kamu,
Amane-kun.”
Kata-kata ini bisa membuat salah paham dan Amane meragukan
perkataannya sejenak saat Ia menatap Mahiru, dan dia mungkin menyadari apa yang
dia katakan saat dengan panik mengangkat wajahnya.
Wajahnya memerah seperti tomat, matanya basah karena malu
saat dia melihat Amane.
“Bu-Bukan berarti aku ingin kamu menyentuhku. Aku hanya
tidak ingin cowok lain menyentuhku. ”
“O-oh.”
Meski dia berkata begitu, Amane tidak bisa menghentikan
jantungnya yang sedari tadi dag dig dug tidak karuan.
Mahiru memandang Amane sebagai seseorang yang dekat
dengannya, dan memperlakukannya secara khusus, yang mana Ia pahami
betul. Walau begitu, ini masih membuat pikirannya membayangkan
sesuatu. Amane berharap dia takkan menjelaskannya dengan cara yang begini
lagi.
“... Y-ya. Kau tidak memakai benda itu
kemarin. Ah tidak, aku tidak memintamu memakainya terus.”
Amane bertanya, berusaha menutupi jantungnya yang
berdebar; Mahiru melihat ke arah tangannya, dan dengan lembut membelai
bagian yang baru saja disentuh Amane.
“... Akan jadi halangan bila memakainya saat melakukan
pekerjaan rumah, dan gampang rusak juga... Aku ingin menghargainya, dan akan
memakainya hanya pada hari libur.”
“…Begitu ya.”
Begitu Mahiru menyebutkan alasan yang menggemaskan, Amane
hampir jatuh karena terkejut.
Cowok manapun tidak bisa diam ketika dihadapkan dengan
deklarasi yang lucu begitu.
Mahiru sangat menghargai hadiah pemberiannya, dan
bermaksud memakainya dengan baik. Begitu dia mengetahuinya, Amane
merasakan berbagai emosi yang muncul di dadanya, dan Ia merasakan sakit yang
lembut di dalamnya.
Dag, dig, dug, Amane merasakan jantungnya berdebar kencang,
pikirannya jadi linglung. Ia lalu menarik napas dalam-dalam untuk
menenangkan dirinya.
“... Jika kau suka, aku jadi ikut senang.”
“Aku benar-benar menyukainya, dan aku akan sangat menghargainya. Kuma-san,
wadah kunci, dan gelang itu. ”
Tapi aku telah menggunakan banyak krim
tangan, Mahiru menunjukkan senyum
malu-malu. Amane sudah tidak sanggup lagi, dan karena Ia belum melepas sepatunya
saat berdiri, Ia lalu buru-buru melepasnya, dan pergi ke koridor.
“... Aku mau ganti baju dulu.”
“Y-ya. Sampai jumpa, Amane-kun. ”
Ini adalah apartemennya sendiri, tapi Amane merasa seolah-olah diusir oleh istri baru, dan jantungnya berdebar sangat kencang. Ia bergegas ke kamarnya sendiri, dan berjongkok demi menutupi rasa malunya.
Kyaa~
BalasHapusDuuuhh Pasutri~~
BalasHapusChapter nya bikin meleleh dah xD
Buruan ke KUA sana~
BalasHapusAmane mencoba menipu dirinya sendiri
BalasHapusAmane mencoba menipu dirinya sendiri
BalasHapusIkut deg degan gw wkwk
BalasHapuscepet adaptasi manga sama anime tsu :V
BalasHapusMasih wujud novel aja udah gini apalagi kalau udah jadi manga atau anime😂
BalasHapusAuto jadi Waifu Terpopuler nih mahiro kalo nu LN dapet Anime
BalasHapusseperti biasa, sangat manissss bisa kena diabetes gua xD
BalasHapusUwu(1)
BalasHapus>_<
BalasHapusUwu (8)
BalasHapusUwu(9)
BalasHapusUwu (9)
BalasHapus