Chapter 08 – Liburan Musim Semi Dimulai
Tidak ada gunanya, Amane berusaha tidak menguap ketika melihat kepala
sekolah berdiri di podium jauh, memberikan pidatonya dengan tatapan suram.
Sekarang adalah upacara penutupan, tapi Amane tidak punya
perasaan khusus tentang hari ini. Pada saat ini, Ia mendengarkan pidato kepala
sekolah, dan sejujurnya, Ia merasa sangat bosan sampai membuatnya ingin tidur.
Para siswa di sekitarnya tampaknya juga merasakan hal
yang sama, dan hanya beberapa siswa yang benar-benar mendengarkan dengan penuh
perhatian. Sebagian besar hanya mengabaikannya, atau menatap podium dengan
mengantuk.
Namun, Ia tidak bisa terlihat bosan, jadi Amane
mempertahankan ekspresi serius di wajahnya. Ia berharap pidato itu akan
berakhir dengan cepat, dan isi pidatonya hanya cuma jadi angina berlalu saja.
Amane mungkin merasa sedikit terharu jika ini adalah
upacara kelulusannya, tapi Ia tidak bisa menggerakkan emosi sedikit pun
mengingat ini cuma upacara penutupan.
Itu buruk untuk mengatakannya terus terang, tetapi Ia
merasa itu tidak ada gunanya. Amane bertindak seperti murid teladan ketika
menunggu waktu yang membosankan terus berlalu.
“... Ahh bahuku jadi sakit.”
“Kepala sekolah berbicara terlalu lama.”
Begitu upacara penutupan berakhir, obrolan pun dari para
murid bisa terdengar.
Namun, ada beberapa semangat dalam suara mereka, mungkin
karena mereka hanya perlu menunggu jam wali kelas mereka berakhir, dan mereka
akan mendapat libur selama sekitar dua minggu.
Dari kursinya, Amane melihat teman-teman sekelasnya
menunjukkan senyum ketika mereka akhirnya akan dibebaskan dari pelajaran
membosankan, dan Ia menghela nafas.
Liburan musim semi akan dimulai besok, jadi bagaimana cara
Ia menghabiskannya?
Ia sudah bertemu orang tuanya, dan merasa tidak perlu
kembali, mengingat biaya transportasi. Namun, Amane benar-benar tidak
punya kegiatan yang dilakukan.
Bahkan jika Ia meluangkan waktu untuk belajar untuk kelas
2, Ia masih punya banyak waktu tersisa.
Amane tidak mencari pekerjaan sambilan sementara, karena tidaka
ada cukup hari baginya untuk melakukannya. Itsuki dan Chitose adalah
satu-satunya teman yang bisa Ia ajak main.
“Hei, hei, Amane-kun.”
Baru saja disebutkan, Itsuki langsung berbicara di
belakangnya.
Ia berbalik untuk menemukan senyum hangat ... tapi senyum
itu sangat mencurigakan bagi Amane, Ia punya firasat buruk tentang
itu. Setiap kali Itsuki menunjukkan senyum seperti itu, Ia akan meminta
Amane untuk melakukan sesuatu, atau dalam kasus yang terburuk adalah sesuatu
yang berbahaya.
“Apa?”
“Kau bebas mulai besok?”
“Lumayan bebas, kurasa.”
“Yap ya, seperti yang sudah aku duga. Itu bagus, itu
bagus. ”
“…Apa?”
Dengan senyum berseri-seri, Itsuki menepuk tas yang
tergantung di bawah, ke sisi tempat duduknya.
Ia mungkin membawa kembali banyak barang dari loker dan
di bawah mejanya, namun tas itu benar-benar penuh. Padahal tidak perlu
menghadiri pelajaran, dan secara logis, Ia tidak punya apa-apa lagi untuk
dibawa pulang, beberapa kotak pensil, file, dompet, dan tidak ada yang
lain. Rasanya tidak wajar tasnya bisa penuh begitu.
“…Apa itu?”
“Baju-bajuku.”
“Kenapa kau membawanya?”
“Biarkan aku menginap di tempatmu ~”
Ia tampaknya mengatakannya dengan bentuk hati di bagian
akhir, pada dasarnya meminta dengan sopan. Jelas saja, Amane mengerutkan
kening mendengar hal itu.
“Oy, apa kau tidak tahu apa artinya ho-ren-so?”
“Aku tahu, aku tahu, itu berarti mengunjungi, menginap,
membuat keributan, ‘kan?”
“Itu hanya membuat masalah bagi para tetangga, dasar
kampret. Kau ingin menimbulkan kebisingan bagi mereka?”
“Cuma bercanda. Meski aku benar-benar ingin
menginap. ”
Biasanya, Itsuki akan memberitahu Amane dulu tentang apa
pun yang akan Ia lakukan sebelumnya.
Jadi, tampaknya dia menghadapi situasi yang mengharuskannya
untuk keluar, tapi Amane tidak tahu apa alasannya.
“Aku bertengkar dengan ayahku pagi ini.”
Itsuki dengan mudah mengakui situasi seolah-olah menjawab
keraguan Amane.
“... Tentang Chitose?”
“Hmm. Begitu ayahku marah, Ia tidak mau dengar selama
berhari-hari. Aku tidak bisa tinggal di tempat Chitose. Meski orang
tuanya bersedia menerimaku, yah, ”
“Dan tidak apa-apa tinggal di tempatku?”
“Rasanya kau akan menerimaku.”
Mungkin proses pemikirannya ialah, karena Itsuki sudah
pernah menginap beberapa kali bahkan ketika apartemen Amane berantakan, itu
seharusnya baik-baik saja.
Amane sendiri bukannya tidak mau menerima Itsuki.
Tapi masalahnya adalah Mahiru, yang akan membuat makan
malam, mungkin tidak menyukai hal ini.
Jika Mahiru akan masuk ke mode Tenshi di istirahatnya
yang biasa, itu mungkin terlalu berlebihan untuknya.
Bagaimanapun juga, Mahiru hanya menunjukkan kepribadian
aslinya pada Amane, dan akan menyembunyikannya dari Itsuki.
Masalah lainnya ialah belakangan ini, Mahiru bertingkah aneh
yang menggemaskan akhir-akhir ini, kadang-kadang tersipu, dan Amane penasaan
apa Mahiru menyadari dirinya sebagai seseorang dari jenis kelamin yang
lain. Amane takut jika Itsuki melihat ini, Ia akan salah paham yang tidak
berdasar lagi.
“... Aku akan menghubungi dia dulu.”
Amane harus meminta pendapat Mahiru, jadi Ia mengirim
pesan padanya. Mahiru akan mengirim daftar belanja sebelum pulang ke
apartemennya, jadi dia akan melihat pesan ini.
Amane mengirim pesan dengan lancar, dan Itsuki tampak
sedikit tercengang sembari menghela nafas.
“Apa, sekarang kalian hidup bersama?”
“Apa kau ingin aku membuatmu tidur di lantai tanpa
pemanas dan futon?”
“Haruskah aku berterima kasih atas rahmat kebaikanmu dalam
menerimaku, atau meratapi karena kau begitu kejam membiarkanku mati
kedinginan?”
“Aku ingin meratapi khayalanmu itu.”
Apa yang orang ini katakan sekarang? Ia melototi Itsuki, dan cuma dibalas dengan mengangkat
bahu.
Merasa bahwa Ia yang seharusnya mengangkat bahu, Amane
tidak ingin Mahiru bermasalah hanya karena ada beberapa kesalahpahaman yang
aneh.
Itsuki sendiri pandai membaca suasana dan mungkin tidak
akan menggoda Mahiru, tapi dAmane merasa bahwa Itsuki akan menggodanya ketika
Mahiru tidak ada, dan itu membuatnya tertekan.
Dia menghela nafas pada senyum Itsuki. Tak lama
kemudian, tampaknya Mahiru menggunakan smartphone-nya ketika dia membalas 『Jika kamu membeli bahan makanan senilai tiga
orang, aku akan memasak seperti biasa』 dia membiarkan Itsuki menginap.
“Dia bilang oke.”
“Hebat, aku bisa memakan masakan si Tenshi.”
“Itu bukan tujuanmu, kan?”
“Cuma sedikit. Aku ingin mencicipi masakan yang
terus kau puji, Amane. ”
“... Jangan menyebabkan masalah padanya.”
“Aku akan menyusahkanmu, tapi bukan dia.”
“Dan jangan membuatku kesulitan.”
Amane menghadiahi Itsuki yang melirik dengan menyentil
dahinya, “Oww !!” Itsuki berteriak sambil cengengesan, dan Amane menghela
napas pasrah dalam-dalam.
uuuu
“Jadi, sampai berapa lama kau akan menginap?”
Setelah sekolah, mereka pergi berbelanja, dan pulang ke
apartemen. Mereka sedikit santai, dan Amane memandang ke arah Itsuki yang
memperlakukan tempat ini seperti rumahnya sendiri.
Karena ada Mahiru, Itsuki jarang mampir baru-baru
ini. Namun, Ia sudah sering ke sini, dan begitu akrab dengan tempat itu,
sepertinya.
Itsuki duduk bersila saat meminum kopi, terlihat lumayan
karena ketampanannya. Ia tampaknya memikirkan sesuatu, matanya
berkeliaran.
“Hmm, pertama, aku ingin tinggal selama 3 hari. Itu
merepotkan, tau. ”
“Ayahmu bukan orang jahat atau semacamnya, cuma tidak
fleksibel dalam menerima pendapat orang lain.”
“Bilang saja kalau Ia itu ayah yang keras kepala dan
pembully yang lahir di era yang salah di sini.”
“Hei, kau.”
“Bagaimana aku bisa membiarkan orang tuaku menentukan
siapa pasanganku?”
Aku akan meninggalkan rumah ketika aku sudah
dewasa nanti, Itsuki mengunpat, tapi Ia benar-benar
tidak membenci ayahnya.
Ayahnya adalah orang yang rasional, dan begitu suka, Ia
akan memperlakukan orang lain dengan sungguh-sungguh. Ayahnya bertingkah
seperti ini karena Chitose tidak menyenangkannya, tapi Ia tampak pria yang baik
bagi Amane.
Ia tidak menyetujui hubungan Itsuki dengan Chitose karena
mereka adalah keluarga yang agak bergengsi, dan Ia berharap putranya akan
memilih pasangan dengan kedudukan yang setara.
Dan, alasan lainnya adalah bahwa ayahnya tidak pandai
dalam berurusan dengan Chitose.
Namun, Itsuki ditolak mentah-mentah oleh ayahnya, dan
karena ini, sepertinya Ia memilih untuk melarikan diri dari rumah.
“Kau sih enak, Amane. Bisa melakukan apa pun yang kau
inginkan.”
“Orang tuaku sangat saling mencintai, dan mereka ingin
aku memilih seseorang yang aku suka.”
“Aku iri padamu.”
Itsuki pada titik ini adalah hasil dari pengasuhannya
yang ketat, dan Amane tidak bisa terlalu menyangkal hal itu.
Menurutnya, mewarnai rambutnya dan berpakaian sembarangan
adalah tindakannya sebagai bentuk protes.
“Kau mengatakan itu karena kau benar-benar menghormati
ayahmu, ‘kan?”
“Aku menghormatinya sebagai orang, tapi Ia tidak punya
harapan sebagai orang tua, ‘kan? Menindasku tidak akan menyelesaikan
segalanya ... Ia bisa memberiku sedikit waktu luang, tapi Ia hanya memberiku
cambuk sepanjang waktu, tentu saja aku akan membalas.”
“Apa baik bagi orang yang diberi kelonggaran untuk
memahami ini?”
"Aku bisa mengambilnya jika Ia membebaskanku, tapi Ia
mengurungku dan mengekangku. Itu sebabnya aku protes, itu saja. ”
Dia bahkan tidak mengerti ini bahkan setelah
beberapa dekade, Itsuki mengangkat bahu, dan
menghabiskan sisa kopinya.
“Yah, kau bisa santai beberapa hari. Untungnya kita
sedang liburan musim semi selama beberapa hari. ”
“Kau memang sohib sejati ...!”
“Menjauhlah sana, kau membuatku jijik.”
“Jahat sekali! Aku ingin Shiina-san memasak sebagai
kompensasi!”
“Kau akan memakannya bahkan jika kau tersakiti, kan?”
“Tehee.”
“Berhentilah bertingkah lucu. Itu menjijikkan.”
“Amarahmu ini sangat kejam ... oyoyo.”
Ia pura-pura menangis, tapi Itsuki masih tersenyum, dan Amane
tertegun melihat itu, lalu merasa sedikit lega.
Itsuki sering berselisih dengan ayahnya, tapi sepertinya
itu sedikit lebih buruk dari biasanya pagi ini. Amane mungkin cuma bisa
membayangkannya saja, tapi Ia merasakan mental Itsuki agak menurun. Tapi
sekarang, sepertinya Ia sudah agak pulih.
Yah, Amane tidak bisa mengatakan ini pada Itsuki, jadi Ia
berpura-pura terlihat acuh saat menghela napas.
uuuu
Matahari terbenam, dan Mahiru tiba di apartemen Amane.
Tangannya kosong, karena Amane sudah menyiapkan bahannya.
Ia memberitahu pada Mahiru bahwa Itsuki akan menginap,
dan dia tidak goyah meskipun ada Itsuki. Sebaliknya, justru Itsuki yang
sedikit panik.
“Lama tidak berjumpa, Akazawa-san.”
“Ya, sama denganmu. Maaf sudah mampir di sarang
cintamu ... owowowow, aku tahu, aku hanya bercanda. Maaf sudah
mengaggumu. Rasanya merepotkan memiliki seseorang yang kau tidak kenal di
sini, ‘kan? ”
Amane diam-diam menginjak kaki Itsuki, dan dibalas dengan
teriakan, menyeringai dan membuat senyum yang terlihat populer.
“Tidak, bukan itu masalahnya. Lebih baik menjadi
lebih meriah. ”
“Rasanya akan jadi berisik bila ada orang ini.”
“Kau seharusnya tidak mengatakan itu.”
Dicela dalam keheningan, Amane melihat Itsuki
cengengesan, jadi Ia mencubitnya dari samping, pada posisi yang tidak bisa
dilihat Mahiru.
Namun, Itsuki memiliki tipe tubuh cowok yang ideal, dan
tidak ada tempat untuk mencubit secara khusus.
“Aku akan menyiapkan makan malam sekarang. Silahkan
lanjutkan.”
Sementara keduanya melanjutkan pertarungan kecil mereka,
Mahiru menunjukkan senyum polos, lau mengenakan celemek, dan pergi ke dapur.
Sepertinya dia mungkin tidak tahu harus berkata apa, jadi
dia memutuskan untuk meninggalkan Itsuki ke Amane.
Setelah menatap punggung Mahiru, Itsuki memasak ekspresi
curiga di wajahnya.
“... Hubungan kalian terlihat sangat dekat, apa kau
memberinya kunci cadanganmu?”
“Tutup mulutmu.”
Mahiru masuk menggunakan kunci yang diberikan kepadanya,
karena mereka sudah terbiasa. Dia masuk tanpa menekan bel pintu, dan
Itsuki memperhatikan hal ini.
“Silakan lanjutkan,
itulah yang Shiina-san katakan karena dia pikir ini adalah tempat yang aman
untuknya? Dia sudah bertingkah seperti istrimu saja. ”
“Mau aku usir?”
“Aku ingin bilang ... kalau aku cuma bercanda, tapi ini
adalah pandangan objektif bila dilihat dari situasinya, tahu?”
Amane ingin meraih leher Itsuki, yang malah Ia melarikan
diri saat berada di karpet, memulai game. Amane turun dari sofa, menubrukknya
dengan ringan dengan lutut, dan duduk di sebelahnya untuk bermain game dan
menghabiskan waktu.
Setelah beberapa saat, Ia mendengar bunyi dentingan
piring. Amane bingung apa Ia harus membiarkan Mahiru menangani semuanya,
jadi Ia berdiri dan pergi ke dapur.
“Aku akan membantumu. Apa perlu aku membawa piring
dengan makanan juga?”
“Iya, terima kasih banyak.”
Amane menyajikan hidangan di atas meja seperti biasa, dan
melihat Itsuki tampak tercengang.
“…Kau tahu…”
“Apa?”
“Tidak, aku tidak mengatakannya.”
Itsuki tidak menyelesaikan kata-katanya saat Ia mulai
bermain game lagi. “Ia sedang kesurupan apa, sih?” Amane bertanya,
terdengar agak bingung.
uuuu
Waktu makan malam tiba, dan mereka bertiga berkumpul di
sekitar hidangan buatan Mahiru. Itsuki terlihat sangat senang.
“Lezat sekali…”
“Terima kasih banyak.”
Mahiru duduk tegak saat dia menikmati makanannya,
menunjukkan wajah ramah. Sementara dia masih memiliki senyum malaikat,
Itsuki tahu rahasianya, jadi senyumnya sedikit lebih dari dirinya yang biasa.
Itsuki melahap makanan seperti orang kerasukan.
Mahiru diberitahu bahwa Itsuki makan lebih dari Amane, sehingga
piring Itsuki diisi lebih banyak makanan, tapi tampaknya Ia mampu menghabiskan
semuanya.
“Yaa, kau benar-benar orang yang beruntung, Amane, bisa
makan masakan seperti ini setiap hari ...”
“Aku tahu itu. Makanan hari ini juga terasa lezat. ”
“……Terima kasih banyak.”
Amane menyatakan pikirannya saat Ia mencicipi sup miso.
Sup dashi dan miso benar-benar membangkitkan selera makan
seseorang, dan secara alami akan merilekskan pipi. Sungguh mengesankan
bahwa mereka bisa memakan setiap hari tanpa merasa bosan, tapi si juru masak
sendiri sepertinya tidak menyadari hal ini, jadi itu adalah tugas harian Amane untuk
memuji dia.
Rasa lembut dari masakan itu tampaknya menunjukkan
kepribadiannya, dan menenangkan baik lidah maupun hati. Dapat dimengerti
mengapa Itsuki begitu terpesona.
“Haa, enak sekali.”
Pada hari ini, dia memasak omelet dashimaki yang disukai Amane,
jadi nafsu makannya meningkat sebesar 20%. Tentu saja, masakan biasa cukup
lezat baginya untuk meminta porsi tambahan, tapi itu akan meningkat lebih jauh
dengan hidangan telur.
Lezat
sekali, Amane menjilat bibirnya saat memakan makanan lezat, lalu menyadari Itsuki bolak-balik
menatapnya dan Mahiru.
“…Dasar lovebird.”
“Kau bilang apa?”
“Tidaaaak, bukan apa-apa, kok.”
Itsuki menggelengkan kepalanya dan dengan sok sambil menyendok
makanan, jadi Amane tidak mendesak, malah mengangkat bahu ke arah Mahiru yang
sedang melihat dengan tenang.
uuuu
Setelah makan malam, Mahiru langsung bergegas pulang.
Biasanya, dia akan berada di tempat Amane sebelum Ia
pergi mandi, setelah jam 9 malam, tapi dia pulang lebih awal, mungkin karena ada
Itsuki. Sementara Amane sedang mencuci piring, Mahiru tampaknya berbicara
dengan Itsuki, tampak sedikit canggung. Itu mungkin menjadi alasan mengapa
dia kembali ke apartemennya lebih awal.
Amane bertanya pada Itsuki apa yang mereka bicarakan,
“Cuma beberapa pertanyaan tentang Chii” dibalas begitu, dan Amane tidak
bertanya lebih lanjut, meski Ia merasa bahwa mereka berbicara tentang hal yang
lain juga.
“Hei, Amane.”
Sebelum mereka tidur, Itsuki meletakkan kasur di lantai
kamar Amane, menatap Amane di tempat tidur.
“Apa?”
“Kau menunjukkan tatapan lembut kepada Shiina-san, dan
masih bilang kau tidak menyukainya?”
“Berisik.”
“Dari sudut pandang orang luar, kau ini sudah jatuh hati
padanya.”
“Mau aku mengusirmu?”
“Kagak ~”
Kau masih membahas itu, tatapan Amane menyiratkan itu, tapi Itsuki tidak
menunjukkan tanda-tanda kapok.
Itsuki tidak melirik seperti sebelumnya. Ia tampak
senang, bahkan menyetujui.
“Yah, wajar saja kalau kau tidak jujur pada dirimu sendiri, tapi aku senang. Seseorang tahu
tentang sisi bagusmu, Amane. ”
“Hah?”
“Mengapa kau terdengar sewot begitu .... sebagian besar
di kelas menganggapmu sebagai cowok suram, kurang ajar dengan kehadiran yang
tipis.”
“Aku tahu itu.”
Posisi Amane di kelas mungkin sebagai cowok yang
membosankan, menyendiri, tidak terkesan tanpa ciri-ciri yang jelas. Jika
bila dilihat dari hasil ujiannya, mereka mungkin menambahkan poin lain, relatif
pintar.
Jika seseorang membandingkan wajahnya dengan Itsuki yang
tampan dan periang atau si Ouji Yuuta
yang tampak segar, Amane mungkin dianggap sebagai tanpa kepribadian.
Salah satu alasannya adalah Amane memang sengaja supaya
tidak menonjol, tapi pendapat mengenai dirinya pasti tidak tinggi.
“Tapi itu hanya apa yang orang lihat tentangmu, bukan apa
yang mereka lihat di dalam dirimu. Aku ingin orang lain melihat apa yang
ada di dalam dirimu, tapi sulit untuk menentukannya tanpa memahamimu sampai
batas tertentu.”
Jiii, Itsuki
menatap Amane.
Amane merasa tidak nyaman, karena mata Itsuki terlihat
serius. Sebuah tatapan yang tidak menunjukkan semburat usaha bercanda,
atau untuk menggoda.
“Sayang sekali tidak ada yang tahu kalau kau benar-benar
pria yang hebat. Aku senang Shiina-san bisa melihat apa yang ada di dalam
dirimu dan dekat denganmu.”
“Itsuki ...”
“Jadi cepatlah, rayu dia, dan nantinya kita bisa kencan ganda.”
“Hanya itu yang ingin kau katakan?”
Ia merasa kegembiraan itu sia-sia, tapi ini mungkin bukan
hal yang buruk.
Tapi Itsuki mungkin merasa tak sanggup untuk tidak bercanda,
karena Ia mengalihkan pandangannya, dan Amane menebak kata-kata sebelumnya
adalah menyembunyikan rasa malu Itsuki sendiri. “Chii juga akan senang.”
“Kau bisa pergi sendiri ... jangan tunggu, kalian berdua
bisa pergi sendiri. Jangan libatkan aku. Ngomong-ngomong, meski kita
benar-benar menjalin hubungan seperti itu, bagaimana bisa aku berpacaran dengan
wajahku yang seperti ini? ”
“Apa kau tidak bisa menggunakan gaya lama milikmu
itu? Ngomong-ngomong, aku ingin melihatnya. ”
“Tidak mau.”
“Jadiii, apa hati cowokmu cuma ingin menunjukkannya pada
Shiina-san doang?”
“Itsuki, mana yang kau pilih, tidur selamanya di bawah
langit yang dingin, atau tutup mulut dan nikmati kehangatan dari futon.”
“Maafkan hamba ini.”
Itsuki duduk di atas futon dalam bersimpuh, “Ya ampun.” Dan
Amane bergumam dengan tercengang.
Itsuki mungkin berpikir bahwa jika Amane punya pacar, Ia
akan menjalani kehidupan yang lebih bahagia.
(... Aku rasa itu mustahil, bagiku untuk menjalin hubungan
dengan Mahiru.)
Ia selalu dalam perawatannya, dan menyebabkan banyak
kesulitan padanya. Jika mereka berpacaran, Amane merasa Ia cuma bergantung
pada Mahiru terus, jadi Ia merasa takut. Ia sudah menjadi orang rendahan,
dan jika mereka jadian, Amane akan jatuh lebih dalam lagi.
Lebih jauh, tampaknya Mahiru berniat untuk menghindari
kontak dengan lawan jenis.
Dia tampaknya tidak jijik oleh Amane, Shuuto, dan Itsuki
yang dipercaya Amane. Namun, berdasarkan pandangan sesekali di sekolah, tampaknya
Mahiru jauh lebih waspada terhadap anak cowok lainnya, dibandingkan dengan gadis-gadis. Ia
mempertahankan topeng Tenshi di sekolah sambil menjaga jarak aman tanpa ada
yang salah.
Bahkan setelah ditembak cowok beberapa kali, Mahiru tidak
punya pengalaman berpacaran, jadi sepertinya dia menghindari semua cowok.
Pada akhirnya, Amane merasa bahwa bila menembaknya dengan
perasaan setengah hati akan sangat kasar padanya, jadi Ia merasa harus menjaga
status quo dengan Mahiru.
Ia merasa Mahiru juga tidak memiliki pemikiran seperti itu,
dan itu adalah khayalan bodoh, untuk bisa berpacaran dengannya.
“... Tapi yah, Shiina-san sangat
mempercayaimu. Sebelum kau menyangkal semua itu, perhatikan dulu baik-baik
”
Itsuki tampaknya telah membaca hati Amane dengan seksama
ketika Ia mengungkit ini. “…begitukah?” Amane bergumam ketika
meringkuk di atas kasur.
uuuu
『Kamu
terlalu licik membiarkan Ikkun masuk! Aku ingin makan masakan Mahirun juga ~! 』
Pagi-pagi sekali, Amane menerima panggilan telepon
seperti itu dari Chitose.
Sepertinya Itsuki menghubungi Chitose pada hari
sebelumnya. Ia memfoto ketika mereka makan, bertingkah seperti seorang
gadis, jadi sepertinya Itsuki mengirim foto tersebut ke Chitose.
“Jangan tanya aku. Tanya Shiina. ”
『Lalu
jika Mahirun setuju, aku boleh bermain di tempatmu juga?』
“Yah, terserahlah.”
『Oke! Aku
akan bertanya Mahirun kalau begitu! 』
Dan setelah mengatakan itu dengan penuh semangat, dia
menutup telepon.
Merasa terlalu berisik, Amane menjauhkan ponsel dari
telinganya. Ia tidak tahu wajah apa yang harus dilakukan sehubungan dengan
Chitose yang dinamis, terkesan, atau tercengang.
Dan Itsuki melihatnya dengan senyum menghias wajahnya.
“Chii benar-benar bersemangat.”
“Apa kau tidak bisa melakukan sesuatu tentang kecenderungan
pacarmu untuk menjadi gila?”
“tu mustahil. Chii adalah tipe orang yang
menunjukkan apa yang dia suka melalui tubuhnya. Cinta itu sangat dalam,
ya? ”
Yap ya ,
Itsuki mengangguk, dan sementara Amane merasa kalau Itsuki cinta mati pada
Chitose, Ia mengubur pemikirannya sendiri.
Poin bagus mengenai Chitose adalah kelimpahan
vitalitasnya dan kemampuan bergaul dengan siapa pun, dan Amane sedikit iri akan
hal itu karena Ia tidak memiliki sifat seperti itu. Pada saat yang sama, Ia
merasa Mahiru sulit menerima panggilan cinta seperti itu.
Amane diam-diam berdoa untuk Mahiru, sambil memutuskan
untuk memanaskan sisa makanan kemarin sebagai sarapan mereka.
uuuu
“Jadi, aku mampir ~!”
Chitose datang dengan cepat, tepat sebelum tengah
hari. Dia tampaknya membawa tas ransel, dan tas belanja penuh barang; di
sebelahnya, Mahiru tersenyum kecut saat dia juga memegang tas.
Sepertinya mereka bertemu di luar. Chitose mungkin
diminta untuk menemani Mahiru untuk berbelanja, dan tiba di sini
bersama. Kalau tidak, keduanya tidak akan memegang tas, dan Chitose akan
terjebak di pintu masuk.
“Kau bertindak cepat ...”
“Aku menginap di tempat Mahirun. Aku jadi tidak
sabar menantikannya!”
“…Menginap?”
“Lagipula, kita dapat liburan musim semi yang langka. Dan
Mahirun setuju dengan itu!”
Iya, ‘kan? Chitose memandang ke arah Mahiru dengan wajah berseri-seri,
dan Mahiru Cuma bisa mengangguk dengan senyum masam.
(Dia terpaksa setuju, ya?)
Sepertinya Mahiru tak berdaya melawan kekuatan paksa Chitose.
Namun, tampaknya Mahiru benar-benar tidak membencinya,
hanya sedikit terganggu oleh perkembangan kejadian yang mendadak ini.
“Jangan khawatir. Aku setuju untuk itu.”
Mahiru berjalan menuju kulkas sambil membawa bahan-bahan
di tangan, dan ketika dia melewati Amane, dia berbisik padanya.
Sepertinya dia bisa melihat kegelisahan Amane. Ia
menunjukkan senyum masam saat melihat punggung Mahiru sementara dia memasukkan
bahan makanan ke dalam kulkas.
“Aku menantikan masakan Mahirun ~” Chitose menyeringai
ketika dia duduk di sebelah Itsuki, menempel padanya. Karena kehilangan
tempat duduk, Amane pergi ke dapur.
“Mau aku bantu sesuatu?”
“... Amane-kun, kamu tidak bisa memasak, ‘kan?”
Mahiru memanggil namanya dengan suara lembut yang tidak
bisa terdengar dari ruang tamu, dan Amane hanya menunjukkan senyum masam.
“Aku setidaknya bisa memotong sayuran,
tahu? Sebenarnya, aku bisa melakukan beberapa hal sederhana jika aku diinstruksi. Aku
pernah melakukannya sebelum ada kau.”
“... Kalau begitu tolong bantu aku. Kamu merasa
tidak sanggup untuk tinggal di sana, ‘kan? ”
“Kau benar-benar mengerti diriku, Mahiru. Mereka
berdua terlalu mesra. ”
Amane mengangkat bahu, dan mencuci tangannya di baskom.
Ia tidak bisa memberi banyak bantuan, tapi bukan berarti
Ia tidak tahu apa-apa tentang memasak. Paling tidak, Amane bisa membantu
Mahiru menimbang, atau menyiapkan hal yang lain, dan untuk saat ini, ada medan
kekuatan orang pacaran di belakangnya, jadi Ia lebih memilih membantu Mahiru.
“Ngomong-ngomong, makan siangnya apa?”
“Nasi omelet, potage hijau, dan salad. Chitose-san
bilang dia ingin omeletnya setengah matang, sehingga dia bisa memotongnya
dengan pisau dan membiarkannya mengalir keluar. ”
“Bagus.”
“Kamu sangat menyukai masakan telur, ya.”
“Telur itu luar biasa. Masakan telur yang kau buat
adalah yang terbaik, aku sangat menantikannya. ”
Tidak ada masakan Mahiru yang tidak enak, tidak ada
pengecualian, dan Amane sangat menikmati masakan telurnya, yang sangat Ia
sukai. Daging sapi rebus dan nasi omelet yang Ia nikmati adalah karya
agung, dan Amane percaya bahwa ia takkan sakit meski memakannya setiap hari.
Permintaan bagus pada Chitose, pikirnya ketika diam-diam menggerakkan jempolnya ke
dalam hatinya, dengan gembira menimbang nasi seporsi empat orang, dan melihat
Mahiru tertegun di depan freezer.
“Apa sekarang?”
“... Aku senang mendengarmu mengatakan itu, tapi jangan menyerang begitu mendadak.”
“Apa yang sedang terjadi?”
“Kamu tidak perlu tau.”
Hmph, Mahiru
tiba-tiba memalingkan mukanya, dan mulai memotong bahan untuk sup. Amane
memiringkan kepalanya dengan bingung.
“Mereka tidak pacaran walau sudah seperti itu? Aku sama
sekali tidak mengerti. ”
“Serius deh ~”
uuuu
“Nasinya ~ enak ~!”
Chitose menghabiskan makan siangnya, dan dengan hati-hati
menggosok perutnya.
Dia tampak sangat gembira, bila dilihat dari ekspresinya,
dan Mahiru juga tersenyum bahagia. Dia suka melayani orang lain, jadi
serangan tiba-tiba pada hari ini mungkin bukan hal yang buruk baginya.
“Yah ~ Shiina-san, kamu benar-benar bisa memasak apa
saja. Aku tak menyangka kamu bisa membuat omelet setengah matang dengan
bagian dalam dan luar seperti telur dadar.”
“Diperlukan guru yang mengajariku cara memasak.”
“Kamu belajar memasak?”
“Yah, kurasa. Dia bilang kalau aku bisa memasak
untuk diri sendiri tanpa masalah, aku dengan bangga bisa memasak untuk siapa
saja tanpa bikin malu. ”
“Heh ~! Jika masakanmu seenak ini, pasti gurumu
benar-benar hebat! ”
Mahiru mungkin merujuk pada pembantu yang pernah diceritakannya.
Tentunya, cuma pembantu itu yang benar-benar
memperlakukannya dengan baik.
“Aku penasaran apakah aku bisa memiliki keterampilan
seperti itu jika orang itu mengajariku.”
“Kendalikan saja rasa penasaranmu dan kau pasti bisa memasak
sesuatu yang layak jika kau tidak terlalu suka berpetualang.” Amane menyela
dengan menyindir
“Eh, tapi aku tidak bisa mulai jika aku tidak suka
berpetualang?”
“Jika kau tidak melakukan itu, kau pasti bisa melakukan
apa saja ... keingintahuan dan kejahilanmu menghancurkan segalanya ... kau
tinggal perlu mengikuti resepnya ...”
Chitose seharusnya bisa melakukan lebih baik daripada
yang lain selama dia bermain aman. Mengingat kepribadiannya yang lincah
dan kebiasaan buruknya, hasil yang sebenarnya akan turun peringkat.
Dia punya jiwa bebas dan malas seperti kucing, tapi tidak
taat seperti kucing, dan begitulah masalahnya. Dia bisa patuh jika dia mau,
tetapi tampaknya melelahkan baginya.
Jika dia bisa secara naluriah tahu kapan harus tenang
seperti kucing, dia bisa menjadi wanita yang tenang, tapi kepribadiannya malah
tak bisa dirubah.
“Bahkan termasuk memasak, kau harus memperhatikan
bagaimana kau berbicara setidaknya. Ada contoh sempurna dihadapanmu,
lihat?”
“Ehhhn, tapi aku tidak bisa menjadi seperti Mahirun. Itu
terlalu mengekang.”
“Bukankah kau bersikap kasar pada Shiina?”
“Nn, tapi Mahirun juga tampak sangat terkendali, atau
sedikit kurang hidup.”
Dari waktu ke waktu, Chitose akan membaca kepribadian
asli seseorang hingga ke tingkat yang mengejutkan.
“Mahirun di sekolah terlihat tak bernyawa.”
“…Kamu pikir begitu?”
“Hmm, karena kelas kita berbeda, jadi aku tidak bisa
mengatakannya, tapi rasanya ketimbang bertindak membosankan, rasanya justru
kamu mengambil beberapa langkah mundur dan melihat semua orang dari
jauh. Sepertinya kamu bersikap baik kepada siapa saja, Mahirun, tetapi kamu
tidak pernah membuka hatimu pada orang lain. ”
Sepertinya, tidak, pernyataan Chitose memang benar.
Mahiru mungkin bertingkah seperti gadis yang baik pada
semua orang, tapi pada kenyataannya, hanya sedikit yang bisa melihat di balik
topeng luarnya.
Mahiru ingin menjadi gadis baik, dan melakukan yang
terbaik untuk menghindari menunjukkan kepribadiannya yang sebenarnya.
Dia sendiri mengetahui hal ini dengan baik, jadi dia
mencoba terlihat sedikit muram. Namun, Chitose menyeringai ketika dia
bergeser ke arah Mahiru, dan duduk di sebelahnya.
“Mahirun menunjukkan wajah yang sangat imut di tempat
yang sangat pribadi di sini. Itu sebabnya aku tahu dirinya yang
sebenarnya, oke? Aku lebih suka sifat Mahirun yang ebgini ~ ”
Ehehe
~ dia cengengesan saat menempel erat ke
Mahiru. Si Tenshi melihat ke samping sejenak, tampaknya sedikit gelisah, tapi
dia tampaknya tidak menolak karena dia melakukan beberapa kontak terbatas
dengan Chitose.
“Katakan Mahirun, kupikir kamu boleh sedikit lebih jujur ~ lihat, Amane sudah memanjakanmu, ‘kan? Ia selalu
memanjakan orang-orang yang Ia kenal; kamu bisa langsung dapat jika kamu
meminta dimanjakan olehnya, Mahirun?”
“Aku tidak akan memintanya!”
“Eh~?”
“... Bukan itu yang kamu harapkan, Chitose-san.”
Mahiru memalingkan mukanya dengan mendadak, “Serius ~?” dan
Chitose tersenyum, memandang ke arah Amane karena suatu alasan.
Meski Chitose menatapnya, Amane mungkin tidak dapat membantu. Jika
Mahiru tidak meminta, tidak ada yang dipikirkan, dan Ia tidak bisa
memanjakannya. Karena Mahiru berharap untuk menjadi mandiri, lebih baik
menghormati keinginannya.
Tapi, misalnya saja ... misalnya saja Mahiru bilang dia
ingin dimanjakan ... Amane tidak bisa menolaknya.
Amane tidak punya alasan untuk ragu. Jika Mahiru
bersedia untuk mengungkapkan semua masalah yang membebani hatinya kepadanya,
dan memintanya untuk membantunya, Amane yakin kalau Ia dapat mendukung punggung
kecilnya, seolah-olah semuanya sudah diharapkan.
Sekali lagi, Ia menyadari betapa dekatnya hubungan
mereka, dan merasa canggung tentang hal itu, tetapi Amane tidak
mengungkapkannya ketika melihat ke arah
Chitose dan Mahiru yang saling berdempetan.
“Yah, gadis cantik yang lagi akrab seperti itu
benar-benar menyegarkan mata.”
“Apa yang kau katakan?”
Ia mengabaikan kata-kata Itsuki yang mesum ketika dia
melihat kedua gadis yang terlihat sangat akrab. Mahiru akhirnya memiliki
teman dengan jenis kelamin yang sama dengannya, dia bisa menunjukkan kepribadiannya
yang sebenarnya, dan Amane sedikit lega.
uuuu
Secara alami, Chitose menginap di apartemen Mahiru.
Amane pikir dia lebih suka bersama Itsuki, “Tapi aku
sudah sering tinggal dengan Ikkun, jadi aku ingin bersama Mahirun kali
ini", jadi setelah makan malam, dia pergi ke tempat Mahiru dengan bahagia.
Ia tahu mereka sangat dekat satu sama lain, dan Itsuki sering
menginap di tempat Chitose, jadi tidak ada yang aneh dengan kata-kata itu ...
tapi untuk beberapa alasan, Amane merasa sedikit canggung mengetahui fakta
kalau mereka sering menginap.
“Apa yang kau bayangkan, dasar orang mesum
munafik?” Itsuki menyikut Amane, dan dibalas dengan injakan kaki, cukup
berbelas kasih untuk tidak menginjak di jari kakinya.
“Katakan, kamu tidak harus menyembunyikan rasa malumu dengan
menginjak orang lain, kan?”
“Salahmu karena ngomong seenaknya saja.”
Meski Ia menggerutu saat mereka akan tidur, Amane
memalingkan kepalanya.
Amane tidak menginjakya dengan keras, dan rasa sakitnya
akan segera mereda, jadi Itsuki tampaknya tidak menyalahkannya. Orang
mungkin mengatakan itu adalah perkelahian kecil di antara cowok, dan tidak ada
yang akan bertengkar tentang ini. Amane juga sering ditepak oleh
Itsuki; ini hanya kejadian biasa.
“Di jaman ini, wajar-wajar saja tinggal di tempat
lain. Itu normal, normal.”
“Siapa yang tahu tentang itu? Bisakah kita berhenti
sekarang? ”
“Logikanya, cowok-cowok harus membicarakan ini, kan?”
“Tidak ada logika semacam itu, jadi hentikan.”
Amane tidak ingin mendengar temannya bersuara tentang
cerita di antara pasangan, dan melotot untuk mengakhiri topik ini, dan cuma dibalas
Itsuki dengan menunjukkan senyum senang.
“Seriusan, entah kau ini herbivora, atau emang terlalu
polos.”
“Mau aku memukulmu?"
“Yah, itu sebabnya Shiina-san membuka hatinya
untukmu. Jika kau jadi serakah, dia tidak akan mendekatimu.”
Kerja bagus! Itsuki menyeringai sembari mengacungkan jempol, dan Amane
menunjukkan tatapan getir yang tidak pernah Ia tunjukkan kepada Mahiru.
Tapi wajah itu benar-benar tidak efektif melawan Itsuki.
Amane mendecakkan lidahnya, dan menatap Itsuki. Ada
suara elektronik yang terdengar ringan dari smartphone.
Tampaknya itu adalah bunyi dari pesan yang masuk, dan
Amane berhenti memelototi Itsuki saat Ia melihat layar smartphone. Tampaknya
itu pesan dari Chitose.
Ia lalu membuka aplikasi, berpikir itu tentang rencana
hari berikutnya. Apa yang dilihatnya adalah pesan yang dikirim bersama
dengan foto.
『Lihat,
lihat keimutan Mahirun! ※ Aku mengambilnya dengan izinnya. 』
Ada foto terlampir dengan satu baris kalimat.
Foto itu menunjukkan Mahiru yang duduk di tempat
tidur. Di belakangnya tampak kamar tidur.
Amane takkan memikirkan yang aneh-aneh jika cuma itu
saja, tapi masalahnya ada pada pakaian dan ekspresinya.
Mahiru mengenakan gaun malamnya.
Itu saja masih dikatakan normal, tapi dia mengenakan gaun
malam one piece longgar dengan lengan
panjang, atau dengan kata lain, daster. Warna pink yang pudar semakin
memamerkan feminitasnya, membuatnya terlihat benar-benar menggemaskan.
Mahiru mungkin baru saja mandi, lengan dan kerahnya
menunjukkan kulit, sedikit semburat merah menyala dari dalam, seolah seluruh
tubuhnya terbakar.
Berkat itu, meski kulitnya tidak terlalu banyak diekpos,
dia anehnya terlihat memikat, namun pada saat yang sama, tampak polos, sangat
bertentangan sekali.
Dan yang menarik perhatian Amane lebih dari apa pun —
adalah ekspresi Mahiru.
Dia membawa boneka beruang Amane dilutut, menunduk
sedikit, bukan ke arah kamera.
Tapi dia tidak meninduk ke bawah, wajahnya tidak
tersembunyi sepenuhnya, dan bahkan di foto, rasa malunya bisa terlihat jelas.
Pipinya tampak memerah, dan mungkin itu bukan karena
mandi dari sebelumnya.
Mahiru tampak malu dan bermasalah, lebih memikat daripada
biasanya.
Pada saat yang sama, ada sesuatu yang menggemaskan
padanya saat dia meletakkan tangannya di boneka beruang itu di atas
lututnya. Meski itu adalah foto, Amane merasakan pipinya mulai memanas
dari dalam.
(—Dasar, idiot itu.)
Apa yang Chitose rencanakan dengan mengirim foto seperti
ini?
Mengapa menunjukkannya kepada Amane sebelum Ia
tidur? Bagaimana Ia bisa tidur seolah-olah tidak ada yang terjadi?
“Kenapa kau memerah melihat layar smartphone-mu
sendiri? Lihat gambar ero, ya?”
“Mana ada!”
“Terus, dari tadi kau lihat apa?.”
Itsuki mendekat untuk melihatnya, dan sebelum Amane bisa
menyembunyikannya, pesan di layar masuk ke mata Itsuki, dan Ia menunjukkan
senyum bangga.
“Begitu ya, kau ini benar-benar polos ya, Amane-kun.”
“Apa kau punya keinginan terakhir?”
“Apa kau mengisyaratkan kalau aku harus mati?”
“Apa kau ingin aku mengatakannya secara langsung?”
“Jangan kejam begitu. Tidak tidak, tapi cowok mana
pun akan terpesona melihat Tenshi seperti ini. Ahh, tidak, Chii masih yang
terbaik. ”
“Pelan-pelan, dasar keparat.”
Ya ampun, Amane
menyisir rambutnya dengan telapak tangannya sambil menghela nafas, lalu mendengar
bunyi jepretan.
“... Itsuki.”
“Tidak, yah, Chii memintaku untuk mengambil
fotomu untuk tujuan peringatan, Amane. Ini cuma foto kecil. Itu tidak
apa-apa?”
“Terserah, cuma foto saja, apa gunanya mengambil fotoku
...”
“Aku tidak mengirimnya ke orang lain, santai. Ada
tujuan untuk itu.”
Amane tidak tahu apa tujuan yang dimaksud, dan menatap
Itsuki dengan tercengang, tetapi Itsuki hanya tersenyum puas.
Apa yang akan Ia lakukan dengan fotoku
itu? Amane menghela nafas, dan Itsuki bergumam
dengan suara yang lebih lembut dari Amane, “Kenapa Ia begitu tidak sadar
tentang dirinya sendiri?”
uuuu
“…Aku lelah…”
Itsuki dan Chitose mengakhiri masa menginap
mereka; Amane dan Mahiru sedang duduk di sofa.
Ini adalah hari ketiga, dan menginap di tempat Amane berakhir. Sepertinya
Itsuki akan tinggal di tempat Chitose selama satu atau dua hari
lagi. Orang tua Chitose akan menyambutnya selama beberapa hari (sepertinya
mereka ingin Ia tinggal lebih lama, tetapi Ia menolak).
Setelah makan siang Mahiru, “maaf sudah mengganggu,
semoga kalian berdua menjadi lebih akrab” Ia menyeringai sebelum pergi. Amane
merasa Itsuki punya khayalan tak berdasar lagi, tapi Ia mengabaikannya, karena
terlalu malas untuk meladeninya.
“Kamu tidak lelah, Mahiru?”
“... Aku juga lelah, ini sangat sulit. Tapi
menyenangkan.”
“Begitu ya.”
Paling tidak, Amane tahu bahwa Mahiru tidak pernah
mengundang teman-temannya. Ia pikir Chitose akan menjadi awal yang baik
untuk membuatnya terbuka.
Tampaknya Chitose akan pergi keluar untuk menemui Mahiru
tanpa Amane tahu. Tentunya itu hal yang baik baginya untuk memiliki teman
dekat.
“... Yah, ummm, dia tiba-tib mengambil foto, dan itu
sedikit mengejutkanku ...”
“Ah, ahhh, itu?”
Begitu mendengar kata foto, Amane mengingat foto memikat
yang dari semalam, dan pipinya memerah.
Tidak banyak yang terbuka, tapi piyama yng dipakai masih
agak tipis, dan menunjukkan lengkukan lembut Mahiru, yang membuat matanya
gelisah. Siapapun mungkin mengatakan kalau yang tidak terlalu terbuka
malah membuatnya lebih memikat.
Karena insting cowoknya, Amane secara tidak sengaja
menyimpan foto di folder, dan punya rasa bersalah yang kuat.
“Kemarin, dia bilang『 Sangat lucu ~! 』Dan mulai mengambil banyak foto, tapi dia tidak pernah
memberitahuku foto apa yang dia kirim. Foto macam apa yang dia
kirim? Aku setuju pada akhirnya karena dia bersikeras, tapi aku akan
merasa canggung jika itu terlalu memalukan ...”
Tampaknya Chitose tidak menunjukkan Mahiru foto yang
dikirim padanya.
Dia mungkin memilih foto terbaik dari mereka semua, dan
mengirimkannya. Mahiru sendiri mungkin tidak memperhatikan ekspresinya
sendiri ketika foto tersebut diambil.
Tentu saja, jika Mahiru sendiri yang melihat foto itu,
saiapaun bisa dengan mudah membayangkan reaksinya.
Dia tidak dalam posisi yang memalukan, dan pakaiannya
tidak berantakan, tapi karena suatu alasan, gambar itu benar-benar punya impact buat hati siapapun yang
melihatnya.
“E-erm, yah, foto dengan beruang di lututmu.”
“... Ku-Kuma-san ...?”
“Sepertinya kau sangat menghargainya.”
Amane tidak berbohong.
Tapi karena rasa bersalah besar yang dimilikinya, Ia bermaksud
untuk mengubur dalam-dalam foto itu di foldernya. Amane tidak
menghapusnya, karena kecenderungan aneh hati cowok.
Beruang, begitu Mahiru mendengar itu, dia tersenyum
seolah-olah mengingat sesuatu.
“... Aku sudah pernah bilan kalau aku akan sangat
menghargainya. Bagaimanapun juga itu adalah sesuatu yang mustahil. ”
Ketika Amane melihat ekspresi dan senyumnya yang
menggemaskan, agak nostalgia, dan lembut, Amane tersentak.
Tidak seperti senyum bak bidadarinya yang biasa, senyum
tipis ini dipenuhi dengan kepolosan dan kasih sayang, begitu halus dan indah,
seseorang akan terpesona langsung.
Senyuma yang melampaui kecantikan. Mengandung unsur
menawan, dan siapa saja, tanpa disadari punya keinginan untuk memeluknya.
“... Ah, hmm, erm, sepertinya kau sangat menyukainya.”
“Tentu saja, karena itu hadiah yang kamu pilih untukku,
Amane-kun.”
Amane kesulitan membentuk kata-kata, dan Mahiru tersenyum
ketika dia memberikan jawaban yang menghibur.
“Jangan khawatir, aku akan menghargainya. Aku akan
mengelusnya setelah mencucinya, dan aku akan memeluknya sampai tidur ... tolong
abaikan apa yang baru saja aku katakan.”
Mencuci, mengelus, itu saja masih tidak masalah.
Tapi apa yang Mahiru katakan selanjutnya, tindakan
menggemaskan itu, membuat Amane meragukan pendengarannya.
Dia memeluknya sampai tidur.
Mahiru itu memeluk boneka beruang itu sampai tidur.
Amane memang pernah melihat wajah tidur Mahiru, wajah tidur
yang tampak seperti bidadari.
Dan dengan wajah tertidur itu, dia memeluk boneka beruang. Gadis
cantik, tidur bersama dengan boneka beruang.
Amane membayangkan pemandangan itu, dan gambar idola
benar-benar memenuhi pikirannya, membuat wajahnya memerah.
Mahiru juga tersipu dengan apa yang dia katakana sendiri,
tampak berlinang air mata ketika dia menempel ke lengannya.
“To-Tolong lupakan itu.”
“Ti-Tidak, itu mustahil.”
“Aku akan terganggu.”
Tampaknya dia benar-benar malu karena membiarkan fakta ini
diketahui oleh Amane, karena telinganya benar-benar merah, matanya berkaca-kaca
ketika dia menatap Amane.
Ekspresi itu benar-benar membuat jantung copot,tapi Mahiru
mungkin tidak akan tahu.
“Ap-Apa benar-benar memalukan? Itu bukan sesuatu
yang perlu dikhawatirkan, bukan? ”
“Ap-Apa itu tidak membuatku terlihat seperti anak
kecil? Memeluk boneka beruang sampai tidur.”
“Ti-Tidak jjuga kok, aku membayangkannya, dan itu
terlihat imut. Tidak apa-apa. ”
“... Tolong jangan membayangkannya.”
Kali ini, Mahiru sangat malu sampai-sampai dia tidak
berani menatap Amane secara langsung, dan memeluk ke bantal favoritnya, tetap
diam.
Amane melihat dia benar-benar menggemaskan dalam kondisi
ini. Rasanya akan buruk buat hatinya dalam banyak artian, tapi Ia mendapati
dirinya ingin memanjakannya.
Tidak apa-apa jika Amane bisa mengulurkan tangan dan
mengelus kepala Mahiru, tapi ini mungkin mendapat reaksi yang berlawanan, dan Ia
tidak akan membiarkannya.
Amane menekan keinginannya saat menatap Mahiru, yang
terakhir mengintip dari bantal setelah beberapa saat.
Matanya masih berkaca-kaca karena malu, wajahnya memerah,
tapi dia tampak sedikit bersemangat, memberinya tatapan agak dendam.
“... Amane-kun, kamu juga harus berbagi sesuatu yang
memalukan. Tidak adil kalau hanya aku yang kena.”
“Ehh…?”
Amane merasa Mahiru pada dasarnya melakukan penghancuran
diri, tapi Amane tidak bisa dimaafkan dari kesalahan.
Tapi bahkan jika Ia ingin mengungkapkan sesuatu yang
memalukan tentang dirinya sendiri, Amane tidak bisa memikirkan apa pun.
“Aku akan mengirim pesan pada Akazawa-kun dan bertanya
padanya.”
“Sejak kapan kau punya kontak Itsuki ...”
“Sebenarnya, aku mendapatkannya dari Chitose-san, jadi
aku mengobrol dengan Akazawa-kun. Bukannya Ia mengirim fo ... tidak, tidak
ada ... tidak jadi ...”
Mengatakan itu di tengah jalan, dia lalu membenamkan
wajahnya ke bantal lagi.
Tampaknya Mahiru baru saja menghancurkan dirinya sekali lagi, tapi Amane cuma dibuat bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Pasutri~~ ♡♡♡
BalasHapus.....
BalasHapusFk cook bagus in novel
BalasHapusHedehhh sakit mulut gue kebanyakan nyengir sendiri untung gak ada yang liat
BalasHapusSenyum2 sendiri gw liatnya
BalasHapusilustrasinya seperti biasa sangat luar biasa dan cerita selalu membuat gua senyum sendiri 🗿
BalasHapusUwu(2)
BalasHapusHmm, interesting https://uploads.disquscdn.com/images/b130d673940ee44a9190cd40c72941bd0d0008bc6ba479dab88005e207d47ff4.jpg
BalasHapus