Chapter 03 - Ingatan Sebagian
Dikatakan bahwa nanoteknologi pengubah memori
tergesa-gesa dikembangkan 15 tahun yang lalu demi upaya mengatasi wabah
mendadak kasus Alzheimer Baru di seluruh dunia. Niat asli teknologi untuk
memperbaiki dan melestarikan ingatan secara bertahap bergeser ke arah
menciptakan ingatan fiktif.
Tampaknya, pada akhirnya, mereka yang ingin
mendapatkan kembali masa lalu mereka jauh lebih banyak ketimbang mereka yang
ingin mengulangnya. Bahkan jika ingatan tersebut tidak lebih dari
pemalsuan.
“Masa
lalu tidak dapat diubah, tetapi masa depan bisa” - dengan perkembangan teknologi yang dapat
mengubah ingatan, cara berpikir seperti itu sudah terlalu kuno.
Siapa yang benar-benar tahu tentang masa
depan. Tapi masa lalu bisa diubah.
Sejak awal, ingatan fiksi yang ditulis oleh
nanobots biasanya disebut seperti “Shamories”
atau “Pseudories”. Namun dalam
beberapa tahun terakhir, Mimori telah
menjadi sebutan umum. Sejauh nama itu muncul, masih belum ada ambiguitas
bahwa mereka hanya "meniru"
kenangan nyata, tapi tampaknya telah bergerak menjauh dari kata-kata yang
bernuansa negatif seperti "palsu"
dan "semu." Sesuai
dengan ini, orang-orang yang muncul dalam Mimori disebut Pengganti. Istilah-istilah ini dimaksudkan untuk memperkuat
gagasan bahwa mereka melayani tujuan yang sama seperti lengan buatan atau gigi
buatan: cukup mengisi untuk sesuatu yang kurang.
Tapi tentu saja, apa yang memenuhi syarat
sebagai "sesuatu yang hilang"
masih diperdebatkan. Jika kau mengemukakan banyak faktor, kau dapat
menganggap sebagian besar umat manusia sebagai pasien yang sangat membutuhkan
perawatan karena pengalaman hidup mereka yang tidak sempurna. Karena
seseorang yang tidak kehilangan apapun sama sekali tidak mungkin ada.
Bagaimanapun juga, tidak ada yang menyangkal
bahwa Mimori merupakan hal yang
bermanfaat bagi umat manusia. Ketika orang mengalami tekanan mental karena
pengalaman kehilangan, atau menjadi korban kejahatan, atau perlakuan buruk,
menggunakan ingatan fiktif untuk membimbing pasien melalui rekonstruksi atau
menghapus pengalaman itu sendiri, tidak perlu dikatakan, adalah obat yang sangat
efektif. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa ketika Mimori dari Great Mother
ditanamkan pada anak-anak dengan perilaku buruk atau masalah sikap, hampir 40%
subjek menunjukkan perubahan positif. Dalam eksperimen lain, Spiritual diberikan kepada pecandu
narkoba yang berulang kali mencoba bunuh diri, dan seolah-olah Dia terlahir
kembali sebagai orang yang saleh dan taat. (Pada saat itu, tampaknya ada
sedikit hujatan.) (TN : Great Mother dan Spiritual, nama dari produk pengubah
ingatan.)
Pada masa ini, sulit rasanya untuk
benar-benar merasakan berkat yang telah dimiliki oleh Mimori di masyarakat, tapi itu karena pengguna dari nanobots yang
mengubah memori ini tidak suka berbicara di depan umum tentang fakta
itu. Posisi pengguna sangat mirip dengan operasi kosmetik. Dan
faktanya, ada orang-orang yang mengejek perubahan ingatan sebagai "operasi plastik memori”.
Orang tidak bisa memilih kehidupan saat
mereka dilahirkan. Itu sebabnya mereka membutuhkan bantuan dalam bentuk Mimori, pendukung untuk klaim perubahan
memori. Aku mungkin memiliki keengganan untuk Mimori, tapi aku merasa apa yang dikatakan orang-orang ini rasanya masuk
akal. Sepertinya aku seolah-olah mayoritas orang yang menolak menolak Mimori bukan karena masalah filosofis,
melainkan karena ketidaknyamanan fisiologis.
Namun, kembali ke perhatian kritis: mereka
masih belum menemukan cara untuk mengembalikan ingatan yang hilang melalui
Alzheimer jenis baru. Ada nanobots pemulihan memori yang disebut Memento, tapi obat tersebut hanya
memiliki kemampuan untuk memulihkan sebagian ingatan yang terhapus dengan Lethe, tidak memiliki efektivitas apa
pun pada ingatan yang diambil Alzheimer jenis baru.
Teknik menggunakan Mimori seperti cadangan masih dipertimbangkan, tapi itu tidak
berjalan dengan baik. Bahkan jika kau menulis ulang Mimori dengan konten yang sama seperti ingatan yang terlupakan,
tampaknya mereka tidak akan terukir dengan benar di otak. Di sisi lain,
ketika kau memasukkan Mimori yang
berbeda dari kenyataan, ingatan para pasien bisa bertahan untuk waktu yang
relatif lama. Apa yang bisa kita duga dari ini adalah bahwa Alzheimer baru
bukanlah penyakit yang menghancurkan ingatan, itu adalah penyakit yang
mengungkap kombinasi memori. Orang akan menganggap bahwa beberapa ingatan
mudah diurai, sementara yang lain tidak. Mungkin alasan ingatan episodik
adalah yang paling sering hilang ialah karena ingatan-ingatan itu memiliki
sifat paling gabungan dari semuanya.
*****
Sesaat setelah bangun tidur, aku tidak dapat
mengingat apapun.
Aku sering mencuri bir dari simpanan ayahku
sejak aku berusia 15 tahun, namun hari ini adalah pertama kalinya aku mengalami
celah dalam ingatanku. Untuk sesaat, aku merasa bingung, bertanya-tanya
apa aku benar-benar kehilangan beberapa kenangan dari minum terlalu
banyak. Aku sudah mendengar tentang pengalaman seperti itu berkali-kali, tapi
aku pikir itu hanya dilebih-lebihkan atau sesuatu, atau sarana memaafkan perilaku
jelekmu di bar.
Di
mana ini, apa sekarang masih pagi atau sudah malam, kapan aku ada di tempat
tidur, mengapa aku mengalami sakit kepala - aku sama sekali tidak tahu. Aku hampir bisa
mengumpulkan kalau itu salah alkohol karena baunya naik dari kedalaman
perutku.
Aku memejamkan mataku. Mari pelan-pelan
saja, dan mengingatnya satu per satu. Dimana ini? Ini
kamarku. Apa sekarang pagi atau malam hari? Berdasarkan kecerahan
sinar matahari yang bersinar melalui tirai, sepertinya sudah pagi. Kapan aku
ada di tempat tidur? Di sana, pikiranku mulai terhenti. Tidak bisa
terburu-buru. Apa kenangan terakhirku? Aku ingat aku ditendang keluar
dari bar setelah mabuk, ketinggalan kereta, dan berjalan ke apartemenku. Kenapa
aku merasakan kebutuhan untuk mabuk? Benar, karena itu kesalahan identitas. Aku
mengira wanita dalam yukata biru yang berdiri di halte bus sebagai Touka
Natsunagi. Aku begitu menyedihkan, aku pergi ke bar untuk menenggelamkan
kesedihanku.
Semua kepingannya mulai bersatu. Setelah
ditendang keluar dari bar dan berjalan lebih dari 3 jam, akhirnya aku sampai di
apartemen. (Saat aku menyadari hal
ini, otot-otot di kakiku mulai terasa sakit.) Setelah berjuang membuka
kunci pintu dan jatuh ke kamarku, aku bermimpi aneh. Peristiwa kesalahn
identitas itu pasti memiliki efek gemilang, karena mimpi itu memiliki Touka
Natsunagi di dalamnya. Aku bermimpi Touka Natsunagi pindah ke kamar
sebelah.
Mimpi itu berlanjut dari kenyataan, mulai
dari ketika aku tiba di rumah. Aku membentaknya seperti “kenapa kau ada di sini, kau adalah orang
yang seharusnya tidak ada,” dan dia menatapku dengan bingung.
“Chihiro, mungkinkah kamu sedang mabuk?”
“Jawab saja pertanyaanku” Aku mencoba
mendekatinya dan tersandung. Aku berhasil mendapat pegangan di dinding dan
mencegah tubuhku terjatuh, tapi mungkin karena darah yang mengalir di dalam
kepalaku, atau karena bau yang masuk melalui pintuku membuat tubuhku mengendur,
penglihatanku goyah dan tidak bisa berdiri lurus. Aku tidak memiliki
konsep tentang bagaimana aku berdiri saat ini.
Touka Natsunagi berbicara dengan nada prihatin.
“Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu butuh
bantuan?”
Aku tidak terlalu ingat setelah itu.
Aku merasa seperti dia merawatku dengan
tulus.
Bagaimanapun juga, tanpa diragukan lagi semua
ini hanyalah mimpi yang ditunjukkan kepadaku oleh otak yang kecanduan alkohol. Pikiran
dan tubuhku terlalu lemah untuk tetap memegang kendali. Aku tidak pernah
bermimpi yang bisa langsung menjawab keinginanku sebelumnya.
Ini
seperti fantasi seorang anak SD di tempat tidur, pikirku. Gadis yang aku suka pindah di
sebelah dan menjagaku ketika aku merasa lemah.
Tidak diragukan lagi, ini bukan jenis mimpi
yang harus dimiliki seorang pria dewasa.
Aku sudah memutuskan kemarin bahwa aku akan
mengubah diriku yang menyedihkan.
Hari ini, aku akan meminum Lethe.
Aku merangkak keluar dari kasur, dan dengan
wajahku yang mengernyit karena sakit kepala, meminum tiga cangkir air. Itu
tumpah di sisi mulutku dan menetes ke leherku. Aku merobek pakaianku yang
berbau tidak sedap dan mandi. Aku mengeringkan rambut, menyikat gigi,
minum dua cangkir air lagi, lalu berbaring di tempat tidur. Sambil
melakukan semua itu, aku mulai merasa jauh lebih baik. Kepalaku masih
pening dan perutku merasa mual, tapi perasaan bahwa aku sudah membersihkan
puncak membuatku merasa nyaman. Lalu aku jatuh tertidur pulas.
Aku bangun setelah sekitar satu jam
kemudian. Mungkin karena lapar, perutku terasa seperti dililit tali. Kalau
dipikir-pikir lagi, aku sudah membuang semua yang aku makan tadi malam. Aku
tidak menyukainya, tetapi aku harus makan sesuatu segera.
Aku perlahan bangkit dari tempat tidur, pergi
ke dapur, dan mengintip ke bawah wastafel. Bahkan tidak ada satu pun dari
ramen cangkir yang kupikir sudah aku beli di supermarket lokal. Aku
memutar leherku. Aku sepertinya ingat masih punya setidaknya lima atau
lebih yang tersisa. Aku pasti sangat pelupa akhir-akhir ini, tidak, berkat
minumanku.
Aku memeriksa freezer untuk melihat apa ada
roti, tapi hanya ada dua hal di dalamnya: minuman gin dan es. Aku bahkan
melihat di bawah pembuat es, tapi tidak menemukan apa pun selain pecahan
es.
Dari awal, aku tidak punya harapan pada isi
kulkas. Sejak sekitar enam bulan yang lalu, itu sudah berubah menjadi
tidak lebih dari pendingin bir. Aku tidak perlu repot-repot memasak
sendiri, jadi aku berhenti membeli apa pun kecuali ramen, kotak bento, dan
makanan beku.
Meski begitu, mungkin itu bisa diisi camilan
atau semacamnya.
Mengandalkan satu sinar harapan, aku lalu
membuka pintu kulkas bawah.
Ada kehadiran asing di sana.
Selada dan salad tomat di atas piring,
dibungkus rapi, dan disertai dengan catatan tulisan tangan:
“Kamu
seharusnya makan dengan lebih baik.”
******
Pekerjaan sambilan pertama yang aku ambil
demi bisa membeli Lethe adalah menjadi petugas di pompa bensin. Aku
dipecat dalam sebulan, jadi setelah itu aku bekerja di restoran. Aku
dipecat sebulan di sana juga. Kedua kasus itu disebabkan oleh kurangnya
kemampuan bersosialisasi. Jika aku harus mengatakannya, itu karena
interaksiku dengan rekan kerja yang menjadi masalah, bukan dengan pelanggan. Mereka
sepertinya tidak peduli dengan sikapku “selama
aku melakukan pekerjaanku, apa masalahnya?”
Aku memperoleh hikmah kalau aku tidak cocok
untuk pekerjaan di mana aku terus bertemu dengan orang yang sama, jadi untuk
sementara, aku mengambil pekerjaan sehari-hari yang diperkenalkan oleh koperasi
universitas. Tapi itu juga punya masalah tersendiri, rasanya menjengkelkan
karena harus membangun hubungan dengan orang baru dari awal setiap
waktu. Apa yang mungkin disatukan sebagai “kemampuan komunikasi” bisa
dianggap secara terpisah sebagai kemampuan untuk membangun hubungan manusia dan
kemampuan untuk melestarikannya, tapi tampaknya aku tidak punya kemampuan ini
dalam ukuran yang sama.
Aku merenungkan apa ada pekerjaan di mana aku
bisa menghindari masalah berinteraksi manusia, dan kemudian, kebetulan
menemukan poster dicari bantuan untuk toko penyewaan video lokal. Aku
mencoba melamar, dan diterima tanpa wawancara. Kurasa karena tidak ada
pelamar lain.
Toko penyewaan video sangat jarang di jaman
ini, itu adalah bisnis mandiri yang kecil. Tempat yang tampak usang baik
di bagian dalam maupun luar, seolah-olah itu bisa runtuh setiap
saat. Namun berkat jumlah pelanggan yang ingin tahu, itu tampaknya semakin
baik. Atau mungkin itu dijalankan oleh orang yang cukup kaya hanya sebagai
hobi, jadi keuntungan sama sekali tidak relevan. Manajernya adalah pria
yang pendek dan kalem di atas usia 70, selalu dengan rokok di mulutnya.
Jarang ada pelanggan yang datang. Yah,
mau bagaimana lagi. Di jaman sekarang, toko penyewaan video cuma
dikunjungi oleh orang tua atau orang aneh. Dan berapa banyak orang yang
masih memiliki peninggalan yang dikenal sebagai VCR? Kalangan muda mungkin
datang berkunjung sekali atau dua kali dalam sebulan, dan bahkan kebanyakan
dari mereka hanya lihat-lihat saja.
Semua pelanggannya patuh, jadi itu adalah
pekerjaan yang sangat mudah. Bisa dibilang kalau pekerjaanku yang paling
penting adalah membuatku terjaga. Bayarannya tidak banyak, tapi untuk seseorang
yang tidak berharap untuk persahabatan atau kelayakan atau meningkatkan
keterampilanku, ini adalah pekerjaan yang ideal.
Aku menabung cukup banyak uang untuk membeli
Lethe setelah dua bulan di sana, tapi aku tahu bahwa meninggalkan waktu luangku
akan membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu minum, jadi aku terus bekerja
di sana. Pekerjaan tersebut sangat nyaman. Tempat kumuh yang
ditinggalkan oleh zaman itu anehnya sangat menenangkan pikiranku. Aku
tidak bisa mengungkapkannya dengan baik, tapi rasanya hampir harmonis, rasanya
seperti tempat yang menerima keberadaanku. Dipertanyakan karena aku
menemukan tempat untuk diriku di sana, dari semua hal.
Tidak ada pelanggan hari ini, seperti
biasa. Aku berdiri di meja kasir dan sedikit menguap saat memikirkan apa
yang kutemukan di kulkasku pagi ini.
Salad buatan sendiri, disertai dengan catatan
tulisan tangan.
Jika kita menganggap kejadian tadi malam
sebagai mimpi, itu akan membuat makanan dan catatan itu adalah perbuatanku saat
sedang mabuk. Dengan kata lain, ketika mabuk hingga tidak bisa mengingat
kembali tindakanku, aku muntah sampai isi perutku kosong, menghabiskan 3 jam
dan berjalan pulang ke apartemenku,
kemudian membawa selada, tomat, dan bawang dari suatu tempat untuk dimasak jadi
salad, lalu dengan rapi membungkusnya dan menyimpannya di kulkas, mencuci dan
membersihkan peralatan masak yang aku gunakan, meninggalkan catatan untuk diriku
di masa depan dengan tulisan tangan yang imut, terus tertidur, dan kemudian
melupakan semua ini.
Dan jika itu bukan mimpi, itu berarti makanan
dan catatan itu diletakkan oleh Touka Natsunagi. Yang mana artinya,
kenangan yang aku pikir adalah Mimori
ternyata beneran nyata, aku benar-benar memiliki seorang teman masa kecil
bernama Touka Natsunagi, dia kebetulan pindah ke kamar apartemen sebelahku, dan
ketika aku mabuk sampai pingsan, dia dengan tulus merawatku dan bahkan membuat
sarapan untukku.
Kedua teori itu sama-sama konyol.
Apa tida ada penjelasan yang lebih realistis
lagi?
Setelah dipikir-pikir lagi, aku sampai pada
kemungkinan ketiga.
Aku ingat apa yang Emori katakan padaku dua
hari yang lalu, tentang penipu yang berpura-pura menjadi teman lama untuk
mencapai tujuannya.
“Sepertinya penipuan klasik semacam itu
sedang marak belakangan ini. Dan orang-orang muda yang kesepian adalah target
paling empuk. Kau mungkin juga akan menjadi target,
Amagai.”
Bagaimana jika misalnya, rincian Mimori-ku bocor ke pihak luar dari klinik?
Bagaimana jika informasi itu sampai ke tangan
pihak ketiga dengan niat jahat?
Dibandingkan dengan teori mimpi dan teori realitas,
yang satu ini punya sedikit kebenaran. Teori penipuan. Wanita yang
kutemui tadi malam, seseorang yang menyerupai Touka Natsunagi hanyalah sosok palsu
yang disiapkan oleh beberapa organisasi jahat, tidak lebih dari orang asing
yang memainkan bagian dari orang pengganti
bernama Touka Natsunagi.
Tentu saja, teori ini memiliki kecacatannya
tersendiri. Pada kenyataannya lumayan banyak, dan cukup besar. Jika
karakter dari Mimori-mu muncul di hadapanmu
dalam kenyataan, kau tidak akan senang tentang itu - siapapun akan merasa
curiga terlebih dahulu. Kau akan merasa waspada, mengetahui bahwa itu
adalah yang mustahil terjadi, jadi mungkin seseorang mencoba menjeratmu. Pihak
lain harusnya menyadari hal itu. Ini berbeda dengan menyamarkan dirimu
sebagai kenalan asli, tapi aku tidak bisa memikirkan keuntungan apa pun untuk
menyamar sebagai karakter dari Mimori
mereka. Ini sama saja seperti menyuruhku untuk mencurigaimu.
Tidak, mungkin aku meremehkan kekuatan hasrat
terpendam sesorang. Bukannya Emori pernah mengatakan bahwa Okano, pria yang
jadi korban penipuan, diberi tahu “kamu adalah teman sekelasku” lagi dan lagi,
jadi Ia mulai mempercayainya?
Emori mengira bahwa keinginan Okano untuk apa
yang dikatakan si penipu sebagai kebenaran menghasilkan ingatannya sendiri
sedang diubah. Jika kecenderungan mental semacam itu adalah hal umum, maka
ya, mungkin seorang Pengganti bahkan
lebih cocok untuk penipuan semacam ini ketimbang kenalan sungguhan. Pengganti dirancang dengan hati-hati
oleh teknisi Mimori untuk mengisi
semua celah mental yang diungkapkan oleh program analisis mendalam, sehingga kau
dapat menganggapnya sebagai gumpalan besar dari keinginan batin orang
itu. Berapa banyak orang yang bisa tenang dan melihat diri mereka secara
objektif ketika berhadapan dengan pasangan impian mereka?
Dalam hal itu, tidak ada target yang lebih
mudah untuk penipu daripada seseorang yang memiliki Mimori. Bukankah Emori juga mengatakan itu? “Modus
operandi mereka tidak bekerja ke dalam ingatan. Mereka bekerja dengan cara
ketiadaan mereka.”
Meski begitu, masih ada banyak keraguan. Misalkan
wanita yang aku temui kemarin adalah seorang penipu yang menampakkan dirinya
sebagai Touka Natsunagi, apa dia benar-benar berbuat sampai sejauh itu untuk
pindah di sebelah hanya untuk menjebak seorang mahasiswa seperti diriku? Tidak
hanya itu saja, apakah semudah itu menemukan seseorang yang sama persis dengan
seorang Pengganti? Kemungkinan
dia melakukan operasi plastik hanya untuk menipuku saja sudah tidak masuk di
akal.
Proses pemikiranku menemui jalan buntu. Bukti
dan informasi yang ada masih terlalu sedikit sekarang. Masih terlalu cepat
untuk menyimpulkan masalah ini. Ketika aku kembali ke apartemen, sebelum melakukan
hal lain, aku akan mengunjungi ruangan sebelah. Dan aku akan bertanya
langsung. Siapa kau
sebenarnya? Aku ragu dia akan menjawab dengan jujur, tapi setidaknya
itu harus memberiku sebuah petunjuk. Aku mungkin memahami petunjuk yang
memungkinkanku menebak strateginya.
Dan jika terungkap bahwa dia benar-benar
seorang penipu ...
Kurasa aku tidak akan puas kecuali aku bisa
membuatnya membayar perbuatannya sedikit.
*****
Setelah bekerja, aku mengunjungi supermarket
di dekat stasiun kereta dan membeli sebungkus ramen. Aku ingin kembali ke
apartemen secepat mungkin, jadi aku bahkan tidak melirik makanan lain. Melihat
tas penuh makanan instan, aku punya sedikit kekhawatiran bahwa jika aku terus
mempertahankan kebiasaan makan ini, tubuhku akan berantakan. Tapi saat
berpikir “apa bagusnya hidup sehat untuk
orang seperti diriku?”, Semuanya berhenti menjadi masalah.
Ada alasan lain untuk kebiasaan makanku yang
tidak sehat ini. Begitu aku melewati umur 18 atau lebih, aku berhenti
menemukan sesuatu yang enak. Ini bukan seperti lidahku yang mati
rasa. Aku pikir yang paling akurat untuk mengatakan kedadaanku ialah
informasi rasa dan sistem hadiah terpecah. Sekarang, dua tahun kemudian, aku
tidak bisa lagi mengingat seperti apa rasanya “lezat” itu. Jika itu adalah
makanan yang asin dan panas, sisanya tidak jadi masalah.
Aku belum pernah periksa ke dokter, jadi aku
tidak tahu apa penyebabnya. Bisa jadi psikosomatis, bisa jadi kekurangan
nutrisi. Atau mungkin ada gumpalan darah atau tumor di suatu tempat di
otakku. Untuk saat ini, itu tidak terlalu mengganggu, jadi aku
mengabaikannya. (TN : Psikosomatis adalah penyakit yang melibatkan pikiran dan
tubuh, dimana pikiran memengaruhi tubuh hingga penyakit muncul atau menjadi
bertambah parah)
Dari awal, aku bukan tipe orang yang pilih-pilih
makanan. Ibuku tidak tertarik pada makanan, dan sejauh yang aku tahu,
tidak pernah memasak makanan di dapur. Dengan beberapa pengecualian
seperti praktik memasak di sekolah, aku mungkin juga tidak pernah memakan
sesuatu yang aku buat sendiri. Sejak aku masih kecil, aku selalu mendapat
makanan dalam bentuk bento siap makan atau makanan cepat saji.
Mungkin sebagai tanggapan terhadap masa
laluku, Mimori-ku berisi sejumlah
episode di mana aku diberi makan masakan buatan sendiri yang dibuat teman masa
kecilku. Mimori di mana Touka
mengamati bahwa semua hal yang aku makan akan buruk bagiku, khawatir bahwa
“Kamu harus memakan makanan yang lebih sehat,” dan mengundangku ke rumahnya
untuk mentraktirku dengan masakannya.
Aku tiba-tiba menyadari suatu kebetulan
tertentu. Kalau dipikir-pikir, catatan yang ditinggal di kulkas
menggunakan kalimat yang sama persis: “Kamu
seharusnya makan lebih baik."
Benar saja, wanita itu tahu isi Mimori-ku. Aku menegaskan diriku
sekali lagi, mengingat bahwa aku harus berhati-hati. Dia tahu persis
strategi apa yang efektif untuk menipuku. Dia memiliki semua sumber daya
yang dia butuhkan untuk memikatku.
Namun - aku
mengulanginya lagi dan lagi - wanita yang bernama Touka Natsunagi sama
sekali tidak ada.
Aku tidak boleh membiarkan diriku
dibodohi.
*****
Aku lalu tiba di apartemen.
Setelah berdiri di depan pintu ke kamar 202, aku
memencet bel pintu.
Usai menunggu sepuluh detik, masih belum ada
jawaban.
Aku memencetnya lagi untuk memastikan, tapi
hasilnya tetap sama.
Jika dia penipu, seharusnya dia sudah
mengantisipasi kedatanganku.
Karena itu berarti dia tidak akan pergi,
kenapa dia masih belum menjawab?
Apa dia berharap menurunkan kemampuanku untuk
membuat keputusan dengan membuatku gelisah? Atau mungkin ada semacam
persiapan yang dibutuhkan untuk rencana penipuannya?
Aku tidak bisa berdiri mematung terus, jadi aku
memutuskan untuk kembali ke kamarku sendiri untuk saat ini.
Ketika aku melihat pintu tidak terkunci, aku
tidak terkejut. Aku yang lupa mengunci kamarku sudah menjadi kejadian
biasa.
Bahkan ketika aku melihat lampu menyala, aku
masih tidak terkejut. Aku membiarkan lampu menyala juga merupakan kejadian
wajar.
Bahkan ketika aku menyadari ada seorang gadis
bercelemek berdiri di dapur, aku masih tidak terkejut. Seorang gadis
mengenakan celemek yang memasak di dapur buatku adalah kejadian biasa…...
Dalam Mimori-ku
Tas belanja mulai terlepas dari tanganku, dan
bungkus ramen instan berserakan di pintu masuk.
Mendengar suara barang terjatuh, gadis itu berbalik
menghadapku.
“Oh, selamat datang, Chihiro.” Wajahnya
berubah menjadi senyum. “Bagaimana keadaanmu?”
Ketika aku menghadapi gadis yang mencurigakan
ini yang masuk ke kamarku tanpa izin dan menggunakan dapurku seolah-olah itu
adalah tempatnya, apa yang kupikirkan pertama-tama bukanlah “Aku akan memanggil polisi” atau “Aku akan menahannya” atau “Aku akan menelepon seseorang,” tapi “Apa aku meletakkan sesuatu yang tidak ingin
gadis itu lihat?”
Aku tahu, bahkan aku sendiri berpikir kalau
itu sangat absurd.
Tapi, yang berdiri di depanku adalah seorang
gadis yang bahkan lebih absurd dari itu.
Walau pemilik kamar telah muncul, dia tidak
berusaha melarikan diri atau bahkan menjelaskan dirinya sendiri, dan hanya
dengan riang mencicipi isi panci. Bahan-bahan yang dia bawa dibawa
diletakkan di atas meja.
Dari aromanya, sepertinya dia membuat stew daging
dan kentang.
Hanya jenis makanan yang bisa dibuat teman
masa kecil fiktif, kurasa.
“...Apa yang sedang kau lakukan?”
Akhirnya, aku bisa menanyakan itu. Kemudian
terlintas dibenakku, itu adalah pertanyaan bodoh. Dia masuk tanpa izin dan
membuat makanan. Sama seperti kelihatanya.
“Aku membuat stew daging dan kentang,” jawabnya,
mengawasi panci itu. “Kamu suka daging dan kentang rebus, ‘kan,
Chihiro?”
“Bagaimana kau bisa masuk ke
apartemenku?”
Ini juga pertanyaan dengan jawaban yang
jelas. Dia mungkin mencuri kunci cadangan saat dia merawatku
semalam. Karena barang-barang di kamarku dijaga seminimal mungkin, dia pasti
bisa menemukannya dengan mudah hanya dengan beberapa pencarian kecil.
Dia tidak menjawab pertanyaan keduaku.
“Cucianmu menumpuk, jadi aku mencuci semuanya.
Dan, kamu perlu menjemur futonmu lebih teratur.”
Aku melihat ke arah beranda untuk melihat
cucian senilai satu minggu tengah tertiup angin.
Aku merasa pusing.
“Kau……..siapa kau?”
Gadis itu menatapku.
“Kali ini kamu tidak mabuk, ‘kan?”
“Jawab aku,” kataku dengan nada yang lebih
keras. “Kau siapa?”
“Siapa ...? Aku Touka. Apa kamu lupa dengan
wajah teman masa kecilmu sendiri?”
“Aku tidak punya teman masa kecil.”
“Lantas, kenapa kamu tahu namaku?” Dia
tersenyum penuh perhatian. “Kamu memanggilku Touka tadi malam,
‘kan?”
Aku menggelengkan kepala. Jika aku membiarkan
diriku termakan omongannya, semuanya akan berakhir.
Aku menarik napas dalam-dalam, dan berbicara
dengan tegas.
“Touka Natsunagi adalah seorang Pengganti. Orang fiktif yang hanya ada
di kepalaku. Setidaknya aku bisa membedakan antara kenyataan dan fiksi. Aku
tidak tahu apa kau ini seorang penipu atau apa, tapi mencoba untuk
mengelabuhiku adalah usaha yang sia-sia. Jika kau tidak ingin aku
menelepon polisi, cepat keluar dari sini.”
Sebuah desahan keluar dari mulutnya yang
sedikit terbuka.
“...Hah.”
Dia lalu mematikan api kompor gas dan
berjalan ke arahku.
Tanpa sadar aku melangkah mundur, dan dia melangkah
maju dan berbicara.
“Jadi kamu masih seperti itu, ya?”
Aku tidak bisa bertanya apa yang dia maksud
dengan itu.
Dadaku terasa sesak, jadi aku tidak bisa
mengeluarkan kata-kata. Tak peduli seberapa besar aku mencoba untuk
memperjuangkan niat apa yang muncul di permukaan, otak aku, pada tingkat yang
lebih mendasar, melihat ilusi “reuni
dengan teman masa kecil tercinta yang terpisah dariku selama lima tahun lalu,”
dan gemetar dengan kegembiraan.
Dia punya wajah cantik, sangat cantik,
sampai-sampai bila aku lengah, aku akan memeluknya dalam sekejap.
Aku bahkan tidak bisa mengalihkan tatapanku,
jadi dia dan aku saling memandang secara langsung.
Melihat wajahnya dari dekat, entah bagaimana
rasanya tidak terlalu realistis. Kulitnya nyaris terlalu putih, tapi
samar-samar ada warn merah di sekitar matanya, memberiku kesan orang yang
berpenyakit.
Dia
mirip seperti hantu,
pikirku.
Melihatku membeku, gadis itu tersenyum
lembut.
“Tidak apa-apa, kamu tidak perlu memaksakan
dirimu untuk mengingat. Ingat saja ini.”
Dia meraih tanganku dan dengan lembut
menggenggamnya erat-erat.
Tangannya terasa dingin.
“Aku ada di pihakmu, Chihiro. Tidak peduli
apa.”
*****
Setelah aku menyelesaikan pekerjaan pada hari
berikutnya, aku menelepon Emori. Aku bertanya apa kita bisa bertemu malam
ini supaya aku bisa mendiskusikan sesuatu dengannya, dan Ia memberitahuku kalau
Ia punya waktu luang setelah jam 10. Setelah memutuskan untuk bertemu di taman,
aku menutup telepon. Dan kemudian aku menyadari, dalam daftar kontak di
ponselku, nama “Touka Natsunagi”
telah tersimpan di sana. Dia pasti mengetik dan menambahkan nomornya
sendiri setelah merawatku. Aku berniat untuk menghapusnya, tapi berpikir kalau
ini bisa berguna untuk sesuatu atau yang lainnya, jadi aku tetap
menyimpannya.
Aku pergi ke kampus dan belajar di meja di
sudut kafetaria, menunggu waktu yang ditentukan. Setiap satu jam sekali, aku
berjalan di luar kampus dan merokok santai. Karena udara sangat lembab,
jadi rokoknya lebih kasar dari biasanya. Begitu kafetaria tutup, aku
pindah ke ruang duduk, di mana aku senderan di sofa dan menghabiskan waktu
membaca majalah yang telah tersebar. Ruang duduknya tidak ber-AC, jadi
antara itu dan sinar matahari masuk melalui jendela, rasanya panas seperti
berada di luar. Bahkan walau cuma duduk diam saja sudah membuatku mulai
berkeringat.
Aku memutuskan untuk kembali ke apartemen
begitu mendapatkan pendapat Emori. Aku ingin menegaskan pendirianku
sebelum aku bertemu dengan gadis itu lagi. Demi melakukan itu, aku merasa
harus menjelaskan situasinya kepada seseorang yang dapat dipercaya dan
mendapatkan perspektif objektif tentang kejadian ini.
Bila dipikir-pikir lagi, ini adalah pertama
kalinya aku ingin mendiskusikan sesuatu dengan seseorang. Kurasa itu
menunjukkan kalau gadis tersebut berhasil membuat pikiranku kacau balau.
Tidak biasanya, Emori muncul tepat pada waktu
hari ini. Mungkin Ia mengkhawatirkanku, karena menerima telepon dariku
adalah kejadian yang jarang terjadi.
Setelah aku selesai menjelaskan peristiwa
absurd yang aku alami, Ia mulai berbicara.
“Jadi, untuk meringkas ceritamu, kau mencoba menghapus
ingatanmu dengan Lethe, tapi malah
dikirimi Green Green karena
kesalahan, dan kau menggunakannya, memberimu Mimori seorang teman masa kecil fiktif bernama Touka Natsunagi. Dua
bulan kemudian, gadis yang seharusnya tidak pernah ada pindah di sebelah apartemenmu,
dan mendatangimu dengan ramah .... Pada dasarnya begitu, ‘kan?”
“Tidak masuk akal, bukan?”, Aku menghela nafas. “Tapi
memang begitu kenyataannya.”
“Yah, aku tidak bisa membayangkan kau berbohong, Amagai,
jadi pasti itulah yang benar-benar terjadi.” Balasnya, lalu Emori menyeringai. “Apa
dia cantik?”
“Aku yakin kau tahu seperti apa karakter di Mimori,” jawabku dengan cara
bertele-tele.
“Jadi dia cantik, ya.”
“Yah, dia memang cantik.”
“Jadi, apa kau berhasil menindihnya di lantai?”
“Mana mungkin. Itu bisa saja honey trap, ‘kan?”
“Benar. Aku juga berpikir begitu,” Ia setuju. “Tapi
kau cukup jahat untuk itu menjadi kemungkinan pertama yang kau pikirkan.
Biasanya, kau akan kegirangan, dan takkan bisa berpikir sejauh itu.”
Kenyataannya, aku terlalu panik sampai aku tidak bisa
bergerak, tapi aku tidak mengatakan itu.
“Aku hanya berpikir kalau itu adalah modus lain dari
penipuan yang pernah kau ceritakan padaku beberapa hari yang lalu, Emori. Aku
penasaran apakah informasi klien mungkin bocor dari klinik, dan beberapa orang
dengan niat buruk mendapatkannya untuk digunakan sebagai modus penipuan.”
“Rasanya terlalu bertele-tele untuk menjalankan rencana penipuan
... tapi itu bukannya mustahil,” Emori mengangguk. “Kalau dipikir-pikir,
bukannya keluargamu kaya, Amagai?”
“Itu dulu. Kita tidak jauh berbeda dari keluarga biasa
sekarang.”
“Jadi, penipu jaman sekarang akan menggunakan skema rumit
semacam itu untuk menjebak seorang mahasiswa kere?”
“Aku juga paham maksudmu. Bagaimana menurutmu, Emori? Apa
kau bisa memikirkan kemungkinan lain selain penipuan?”
Setelah dua kali meneguk sekaleng bir, Emori berbicara
dengan sederhana.
“Cuma untuk memastikan, Amagai, tapi kau belum pernah
sekali pun menggunakan Lethe dalam
hidupmu, ‘kan?”
“Itu benar,” aku menegaskan. “Tentu, bahkan jika kau
menggunakan Lethe, itu juga menghapus
ingatan “pernah menggunakan Lethe,” jadi
aku tidak bisa yakin. ... Memangnya kenapa?”
“Oh, aku hanya ingin tahu apakah gadis itu sebenarnya
tidak berbohong sama sekali. Mungkin kalian berdua benar-benar teman sedari
kecil, tapi kau sendiri yang menghapus ingatan itu. Jadi apa yang kau pikirkan
adalah Mimori mungkin bisa jadi
ingatan masa lalumu yang muncul kembali.”
“Aku tidak bisa membayangkannya.”
Aku tertawa masam. Aku pikir itu adalah
lelucon.
“Atau mungkin kau hanya melupakannya sendiri. Kau ini
selalu pelupa, Amagai.”
“Bahkan jika aku lupa, aku pasti akan ingat ketika aku
melihat wajahnya atau mendengar suaranya.”
“... Tapi misalnya saja. Dengan kemungkinan paling kecil
sesuatu seperti itu terjadi ...”
Nada suara Emori semakin rendah.
“Aku benar-benar merasa kasihan pada gadis itu.”
Aku tertawa lagi.
Tawa kesepianku bergema di taman, dan ditelan gelapnya
malam.
Untuk sementara, kami meminum dengan diam.
Ada atmosfir aneh yang melanda kita.
“Pokoknya,” Emori berkomentar untuk mengganti arah
pembicaraan, “Jangan biarkan perasaanmu menggoyahkanmu agar menandatangani
dokumen aneh”
“Aku tidak mau.”
“Jangan pernah berpikir tentang berpura-pura tertipu
sehingga kau bisa melihat bagaimana kelanjutannya. Kalau bisa akhiri secepat
mungkin, kau nanti tidak bisa menemukan perbedaan antara akting dan bagaimana
perasaanmu sebenarnya. Jangan mengambil risiko itu.”
“Ya. Aku akan berhati-hati.”
Setelah menghabiskan semua kaleng bir yang kami bawa, aku
mengucapkan terima kasih kepada Emori dan pergi.
Saat aku pergi, Emori menggumamkan sesuatu pada dirinya
sendiri.
“... Begitu rupanya. Green
Green, ya …”
Kedengarannya seperti Ia mengatakan sesuatu seperti
itu.
*****
Aku tiba di apartemen setelah pukul 1 dini hari, ketika
distrik pemukiman telah menjadi tenang dan tertidur lelap. Beberapa nyamuk
berterbangan tanpa suara di sekitar lampu koridor.
Pintu apartemenku tidak terbuka, dan lampunya tidak
menyala. Aku diam-diam membuka pintu dan masuk ke dalam, dan tidak
menemukan gadis yang terlihat. Aku menghela nafas lega dan membuka jendela
untuk mengeluarkan udara panas yang pengap. Lalu aku menaruh rokok di
mulutku dan menyalakannya.
Panci yang dibawa gadis itu telah menghilang. Setelah
mengusirnya dari kamarku, aku meninggalkan masakan tanpa
menyentuhnya. Setelah itu, dia mungkin menggunakan kunci cadangan untuk
masuk tanpa ijin untuk mengambil pancinya kembali.
Kepalaku semakin pening karena semakin lama situasi tak
terduga ini berlangsung, tapi ketika aku memikirkannya, ini adalah dasar yang
sempurna untuk intervensi polisi. Kunci cadanganku telah dicuri, dan aku
terus diganggu oleh orang asing.
Namun, aku tidak ingin bergantung pada polisi dulu. Tidak
ada jaminan bahwa penyelidikan situasi mereka akan membuat kebenaran menjadi jelas. Jika
situasinya berhenti sebelum aku bisa mempelajari identitas sebenarnya dari
gadis itu, aku akan terus merasa penasaran dan tidak pernah mendapatkan jawaban
selama sisa hidupku. Apa tujuan gadis itu? mengapa dia tahu isi Mimori-ku? Kenapa dia adalah replika sempurna
dari Touka Natsunagi –
“Tidak
apa-apa, kamu tidak perlu memaksakan dirimu untuk mengingat.”
... Bagaimana jika dia benar-benar seseorang yang
kukenal? Tak peduli seberapa bodohnya itu, jika sebagian kecil keraguan
masih ada, itu akan menjadi kekalahanku.
Segera, dia pasti akan mencoba sesuatu lagi. Ketika
itu terjadi, aku akan memandu percakapan dari awal hingga akhir untuk mengorek
informasi dan mengekspos tujuannya.
Tepat ketika aku menetapkan tujuanku dan pergi untuk
menuangkan air ke dalam ketel, aku mendengar pintu terbuka.
Dia datang lebih awal. Aku menyiapkan diri.
Aku menaruh ceret itu dan memasukkan rokok ke
asbak.
Tentunya, setelah ketiga kalinya, aku bisa menangani ini
dengan tenang. Aku meremehkan strateginya.
Ketika aku menoleh ke pintu depan dan melihat dirinya, badanku
mulai membeku.
“Ah, kamu mau memakan sesuatu yang buruk lagi, ya,” ujarnya
dengan nada kecewa, melihat semangkuk ramen di meja.
Piyama putih polos. Tidak ada yang aneh dengan
pakaian itu. Mungkin sedikit terlalu "tidak berdaya" untuk mengunjungi
kamar orang asing di tengah malam, tapi itu bukan tidak biasa untuk bagian yang
dia mainkan. Jadi piyama sendiri tidak menjamin elemen kejutan.
Masalahnya ialah, piyama dipakainya punya desain yang
sama persis seperti piyama yang Touka Natsunagi pakai di rumah sakit.
Gadis di depanku itu mulai tumpang tindih dengan sosok
Touka Natsunagi di Mimori-ku. Lebih
jelas daripada ingatan nyata, udara kamar rumah sakit di hari itu muncul
kembali, sama seperti suara lemah itu.
Dadaku berdenyut dalam diam, dan setiap sel di tubuhku
berdesir.
Oh iya, gadis ini tahu. Dia tahu persis bagaimana
cara efektif menggoyahkan hatiku.
Dia melepas sandalnya dan memasuki ruangan, lalu berdiri
di sampingku. Lengan atasnya yang kecil dan kurus menyentuh sikuku, dan aku
buru-buru menariknya kembali seolah-olah aku tersengat listrik.
“Ah, baiklah. Aku juga sedikit lapar. Hei, buatkan
untukku juga.”
Aku berusaha menahan setiap emosi yang aku rasakan dan
menghadapinya. Dan aku mencoba mengingat tujuan awalku.
Benar, untuk mengorek informasi.
“Untuk melanjutkan yang kemarin,” aku memulai.
“Apa?”
Dia menatapku dengan mata menengadah. Aku berhasil
menahan diri agar tidak memandangi dan menanyakannya.
“"Kamu tidak
perlu memaksakan diri untuk mengingat.Apa maksudmu dengan itu?”
Dia tersenyum, seolah-olah mengatakan “oh, cuma itu,
toh?”
Dan dia berbicara seperti sedang menjelaskan kepada anak
kecil.
“Saat aku bilang kamu tidak perlu memaksakan diri untuk
mengingat, maksudku kamu tidak perlu memaksakan diri untuk mengingat.”
Itu benar-benar cara bicara Touka Natsunagi. Gadis
di Mimori-ku menyukai frasa seperti
dialog Zen. Kenapa aku suka bersamamu, Chihiro? Karena aku suka
bersamamu, Chihiro. (TN : Zen yang dimaksud adalah sutra
dalam agama budha)
Dengan susah payah berusaha menahan diri dari tersenyum
nostalgia terhadap masa lalu yang bahkan tidak pernah ada, aku menunjukkan
ketidakpercayaanku dengan jelas.
“Itu semua cuma gertak sambal, ‘kan? Apa kau pikir jika
kau mengatakan kata-kata yang terdengar cukup benar, aku akan membuat kesalahan
yang memudahkanmu?”
Itu adalah provokasi yang disengaja. Dengan ini,
mungkin aku bisa memaksanya untuk menunjukkan strategi berikutnya untuk
membuatku percaya padanya. Semakin dia berbicara, semakin dia
berbohong. Dan semakin dia berbohong, semakin besar kemungkinan ada lubang
di ceritanya. Itu adalah pendekatanku.
Namun, dia tidak meladeni provokasiku.
Dia hanya tersenyum kesepian dan berkata, “Aku tidak
keberatan jika kamu berpikir begitu sekarang. Jika kamu tidak percaya kita
adalah teman masa kecil, kamu tidak perlu mempercayainya. Jika kau hanya ingat
kalau aku ada di pihakmu, itu saja sudah cukup.”
Dengan itu, dia menambahkan air ke ketel dan menyalakan
kompor.
Sepertinya ini tidak akan mudah. Layaknya penipu
ulung, dia tahu kapan harus melangkah maju dan kapan harus mundur.
Aku tidak bisa berharap banyak hasil pertempuran langsung
ini. Aku memutuskan untuk menyerangnya dari sudut yang lain.
“Kau mungkin tidak tahu, tapi aku tidak mendapatkan Mimori atas keinginanku sendiri. Aku
mencoba melupakan masa laluku dengan Lethe,
tapi aku malah dikirimi Green Green
karena suatu kesalahan.”
“Ya, aku tahu begitulah cara kamu menafsirkannya,” dia
mengangguk, tampak seperti orang yang tahu segalanya. “Terus?”
“Tidak seperti pengguna Mimori lainnya, aku tidak punya keterikatan pada Mimori-ku. Jadi aku tidak tertarik
dengan karakter Touka Natsunagi di dalam Mimori.
Jika kau berpikir kau bisa menggunakan namanya dan mendapatkan kebaikanku, kau
salah besar.”
Dia mendengus usai mendengar itu.
“Dasar pembohong. Bukannya kamu merengek padaku saat kamu
pulang dalam keadaan mabuk dua hari yang lalu?”
Merengek padanya?
Sejenak, aku menelusuri kembali ingatanku. Tapi tak
peduli apa, aku tidak bisa mengingat bagian setelah aku memasuki
kamarku. Setelah pertemuan kami yang paling tidak terduga dan bertukar
beberapa kata dengannya, aku benar-benar kehilangan ingatan dari proses dimana aku
berakhir di tempat tidur.
Namun, merengek pada orang asing - dan gadis sebaya pula - adalah tindakan yang terlalu berani untuk
dibayangkan. Bagaimanapun mabuknya, kepribadian dasarku tidak akan
berubah. Punya kepribadian ganda? itu jauh lebih mustahil.
Ini mungkin juga gertakan. Atau lebih tepatnya,
lebih dari lelucon dalam selera buruk.
“Aku tidak ingat hal semacam itu.” aku menyatakan dengan
jelas. Tapi suaraku dipenuhi keresahan mendalam.
“Hmph. Kamu bahkan melupakan kejadian dua malam yang
lalu?” Dia tidak mencoba untuk menyerang titik lemahku, berhenti sambil
tersenyum tipis. “Yah, bagaimanapun, kamu jangan menenggelamkan diri
dengan alkohol.”
Ketel itu memancarkan uap. Dia mematikan kompor dan
menuangkan air panas ke dua cangkir ramen. Dan tanpa aku harus
mengantarnya keluar, dia mengambil ramen cangkirnya ke apartemen sebelah. Meninggalkanku
dengan ucapan “Selamat malam, Chihiro.”
Dan menghindari pertanyaanku.
*****
Saat aku turun di stasiun terdekat dengan rumah orang
tuaku, aku merasa ingin segera kembali. Aku ingin naik kereta untuk pulang
ke apartemenku sekarang; seluruh tubuhku bergetar dalam perlawanan,
berharap untuk meninggalkan kota ini secepatnya. Tapi setelah sampai sejauh
ini, aku tidak bisa pulang dengan tangan kosong. Memutuskan untuk
menganggap ini sebagai percobaan mental, aku memaksa untuk menghibur
diri.
Sebenarnya, aku tidak membenci kota ini. Bila
diingat-ingat kembali, ini adalah tempat yang sangat nyaman untuk
ditinggali. Sebuah kota yang relatif baru dibangun di antara perbukitan,
dengan populasi di bawah 20.000 penduduk. Punya akses yang baik ke pusat kota,
dan kedua fasilitas umum dan bisnis sedang berkembang. Sebagian besar penduduknya
adalah golongan kelas menengah dan tidak suka membuat masalah, jadi ini adalah
kota yang sangat tenang. Pemandangan alamnya sangat indah, dan meski mungkin sedikit
membosankan bagi anak muda yang suka mencari sensasi kesenangan, itu adalah
kota yang ideal untuk menjalani masa kanak-kanak yang sehat.
Aku tidak punya kenangan buruk di sini. Memang, aku
adalah anak yang kesepian, tapi fakta itu tidak membuatku mengalami pengalaman
yang tidak menyenangkan (sejauh yang bisa
aku pastikan). Entah itu kecenderungan generasiku atau aku kebetulan
dikelilingi oleh orang-orang semacam itu, aku tidak tahu, tapi tidak ada geng
besar di sekolah yang aku masuki, hanya tiga atau empat kelompok yang tersebar. Jadi
bahkan jika mereka memiliki selera individu, tidak ada peluang untuk sesuatu seperti
tekanan teman sebaya.
Sebenarnya, bila melihat situasinya, aku merasa cuma ada
“anak baik” di kota ini. Aku baru tahu sekarang karena aku telah
meninggalkan kota, tapi ada sejumlah anak-anak yang berkembang dengan sangat
aneh di sana. Aku tidak tahu kenapa. Mungkin warna lokal hanya menarik
orang-orang seperti itu.
Aku bukannya tidak senang dengan kota. Target
ketidaksenanganku adalah diriku yang tinggal di sana. Tanpa menghiraukan
panggung yang diberkahi untuk dibesarkan, rasanya menyakitkan untuk menghadapi
ketidakberhargaanku sendiri karena tidak bisa membuat satu kenangan indah di
sini.
Kota ini sempurna, dan hanya aku yang tidak.
Aku melihat bayangan diriku yang dulu di berbagai tempat
di sepanjang jalan menuju rumah orang tuaku. Diriku yang berusia 6 tahun, diriku
yang berusia 10 tahun, diriku yang berusia 12 tahun, dan diriku yang berusia 15
tahun ada di sana, persis seperti mereka melihat waktu sendiri. Mereka
semua menatap langit tanpa emosi, dengan sabar menunggu sesuatu untuk datang
mengubahnya.
Tetapi pada akhirnya, tidak ada yang terjadi. Aku yang
berusia 19 tahun tahu hal itu.
Aku harus
menyelesaikan urusanku dan pergi dengan cepat, pikirku. Sebelum aku dihancurkan oleh
rasa kehampaan delapan belas tahun ini.
Pertanyaan Emori membawaku ke sini.
“Cuma untuk
memastikan, Amagai, tapi kau belum pernah sekali pun menggunakan Lethe dalam
hidupmu, kan?”
Itu
seharusnya benar, pikirku.
Tapi ketika aku memikirkannya, aku tidak punya
bukti.
Di antara pilihan untuk Lethe adalah kau melupakan fakta bahwa kau pernah menggunakan Lethe, dan sangat disarankan untuk
melakukannya. Karena jika tidak, kau selamanya akan dihantui oleh
pertanyaan tentang kau gunakan Lethe
untuk melupakan apa.
Akibatnya, hanya karena aku tidak punya ingatan tentang
itu bukan berarti aku tidak pernah menggunakan Lethe. Orang tuaku berpendapat bahwa putra mereka tidak
membutuhkan Mimori, tapi aku sadar bahwa
aku belum pernah mendengar pandangan mereka tentang menghapus ingatan. Kemungkinannya
tidaklah nol bahwa pendekatan mereka untuk membesarkan anak memungkinkan
pengecualian untuk penggunaan Lethe.
Aku tiba di rumah. Terletak di pojok distrik
pemukiman, rumah berusia dua puluh tahun yang dibangun secara umum ini adalah
rumah orang tuaku di mana aku dilahirkan dan dibesarkan. Aku mencoba membunyikan
bel pintu untuk berjaga-jaga, tapi tidak mendapat balasan. Ibuku sudah
lama pergi meninggalkan rumah ini, dan ayahku sedang bekerja, jadi ini
wajar.
Ketika aku membuka kunci pintu dan masuk ke dalam, aku
menjumpai aroma nostalgia. Walau begitu, aku tidak merasakan sentimentalitas
mengalir. Itu cuma menambah keinginanku untuk kembali ke apartemen. Bagiku,
tempatku "pulang" bukan
lagi rumah orang tuaku, melainkan kamar apartemenku yang murah.
Aku menaiki tangga berderit ke lantai dua, dan memasuki
kamar lamaku. Benar saja, ruangan itu ditinggalkan persis seperti saat aku
pergi. Rasanya sangat berdebu, jadi aku membuka tirai dan jendela sebelum
mulai bekerja.
... Sekiranya ada kemungkinan kecil seorang kenalan
bernama Touka Natsunagi ada.
Jika ada beberapa petunjuk tentang keberadaannya, di mana
lagi kalau bukan di kamar lamaku?
Itulah yang membuatku datang ke sini, tapi aku punya satu
kecemasan. Jika aku ingat dengan benar, ketika aku meninggalkan rumah ini,
aku membereskan semuanya dan membuang sebagian besar barang-barangku. Periode
dari kelulusan SMA hingga kepindahanku begitu sibuk, aku tidak ingat apa yang aku
buang dan apa yang aku simpan. Mungkin saja aku membuang sesuatu yang
dapat memberitahuku tentang hubungan masa laluku.
Aku melakukan pencarian cepat ke ruangan secara
menyeluruh, dan seperti yang diharapkan, buku kelulusanku sudah dibuang. Aku
tidak dapat menemukan yang SD, SMP, maupun yang SMA. Yah
begitulah. Tidak ada yang lebih sedap dipandang bagi orang yang ingin
melupakan masa lalu. Tentu saja, aku juga membuang benda-benda seperti
esai kelulusan atau foto grup. Yang tampaknya tersisa adalah kamus bahasa
Inggris-Jepang, lampu meja, dan tempat pulpen.
Tidak hanya petunjuk tentang Touka Natsunagi, tapi semua
petunjuk tentang diriku telah menghilang dari ruangan ini. Dengan tingkat
ketelitian ini, aku akan terkejut bila sehelai rambut pun tetap ada.
Jika aku menghubungi pihak sekolah, aku penasaran apakah
mereka akan menunjukkan buku tahunan dari tahun aku lulus atau daftar nama? Mereka
mungkin akan menolakku, ingin menjaga supaya informasi pribadi tetap
aman. Jika aku bisa meminta teman sekelas untuk meminjamkan buku
kelulusan, itu bisa jadi solusi lain, tapi ini juga bukan pilihan bagi
seseorang yang tidak punya teman saat sekolah. Aku bahkan tidak ingat nama
mereka, apalagi informasi kontak.
Pencarian selesai dalam waktu singkat. Tidak ada
lagi yang bisa aku lakukan. Aku berbaring di lantai yang agak berdebu dan
merentangkan tangan dan kakiku, mendengarkan suara jangkrik yang berdengung di
luar. Pancaran sinar matahari menyelinap masuk melalui jendela dari sebelah
barat, menggambar sebuah persegi panjang oranye yang tercengang di dinding
seberangnya. Aroma tajam pengusir serangga tercium dari lemari yang
terbuka, dan aku secara mental menghubungkannya dengan pergantian musim.
Namun kenyataannya, sekarang masih tengah musim
panas. 12 Agustus. Musim hujan sudah lama berlalu, namun cuaca ambigu
ini terus melaju.
*****
“Chihiro, apa kau ada di rumah?”
Namaku dipanggil dari lorong. Itu suara
ayahku.
Sepertinya aku tertidur. Karena aku berbaring di
lantai, otot-ototku terasa nyeri.
Saat aku duduk dan menyeka keringat di dahiku, pintu
terbuka, dan wajah ayahku muncul.
“Apa yang sedang kau lakukan di sana?”
Saat melihat wajah putranya untuk pertama kalinya dalam
satu setengah tahun, Ia berbicara dengan blak-blakan.
“Aku cuma datang untuk mencari sesuatu. Aku akan segera
pergi.”
“Bagiku, kamar ini tidak memiliki sesuatu yang kau
cari.”
“Kau benar. Memang tidak ada.”
Dia mengangkat bahunya dan membalikkan badannya, tampak
seolah-olah Ia tidak tahan untuk menghiburku, tapi aku memanggilnya.
“Aku hanya ingin memastikan sesuatu ...”
Ayah perlahan-lahan menoleh padaku. “Apa?”
“Apa Ayah pernah menggunakan Lethe padaku?”
Ada beberapa detik kesunyian.
“Tidak pernah,” katanya. “Itulah cara kami
membesarkanmu, ‘kan?”
Dengan kata lain, Ia menganggap menanam ingatan palsu dan
menghapus kenangan berada dalam kategori yang sama.
“Lalu, apa nama Touka Natsunagi terdengar akrab
bagimu?”
“Touka Natsunagi?”, jawab Ayahku mengulangi, seolah-olah
membaca nama bunga yang langka. “Tidak tahu. Seseorang yang kau kenal?”
“Jangan khawatir, tidak masalah jika kedengarannya tidak
familiar.”
“Hei, aku sudah menjawab pertanyaanmu, jadi sebaiknya kau
menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di sini.”
“Aku mendapat surat dari seseorang dengan nama itu. Dia
menyebut dirinya teman lamaku. Aku pikir itu mungkin semacam penipuan, tapi aku
tidak mempercayai ingatanku dengan baik, jadi aku ingin memeriksanya cuma untuk
jaga-jaga.”
Aku sudah menyiapkan kebohongan itu sebelumnya,
“Untuk jaga-jaga, ya.” Ayah menggaruk dagunya yang
kotor. “Apa kau selalu tipe yang rajin?”
“Tentu saja. Seperti orang tuaku.”
Ia pun tertawa, dan pergi ke lorong. Ia mungkin akan
mulai minum. Minum wiski dan mengenang tentang Mimori adalah satu-satunya hal yang Ia nantikan dalam hidup.
Ketika ayah terlibat dalam ingatan fiktif, Ia memasang
ekspresi yang sangat lembut. Ekspresi penuh kasih sayang yang tidak pernah
Ia arahkan pada istri atau putranya. Andai saja kenyataan mampu
memuaskannya, ayahku bisa menjadi orang yang sangat baik. Itulah yang aku
duga.
Ketika aku sedang memakai sepatu di pintu depan, aku
menyadari ayahku tengah berdiri di belakangku. Di satu tangan Ia memegang
gelas berisi wiski dan es, dan di tangan yang lain ada selembar kertas yang dilipat
empat kali.
“Kau menyebutkan sebuah surat yang membuatku jadi ingat,”
katanya. Ia sudah tampak mabuk, karena seluruh wajahnya memerah. “Ada
surat yang ditujukan padamu.”
“Untukku?”
“Ya. Kelihatannya, itu sudah lama.”
Ayah melemparkannya padaku. Aku mengambil kertas
dari lantai dan membukanya.
Dan aku didorong ke dalam pusaran kebingungan.
Datang ke
sini adalah keputusan yang tepat, pikirku.
“Musim dingin yang lalu, aku mengotori mantelku dan
meminjam milikmu untuk sementara, dan itu ada di dalam kantong. Aku pikir kau
tidak menginginkannya, tapi aku merasa tidak enakan bagi orang yang sudah menulisnya
jika aku membuangnya begitu saja, jadi aku menyimpannya.”
“Tidak,” kataku sembari melipat surat itu. “Kau
benar-benar membantu.”
Ayahku meminum wiski dan kembali ke ruang tamu tanpa
mengucap kata-kata perpisahan.
Setelah meninggalkan rumah, aku berjalan sambil membuka
lagi surat tanpa ada nama pengirim.
Inilah yang tertulis.
“Aku senang
bertemu denganmu, Chihiro. Selamat tinggal.”
*****
Di dalam kereta perjalanan pulang, aku mencari klinik
dimana aku membeli Mimori dari
ponselku.
Saat aku mengetikkan namanya, situs web untuk klinik yang
pasti ada ketika aku memeriksa tiga bulan yang lalu telah lenyap dari hasil
pencarian. Berpikir kalau aku salah nama, aku mengambil kartu klinik dari
dompetku, tapi aku tidak melihat ada salah ketik.
Ada nomor telepon di kartu itu. Jam pelayanan akan
segera berakhir, jadi aku turun dari kereta di stasiun terdekat untuk
menelepon. Aku duduk di bangku peron dan menghubungi nomor itu, untuk
memasikan kalau itu benar.
Nada balasan tidak berdering.
“Nomor yang anda hubungi tidak terdaftar dalam layanan.
Silakan periksa nomor dan coba panggilan Anda lagi.”
Setelah mencoba berbagai istilah pencarian lainnya, aku mengetahui
bahwa klinik itu sudah ditutup dua bulan yang lalu. Tapi tak peduli seberapa
banyak aku coba gali lebih dalam, aku tidak dapat menemukan informasi apa pun
selain “Ditutup”. Hanya ada satu postingan untuk efek tersebut di dewan
komunitas kota.
Aku menyerah, naik kereta berikutnya, dan kembali ke
apartemenku.
*****
Dia sedang tidur di atas kasur. Tentu saja,
maksudku, kasurku, bukan kasurnya. Dia meringkuk dalam balutan piyama
putih biasa, mengeluarkan nafas ringan.
Aku memanggilnya, tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda
bangun, jadi aku dengan takut mengguncang bahunya. Kenapa aku, pemilik
ruangan ini, harus menunjukkan perhatian pada penyusup? Keragu-raguan
seperti ini hanya memperpanjang masalah ini lebih jauh, pikirku. Tapi aku
tidak punya keberanian untuk menampar dia buat bangun atau apapun.
Setelah tiga kali mengguncangnya, gadist itu membuka
matanya. Melihat wajahku, dia berkata dengan gembira “Ah, selamat datang
di rumah.” Lalu dia duduk dan melakukan sedikit peregangan.
“Benar saja, kasur yang baru dijemur terasa
nyaman.”
Aku menatapnya tanpa kata-kata untuk sementara
waktu.
... Siapa yang menulis surat itu? aku keheranan.
Aku hanya meninggalkan satu mantel di rumah orang tuaku,
mantel wol yang aku pakai saat SMP dulu. Terakhir kali aku memakai mantel
itu adalah kelas 3 saat kelulusan, jadi aku bisa berasumsi kalau surat itu
dimasukkan ke dalam kantong selama musim dingin ketika aku berusia 15
tahun.
Tapi saat SMP, tidak ada satu orang pun yang begitu ramah
denganku sampai-sampai menulis surat semacam itu. Apa itu ide jahil
seseorang? Tetapi kalimatnya terlalu aneh. Perbuatan jahil biasa pasti
akan mencoba mendapat reaksiku. Mereka akan memanggilku di belakang
sekolah, atau menulis nama si pengirim.
Aku secara mental membandingkan tulisan tangan surat tersebut
dengan catatan yang tertinggal di kulkas. Aku dapat mengatakan itu sama
jika aku menginginkannya, dan aku dapat mengatakan itu bukan jika aku
menginginkannya. Selain itu, tulisan tangan bisa berubah sedikit dari usia
15 hingga usia 20 tahun.
“Apa ada yang salah?”
Melihatku terlarut dalam lamunanku sendiri, dia memiringkan
kepalanya ke samping.
Bahkan gerakan itu sama persis seperti Touka Natsunagi di
Mimori-ku.
“... Kau masih tetap bersikeras kalau kau adalah teman
masa kecilku, ‘kan?”
“Ya. Karena aku memang teman masa kecilmu.”
“Ayahku bilang Ia tidak pernah mendengar nama Touka
Natsunagi. Bagaimana kau menjelaskan itu?”
“Bukankah itu berarti salah satu dari kami, aku atau
ayahmu, berbohong?”, Jawabnya segera. “Apa ayahmu orang yang jujur?”
Pertanyaan tersebut langsung membungkam mulutku.
Sekarang setelah dia mengungkitnya, tidak ada bukti kalau
ayah menjawab pertanyaanku dengan jujur. Ayahku yang suka mengumpulkan
fiksi adalah, pada saat yang sama, seseorang yang suka menyebarkan
fiksi. Jika ada saat-saat Ia berbohong tanpa alasan, pasti ada saatnya Ia
berbohong karena suatu alasan. Jika Ia berbohong untuk membenarkan
dirinya, tentu Ia juga berbohong untuk menyangkal orang lain.
Keluarga itu adalah paket kebohongan. Berapa banyak
yang bisa aku percayai pada ayahku yang berstatus sebagai kepala rumah
tangga?
“Kamu sudah melupakan banyak hal.”
Gadis yang menyebut dirinya teman masa kecilku perlahan
berdiri dan memperkecil jaraknya dariku.
“Tapi itu berarti, karena kamu harus melupakan kenangan
tersebut.”
Berdiri berhadap-hadapan seperti ini, kesenjangan antara
ketinggian kami saat masih berumur 15 tahun semakin jauh. Aku tahu itu
dari sudut yang sangat berbeda di mana wajahnya menatapku. Fisiknya sudah
menjadi jauh lebih feminim, namun tetap saja, dia hampir tidak memiliki daging
yang berlebih seperti biasanya, jadi membayangkan bagaimana aku yang sekarang
bisa mengangkatnya lebih mudah ketimbang pada waktu itu –
Tidak. Itu bukan masa laluku.
“Coba katakan. Apa yang sudah aku lupakan?"
Ekspresinya sedikit suram. “Aku tidak bisa
memberitahumu sekarang, Chihiro. Sepertinya kamu masih belum siap”
“Begitulah caramu menghindari pertanyaanku, ya? Jika aku
melupakan sesuatu, setidaknya beri aku bukti –”
Aku tidak bisa melanjutkannya.
“Chihiro,” dia berbisik, lalu menyandarkan kepalanya
di dadaku. Jari-jarinya yang kurus membelai punggungku dengan penuh kasih sayang.
“Kamu bisa pelan-pelan. Coba mengingat sedikit demi
sedikit.”
Kepalaku menggigil, seperti ada cairan panas yang
dituangkan melalui telingaku.
Dengan refleks aku mendorongnya. Dia kehilangan
keseimbangan dan mendarat di tempat tidur di belakangnya, lalu menatapku,
sedikit terkejut.
Lebih dari segalanya, aku merasa lega karena dia mendarat
di tempat tidur.
Setelah menahan kata “Maaf,
apa kau baik-baik saja?" yang sudah sampai ke tenggorokanku, aku
berbicara.
“... Tolong pergi.”
Mungkin karena aku merasa bersalah, apa yang keluar adalah
kalimat yang sangat kaku.
“Benar. Aku mengerti.”
Dia mengangguk dengan patuh dan tersenyum polos,
seolah-olah tidak peduli sama sekali bahwa aku dengan keras mendorongnya.
“Aku nanti akan datang lagi. Selamat malam.”
Ketika dia kembali ke apartemen sebelah, keheningan yang
mendalam mulai terasa.
Aku menaruh rokok di mulutku, berharap menghapus
jejak-jejak kehadiran yang ditinggalkannya. Aku tidak dapat menemukan
pemantikku, jadi aku pergi ke dapur untuk menyalakannya dengan kompor, dan di
sana aku melihat sebuah piring yang dibungkus plastik di atas meja. Di
dalamnya ada nasi omelet yang dilapisi saus demi-glace, rasany masih
hangat.
Setelah ragu-ragu, aku membuang makanan di tempat
sampah. Bukan karena aku waspada kalau itu mungkin diracuni atau
apapun.
Ini adalah salah satu cara untuk menyatakan niatku.
Setelah aku menghabiskan rokok, aku mencari di belakang
laci, dan menyiapkan sedikit trik yang dapat membantuku menangkap si penipu itu. Kemudian
aku menuangkan setengah gelas gin dingin dan meminumnya langsung. Aku
menyikat gigi, mencuci muka, mematikan lampu, dan berbaring di tempat
tidur. Ketika aku menutup mata, aku mencium aroma gadis itu, jadi aku
bangun, membalik bantal, dan berbaring lagi. Tentu saja, itu jauh dari
cukup untuk menghilangkan aromanya, jadi pada malam itu, aku bermimpi kalau aku
tidur siang bersama Touka Natsunagi.
Di kamarnya yang didinginkan dengan baik, diri kami yang masih muda tidur berdempetan seperti anak kembar yang dekat. Tirai kamarnya ditutup, jadi ruangan itu terasa redup, dengan keheningan yang berbeda dari malam. Karena masih hari kerja, distrik pemukiman benar-benar sepi; Aku tidak bisa mendengar apa pun selain suara bunyi lonceng angin di aula. Itu adalah sore musim panas yang damai dan tenang, yang mana kau bisa membayangkan kalau semua manusia kecuali kami telah pergi meninggalkan dunia ini.
Mantep banget story' nya, sankyuu min
BalasHapus