Kimi no Hanashi Chapter 03 Bahasa Indonesia

Chapter 03 - Ingatan Sebagian



Dikatakan bahwa nanoteknologi pengubah memori tergesa-gesa dikembangkan 15 tahun yang lalu demi upaya mengatasi wabah mendadak kasus Alzheimer Baru di seluruh dunia. Niat asli teknologi untuk memperbaiki dan melestarikan ingatan secara bertahap bergeser ke arah menciptakan ingatan fiktif. 

Tampaknya, pada akhirnya, mereka yang ingin mendapatkan kembali masa lalu mereka jauh lebih banyak ketimbang mereka yang ingin mengulangnya. Bahkan jika ingatan tersebut tidak lebih dari pemalsuan. 

“Masa lalu tidak dapat diubah, tetapi masa depan bisa” - dengan perkembangan teknologi yang dapat mengubah ingatan, cara berpikir seperti itu sudah terlalu kuno. 

Siapa yang benar-benar tahu tentang masa depan. Tapi masa lalu bisa diubah. 

Sejak awal, ingatan fiksi yang ditulis oleh nanobots biasanya disebut seperti “Shamories” atau “Pseudories”. Namun dalam beberapa tahun terakhir, Mimori telah menjadi sebutan umum. Sejauh nama itu muncul, masih belum ada ambiguitas bahwa mereka hanya "meniru" kenangan nyata, tapi tampaknya telah bergerak menjauh dari kata-kata yang bernuansa negatif seperti "palsu" dan "semu." Sesuai dengan ini, orang-orang yang muncul dalam Mimori disebut Pengganti. Istilah-istilah ini dimaksudkan untuk memperkuat gagasan bahwa mereka melayani tujuan yang sama seperti lengan buatan atau gigi buatan: cukup mengisi untuk sesuatu yang kurang. 

Tapi tentu saja, apa yang memenuhi syarat sebagai "sesuatu yang hilang" masih diperdebatkan. Jika kau mengemukakan banyak faktor, kau dapat menganggap sebagian besar umat manusia sebagai pasien yang sangat membutuhkan perawatan karena pengalaman hidup mereka yang tidak sempurna. Karena seseorang yang tidak kehilangan apapun sama sekali tidak mungkin ada. 

Bagaimanapun juga, tidak ada yang menyangkal bahwa Mimori merupakan hal yang bermanfaat bagi umat manusia. Ketika orang mengalami tekanan mental karena pengalaman kehilangan, atau menjadi korban kejahatan, atau perlakuan buruk, menggunakan ingatan fiktif untuk membimbing pasien melalui rekonstruksi atau menghapus pengalaman itu sendiri, tidak perlu dikatakan, adalah obat yang sangat efektif. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa ketika Mimori dari Great Mother ditanamkan pada anak-anak dengan perilaku buruk atau masalah sikap, hampir 40% subjek menunjukkan perubahan positif. Dalam eksperimen lain, Spiritual diberikan kepada pecandu narkoba yang berulang kali mencoba bunuh diri, dan seolah-olah Dia terlahir kembali sebagai orang yang saleh dan taat. (Pada saat itu, tampaknya ada sedikit hujatan.)  (TN : Great Mother dan Spiritual, nama dari produk pengubah ingatan.)

Pada masa ini, sulit rasanya untuk benar-benar merasakan berkat yang telah dimiliki oleh Mimori di masyarakat, tapi itu karena pengguna dari nanobots yang mengubah memori ini tidak suka berbicara di depan umum tentang fakta itu. Posisi pengguna sangat mirip dengan operasi kosmetik. Dan faktanya, ada orang-orang yang mengejek perubahan ingatan sebagai "operasi plastik memori”. 

Orang tidak bisa memilih kehidupan saat mereka dilahirkan. Itu sebabnya mereka membutuhkan bantuan dalam bentuk Mimori, pendukung untuk klaim perubahan memori. Aku mungkin memiliki keengganan untuk Mimori, tapi aku merasa apa yang dikatakan orang-orang ini rasanya masuk akal. Sepertinya aku seolah-olah mayoritas orang yang menolak menolak Mimori bukan karena masalah filosofis, melainkan karena ketidaknyamanan fisiologis. 

Namun, kembali ke perhatian kritis: mereka masih belum menemukan cara untuk mengembalikan ingatan yang hilang melalui Alzheimer jenis baru. Ada nanobots pemulihan memori yang disebut Memento, tapi obat tersebut hanya memiliki kemampuan untuk memulihkan sebagian ingatan yang terhapus dengan Lethe, tidak memiliki efektivitas apa pun pada ingatan yang diambil Alzheimer jenis baru. 

Teknik menggunakan Mimori seperti cadangan masih dipertimbangkan, tapi itu tidak berjalan dengan baik. Bahkan jika kau menulis ulang Mimori dengan konten yang sama seperti ingatan yang terlupakan, tampaknya mereka tidak akan terukir dengan benar di otak. Di sisi lain, ketika kau memasukkan Mimori yang berbeda dari kenyataan, ingatan para pasien bisa bertahan untuk waktu yang relatif lama. Apa yang bisa kita duga dari ini adalah bahwa Alzheimer baru bukanlah penyakit yang menghancurkan ingatan, itu adalah penyakit yang mengungkap kombinasi memori. Orang akan menganggap bahwa beberapa ingatan mudah diurai, sementara yang lain tidak. Mungkin alasan ingatan episodik adalah yang paling sering hilang ialah karena ingatan-ingatan itu memiliki sifat paling gabungan dari semuanya.

 

*****

 

Sesaat setelah bangun tidur, aku tidak dapat mengingat apapun. 

Aku sering mencuri bir dari simpanan ayahku sejak aku berusia 15 tahun, namun hari ini adalah pertama kalinya aku mengalami celah dalam ingatanku. Untuk sesaat, aku merasa bingung, bertanya-tanya apa aku benar-benar kehilangan beberapa kenangan dari minum terlalu banyak. Aku sudah mendengar tentang pengalaman seperti itu berkali-kali, tapi aku pikir itu hanya dilebih-lebihkan atau sesuatu, atau sarana memaafkan perilaku jelekmu di bar. 

Di mana ini, apa sekarang masih pagi atau sudah malam, kapan aku ada di tempat tidur, mengapa aku mengalami sakit kepala - aku sama sekali tidak tahu. Aku hampir bisa mengumpulkan kalau itu salah alkohol karena baunya naik dari kedalaman perutku. 

Aku memejamkan mataku. Mari pelan-pelan saja, dan mengingatnya satu per satu. Dimana ini? Ini kamarku. Apa sekarang pagi atau malam hari? Berdasarkan kecerahan sinar matahari yang bersinar melalui tirai, sepertinya sudah pagi. Kapan aku ada di tempat tidur? Di sana, pikiranku mulai terhenti. Tidak bisa terburu-buru. Apa kenangan terakhirku? Aku ingat aku ditendang keluar dari bar setelah mabuk, ketinggalan kereta, dan berjalan ke apartemenku. Kenapa aku merasakan kebutuhan untuk mabuk? Benar, karena itu kesalahan identitas. Aku mengira wanita dalam yukata biru yang berdiri di halte bus sebagai Touka Natsunagi. Aku begitu menyedihkan, aku pergi ke bar untuk menenggelamkan kesedihanku. 

Semua kepingannya mulai bersatu. Setelah ditendang keluar dari bar dan berjalan lebih dari 3 jam, akhirnya aku sampai di apartemen. (Saat aku menyadari hal ini, otot-otot di kakiku mulai terasa sakit.) Setelah berjuang membuka kunci pintu dan jatuh ke kamarku, aku bermimpi aneh. Peristiwa kesalahn identitas itu pasti memiliki efek gemilang, karena mimpi itu memiliki Touka Natsunagi di dalamnya. Aku bermimpi Touka Natsunagi pindah ke kamar sebelah. 

Mimpi itu berlanjut dari kenyataan, mulai dari ketika aku tiba di rumah. Aku membentaknya seperti “kenapa kau ada di sini, kau adalah orang yang seharusnya tidak ada,” dan dia menatapku dengan bingung. 

“Chihiro, mungkinkah kamu sedang mabuk?” 

“Jawab saja pertanyaanku” Aku mencoba mendekatinya dan tersandung. Aku berhasil mendapat pegangan di dinding dan mencegah tubuhku terjatuh, tapi mungkin karena darah yang mengalir di dalam kepalaku, atau karena bau yang masuk melalui pintuku membuat tubuhku mengendur, penglihatanku goyah dan tidak bisa berdiri lurus. Aku tidak memiliki konsep tentang bagaimana aku berdiri saat ini. 

Touka Natsunagi berbicara dengan nada prihatin. 

“Apa kamu baik-baik saja? Apa kamu butuh bantuan?”

Aku tidak terlalu ingat setelah itu. 

Aku merasa seperti dia merawatku dengan tulus. 

Bagaimanapun juga, tanpa diragukan lagi semua ini hanyalah mimpi yang ditunjukkan kepadaku oleh otak yang kecanduan alkohol. Pikiran dan tubuhku terlalu lemah untuk tetap memegang kendali. Aku tidak pernah bermimpi yang bisa langsung menjawab keinginanku sebelumnya.

Ini seperti fantasi seorang anak SD di tempat tidur, pikirku. Gadis yang aku suka pindah di sebelah dan menjagaku ketika aku merasa lemah. 

Tidak diragukan lagi, ini bukan jenis mimpi yang harus dimiliki seorang pria dewasa. 

Aku sudah memutuskan kemarin bahwa aku akan mengubah diriku yang menyedihkan. 

Hari ini, aku akan meminum Lethe

Aku merangkak keluar dari kasur, dan dengan wajahku yang mengernyit karena sakit kepala, meminum tiga cangkir air. Itu tumpah di sisi mulutku dan menetes ke leherku. Aku merobek pakaianku yang berbau tidak sedap dan mandi. Aku mengeringkan rambut, menyikat gigi, minum dua cangkir air lagi, lalu berbaring di tempat tidur. Sambil melakukan semua itu, aku mulai merasa jauh lebih baik. Kepalaku masih pening dan perutku merasa mual, tapi perasaan bahwa aku sudah membersihkan puncak membuatku merasa nyaman. Lalu aku jatuh tertidur pulas. 

Aku bangun setelah sekitar satu jam kemudian. Mungkin karena lapar, perutku terasa seperti dililit tali. Kalau dipikir-pikir lagi, aku sudah membuang semua yang aku makan tadi malam. Aku tidak menyukainya, tetapi aku harus makan sesuatu segera. 

Aku perlahan bangkit dari tempat tidur, pergi ke dapur, dan mengintip ke bawah wastafel. Bahkan tidak ada satu pun dari ramen cangkir yang kupikir sudah aku beli di supermarket lokal. Aku memutar leherku. Aku sepertinya ingat masih punya setidaknya lima atau lebih yang tersisa. Aku pasti sangat pelupa akhir-akhir ini, tidak, berkat minumanku. 

Aku memeriksa freezer untuk melihat apa ada roti, tapi hanya ada dua hal di dalamnya: minuman gin dan es. Aku bahkan melihat di bawah pembuat es, tapi tidak menemukan apa pun selain pecahan es. 

Dari awal, aku tidak punya harapan pada isi kulkas. Sejak sekitar enam bulan yang lalu, itu sudah berubah menjadi tidak lebih dari pendingin bir. Aku tidak perlu repot-repot memasak sendiri, jadi aku berhenti membeli apa pun kecuali ramen, kotak bento, dan makanan beku. 

Meski begitu, mungkin itu bisa diisi camilan atau semacamnya. 

Mengandalkan satu sinar harapan, aku lalu membuka pintu kulkas bawah. 

Ada kehadiran asing di sana. 

Selada dan salad tomat di atas piring, dibungkus rapi, dan disertai dengan catatan tulisan tangan: 

“Kamu seharusnya makan dengan lebih baik.”  

 

******

 

Pekerjaan sambilan pertama yang aku ambil demi bisa membeli Lethe adalah menjadi petugas di pompa bensin. Aku dipecat dalam sebulan, jadi setelah itu aku bekerja di restoran. Aku dipecat sebulan di sana juga. Kedua kasus itu disebabkan oleh kurangnya kemampuan bersosialisasi. Jika aku harus mengatakannya, itu karena interaksiku dengan rekan kerja yang menjadi masalah, bukan dengan pelanggan. Mereka sepertinya tidak peduli dengan sikapku “selama aku melakukan pekerjaanku, apa masalahnya?” 

Aku memperoleh hikmah kalau aku tidak cocok untuk pekerjaan di mana aku terus bertemu dengan orang yang sama, jadi untuk sementara, aku mengambil pekerjaan sehari-hari yang diperkenalkan oleh koperasi universitas. Tapi itu juga punya masalah tersendiri, rasanya menjengkelkan karena harus membangun hubungan dengan orang baru dari awal setiap waktu. Apa yang mungkin disatukan sebagai “kemampuan komunikasi” bisa dianggap secara terpisah sebagai kemampuan untuk membangun hubungan manusia dan kemampuan untuk melestarikannya, tapi tampaknya aku tidak punya kemampuan ini dalam ukuran yang sama. 

Aku merenungkan apa ada pekerjaan di mana aku bisa menghindari masalah berinteraksi manusia, dan kemudian, kebetulan menemukan poster dicari bantuan untuk toko penyewaan video lokal. Aku mencoba melamar, dan diterima tanpa wawancara. Kurasa karena tidak ada pelamar lain. 

Toko penyewaan video sangat jarang di jaman ini, itu adalah bisnis mandiri yang kecil. Tempat yang tampak usang baik di bagian dalam maupun luar, seolah-olah itu bisa runtuh setiap saat. Namun berkat jumlah pelanggan yang ingin tahu, itu tampaknya semakin baik. Atau mungkin itu dijalankan oleh orang yang cukup kaya hanya sebagai hobi, jadi keuntungan sama sekali tidak relevan. Manajernya adalah pria yang pendek dan kalem di atas usia 70, selalu dengan rokok di mulutnya. 

Jarang ada pelanggan yang datang. Yah, mau bagaimana lagi. Di jaman sekarang, toko penyewaan video cuma dikunjungi oleh orang tua atau orang aneh. Dan berapa banyak orang yang masih memiliki peninggalan yang dikenal sebagai VCR? Kalangan muda mungkin datang berkunjung sekali atau dua kali dalam sebulan, dan bahkan kebanyakan dari mereka hanya lihat-lihat saja. 

Semua pelanggannya patuh, jadi itu adalah pekerjaan yang sangat mudah. Bisa dibilang kalau pekerjaanku yang paling penting adalah membuatku terjaga. Bayarannya tidak banyak, tapi untuk seseorang yang tidak berharap untuk persahabatan atau kelayakan atau meningkatkan keterampilanku, ini adalah pekerjaan yang ideal. 

Aku menabung cukup banyak uang untuk membeli Lethe setelah dua bulan di sana, tapi aku tahu bahwa meninggalkan waktu luangku akan membuatnya lebih banyak menghabiskan waktu minum, jadi aku terus bekerja di sana. Pekerjaan tersebut sangat nyaman. Tempat kumuh yang ditinggalkan oleh zaman itu anehnya sangat menenangkan pikiranku. Aku tidak bisa mengungkapkannya dengan baik, tapi rasanya hampir harmonis, rasanya seperti tempat yang menerima keberadaanku. Dipertanyakan karena aku menemukan tempat untuk diriku di sana, dari semua hal. 

Tidak ada pelanggan hari ini, seperti biasa. Aku berdiri di meja kasir dan sedikit menguap saat memikirkan apa yang kutemukan di kulkasku pagi ini. 

Salad buatan sendiri, disertai dengan catatan tulisan tangan. 

Jika kita menganggap kejadian tadi malam sebagai mimpi, itu akan membuat makanan dan catatan itu adalah perbuatanku saat sedang mabuk. Dengan kata lain, ketika mabuk hingga tidak bisa mengingat kembali tindakanku, aku muntah sampai isi perutku kosong, menghabiskan 3 jam dan  berjalan pulang ke apartemenku, kemudian membawa selada, tomat, dan bawang dari suatu tempat untuk dimasak jadi salad, lalu dengan rapi membungkusnya dan menyimpannya di kulkas, mencuci dan membersihkan peralatan masak yang aku gunakan, meninggalkan catatan untuk diriku di masa depan dengan tulisan tangan yang imut, terus tertidur, dan kemudian melupakan semua ini. 

Dan jika itu bukan mimpi, itu berarti makanan dan catatan itu diletakkan oleh Touka Natsunagi. Yang mana artinya, kenangan yang aku pikir adalah Mimori ternyata beneran nyata, aku benar-benar memiliki seorang teman masa kecil bernama Touka Natsunagi, dia kebetulan pindah ke kamar apartemen sebelahku, dan ketika aku mabuk sampai pingsan, dia dengan tulus merawatku dan bahkan membuat sarapan untukku.

Kedua teori itu sama-sama konyol. 

Apa tida ada penjelasan yang lebih realistis lagi? 

Setelah dipikir-pikir lagi, aku sampai pada kemungkinan ketiga. 

Aku ingat apa yang Emori katakan padaku dua hari yang lalu, tentang penipu yang berpura-pura menjadi teman lama untuk mencapai tujuannya. 

“Sepertinya penipuan klasik semacam itu sedang marak belakangan ini. Dan orang-orang muda yang kesepian adalah target paling empuk. ​​Kau mungkin juga akan menjadi target, Amagai.” 

Bagaimana jika misalnya, rincian Mimori-ku bocor ke pihak luar dari klinik? 

Bagaimana jika informasi itu sampai ke tangan pihak ketiga dengan niat jahat? 

Dibandingkan dengan teori mimpi dan teori realitas, yang satu ini punya sedikit kebenaran. Teori penipuan. Wanita yang kutemui tadi malam, seseorang yang menyerupai Touka Natsunagi hanyalah sosok palsu yang disiapkan oleh beberapa organisasi jahat, tidak lebih dari orang asing yang memainkan bagian dari orang pengganti bernama Touka Natsunagi. 

Tentu saja, teori ini memiliki kecacatannya tersendiri. Pada kenyataannya lumayan banyak, dan cukup besar. Jika karakter dari Mimori-mu muncul di hadapanmu dalam kenyataan, kau tidak akan senang tentang itu - siapapun akan merasa curiga terlebih dahulu. Kau akan merasa waspada, mengetahui bahwa itu adalah yang mustahil terjadi, jadi mungkin seseorang mencoba menjeratmu. Pihak lain harusnya menyadari hal itu. Ini berbeda dengan menyamarkan dirimu sebagai kenalan asli, tapi aku tidak bisa memikirkan keuntungan apa pun untuk menyamar sebagai karakter dari Mimori mereka. Ini sama saja seperti menyuruhku untuk mencurigaimu. 

Tidak, mungkin aku meremehkan kekuatan hasrat terpendam sesorang. Bukannya Emori pernah mengatakan bahwa Okano, pria yang jadi korban penipuan, diberi tahu “kamu adalah teman sekelasku” lagi dan lagi, jadi Ia mulai mempercayainya? 

Emori mengira bahwa keinginan Okano untuk apa yang dikatakan si penipu sebagai kebenaran menghasilkan ingatannya sendiri sedang diubah. Jika kecenderungan mental semacam itu adalah hal umum, maka ya, mungkin seorang Pengganti bahkan lebih cocok untuk penipuan semacam ini ketimbang kenalan sungguhan. Pengganti dirancang dengan hati-hati oleh teknisi Mimori untuk mengisi semua celah mental yang diungkapkan oleh program analisis mendalam, sehingga kau dapat menganggapnya sebagai gumpalan besar dari keinginan batin orang itu. Berapa banyak orang yang bisa tenang dan melihat diri mereka secara objektif ketika berhadapan dengan pasangan impian mereka? 

Dalam hal itu, tidak ada target yang lebih mudah untuk penipu daripada seseorang yang memiliki Mimori. Bukankah Emori juga mengatakan itu? “Modus operandi mereka tidak bekerja ke dalam ingatan. Mereka bekerja dengan cara ketiadaan mereka.” 

Meski begitu, masih ada banyak keraguan. Misalkan wanita yang aku temui kemarin adalah seorang penipu yang menampakkan dirinya sebagai Touka Natsunagi, apa dia benar-benar berbuat sampai sejauh itu untuk pindah di sebelah hanya untuk menjebak seorang mahasiswa seperti diriku? Tidak hanya itu saja, apakah semudah itu menemukan seseorang yang sama persis dengan seorang Pengganti? Kemungkinan dia melakukan operasi plastik hanya untuk menipuku saja sudah tidak masuk di akal. 

Proses pemikiranku menemui jalan buntu. Bukti dan informasi yang ada masih terlalu sedikit sekarang. Masih terlalu cepat untuk menyimpulkan masalah ini. Ketika aku kembali ke apartemen, sebelum melakukan hal lain, aku akan mengunjungi ruangan sebelah. Dan aku akan bertanya langsung. Siapa kau sebenarnya? Aku ragu dia akan menjawab dengan jujur, tapi setidaknya itu harus memberiku sebuah petunjuk. Aku mungkin memahami petunjuk yang memungkinkanku menebak strateginya. 

Dan jika terungkap bahwa dia benar-benar seorang penipu ... 

Kurasa aku tidak akan puas kecuali aku bisa membuatnya membayar perbuatannya sedikit. 

 

*****

 

Setelah bekerja, aku mengunjungi supermarket di dekat stasiun kereta dan membeli sebungkus ramen. Aku ingin kembali ke apartemen secepat mungkin, jadi aku bahkan tidak melirik makanan lain. Melihat tas penuh makanan instan, aku punya sedikit kekhawatiran bahwa jika aku terus mempertahankan kebiasaan makan ini, tubuhku akan berantakan. Tapi saat berpikir “apa bagusnya hidup sehat untuk orang seperti diriku?”, Semuanya berhenti menjadi masalah. 

Ada alasan lain untuk kebiasaan makanku yang tidak sehat ini. Begitu aku melewati umur 18 atau lebih, aku berhenti menemukan sesuatu yang enak. Ini bukan seperti lidahku yang mati rasa. Aku pikir yang paling akurat untuk mengatakan kedadaanku ialah informasi rasa dan sistem hadiah terpecah. Sekarang, dua tahun kemudian, aku tidak bisa lagi mengingat seperti apa rasanya “lezat” itu. Jika itu adalah makanan yang asin dan panas, sisanya tidak jadi masalah. 

Aku belum pernah periksa ke dokter, jadi aku tidak tahu apa penyebabnya. Bisa jadi psikosomatis, bisa jadi kekurangan nutrisi. Atau mungkin ada gumpalan darah atau tumor di suatu tempat di otakku. Untuk saat ini, itu tidak terlalu mengganggu, jadi aku mengabaikannya. (TN : Psikosomatis adalah penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh, dimana pikiran memengaruhi tubuh hingga penyakit muncul atau menjadi bertambah parah)

Dari awal, aku bukan tipe orang yang pilih-pilih makanan. Ibuku tidak tertarik pada makanan, dan sejauh yang aku tahu, tidak pernah memasak makanan di dapur. Dengan beberapa pengecualian seperti praktik memasak di sekolah, aku mungkin juga tidak pernah memakan sesuatu yang aku buat sendiri. Sejak aku masih kecil, aku selalu mendapat makanan dalam bentuk bento siap makan atau makanan cepat saji. 

Mungkin sebagai tanggapan terhadap masa laluku, Mimori-ku berisi sejumlah episode di mana aku diberi makan masakan buatan sendiri yang dibuat teman masa kecilku. Mimori di mana Touka mengamati bahwa semua hal yang aku makan akan buruk bagiku, khawatir bahwa “Kamu harus memakan makanan yang lebih sehat,” dan mengundangku ke rumahnya untuk mentraktirku dengan masakannya. 

Aku tiba-tiba menyadari suatu kebetulan tertentu. Kalau dipikir-pikir, catatan yang ditinggal di kulkas menggunakan kalimat yang sama persis: “Kamu seharusnya makan lebih baik." 

Benar saja, wanita itu tahu isi Mimori-ku. Aku menegaskan diriku sekali lagi, mengingat bahwa aku harus berhati-hati. Dia tahu persis strategi apa yang efektif untuk menipuku. Dia memiliki semua sumber daya yang dia butuhkan untuk memikatku. 

Namun - aku mengulanginya lagi dan lagi - wanita yang bernama Touka Natsunagi sama sekali tidak ada. 

Aku tidak boleh membiarkan diriku dibodohi. 

 

*****

Aku lalu tiba di apartemen. 

Setelah berdiri di depan pintu ke kamar 202, aku memencet bel pintu. 

Usai menunggu sepuluh detik, masih belum ada jawaban. 

Aku memencetnya lagi untuk memastikan, tapi hasilnya tetap sama. 

Jika dia penipu, seharusnya dia sudah mengantisipasi kedatanganku. 

Karena itu berarti dia tidak akan pergi, kenapa dia masih belum menjawab? 

Apa dia berharap menurunkan kemampuanku untuk membuat keputusan dengan membuatku gelisah? Atau mungkin ada semacam persiapan yang dibutuhkan untuk rencana penipuannya? 

Aku tidak bisa berdiri mematung terus, jadi aku memutuskan untuk kembali ke kamarku sendiri untuk saat ini. 

Ketika aku melihat pintu tidak terkunci, aku tidak terkejut. Aku yang lupa mengunci kamarku sudah menjadi kejadian biasa. 

Bahkan ketika aku melihat lampu menyala, aku masih tidak terkejut. Aku membiarkan lampu menyala juga merupakan kejadian wajar. 

Bahkan ketika aku menyadari ada seorang gadis bercelemek berdiri di dapur, aku masih tidak terkejut. Seorang gadis mengenakan celemek yang memasak di dapur buatku adalah kejadian biasa…... 

Dalam Mimori-ku 

Tas belanja mulai terlepas dari tanganku, dan bungkus ramen instan berserakan di pintu masuk. 

Mendengar suara barang terjatuh, gadis itu berbalik menghadapku. 

“Oh, selamat datang, Chihiro.” Wajahnya berubah menjadi senyum. “Bagaimana keadaanmu?”

Ketika aku menghadapi gadis yang mencurigakan ini yang masuk ke kamarku tanpa izin dan menggunakan dapurku seolah-olah itu adalah tempatnya, apa yang kupikirkan pertama-tama bukanlah “Aku akan memanggil polisi” atau “Aku akan menahannya” atau “Aku akan menelepon seseorang,” tapi “Apa aku meletakkan sesuatu yang tidak ingin gadis itu lihat?” 

Aku tahu, bahkan aku sendiri berpikir kalau itu sangat absurd. 

Tapi, yang berdiri di depanku adalah seorang gadis yang bahkan lebih absurd dari itu. 

Walau pemilik kamar telah muncul, dia tidak berusaha melarikan diri atau bahkan menjelaskan dirinya sendiri, dan hanya dengan riang mencicipi isi panci. Bahan-bahan yang dia bawa dibawa diletakkan di atas meja. 

Dari aromanya, sepertinya dia membuat stew daging dan kentang. 

Hanya jenis makanan yang bisa dibuat teman masa kecil fiktif, kurasa. 

“...Apa yang sedang kau lakukan?”

Akhirnya, aku bisa menanyakan itu. Kemudian terlintas dibenakku, itu adalah pertanyaan bodoh. Dia masuk tanpa izin dan membuat makanan. Sama seperti kelihatanya. 

“Aku membuat stew daging dan kentang,” jawabnya, mengawasi panci itu. “Kamu suka daging dan kentang rebus, ‘kan, Chihiro?” 

“Bagaimana kau bisa masuk ke apartemenku?” 

Ini juga pertanyaan dengan jawaban yang jelas. Dia mungkin mencuri kunci cadangan saat dia merawatku semalam. Karena barang-barang di kamarku dijaga seminimal mungkin, dia pasti bisa menemukannya dengan mudah hanya dengan beberapa pencarian kecil. 

Dia tidak menjawab pertanyaan keduaku. 

“Cucianmu menumpuk, jadi aku mencuci semuanya. Dan, kamu perlu menjemur futonmu lebih teratur.”

Aku melihat ke arah beranda untuk melihat cucian senilai satu minggu tengah tertiup angin. 

Aku merasa pusing. 

“Kau……..siapa kau?” 

Gadis itu menatapku. 

“Kali ini kamu tidak mabuk, ‘kan?” 

“Jawab aku,” kataku dengan nada yang lebih keras. “Kau siapa?” 

“Siapa ...? Aku Touka. Apa kamu lupa dengan wajah teman masa kecilmu sendiri?” 

“Aku tidak punya teman masa kecil.”

“Lantas, kenapa kamu tahu namaku?” Dia tersenyum penuh perhatian. “Kamu memanggilku Touka tadi malam, ‘kan?” 

Aku menggelengkan kepala. Jika aku membiarkan diriku termakan omongannya, semuanya akan berakhir. 

Aku menarik napas dalam-dalam, dan berbicara dengan tegas. 

“Touka Natsunagi adalah seorang Pengganti. Orang fiktif yang hanya ada di kepalaku. Setidaknya aku bisa membedakan antara kenyataan dan fiksi. Aku tidak tahu apa kau ini seorang penipu atau apa, tapi mencoba untuk mengelabuhiku adalah usaha yang sia-sia. Jika kau tidak ingin aku menelepon polisi, cepat keluar dari sini.”

Sebuah desahan keluar dari mulutnya yang sedikit terbuka. 

“...Hah.”

Dia lalu mematikan api kompor gas dan berjalan ke arahku. 

Tanpa sadar aku melangkah mundur, dan dia melangkah maju dan berbicara. 

“Jadi kamu masih seperti itu, ya?”

Aku tidak bisa bertanya apa yang dia maksud dengan itu

Dadaku terasa sesak, jadi aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Tak peduli seberapa besar aku mencoba untuk memperjuangkan niat apa yang muncul di permukaan, otak aku, pada tingkat yang lebih mendasar, melihat ilusi “reuni dengan teman masa kecil tercinta yang terpisah dariku selama lima tahun lalu,” dan gemetar dengan kegembiraan. 

Dia punya wajah cantik, sangat cantik, sampai-sampai bila aku lengah, aku akan memeluknya dalam sekejap. 

Aku bahkan tidak bisa mengalihkan tatapanku, jadi dia dan aku saling memandang secara langsung. 

Melihat wajahnya dari dekat, entah bagaimana rasanya tidak terlalu realistis. Kulitnya nyaris terlalu putih, tapi samar-samar ada warn merah di sekitar matanya, memberiku kesan orang yang berpenyakit. 

Dia mirip seperti hantu, pikirku. 

Melihatku membeku, gadis itu tersenyum lembut. 

“Tidak apa-apa, kamu tidak perlu memaksakan dirimu untuk mengingat. Ingat saja ini.”

Dia meraih tanganku dan dengan lembut menggenggamnya erat-erat. 

Tangannya terasa dingin. 

“Aku ada di pihakmu, Chihiro. Tidak peduli apa.” 

 

*****

 

Setelah aku menyelesaikan pekerjaan pada hari berikutnya, aku menelepon Emori. Aku bertanya apa kita bisa bertemu malam ini supaya aku bisa mendiskusikan sesuatu dengannya, dan Ia memberitahuku kalau Ia punya waktu luang setelah jam 10. Setelah memutuskan untuk bertemu di taman, aku menutup telepon. Dan kemudian aku menyadari, dalam daftar kontak di ponselku, nama “Touka Natsunagi” telah tersimpan di sana. Dia pasti mengetik dan menambahkan nomornya sendiri setelah merawatku. Aku berniat untuk menghapusnya, tapi berpikir kalau ini bisa berguna untuk sesuatu atau yang lainnya, jadi aku tetap menyimpannya. 

Aku pergi ke kampus dan belajar di meja di sudut kafetaria, menunggu waktu yang ditentukan. Setiap satu jam sekali, aku berjalan di luar kampus dan merokok santai. Karena udara sangat lembab, jadi rokoknya lebih kasar dari biasanya. Begitu kafetaria tutup, aku pindah ke ruang duduk, di mana aku senderan di sofa dan menghabiskan waktu membaca majalah yang telah tersebar. Ruang duduknya tidak ber-AC, jadi antara itu dan sinar matahari masuk melalui jendela, rasanya panas seperti berada di luar. Bahkan walau cuma duduk diam saja sudah membuatku mulai berkeringat. 

Aku memutuskan untuk kembali ke apartemen begitu mendapatkan pendapat Emori. Aku ingin menegaskan pendirianku sebelum aku bertemu dengan gadis itu lagi. Demi melakukan itu, aku merasa harus menjelaskan situasinya kepada seseorang yang dapat dipercaya dan mendapatkan perspektif objektif tentang kejadian ini. 

Bila dipikir-pikir lagi, ini adalah pertama kalinya aku ingin mendiskusikan sesuatu dengan seseorang. Kurasa itu menunjukkan kalau gadis tersebut berhasil membuat pikiranku kacau balau. 

Tidak biasanya, Emori muncul tepat pada waktu hari ini. Mungkin Ia mengkhawatirkanku, karena menerima telepon dariku adalah kejadian yang jarang terjadi. 

Setelah aku selesai menjelaskan peristiwa absurd yang aku alami, Ia mulai berbicara. 

“Jadi, untuk meringkas ceritamu, kau mencoba menghapus ingatanmu dengan Lethe, tapi malah dikirimi Green Green karena kesalahan, dan kau menggunakannya, memberimu Mimori seorang teman masa kecil fiktif bernama Touka Natsunagi. Dua bulan kemudian, gadis yang seharusnya tidak pernah ada pindah di sebelah apartemenmu, dan mendatangimu dengan ramah .... Pada dasarnya begitu, ‘kan?”

“Tidak masuk akal, bukan?”, Aku menghela nafas. “Tapi memang begitu kenyataannya.” 

“Yah, aku tidak bisa membayangkan kau berbohong, Amagai, jadi pasti itulah yang benar-benar terjadi.” Balasnya, lalu Emori menyeringai. “Apa dia cantik?”

“Aku yakin kau tahu seperti apa karakter di Mimori,” jawabku dengan cara bertele-tele. 

“Jadi dia cantik, ya.”

“Yah, dia memang cantik.”

“Jadi, apa kau berhasil menindihnya di lantai?”

“Mana mungkin. Itu bisa saja honey trap, ‘kan?”

“Benar. Aku juga berpikir begitu,” Ia setuju. “Tapi kau cukup jahat untuk itu menjadi kemungkinan pertama yang kau pikirkan. Biasanya, kau akan kegirangan, dan takkan bisa berpikir sejauh itu.” 

Kenyataannya, aku terlalu panik sampai aku tidak bisa bergerak, tapi aku tidak mengatakan itu. 

“Aku hanya berpikir kalau itu adalah modus lain dari penipuan yang pernah kau ceritakan padaku beberapa hari yang lalu, Emori. Aku penasaran apakah informasi klien mungkin bocor dari klinik, dan beberapa orang dengan niat buruk mendapatkannya untuk digunakan sebagai modus penipuan.” 

“Rasanya terlalu bertele-tele untuk menjalankan rencana penipuan ... tapi itu bukannya mustahil,” Emori mengangguk. “Kalau dipikir-pikir, bukannya keluargamu kaya, Amagai?” 

“Itu dulu. Kita tidak jauh berbeda dari keluarga biasa sekarang.”

“Jadi, penipu jaman sekarang akan menggunakan skema rumit semacam itu untuk menjebak seorang mahasiswa kere?” 

“Aku juga paham maksudmu. Bagaimana menurutmu, Emori? Apa kau bisa memikirkan kemungkinan lain selain penipuan?”

Setelah dua kali meneguk sekaleng bir, Emori berbicara dengan sederhana. 

“Cuma untuk memastikan, Amagai, tapi kau belum pernah sekali pun menggunakan Lethe dalam hidupmu, ‘kan?”

“Itu benar,” aku menegaskan. “Tentu, bahkan jika kau menggunakan Lethe, itu juga menghapus ingatan “pernah menggunakan Lethe,” jadi aku tidak bisa yakin. ... Memangnya kenapa?”

“Oh, aku hanya ingin tahu apakah gadis itu sebenarnya tidak berbohong sama sekali. Mungkin kalian berdua benar-benar teman sedari kecil, tapi kau sendiri yang menghapus ingatan itu. Jadi apa yang kau pikirkan adalah Mimori mungkin bisa jadi ingatan masa lalumu yang muncul kembali.”

“Aku tidak bisa membayangkannya.” 

Aku tertawa masam. Aku pikir itu adalah lelucon. 

“Atau mungkin kau hanya melupakannya sendiri. Kau ini selalu pelupa, Amagai.” 

“Bahkan jika aku lupa, aku pasti akan ingat ketika aku melihat wajahnya atau mendengar suaranya.”

“... Tapi misalnya saja. Dengan kemungkinan paling kecil sesuatu seperti itu terjadi ...”

Nada suara Emori semakin rendah. 

“Aku benar-benar merasa kasihan pada gadis itu.”

Aku tertawa lagi. 

Tawa kesepianku bergema di taman, dan ditelan gelapnya malam. 

Untuk sementara, kami meminum dengan diam. 

Ada atmosfir aneh yang melanda kita. 

“Pokoknya,” Emori berkomentar untuk mengganti arah pembicaraan, “Jangan biarkan perasaanmu menggoyahkanmu agar menandatangani dokumen aneh” 

“Aku tidak mau.”

“Jangan pernah berpikir tentang berpura-pura tertipu sehingga kau bisa melihat bagaimana kelanjutannya. Kalau bisa akhiri secepat mungkin, kau nanti tidak bisa menemukan perbedaan antara akting dan bagaimana perasaanmu sebenarnya. Jangan mengambil risiko itu.”

“Ya. Aku akan berhati-hati.”

Setelah menghabiskan semua kaleng bir yang kami bawa, aku mengucapkan terima kasih kepada Emori dan pergi. 

Saat aku pergi, Emori menggumamkan sesuatu pada dirinya sendiri. 

“... Begitu rupanya. Green Green, ya …” 

Kedengarannya seperti Ia mengatakan sesuatu seperti itu. 

 

*****

Aku tiba di apartemen setelah pukul 1 dini hari, ketika distrik pemukiman telah menjadi tenang dan tertidur lelap. Beberapa nyamuk berterbangan tanpa suara di sekitar lampu koridor. 

Pintu apartemenku tidak terbuka, dan lampunya tidak menyala. Aku diam-diam membuka pintu dan masuk ke dalam, dan tidak menemukan gadis yang terlihat. Aku menghela nafas lega dan membuka jendela untuk mengeluarkan udara panas yang pengap. Lalu aku menaruh rokok di mulutku dan menyalakannya. 

Panci yang dibawa gadis itu telah menghilang. Setelah mengusirnya dari kamarku, aku meninggalkan masakan tanpa menyentuhnya. Setelah itu, dia mungkin menggunakan kunci cadangan untuk masuk tanpa ijin untuk mengambil pancinya kembali. 

Kepalaku semakin pening karena semakin lama situasi tak terduga ini berlangsung, tapi ketika aku memikirkannya, ini adalah dasar yang sempurna untuk intervensi polisi. Kunci cadanganku telah dicuri, dan aku terus diganggu oleh orang asing. 

Namun, aku tidak ingin bergantung pada polisi dulu. Tidak ada jaminan bahwa penyelidikan situasi mereka akan membuat kebenaran menjadi jelas. Jika situasinya berhenti sebelum aku bisa mempelajari identitas sebenarnya dari gadis itu, aku akan terus merasa penasaran dan tidak pernah mendapatkan jawaban selama sisa hidupku. Apa tujuan gadis itu? mengapa dia tahu isi Mimori-ku? Kenapa dia adalah replika sempurna dari Touka Natsunagi – 

“Tidak apa-apa, kamu tidak perlu memaksakan dirimu untuk mengingat.” 

... Bagaimana jika dia benar-benar seseorang yang kukenal? Tak peduli seberapa bodohnya itu, jika sebagian kecil keraguan masih ada, itu akan menjadi kekalahanku. 

Segera, dia pasti akan mencoba sesuatu lagi. Ketika itu terjadi, aku akan memandu percakapan dari awal hingga akhir untuk mengorek informasi dan mengekspos tujuannya. 

Tepat ketika aku menetapkan tujuanku dan pergi untuk menuangkan air ke dalam ketel, aku mendengar pintu terbuka. 

Dia datang lebih awal. Aku menyiapkan diri. 

Aku menaruh ceret itu dan memasukkan rokok ke asbak. 

Tentunya, setelah ketiga kalinya, aku bisa menangani ini dengan tenang. Aku meremehkan strateginya.

Ketika aku menoleh ke pintu depan dan melihat dirinya, badanku mulai membeku. 

“Ah, kamu mau memakan sesuatu yang buruk lagi, ya,” ujarnya dengan nada kecewa, melihat semangkuk ramen di meja. 

Piyama putih polos. Tidak ada yang aneh dengan pakaian itu. Mungkin sedikit terlalu "tidak berdaya" untuk mengunjungi kamar orang asing di tengah malam, tapi itu bukan tidak biasa untuk bagian yang dia mainkan. Jadi piyama sendiri tidak menjamin elemen kejutan. 

Masalahnya ialah, piyama dipakainya punya desain yang sama persis seperti piyama yang Touka Natsunagi pakai di rumah sakit. 

Gadis di depanku itu mulai tumpang tindih dengan sosok Touka Natsunagi di Mimori-ku. Lebih jelas daripada ingatan nyata, udara kamar rumah sakit di hari itu muncul kembali, sama seperti suara lemah itu. 

Dadaku berdenyut dalam diam, dan setiap sel di tubuhku berdesir. 

Oh iya, gadis ini tahu. Dia tahu persis bagaimana cara efektif menggoyahkan hatiku. 

Dia melepas sandalnya dan memasuki ruangan, lalu berdiri di sampingku. Lengan atasnya yang kecil dan kurus menyentuh sikuku, dan aku buru-buru menariknya kembali seolah-olah aku tersengat listrik.

“Ah, baiklah. Aku juga sedikit lapar. Hei, buatkan untukku juga.” 

Aku berusaha menahan setiap emosi yang aku rasakan dan menghadapinya. Dan aku mencoba mengingat tujuan awalku. 

Benar, untuk mengorek informasi. 

“Untuk melanjutkan yang kemarin,” aku memulai. 

“Apa?”

Dia menatapku dengan mata menengadah. Aku berhasil menahan diri agar tidak memandangi dan menanyakannya. 

“"Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk mengingat.Apa maksudmu dengan itu?” 

Dia tersenyum, seolah-olah mengatakan “oh, cuma itu, toh?” 

Dan dia berbicara seperti sedang menjelaskan kepada anak kecil. 

“Saat aku bilang kamu tidak perlu memaksakan diri untuk mengingat, maksudku kamu tidak perlu memaksakan diri untuk mengingat.”

Itu benar-benar cara bicara Touka Natsunagi. Gadis di Mimori-ku menyukai frasa seperti dialog Zen. Kenapa aku suka bersamamu, Chihiro? Karena aku suka bersamamu, Chihiro.  (TN : Zen yang dimaksud adalah sutra dalam agama budha)

Dengan susah payah berusaha menahan diri dari tersenyum nostalgia terhadap masa lalu yang bahkan tidak pernah ada, aku menunjukkan ketidakpercayaanku dengan jelas. 

“Itu semua cuma gertak sambal, ‘kan? Apa kau pikir jika kau mengatakan kata-kata yang terdengar cukup benar, aku akan membuat kesalahan yang memudahkanmu?” 

Itu adalah provokasi yang disengaja. Dengan ini, mungkin aku bisa memaksanya untuk menunjukkan strategi berikutnya untuk membuatku percaya padanya. Semakin dia berbicara, semakin dia berbohong. Dan semakin dia berbohong, semakin besar kemungkinan ada lubang di ceritanya. Itu adalah pendekatanku. 

Namun, dia tidak meladeni provokasiku. 

Dia hanya tersenyum kesepian dan berkata, “Aku tidak keberatan jika kamu berpikir begitu sekarang. Jika kamu tidak percaya kita adalah teman masa kecil, kamu tidak perlu mempercayainya. Jika kau hanya ingat kalau aku ada di pihakmu, itu saja sudah cukup.” 

Dengan itu, dia menambahkan air ke ketel dan menyalakan kompor. 

Sepertinya ini tidak akan mudah. Layaknya penipu ulung, dia tahu kapan harus melangkah maju dan kapan harus mundur. 

Aku tidak bisa berharap banyak hasil pertempuran langsung ini. Aku memutuskan untuk menyerangnya dari sudut yang lain. 

“Kau mungkin tidak tahu, tapi aku tidak mendapatkan Mimori atas keinginanku sendiri. Aku mencoba melupakan masa laluku dengan Lethe, tapi aku malah dikirimi Green Green karena suatu kesalahan.” 

“Ya, aku tahu begitulah cara kamu menafsirkannya,” dia mengangguk, tampak seperti orang yang tahu segalanya. “Terus?”

“Tidak seperti pengguna Mimori lainnya, aku tidak punya keterikatan pada Mimori-ku. Jadi aku tidak tertarik dengan karakter Touka Natsunagi di dalam Mimori. Jika kau berpikir kau bisa menggunakan namanya dan mendapatkan kebaikanku, kau salah besar.” 

Dia mendengus usai mendengar itu. 

“Dasar pembohong. Bukannya kamu merengek padaku saat kamu pulang dalam keadaan mabuk dua hari yang lalu?”

 Merengek padanya?

Sejenak, aku menelusuri kembali ingatanku. Tapi tak peduli apa, aku tidak bisa mengingat bagian setelah aku memasuki kamarku. Setelah pertemuan kami yang paling tidak terduga dan bertukar beberapa kata dengannya, aku benar-benar kehilangan ingatan dari proses dimana aku berakhir di tempat tidur. 

Namun, merengek pada orang asing - dan gadis sebaya pula - adalah tindakan yang terlalu berani untuk dibayangkan. Bagaimanapun mabuknya, kepribadian dasarku tidak akan berubah. Punya kepribadian ganda? itu jauh lebih mustahil. 

Ini mungkin juga gertakan. Atau lebih tepatnya, lebih dari lelucon dalam selera buruk. 

“Aku tidak ingat hal semacam itu.” aku menyatakan dengan jelas. Tapi suaraku dipenuhi keresahan mendalam. 

“Hmph. Kamu bahkan melupakan kejadian dua malam yang lalu?” Dia tidak mencoba untuk menyerang titik lemahku, berhenti sambil tersenyum tipis. “Yah, bagaimanapun, kamu jangan menenggelamkan diri dengan alkohol.” 

Ketel itu memancarkan uap. Dia mematikan kompor dan menuangkan air panas ke dua cangkir ramen. Dan tanpa aku harus mengantarnya keluar, dia mengambil ramen cangkirnya ke apartemen sebelah. Meninggalkanku dengan ucapan “Selamat malam, Chihiro.” 

Dan menghindari pertanyaanku. 

 

*****

 

Saat aku turun di stasiun terdekat dengan rumah orang tuaku, aku merasa ingin segera kembali. Aku ingin naik kereta untuk pulang ke apartemenku sekarang; seluruh tubuhku bergetar dalam perlawanan, berharap untuk meninggalkan kota ini secepatnya. Tapi setelah sampai sejauh ini, aku tidak bisa pulang dengan tangan kosong. Memutuskan untuk menganggap ini sebagai percobaan mental, aku memaksa untuk menghibur diri. 

Sebenarnya, aku tidak membenci kota ini. Bila diingat-ingat kembali, ini adalah tempat yang sangat nyaman untuk ditinggali. Sebuah kota yang relatif baru dibangun di antara perbukitan, dengan populasi di bawah 20.000 penduduk. Punya akses yang baik ke pusat kota, dan kedua fasilitas umum dan bisnis sedang berkembang. Sebagian besar penduduknya adalah golongan kelas menengah dan tidak suka membuat masalah, jadi ini adalah kota yang sangat tenang. Pemandangan alamnya sangat indah, dan meski mungkin sedikit membosankan bagi anak muda yang suka mencari sensasi kesenangan, itu adalah kota yang ideal untuk menjalani masa kanak-kanak yang sehat. 

Aku tidak punya kenangan buruk di sini. Memang, aku adalah anak yang kesepian, tapi fakta itu tidak membuatku mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan (sejauh yang bisa aku pastikan). Entah itu kecenderungan generasiku atau aku kebetulan dikelilingi oleh orang-orang semacam itu, aku tidak tahu, tapi tidak ada geng besar di sekolah yang aku masuki, hanya tiga atau empat kelompok yang tersebar. Jadi bahkan jika mereka memiliki selera individu, tidak ada peluang untuk sesuatu seperti tekanan teman sebaya. 

Sebenarnya, bila melihat situasinya, aku merasa cuma ada “anak baik” di kota ini. Aku baru tahu sekarang karena aku telah meninggalkan kota, tapi ada sejumlah anak-anak yang berkembang dengan sangat aneh di sana. Aku tidak tahu kenapa. Mungkin warna lokal hanya menarik orang-orang seperti itu. 

Aku bukannya tidak senang dengan kota. Target ketidaksenanganku adalah diriku yang tinggal di sana. Tanpa menghiraukan panggung yang diberkahi untuk dibesarkan, rasanya menyakitkan untuk menghadapi ketidakberhargaanku sendiri karena tidak bisa membuat satu kenangan indah di sini.

Kota ini sempurna, dan hanya aku yang tidak. 

Aku melihat bayangan diriku yang dulu di berbagai tempat di sepanjang jalan menuju rumah orang tuaku. Diriku yang berusia 6 tahun, diriku yang berusia 10 tahun, diriku yang berusia 12 tahun, dan diriku yang berusia 15 tahun ada di sana, persis seperti mereka melihat waktu sendiri. Mereka semua menatap langit tanpa emosi, dengan sabar menunggu sesuatu untuk datang mengubahnya. 

Tetapi pada akhirnya, tidak ada yang terjadi. Aku yang berusia 19 tahun tahu hal itu. 

Aku harus menyelesaikan urusanku dan pergi dengan cepat, pikirku. Sebelum aku dihancurkan oleh rasa kehampaan delapan belas tahun ini.

Pertanyaan Emori membawaku ke sini. 

“Cuma untuk memastikan, Amagai, tapi kau belum pernah sekali pun menggunakan Lethe dalam hidupmu, kan?” 

Itu seharusnya benar, pikirku. 

Tapi ketika aku memikirkannya, aku tidak punya bukti. 

Di antara pilihan untuk Lethe adalah kau melupakan fakta bahwa kau pernah menggunakan Lethe, dan sangat disarankan untuk melakukannya. Karena jika tidak, kau selamanya akan dihantui oleh pertanyaan tentang kau gunakan Lethe untuk melupakan apa. 

Akibatnya, hanya karena aku tidak punya ingatan tentang itu bukan berarti aku tidak pernah menggunakan Lethe. Orang tuaku berpendapat bahwa putra mereka tidak membutuhkan Mimori, tapi aku sadar bahwa aku belum pernah mendengar pandangan mereka tentang menghapus ingatan. Kemungkinannya tidaklah nol bahwa pendekatan mereka untuk membesarkan anak memungkinkan pengecualian untuk penggunaan Lethe

Aku tiba di rumah. Terletak di pojok distrik pemukiman, rumah berusia dua puluh tahun yang dibangun secara umum ini adalah rumah orang tuaku di mana aku dilahirkan dan dibesarkan. Aku mencoba membunyikan bel pintu untuk berjaga-jaga, tapi tidak mendapat balasan. Ibuku sudah lama pergi meninggalkan rumah ini, dan ayahku sedang bekerja, jadi ini wajar. 

Ketika aku membuka kunci pintu dan masuk ke dalam, aku menjumpai aroma nostalgia. Walau begitu, aku tidak merasakan sentimentalitas mengalir. Itu cuma menambah keinginanku untuk kembali ke apartemen. Bagiku, tempatku "pulang" bukan lagi rumah orang tuaku, melainkan kamar apartemenku yang murah. 

Aku menaiki tangga berderit ke lantai dua, dan memasuki kamar lamaku. Benar saja, ruangan itu ditinggalkan persis seperti saat aku pergi. Rasanya sangat berdebu, jadi aku membuka tirai dan jendela sebelum mulai bekerja. 

... Sekiranya ada kemungkinan kecil seorang kenalan bernama Touka Natsunagi ada. 

Jika ada beberapa petunjuk tentang keberadaannya, di mana lagi kalau bukan di kamar lamaku? 

Itulah yang membuatku datang ke sini, tapi aku punya satu kecemasan. Jika aku ingat dengan benar, ketika aku meninggalkan rumah ini, aku membereskan semuanya dan membuang sebagian besar barang-barangku. Periode dari kelulusan SMA hingga kepindahanku begitu sibuk, aku tidak ingat apa yang aku buang dan apa yang aku simpan. Mungkin saja aku membuang sesuatu yang dapat memberitahuku tentang hubungan masa laluku. 

Aku melakukan pencarian cepat ke ruangan secara menyeluruh, dan seperti yang diharapkan, buku kelulusanku sudah dibuang. Aku tidak dapat menemukan yang SD, SMP, maupun yang SMA. Yah begitulah. Tidak ada yang lebih sedap dipandang bagi orang yang ingin melupakan masa lalu. Tentu saja, aku juga membuang benda-benda seperti esai kelulusan atau foto grup. Yang tampaknya tersisa adalah kamus bahasa Inggris-Jepang, lampu meja, dan tempat pulpen. 

Tidak hanya petunjuk tentang Touka Natsunagi, tapi semua petunjuk tentang diriku telah menghilang dari ruangan ini. Dengan tingkat ketelitian ini, aku akan terkejut bila sehelai rambut pun tetap ada. 

Jika aku menghubungi pihak sekolah, aku penasaran apakah mereka akan menunjukkan buku tahunan dari tahun aku lulus atau daftar nama? Mereka mungkin akan menolakku, ingin menjaga supaya informasi pribadi tetap aman. Jika aku bisa meminta teman sekelas untuk meminjamkan buku kelulusan, itu bisa jadi solusi lain, tapi ini juga bukan pilihan bagi seseorang yang tidak punya teman saat sekolah. Aku bahkan tidak ingat nama mereka, apalagi informasi kontak. 

Pencarian selesai dalam waktu singkat. Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan. Aku berbaring di lantai yang agak berdebu dan merentangkan tangan dan kakiku, mendengarkan suara jangkrik yang berdengung di luar. Pancaran sinar matahari menyelinap masuk melalui jendela dari sebelah barat, menggambar sebuah persegi panjang oranye yang tercengang di dinding seberangnya. Aroma tajam pengusir serangga tercium dari lemari yang terbuka, dan aku secara mental menghubungkannya dengan pergantian musim. 

Namun kenyataannya, sekarang masih tengah musim panas. 12 Agustus. Musim hujan sudah lama berlalu, namun cuaca ambigu ini terus melaju. 

 

*****

 

“Chihiro, apa kau ada di rumah?” 

Namaku dipanggil dari lorong. Itu suara ayahku. 

Sepertinya aku tertidur. Karena aku berbaring di lantai, otot-ototku terasa nyeri. 

Saat aku duduk dan menyeka keringat di dahiku, pintu terbuka, dan wajah ayahku muncul. 

“Apa yang sedang kau lakukan di sana?” 

Saat melihat wajah putranya untuk pertama kalinya dalam satu setengah tahun, Ia berbicara dengan blak-blakan. 

“Aku cuma datang untuk mencari sesuatu. Aku akan segera pergi.” 

“Bagiku, kamar ini tidak memiliki sesuatu yang kau cari.” 

“Kau benar. Memang tidak ada.” 

Dia mengangkat bahunya dan membalikkan badannya, tampak seolah-olah Ia tidak tahan untuk menghiburku, tapi aku memanggilnya. 

“Aku hanya ingin memastikan sesuatu ...” 

Ayah perlahan-lahan menoleh padaku. “Apa?” 

“Apa Ayah pernah menggunakan Lethe padaku?” 

Ada beberapa detik kesunyian. 

“Tidak pernah,” katanya. “Itulah cara kami membesarkanmu, ‘kan?” 

Dengan kata lain, Ia menganggap menanam ingatan palsu dan menghapus kenangan berada dalam kategori yang sama. 

“Lalu, apa nama Touka Natsunagi terdengar akrab bagimu?” 

“Touka Natsunagi?”, jawab Ayahku mengulangi, seolah-olah membaca nama bunga yang langka. “Tidak tahu. Seseorang yang kau kenal?” 

“Jangan khawatir, tidak masalah jika kedengarannya tidak familiar.”

“Hei, aku sudah menjawab pertanyaanmu, jadi sebaiknya kau menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di sini.” 

“Aku mendapat surat dari seseorang dengan nama itu. Dia menyebut dirinya teman lamaku. Aku pikir itu mungkin semacam penipuan, tapi aku tidak mempercayai ingatanku dengan baik, jadi aku ingin memeriksanya cuma untuk jaga-jaga.”

Aku sudah menyiapkan kebohongan itu sebelumnya, 

“Untuk jaga-jaga, ya.” Ayah menggaruk dagunya yang kotor. “Apa kau selalu tipe yang rajin?” 

“Tentu saja. Seperti orang tuaku.”

Ia pun tertawa, dan pergi ke lorong. Ia mungkin akan mulai minum. Minum wiski dan mengenang tentang Mimori adalah satu-satunya hal yang Ia nantikan dalam hidup. 

Ketika ayah terlibat dalam ingatan fiktif, Ia memasang ekspresi yang sangat lembut. Ekspresi penuh kasih sayang yang tidak pernah Ia arahkan pada istri atau putranya. Andai saja kenyataan mampu memuaskannya, ayahku bisa menjadi orang yang sangat baik. Itulah yang aku duga. 

Ketika aku sedang memakai sepatu di pintu depan, aku menyadari ayahku tengah berdiri di belakangku. Di satu tangan Ia memegang gelas berisi wiski dan es, dan di tangan yang lain ada selembar kertas yang dilipat empat kali. 

“Kau menyebutkan sebuah surat yang membuatku jadi ingat,” katanya. Ia sudah tampak mabuk, karena seluruh wajahnya memerah. “Ada surat yang ditujukan padamu.”

“Untukku?”

“Ya. Kelihatannya, itu sudah lama.”

Ayah melemparkannya padaku. Aku mengambil kertas dari lantai dan membukanya. 

Dan aku didorong ke dalam pusaran kebingungan. 

Datang ke sini adalah keputusan yang tepat, pikirku. 

“Musim dingin yang lalu, aku mengotori mantelku dan meminjam milikmu untuk sementara, dan itu ada di dalam kantong. Aku pikir kau tidak menginginkannya, tapi aku merasa tidak enakan bagi orang yang sudah menulisnya jika aku membuangnya begitu saja, jadi aku menyimpannya.”

“Tidak,” kataku sembari melipat surat itu. “Kau benar-benar membantu.” 

Ayahku meminum wiski dan kembali ke ruang tamu tanpa mengucap kata-kata perpisahan. 

Setelah meninggalkan rumah, aku berjalan sambil membuka lagi surat tanpa ada nama pengirim. 

Inilah yang tertulis. 

“Aku senang bertemu denganmu, Chihiro. Selamat tinggal.” 

 

*****

 

Di dalam kereta perjalanan pulang, aku mencari klinik dimana aku membeli Mimori dari ponselku.

Saat aku mengetikkan namanya, situs web untuk klinik yang pasti ada ketika aku memeriksa tiga bulan yang lalu telah lenyap dari hasil pencarian. Berpikir kalau aku salah nama, aku mengambil kartu klinik dari dompetku, tapi aku tidak melihat ada salah ketik. 

Ada nomor telepon di kartu itu. Jam pelayanan akan segera berakhir, jadi aku turun dari kereta di stasiun terdekat untuk menelepon. Aku duduk di bangku peron dan menghubungi nomor itu, untuk memasikan kalau itu benar. 

Nada balasan tidak berdering. 

“Nomor yang anda hubungi tidak terdaftar dalam layanan. Silakan periksa nomor dan coba panggilan Anda lagi.” 

Setelah mencoba berbagai istilah pencarian lainnya, aku mengetahui bahwa klinik itu sudah ditutup dua bulan yang lalu. Tapi tak peduli seberapa banyak aku coba gali lebih dalam, aku tidak dapat menemukan informasi apa pun selain “Ditutup”. Hanya ada satu postingan untuk efek tersebut di dewan komunitas kota. 

Aku menyerah, naik kereta berikutnya, dan kembali ke apartemenku. 

 

*****

 

Dia sedang tidur di atas kasur. Tentu saja, maksudku, kasurku, bukan kasurnya. Dia meringkuk dalam balutan piyama putih biasa, mengeluarkan nafas ringan. 

Aku memanggilnya, tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda bangun, jadi aku dengan takut mengguncang bahunya. Kenapa aku, pemilik ruangan ini, harus menunjukkan perhatian pada penyusup? Keragu-raguan seperti ini hanya memperpanjang masalah ini lebih jauh, pikirku. Tapi aku tidak punya keberanian untuk menampar dia buat bangun atau apapun. 

Setelah tiga kali mengguncangnya, gadist itu membuka matanya. Melihat wajahku, dia berkata dengan gembira “Ah, selamat datang di rumah.” Lalu dia duduk dan melakukan sedikit peregangan. 

“Benar saja, kasur yang baru dijemur terasa nyaman.” 

Aku menatapnya tanpa kata-kata untuk sementara waktu. 

... Siapa yang menulis surat itu? aku keheranan. 

Aku hanya meninggalkan satu mantel di rumah orang tuaku, mantel wol yang aku pakai saat SMP dulu. Terakhir kali aku memakai mantel itu adalah kelas 3 saat kelulusan, jadi aku bisa berasumsi kalau surat itu dimasukkan ke dalam kantong selama musim dingin ketika aku berusia 15 tahun. 

Tapi saat SMP, tidak ada satu orang pun yang begitu ramah denganku sampai-sampai menulis surat semacam itu. Apa itu ide jahil seseorang? Tetapi kalimatnya terlalu aneh. Perbuatan jahil biasa pasti akan mencoba mendapat reaksiku. Mereka akan memanggilku di belakang sekolah, atau menulis nama si pengirim. 

Aku secara mental membandingkan tulisan tangan surat tersebut dengan catatan yang tertinggal di kulkas. Aku dapat mengatakan itu sama jika aku menginginkannya, dan aku dapat mengatakan itu bukan jika aku menginginkannya. Selain itu, tulisan tangan bisa berubah sedikit dari usia 15 hingga usia 20 tahun. 

“Apa ada yang salah?”

Melihatku terlarut dalam lamunanku sendiri, dia memiringkan kepalanya ke samping. 

Bahkan gerakan itu sama persis seperti Touka Natsunagi di Mimori-ku. 

“... Kau masih tetap bersikeras kalau kau adalah teman masa kecilku, ‘kan?” 

“Ya. Karena aku memang teman masa kecilmu.” 

“Ayahku bilang Ia tidak pernah mendengar nama Touka Natsunagi. Bagaimana kau menjelaskan itu?”

“Bukankah itu berarti salah satu dari kami, aku atau ayahmu, berbohong?”, Jawabnya segera. “Apa ayahmu orang yang jujur?” 

Pertanyaan tersebut langsung membungkam mulutku. 

Sekarang setelah dia mengungkitnya, tidak ada bukti kalau ayah menjawab pertanyaanku dengan jujur. Ayahku yang suka mengumpulkan fiksi adalah, pada saat yang sama, seseorang yang suka menyebarkan fiksi. Jika ada saat-saat Ia berbohong tanpa alasan, pasti ada saatnya Ia berbohong karena suatu alasan. Jika Ia berbohong untuk membenarkan dirinya, tentu Ia juga berbohong untuk menyangkal orang lain. 

Keluarga itu adalah paket kebohongan. Berapa banyak yang bisa aku percayai pada ayahku yang berstatus sebagai kepala rumah tangga? 

“Kamu sudah melupakan banyak hal.” 

Gadis yang menyebut dirinya teman masa kecilku perlahan berdiri dan memperkecil jaraknya dariku. 

“Tapi itu berarti, karena kamu harus melupakan kenangan tersebut.” 

Berdiri berhadap-hadapan seperti ini, kesenjangan antara ketinggian kami saat masih berumur 15 tahun semakin jauh. Aku tahu itu dari sudut yang sangat berbeda di mana wajahnya menatapku. Fisiknya sudah menjadi jauh lebih feminim, namun tetap saja, dia hampir tidak memiliki daging yang berlebih seperti biasanya, jadi membayangkan bagaimana aku yang sekarang bisa mengangkatnya lebih mudah ketimbang pada waktu itu – 

Tidak. Itu bukan masa laluku. 

“Coba katakan. Apa yang sudah aku lupakan?" 

Ekspresinya sedikit suram. “Aku tidak bisa memberitahumu sekarang, Chihiro. Sepertinya kamu masih belum siap” 

“Begitulah caramu menghindari pertanyaanku, ya? Jika aku melupakan sesuatu, setidaknya beri aku bukti –” 

Aku tidak bisa melanjutkannya. 

“Chihiro,” dia berbisik, lalu menyandarkan kepalanya di dadaku. Jari-jarinya yang kurus membelai punggungku dengan penuh kasih sayang. 

“Kamu bisa pelan-pelan. Coba mengingat sedikit demi sedikit.” 

Kepalaku menggigil, seperti ada cairan panas yang dituangkan melalui telingaku. 

Dengan refleks aku mendorongnya. Dia kehilangan keseimbangan dan mendarat di tempat tidur di belakangnya, lalu menatapku, sedikit terkejut. 

Lebih dari segalanya, aku merasa lega karena dia mendarat di tempat tidur. 

Setelah menahan kata “Maaf, apa kau baik-baik saja?" yang sudah sampai ke tenggorokanku, aku berbicara. 

“... Tolong pergi.”

Mungkin karena aku merasa bersalah, apa yang keluar adalah kalimat yang sangat kaku. 

“Benar. Aku mengerti.”

Dia mengangguk dengan patuh dan tersenyum polos, seolah-olah tidak peduli sama sekali bahwa aku dengan keras mendorongnya. 

“Aku nanti akan datang lagi. Selamat malam.”

Ketika dia kembali ke apartemen sebelah, keheningan yang mendalam mulai terasa. 

Aku menaruh rokok di mulutku, berharap menghapus jejak-jejak kehadiran yang ditinggalkannya. Aku tidak dapat menemukan pemantikku, jadi aku pergi ke dapur untuk menyalakannya dengan kompor, dan di sana aku melihat sebuah piring yang dibungkus plastik di atas meja. Di dalamnya ada nasi omelet yang dilapisi saus demi-glace, rasany masih hangat. 

Setelah ragu-ragu, aku membuang makanan di tempat sampah. Bukan karena aku waspada kalau itu mungkin diracuni atau apapun. 

Ini adalah salah satu cara untuk menyatakan niatku. 

Setelah aku menghabiskan rokok, aku mencari di belakang laci, dan menyiapkan sedikit trik yang dapat membantuku menangkap si penipu itu. Kemudian aku menuangkan setengah gelas gin dingin dan meminumnya langsung. Aku menyikat gigi, mencuci muka, mematikan lampu, dan berbaring di tempat tidur. Ketika aku menutup mata, aku mencium aroma gadis itu, jadi aku bangun, membalik bantal, dan berbaring lagi. Tentu saja, itu jauh dari cukup untuk menghilangkan aromanya, jadi pada malam itu, aku bermimpi kalau aku tidur siang bersama Touka Natsunagi. 

Di kamarnya yang didinginkan dengan baik, diri kami yang masih muda tidur berdempetan seperti anak kembar yang dekat. Tirai kamarnya ditutup, jadi ruangan itu terasa redup, dengan keheningan yang berbeda dari malam. Karena masih hari kerja, distrik pemukiman benar-benar sepi; Aku tidak bisa mendengar apa pun selain suara bunyi lonceng angin di aula. Itu adalah sore musim panas yang damai dan tenang, yang mana kau bisa membayangkan kalau semua manusia kecuali kami telah pergi meninggalkan dunia ini.




close

1 Komentar

Budayakan berkomentar supaya yang ngerjain project-nya tambah semangat

Lebih baru Lebih lama