Chapter 07 – Doa
Setelah hujan
badai mereda, angin malam mulai membawa aroma khas malam musim
gugur. Serangga-serangga setengah sekarat membuat suara berdengung
membosankan saat mereka merangkak di tanah, dan bunga matahari di sisi jalan
membuat kepala mereka terkulai seperti anjing liar, tidak pernah mengangkat
lagi.
Musim panas
mulai berakhir.
Terbebas dari
Touka, aku minum gin sendirian, aku merokok sendirian, aku makan sendirian, dan
aku minum gin sendirian lagi. Siklus hidup yang dibangun Touka selama 20
hari langsung berantakan hanya dalam satu hari. Kau pasti pernah mendengar
pepatah: membangun itu sulit, tetapi menghancurkan sesuatu ternyata sangat
mudah.
Walau begitu,
kebiasaan makanku menjadi sedikit lebih baik. Aku membeli bahan-bahan dari
supermarket setiap malam, dan meluangkan waktu untuk memasaknya. Aku tidak
tumbuh untuk membenci ramen atau semacamnya. Tetapi memasak adalah hal yang
membuatku terhindar dari rasa kebosanan. Ketika aku di dapur melakukan
pekerjaan yang mengambil konsentrasi, aku tidak perlu berpikir tentang omong
kosong yang tidak masuk akal.
Aku tidak
punya pengalaman memasak untuk diriku sendiri, tetapi secara alami aku meniru
caranya saat melihat Touka melakukannya. Aku mengandalkan ingatanku untuk
mereplikasi setiap masakan yang dia buat. Setelah makan, aku mencuci dan
membereskan peralatan, lalu meminum gin lagi. Ketika aku tidak melakukan
apa-apa, aku mendengarkan musik pada pemutar rekaman yang Touka tinggalkan. Musik
lama yang tadinya terasa membosankan ketika kami mendengarkannya bersama, yang
anehnya, tidak terlalu buruk ketika aku mendengarkannya sendiri. Saat ini,
beberapa musik sederhana dan bertempo lambat adalah apa yang aku cari.
Pada hari
keempat, Emori menghubungiku. Aku bangun dari tidur siang dan memeriksa
surat suara di teleponku.
Aku memainkannya
tanpa terlalu banyak berpikir.
“Aku sudah tahu identitas asli Touka Natsunagi. Aku akan
menghubungimu lagi nanti.”
Aku meletakkan
telepon di dekat tempat tidurku dan memejamkan mata.
Dua jam
kemudian, aku mendapat telepon.
Aku mandi
untuk pertama kalinya dalam dua hari, memakai pakaian baru, dan menuju taman
terbengkalai.
*****
“Kau mau
penjelasan yang panjang, atau yang singkat?”
Begitulah
cara Emori memecahkan kesunyian. Aku hanya butuk lima detik sebelum
menjawab “yang panjang, kumohon.” Sementara sebagian dari diriku ingin
mendengar penjelasan singkat terlebih dahulu untuk mempelajari kebenaran, aku
mungkin akan meminta rincian setelahnya. Aku akan berusaha mendapatkan
informasi sebanyak mungkin, dalam upaya untuk mencapai kesimpulanku sendiri
yang mungkin berbeda dari miliknya. Dalam
hal ini, pikirku, aku harus mendengar
penjelasan yang panjang terlebih dahulu.
“Kalau
begitu, kita harus melangkah mundur dulu.” Lalu Emori agak
ragu-ragu. “Kenapa bukan kau, pihak yang terlibat, tapi justru aku, pihak
ketiga, yang bisa melihat kebenaran dari Touka Natsunagi? Untuk menjelaskan logika
tersebut, aku harus berbicara tentang masa ketika aku serius mempertimbangkan
membeli Mimori. Dan untuk menjelaskan
mengapa aku mempertimbangkan untuk membeli Mimori,
aku harus mengungkit kehidupan pribadiku. Ini bukan hal yang paling menyenangkan,
dan bukan cerita yang ingin kubicarakan di depan umum ...”
Ia menggaruk
bagian belakang lehernya dan menghembuskan nafas.
“Yah, mungkin
tidak terlalu buruk untuk terbuka tentang hal itu padamu, Amagai.”
Aku
mengangguk dan mendesaknya untuk terus melanjutkan.
“Coba lihat
ini.”
Dengan itu,
Emori menunjukkanku sesuatu, sebuah buku catatan yang lusuh.
“Ini buku
catatan saat SMP,” jelasnya. “Balikkan halamannya.”
Di bagian
belakang buku catatan itu ada lembar identifikasi siswa, dengan foto Emori saat
masih SMP.
Bisa dibilang,
jika aku ditunjukkan foto ini tanpa konteks apa pun, aku mungkin tidak akan
menyadari kalau foto ini adalah Emori.
Itulah perbedaan
dirinya di foto ini dibandingkan dengan dirinya yang sekarang.
Jika boleh terus
terang: dia jelek.
“Mengerikan, bukan?”,
Ujar Emori. Bukan mengolok-olok dirinya, tapi seperti sedang meludahkan
sesuatu. “Aku memiliki masa kecil yang menyedihkan. Tidak ada laki-laki
maupun perempuan yang ingin berada di dekatku. Aku diejek terus-terusan oleh
seniorku, dan bahkan juniorku ikut mengolok-olokku. Rasanya seperti di neraka,
bahkan para guru enggan berurusan denganku. Aku hanya berdoa agar waktu berlalu
lebih cepat di sudut ruang kelas, hari demi hari.”
Aku
membandingkan orang di dalam foto dengan yang pria yang ada di depan mataku. Tentu,
ada kesamaan samar di antara mereka berdua. Tapi kata kesamaannya ada pada
tingkat “tahu dan natto terbuat dari
bahan dasar yang sama”; Kau bisa menemukannya jika kau mencobanya,
sama seperti menemukan persamaan antara dua orang asing.
“Aku
memutuskan untuk mengubah diriku di musim semi, saat aku menginjak usia 18
tahun. 9 Maret, empat tahun lalu,” lanjutnya. “Ketika aku sedang berjalan
pulang sendirian dari upacara kelulusan, sepasang kekasih berjalan di depanku.
Mereka mengenakan seragam yang sama sepertiku dan memegang ijazah, jadi aku
tahu mereka adalah lulusan yang sama dari sekolahku. Bahkan sebenarnya, aku
menyadari bahwa gadis itu adalah teman sekelasku, gadis di kelas yang selalu
menyapaku setiap hari, diam-diam, aku menaruh perasaan padanya, meski belum
bisa disebut naksir. Aku tahu kalau aku bukan tipe pria yang bisa berpacaran
dengannya, jadi aku tidak berusaha mendapatkan perasaannya, tapi saat jam
pelajaran atau istirahat makan siang, aku selalu meliriknya setiap kali
mendapat kesempatan.”
Ia mengambil
buku catatan itu dari tanganku dan memasukkannya kembali ke sakunya. Aku
bertanya-tanya apakah dia secara berkala melihat buku catatan itu untuk
mengingatkan dirinya sendiri tentang masa lalunya. Sama seperti meminum
obat pahit.
“Kau tahu
mengapa aku tidak bisa langsung menyadarinya kalau dia itu teman sekelasku?
Karena dia memasang ekspresi yang sama sekali berbeda saat berjalan bersama
pacarnya daripada yang kulihat di kelas. Ahh,
jadi dia bisa tersenyum begitu saat dia benar-benar bahagia , Pikirku. Dia
adalah gadis yang cantik, jadi aku tidak terlalu terkejut kalau dia sudah punya
pacar. Aku tidak terlalu berharap kalau dia adalah milikku atau semacamnya,
jadi aku tidak mungkin cemburu saat melihatnya. Aku sudah melabel diriku sebagai
golongan kasta terendah, jadi tidak ada yang bisa membuatku lebih menderita
dari itu. Aku hanya berpikir, “dia
terlihat bahagia.””
Emori lalu
melirikku, seolah-olah mengatakan “kau mungkin tahu bagaimana rasanya.”
Tentu saja, aku
merespons melalui pandangan mataku.
“Tapi untuk
beberapa alasan ... ketika aku sudah bertekad untuk menjalani kehidupan baruku,
aku terus mengingat apa yang kulihat saat itu, dan membuat hatiku terhempas
dalam kekacauan. Saat aku sedang berkemas-kemas, saat aku sedang berjalan di
antara tempat sampah dan rumahku, saat aku membeli perlengkapan hidup, aku
terus merenungkan adegan yang aku lihat dalam perjalanan pulang dari upacara kelulusan.
Setelah aku selesai mempersiapkan pindahanku, aku berbaring di kamar kosong
dengan tangan dan kaki terulur, dan berpikir lama dan keras tentang apa yang
aku lakukan pada diriku sendiri. Dan malam itu, aku membuat keputusan untuk
diriku sendiri: Aku akan memulai dari
awal.”
Seolah
menunggu arti kata-kata itu meresap ke dalam diriku, dia berhenti selama
beberapa detik.
“Untungnya,
aku tidak mengenal satu orang pun di sekolah baruku. Aku langsung menentukan
waktu pindahanku dan mulai hidup sendiri. Dan kemudian, aku mencoba semua yang
bisa kupikirkan demi “kelahiran kembali”
diriku. Untuk sementara, aku hampir tidak pernah menunjukkan wajahku saat
kuliah, karena aku berusaha keras melatih tubuhku sampai-sampai hampir batuk
darah. Setiap malam, aku meneliti mengenai bagaimana aku harus berpakaian dan
bertindak agar orang-orang menyukaiku, dan mempraktikkannya di tempat-tempat
yang tidak ada hubungannya dengan sekolah. Dan aku merombak wajahku sebanyak
mungkin tanpa melibatkan pisau bedah. Setelah aku merasa cukup percaya diri,
aku mulai muncul ke kelas dengan sungguh-sungguh. Aku mendapatkan banyak sekali
teman dan pasangan yang menarik dalam waktu singkat, tapi aku masih terus
berusaha untuk mengembangkan diri. Nyatanya, setelah melihat hasil nyata dari
upayaku membuat api ambisi dalam diriku membara. Aku mengerahkan banyak upaya,
seperti orang kerasukan, ke dalam penampilan dan yang lainnya. Setahun
kemudian, aku membuat gadis-gadis jatuh cinta tanpa perlu menggomabli mereka.”
Lalu Emori
tersenyum simpul padaku, seolah-olah berusaha menunjukkan. Itu adalah
senyuman yang akan membuat setiap gadis yang datang ke perguruan tinggi merasa klepek-klepek padanya.
“Rasanya
dunia berputar di sekitarku. Setelah itu, aku mulai merasa bersemangat untuk
mendapatkan kembali masa kecilku yang hilang. Ingin membalas dendam pada diriku yang dulu maupun mereka yang
takkan memberiku waktu, aku sudah meniduri banyak gadis-gadis muda yang cantik,
layaknya bangsawan dari Abad Pertengahan yang bermandikan darah gadis-gadis
perawan untuk menjaga ketampanan mereka. Aku pikir itu akan menyelamatkan sisi
lain di dalam diriku. Kupikir aku bisa memberikan keselamatan kepada bocah yang
hanya bisa duduk di sudut kelas dan dengan iri melihat dari jauh saat
teman-teman sekelasnya memiliki masa kecil bahagia.”
Pada titik
ini, Emori akhirnya menyesap bir. Mungkin sudah hangat beberapa saat yang
lalu, jadi dia merapikan wajahnya dan melihat label pada kaleng
itu. Kemudian dia menuangkan isinya ke tanah dan mulai merokok,
menggunakan kaleng itu sebagai asbak. Aku menyalakan korek untuk mencocokkannya.
“Pada tahun
kedua kuliahku, di musim panas, aku akhirnya tersadar. Rasanya seperti mendapat
pencerahan. Aku bisa berusaha semampuku, tapi mustahil untuk mendapatkan
kembali masa kecil yang hilang. Ternyata, kau hanya bisa memiliki pengalaman usia
15 tahun yang biasa dialami umur 15 tahun, jadi jika aku tidak mendapatkannya
pada usia tersebut, semua pengalaman setelah melewati usia itu tidak bisa
menyelamatkan semangatku yang berusia 15 tahun. Butuh waktu lama untuk
menyadari sesuatu begitu jelas. Semuanya terasa sia-sia, dan aku menyerah pada
keplayboyan-ku. Aku menghapus semua info kontak teman wanitaku, tanpa
terkecuali. Aku berteman denganmu setelah itu, Amagai. Kurasa pada saat itu,
aku ingin mencari seseorang yang merasakan kekosongan serupa dengan diriku.”
Pernyataannya
tersebut membuatku teringat. Gadis-gadis yang sering mengunjunginya mulai
tidak terlihat lagi setelah aku dan Emori mulai saling kenal satu sama lain.
Aku bahkan
tidak pernah berhenti untuk berpikir bahwa kedua fenomena itu memiliki hubungan
sebab-akibat.
“Aku belajar
tentang Green Green di akhir musim
panas - tepat di sekitar jangka waktu ini.” Dia akhirnya mengucapkan
kata-kata itu. Lambat laun, dia mendekati topik utama. “Itu adalah
produk sempurna bagi orang yang mendambakan masa kecil menyenangkan seperti diriku.
Obat mujarab untuk masa kecil yang tidak memuaskan, yang memberikan kenangan
indah kepada konsumennya. Aku segera melompat untuk itu. Aku bahkan langsung
ingin membelinya. Aku sudah berhasil sampai membuat janji untuk konseling. Ini bisa menyelamatkan diriku yang berusia
12 tahun dan 15 tahun, pikirku. Tapi sebelum produk itu selesai, aku
memikirkannya kembali dan membatalkannya.”
Aku bertanya
untuk pertama kalinya. “Kenapa begitu?”
Mulutnya meringis
seperti sedang kesakitan.
“Apa
yang lebih hampa dari kenyataan kalau kenanganku yang paling indah adalah
buatan orang lain?”
Aku
mengangguk.
Rasanya
sekarang aku bisa sepenuhnya memahami mengapa pria ini berteman denganku.
“Aku menyerah
membeli Green Green, tetapi
ketertarikanku pada Mimori sendiri
masih besar. Khususnya, aku benar-benar terpesona oleh pekerjaan “insinyur Mimori” yang aku pelajari saat meneliti Mimori. Aku harus menghadapi kenanganku
sendiri lebih dari kebanyakan orang rata-rata. Aku merasa orang-orang semacam
diriku yang memiliki banyak kasus “andai
saja seperti ini” di masa lalunya mungkin saja cocok menjadi seorang
insinyur Mimori. Aku mengumpulkan informasi
sebanyak mungkin tentang itu. Kurasa aku sedang dalam proses mengumpulkan informasi
saat aku mempelajari tentang Touka Natsunagi. Butuh waktu lama untuk
mengingatnya, karena artikel yang aku temukan sudah tersimpan setahun yang
lalu, tapi itulah sebabnya aku merasa pernah melihat gadis yang berjalan
bersamamu beberapa minggu yang lalu, Amagai.”
Emori
menunjukkan sebuah artikel berita di layar ponselnya. Di bagian atas dari
artikel itu adalah tanggal dari tiga tahun lalu.
Si Jenius Insinyur Mimori yang berusia 17 Tahun
“Pendahuluannya
lumayan panjang, tapi inilah kesimpulannya,” kata Emori. “Touka Natsunagi
adalah seorang insinyur Mimori. Mimori mengenai Touka Natsunagi yang ada
di kepalamu itu, Amagai, mungkin dia sendiri yang membuatnya.”
Dia menggeser
layar ke bawah dan memperbesar foto di bawahnya. Wajah yang familiar terpapar
jelas ke arahku.
Senyum Touka
Natsunagi yang tidak kulihat dalam empat hari.
*****
Setelah kembali
ke apartemen, aku membaca ulang artikel itu berulang kali. Setelah selesai,
aku mengumpulkan informasi tentang dirinya di internet.
Touka Natsunagi
bukanlah nama sebenarnya, tapi cuma ada sedikit perbedaan antara nama aslinya dan
aliasnya. Hanya berbeda satu huruf dalam nama keluarganya, itu
saja. Dia mungkin berpikir penyamaran minimal ini akan cukup
bagiku. Atau mungkin bila dia keceplosan menyebut namanya, dia bisa
mengelak.
Pada saat
itu, dia adalah insinyur Mimori
termuda dalam sejarah. Dia dipekerjakan sebagai insinyur Mimori oleh klinik besar saat umur 16
tahun, dan bekerja menghasilkan banyak Mimori
saat menjalani sekolah SMA.
Hanya dalam kurun
waktu tiga tahun, dia sudah menciptakan Mimori
yang setara lebih dari 50 tahun. Itu adalah kecepatan yang tidak masuk
akal, terlepas dari masa mudanya. Dan tidak hanya kuantitas, tapi kualitasnya
juga. Tak perlu dikatakan lagi, dia menarik perhatian di dunia teknik Mimori sebagai bintang baru, tetapi dia
mengirimkan surat pengunduran diri tepat sebelum ulang tahunnya ke-20 dan belum
pernah terdengar sejak saat itu. Itulah yang dimuat berita lokal, setidaknya. Orang-orang
yang mengharapkan karyanya dibiarkan putus asa. Mimori yang dia buat entah bagaimana pada dasarnya berbeda dari Mimori yang dibuat orang lain; tidak
ada yang bisa menirunya.
Dia mengacu
pada perbedaan yang tak tertandingi itu sebagai “doa.”
Dalam
wawancara singkat di situs berita, Touka menjawab pertanyaan wartawan dengan
hati-hati dan tidak menyinggung. Pewawancara berusaha keras untuk mencoba
dan mendapatkan reaksi kekanak-kanakan atau pernyataan kontroversial dari
insinyur jenius berusia 17 tahun, tapi semakin jauh pewancara melangkah ke
depan, semakin dalam dia mundur ke dalam cangkangnya. Jadi Touka hanya
membalas dengan jawaban sederhana, aman, dan membosankan.
Ada dua
pertanyaan terakhir yang mampu membuatnya berbicara jujur. Yang pertama
adalah: “Banyak yang mengatakan kalau Mimori
yang anda buat sangat berbeda dari apa yang dibuat oleh insinyur Mimori lainnya. Bagaimana anda akan menggambarkan
secara konkret “perbedaan “ itu?”
“Kurasa aku
akan mengatakan “doa.”” Jawab
Touka.
Ketika
pewawancara mencoba menggali lebih dalam apa yang dia maksud dengan "doa," Touka memberi jawaban
sederhana. “Pada dasarnya, apa yang saya maksud adalah ketulusan.”
Tapi
sebenarnya, itu mungkin sesuatu yang tidak bisa digambarkan kecuali "doa" yang akan
berhasil.
Setidaknya,
itulah yang kurasakan.
Pewawancara
melanjutkan untuk menanyakan tujuan akhirnya sebagai seorang insinyur Mimori. Touka menjawab seperti
ini.
Aku ingin membuat Mimori yang kuat, sampai membuat
kehidupan orang itu terlempar ke dalam kekacauan.
Dan apa aku menjadi
kelinci percobaannya?
Apakah tujuannya
adalah membuat hidupku kacau balau melalui Mimori?
Apakah
senyum, dan air matanya, hanyalah akting palsu demi menggoyahkan hatiku?
Kurasa aku
harus jengkel. Kurasa aku harus marah karena terbiasa termakan egonya. Sebulan
yang lalu, aku mungkin akan merasa begitu.
Tapi itu
tidak mungkin untuk diriku yang sekarang. Hanya mengetahui kebenaran saja
sudah terlambat. Setiap upaya untuk melemparkan perasaan negatif ke arahnya
akan terhambat oleh ingatanku tentang liburan musim panas ini. Bukan hanya
“Aku tidak bisa membencinya.” Aku melihat foto Touka yang berusia 17 tahun
berulang kali, dan setiap kali aku melihatnya, hatiku dipenuhi dengan rasa
kerinduan.
Anehnya,
Touka yang berusia 17 tahun tampak sedikit lebih tua dari Touka yang aku kenal
di usia 20 tahun. Dalam foto itu, matanya sedikit suram, dan fakta bahwa dia
mengenakan seragam SMA juga terasa aneh. Itu mungkin benar-benar cocok dengan
Touka yang sekarang.
Kenyataannya,
sekarang kalau dipikir-pikir lagi, dia yang berusia 20 tahun masih terlihat
sangat muda. Dalam foto itu, dia melewati usia 20 tahun, dan di masa sekarang,
dia baru berusia 17 tahun.
Apa arti
inversi yang aneh ini? Apakah foto yang terjepret karena dia merasa
gugup? Apakah berhenti dari pekerjaan membebaskannya dari rasa stress dan
membuatnya terlihat lebih muda? Apakah dia berusaha semirip mungkin dengan
penampilannya di Mimori untuk
menipuku?
Touka yang
berusia 17 tahun yang tersenyum canggung di depan kamera tampak seperti itu
bisa menjadi visi dirinya sendiri dari waktu dekat.
Kepalaku
tidak bisa berhenti berpikir. Yang bisa aku andalkan untuk malam yang
panjang ini ialah, kau sudah tahu, alkohol. Aku menuangkan air pelupa ke
dalam gelas, dan tersesat di sebuah gang gin dengan suasana seperti
kehancuran.
Ayahku juga
pencinta alkohol. Ada pemabuk yang minum-minum untuk menikmati kenyataan
dan ada pula yang minum-minum untuk melupakan kenyataan, dan aku kalau beliau
adalah kategori yang terakhir. Jika Ia tidak menjadi pecandu Mimori, Ia mungkin akan menjadi pecandu
alkohol yang lebih berbahaya. Ia tampaknya menahan rasa sakit halus yang
takkan bisa disembuhkan oleh siapa pun, Ia selalu terlihat seperti sedang
tercekik.
Satu-satunya
tujuan hidupku adalah untuk tidak pernah berakhir seperti ayahku, tapi mungkin aku
berakhir agak mirip dengan ayahku, hanya berbeda dalam presentasi. Sebuah
kehidupan dimana aku terus mengalihkan pandanganku dari hal-hal yang tidak
menyenangkan bagiku, situasinya terus memburuk, namun aku terus memalingkan
muka.
Sambil
menatap linglung di “buku harian satu
kalimat” yang tergantung di dinding, aku menyadari mataku kehilangan
fokus. Aku memejamkan mataku, dan menemukan diriku di sebuah kapal yang
diguncang oleh gelombang tinggi. Aku terhuyung ke kamar mandi dan
mengosongkan perutku. Sudah sebulan sejak aku terakhir minum begitu banyak
sampai membuatku muntah. Pada hari itu, aku memutuskan untuk minum Lethe, tidak mampu meminumnya, salah
mengira orang, minum-minum dalam keputusasaan, didepak keluar dari bar,
berjalan pulang ke apartemen, dan bertemu dengannya.
Touka
Natsunagi.
Hanya ada
satu hal yang membuatku tersendat. Pada hari terakhir, Touka mengatakan padaku
tentang alasannya bertingkah seperti teman masa kecilku.
“Pada akhirnya, kamu akan tahu. Ini adalah tujuan yang
cukup kompleks, tapi kupikir kamu bisa mengetahui kebenarannya.”
Tapi bisakah kau
menyebbut “membuat hidup orang itu ke
dalam kekacauan” sebagai tujuan yang rumit?
Dan "Kupikir
kamu bisa mengetahui kebenarannya” menyiratkan bahwa itu adalah sesuatu yang
tak bisa diketahui oleh orang biasa?
Aku merasa
kalau aku melewatkan sesuatu yang besar.
Jika dia cuma
ingin membuat hidupku kacau balau, seharusnya masih ada banyak cara lain.
Misalnya
saja, meninggalkan isi Green Green
apa adanya, lalu muncul di hadapanku sebagai “seorang gadis yang menyerupai teman masa kecil di Mimori,” dan
menempatkan pada suasana yang tampak seperti “pertemuan yang ditakdirkan” pasti mampu menjeratku, mengundang
sedikit di jalan keraguan yang tidak perlu. Sulit membayangkan kalau Touka
tidak memiliki kemampuan untuk memahami hal itu.
Namun, dia
justru muncul di hadapanku sebagai teman masa kecil di Mimori itu sendiri. Dia
sengaja memilih pendekatan dengan peluang keberhasilan rendah. Apa itu
menunjukkan seberapa yakinnya dia dalam pengaruh Mimori buatannya?
Pasti bukan
begitu. Dia harus menjadi teman masa kecil yang aku kagumi, dan bukan
orang lain. Sampai aku bisa mengetahui alasan dibalik hal itu, aku tidak
bisa bilang kalau aku memahami niatnya yang sebenarnya.
Jalan
pemikiranku terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang lain.
*****
Pada titik
tertentu, langit mulai cerah. Bahkan dengan kekuatan alkohol, aku masih
belum bisa tidur sedikit pun, dan setelah minum di luar dosis yang dianjurkan,
tubuhku terasa sangat lamban. Pandanganku buram, kepalaku berat,
tenggorokanku sakit, dan perutku juga merasa lapar.
Aku merangkak
keluar dari tempat tidur. Mungkin perutku yang kosong terus tertidur, tapi
teman masa kecil yang akan membuatkanku sarapan sudah pergi sekarang. Aku
memeriksa isi kulkas, dan hanya ada sedikit kol dan jus jeruk. Ketika aku
meminum jus jeruk sampai tetes terakhir, malah membuat perutku semakin memburuk. Aku
menyerah untuk tidur, memakai sandalku, dan meninggalkan ruangan.
Tepat ketika aku
membuka pintu, sesuatu bergerak di sudut penglihatanku. Sementara masih dalam
posisi menutup pintu, aku secara naluriah menoleh ke samping.
Ternyata itu
seorang gadis. Dia terlihat sekitaran usia 17 hingga 20 tahun. Dia
berpakaian seperti baru mengunjungi pemakaman seseorang yang jauh, lalu kembali
ke kereta paling awal yang dia bisa. Anggota badannya, samar-samar
bersinar, seperti putih transparan, dan rambut hitamnya yang panjang dan lembut
dihembus oleh angin, dan waktu seolah-olah berhenti.
Sebuah paku
yang tak terlihat menancap kami di tempat, dia dalam pose membuka pintu, dan
aku menutup pintu dengan punggung tanganku.
Seolah-olah
kita kehilangan konsep kata-kata, kami saling memandang satu sama lain untuk
waktu yang lama.
Hal pertama
untuk melanjutkan gerakan adalah mulutku.
“... Touka?”
Aku lalu
memanggil namanya.
“... Kamu
siapa?”
Gadis itu
sudah melupakanku.
Jadi begitu, ingatan asli Chihiro itu ketika si Touka masih sendiri dan sakit-sakitan kah, dan karena merasa tertolong Chihiro dia ngelakuin hal yg sama di masa sekarang
BalasHapusBaca aja terus sampe selesai, dan kau akan mengetahui kebenarannya
Hapus