Chapter 109
Acara perlombaan yang diikuti Amane adalah lomba lempar bola, lomba
meminjam barang, dan pertempuran kavaleri yang harus diikuti semua murid
laki-laki. Jadi, Ia lumayan bebas.
Beberapa murid yang sangat antusias memilih untuk mengikuti lebih dari
dua lomba, tapi Amane tidak terlalu bersemangat tentang festival olahraga, jadi
Ia cuma mendaftar untuk dua perlombaan, dan lomba berkelompok yang bersifat
wajib.
Sekadar diketahui, lomba lempar bola sudah selesai.
Tidak ada banyak gairah dalam kompetisi seperti itu, dan itu cuma
masalah melempar bola ke keranjang yang tergantung.
Para peserta harus merebut bola yang dilemparkan, tapi sudah ada banyak
dari mereka, dan tidak perlu bertarung. Perlombaan tersebut berakhir
dengan damai.
Chitose menyikut Amane di belakang, menginginkannya untuk lebih aktif
lagi, tapi Amane tidak punya alasan untuk menonjol.
Lomba melempar bola hanyalah lomba mengambil beberapa bola,
mengumpulkannya di suatu tempat, dan melemparkannya ke keranjang. Tidak
ada ketegangan atau keseruan seperti perlombaan lainnya.
Satu-satunya masalah yang harus diingat adalah mereka harus mencetak
lebih dari Tim Putih. mungkin karena lemparan mereka lebih akurat, dan
mengumpulkan bola di tempat pertama.
“Kamu benar-benar memilih acara lomba yang benar-benar membosankan,
Amane ~”
“Diamlah. Sebentar lagi ‘kan tugasmu. Cepat ke sana.”
“Ah iya.”
Chitose melihat jadwalnya, “Ya ampun, menjadi anggota panitia pasti
sibuk ~” gerutunya ketika pergi ke tenda khusus panitia.
Lantas kenapa kau mendaftar untuk pekerjaan itu? Amane bertanya-tanya, tapi sudah sedikit terlambat.
Ia menyaksikan Chitose berjalan menjauh, dan lalu mengamati jadwal yang
tertempel di tiang tenda.
Hanya tinggal beberapa acara tersisa untuk pagi itu. Ini termasuk
acara lomba pilihan Amane, lomba meminjam barang.
Begitu acara selesai, akan ada jeda untuk istirahat makan siang, lalu
dilanjutkan perlombaan di sore hari.
Dengan kata lain, setelah lomba meminjam barang berakhir, Amane tinggal
mengikuti lomba pertempuran kavaleri.
“... Tapi serius, dia yang bertanggung jawab pada lomba meminjam
barang?”
Karena dia mengambil alih acara ini, tampaknya Chitose akan bertanggung
jawab atas rincian perlombaan ini, dan dia juga yang akan menjadi penilai ...
Amane merasa dia sengaja bertujuan untuk ini.
Amane tidak tahu siapa yang memutuskan isi item buat perlombaan, tetapi
kemungkinan seseorang merencanakan sesuatu, yang mana membuatnya takut.
Hatinya tiba-tiba terasa suram, tapi Ia tetap pergi ke tempat berkumpul
untuk acara berikutnya, lomba meminjam. Tampaknya Mahiru juga mengikuti
acara ini, karena dia sedang menunggu diam-diam di garis start.
Tidak ada yang perlu mereka bicarakan, jadi Amane tidak angkat
bicara. Saat tatapan matanya bertemu mata Mahiru, dia tersenyum dan
mengangguk ke arahnya.
Mereka menjaga jarak di luar, tapi jantung Amane sedikit berdetak begitu
Ia melihat Mahiru menunjukkan senyumnya yang biasa.
Amane mengakuinya dengan tatapan tabah yang biasa, tetapi Ia merasa
gelisah di dalam.
Dan Chitose, yang menyelenggarakan festival olahraga ini, memandang ke
arah Amane dan Mahiru dengan gembira.
Setelah tiba waktunya untuk acara dimulai, para peserta mengikuti
instruksi dari penanggung jawab ... Chitose, dan pergi ke lapangan.
Ada banyak kertas terlipat yang tersebar di lapangan. Atas
perintahnya, mereka kemudian dapat mengambil kertas-kertas ini, dan mengambil
item yang tercantum di dalam.
Tidak seperti perlombaan lain, lomba meminjam barang ini agak santai,
dan tujuannya adalah untuk menikmati proses peminjaman. Mereka tidak perlu
terlalu serius.
Namun tergantung pada item yang terdaftar, seseorang mungkin akan
menjadi tontonan publik. Jadi Amane harus ekstra berhati-hati.
“Semua peserta, silakan berdiri di garis start.”
Chitose memberikan aba-aba yang jelas melalui mikrofon. Dia bisa
menjadi pembawa acara yang handal, dengan asumsi bahwa dia tidak
main-main. Dia memiliki kepribadian ceria, pandai membaca suasana dan
situasi, keras dan jelas, tidak terlalu cempreng, dan bisa menarik perhatian.
“Siap sedia.” dia tidak main-main sama sekali untuk saat ini,
karena ada banyak siswa dan guru yang menonton.
Namun pistol penanda itu dipegang oleh panitia lain, jadi dia hanya
bertanggung jawab atas hitungan mundur.
“Mulai” sesaat setelah memberi aba-aba, pistol itu ditembakkan ke udara.
Suara tembakan ini akan selalu buruk bagi jantung, tapi Amane berlari
dengan tenang menuju tempat kertas-kertas itu diletakkan.
Pelari yang lebih cepat sudah membuka kertas yang terlipat dan membaca
isinya. Amane mengikuti mereka, mengambil kertas yang terlipat, dan
melihat apa yang ada di dalamnya.
Ada beberapa kata dalam tulisan tangan yang rapi.
“Seseorang yang kamu anggap cantik.”
Amane diminta untuk memilih seseorang dan bukan barang, tapi Ia memang
mengharapkan sesuatu seperti itu.
Ia benar-benar ingin berkomentar tentang siapa yang memilih topik
semacam ini, tapi untungnya, Ia entah bagaimana bisa mengatasinya.
Paling tidak, itu bukan pertanyaan yang paling sulit seperti, 'seseorang yang kamu sukai'. Ia
hanya harus memilih seseorang yang secara objektif cantik.
Dengan kata lain, Ia harus memilih orang cantik yang terkenal ... yang
mana adalah Mahiru. Setelah Mahiru selesai meminjam barangnya, Amane hanya
perlu membawanya ke garis finish.
Meski Ia mungkin akan menonjol jika dia dibawa bersama, tapi itu adalah
ketentuannya. Semua orang akan berpikir itu adalah keputusan yang tepat
begitu mereka tahu isi item yang di pilih Amane.
Begitulah pemikirannya ketika Ia bermaksud mencari Mahiru, yang mungkin
sedang mencari selembar kertas ... lalu seseorang meraih kaus olahraganya di
sebelahnya.
Sejujurnya, dia mencubit bukannya meraih. Keliman itu disentak
beberapa kali, dan Amane berbalik dengan ragu.
Tepat di depannya adalah orang yang sedang Ia cari, menatapnya dengan
cemas.
“Fujimiya-san, aku harus meminjammu. Apa kamu bersedia ikut denganku
setelah kamu meminjam apa yang kamu butuhkan?”
“Eh, aku?”
“Iya.”
Amane tidak pernah menyangka kalau mereka harus saling meminjam.
Dalam artian tertentu, ini situasi yang bagus, tapi Ia merasa ada yang
aneh.
Namun mereka berada di tengah lapangan, dan karena Mahiru sudah
berbicara dengannya, tidak ada gunanya untuk khawatir tentang menonjol.
Chitose, yang berdiri di seberang garis finis, menyeringai ketika
melihat mereka.
Aku akan mengingat ini!
Yah, Chitose lah yang menulis item yang harus dipinjamkan, jadi semuanya
ini tentu saja bagian dari rencananya. Amane tidak tahu apa yang dipilih
Mahiru, tetapi karena dia sudah memilihnya, Amane merasa Mahiru tidak akan
pernah mengalah pada jawabannya.
“Ahh ... ngomong-ngomong, apa yang perlu kau pinjam?”
“Rahasia.”
Item yang mereka pinjam akan diumumkan setelah mereka melewati garis
finish, namun Mahiru tidak mau berbicara.
Amane hanya bisa menghela nafas, dan menuju ke garis finish.
“Yah, aku perlu meminjammu juga, ayo kita pergi ke garis finish
bersama.”
“... Apa yang perlu kamu pinjam, Fujimiya-san?”
“Rahasia.”
Amane mengembalikan jawaban yang sama padanya, dan Mahiru hanya tersenyum.
“Kita akan tahu begitu melewati garis finish, kalau begitu.”
Ujarnya, lalu Mahiru memegang tangan Amane.
Dia mengabaikan keributan yang terjadi di pinggir lapangan, dan memandu
Amane ke garis finish.
Amane merasa sedikit nyeri di perutnya, tetapi begitu Ia melihat betapa
gembiranya Mahiru, dia merasa itu yang diharapkan. Amane kemudian
menyadari bahwa yang jatuh cinta pada yang lain akan dirugikan.
Begitu mereka melewati lapangan, yang mana sudah tidak bisa Ia tahan,
mereka berhasil melintasi garis finish. Chitose yang sangat gembira
menyambut mereka.
Amane tanpa sadar mendecakkan lidahnya, dan
Chitose sepertinya tidak keberatan.
“Huh, kalian berdua sampai di garis finish
bersamaan ~? Aku ingat kalian berdua berpartisipasi dalam ini.”
“Sialan kau, Chitose, apa-apaan dengan
tatapan itu? Kami cuma saling meminjam.”
“Hahaha ~ ayo kita lihat apa yang kamu
dapatkan. Siapa yang mau duluan?”
“Fujimiya-san saja, kumohon.”
Amane terkejut bahwa Mahiru menjawab tanpa
ragu-ragu. Chitose tampaknya mengerti ketika dia menunjuk kertas Amane,
mungkin dia ingin Amane menunjukkan padanya.
Ia merasa tidak perlu menyembunyikannya lagi,
jadi Amane menunjukkan kertas itu pada Chitose.
Begitu dia melihatnya, Chitose tampak sedikit
kecewa.
Amane tidak tahu apa yang diharapkan Chitose,
tapi tampaknya hasil Ia dapatkan bukanlah yang diinginkan Chitose.
Meski begitu, dia mendapatkan kembali
keceriaannya, dan berseri-seri saat dia membawa mikrofon ke dekat mulutnya.
“Sekarang kita memeriksa
barangnya. Peringkat 1 dari Tim Merah mendapatkan ... “Seseorang yang kamu anggap cantik” .”
Begitu para penonton mendengar pengumuman
itu, ada getaran lega dari semua orang.
Amane membuat pilihan yang aman. Sejauh
yang Ia tahu, tidak ada seorang pun di sekolah yang lebih cantik dari pada
Mahiru. Amae merasa kalau dia adalah gadis yang paling imut dan cantik.
Mengesampingkan pendapatnya, membawa Mahiru
benar-benar pilihan yang normal.
Ada aura permusuhan sejak Ia tiba di garis
finish bersama dengan Mahiru, tetapi tampaknya menjadi lebih membara karena
topik.
Masalahnya adalah item yang dipilih Mahiru.
Amane tidak tahu apa yang dia pilih, tetapi
karena Mahiru secara khusus memilihnya, Amane mulai penasaran apakah item yang
terdaftar akan menjadi pertanda berakhirnya kehidupan sekolahnya yang damai.
Chitose menerima kertas dari Mahiru, berkedip
beberapa kali, dan menatap ke wajah Mahiru.
Amane tidak bisa melihat kertas dari sudut pandangnya,
tapi berdasarakan pengalamannya, Chitose seperti menyiratkan, apa aku boleh mengatakan ini?
Barang apa yang membutuhkanku untuk berada di
sini?
Reaksi Chitose membuat Amane semakin tidak
tertarik.
Senyum Mahiru tetap tenang. Dengan kata
lain, dia tidak keberatan jika itu diumumkan.
Begitu dia mengerti maksud Mahiru, Chitose
menunjukkan senyumnya yang biasa.
“Hmm ~ kalau begitu, finish pada saat yang
sama adalah Peringkat 1 dari Tim Putih. Topik yang dia dapatkan adalah
... “seseorang yang
penting” .”
Begitu suara Chitose bergema di seluruh
lapangan, ada dengungan keras di tempat istirahat murid-murid.
Amane secara naluriah memandang ke arah
Mahiru, saat pandangan matanya bertemu dengannya, bibir merah muda Mahiru
menunjukkan senyum.
Senyum itu mirip seperti senyum anak kecil
yang berhasil melakukan kejahilan, bersamaan dengan sedikit rasa malu.
Satu hal yang pasti adalah bahwa Mahiru memandang
ke arah Amane, ingin mengetahui reaksinya begitu Ia tahu apa item yang
diambilnya.
Dasar iblis kecil ...
Sebagai orang yang cerdas, Mahiru dapat
dengan mudah memvisualisasikan reaksi orang-orang di sekitarnya jika dia
mengungkapkan topiknya.
Meskipun begitu, Mahiru tetap memilih Amane sebagai
barang pinjamannya, demi membawa perubahan ke dalam hubungan mereka.
Untuk selanjutnya, mereka bukan lagi sekedar
orang asing belaka.
Mahiru tidak menunjukkan senyum indah yang biasanya dia tunjukkan di sekolah, tetapi senyum tulus kepada Amane. “Semua orang akan bertanya kepada kita setelah ini.” Amane mengerang sambil mengacak-acak rambutnya.
Akhirnya bisa tidur tenang...
BalasHapusTapi masih tetep aja penasaran sama lanjutannya
Bener kan mahiru yg go public dluan....ttep semangat min :)
BalasHapusKalo gini mungki bakal tembak dulu amane
BalasHapusUwwa amane kau benar-benar akan direpotkan oleh sang malaikat jahil
BalasHapusAww aku penasaran selanjutnya
BalasHapusTinggal Jadian Aja Nying
BalasHapusGas trus minn jgn kasih kendorr
BalasHapusTombol next nya ilang :(
BalasHapusAku baca sambil cengar-cengir sendiri... wkwkwk
BalasHapusMenggeliat gua anjir
BalasHapusSasuga Mahiru
BalasHapusWOHOOOOOOOOO
BalasHapusNah mantb mahiru
BalasHapusMantapp, ayo gas terusss
BalasHapusUwU
BalasHapusLesgoooo mahiruuu
BalasHapusAuto rusuh
BalasHapusMemancing keributan :v
BalasHapusAmane bakal dikeroyok pulang sekolah wkwk
BalasHapuswaduh siap siap di interview awkoawokawko
BalasHapusSaya menyarankan amane untuk segera lari
BalasHapusDamn, chapter sebelumnya isinya persahabatan, dan yg w baca saat ini isinya gula, gwe senyum² sendiri anjir :v
BalasHapusHati hati kelebihan gula
BalasHapusMulut gwa nyeri njir, keseringan nyengir gara² baca nih novel :v
BalasHapusSedang memancing,....memancing keributan🗿
BalasHapus